Upacara penghargaan berjalan cukup baik bagi Ehrenfest, dengan dua atau lebih siswa dari setiap kelas dipanggil sebagai siswa berprestasi. Banyak mednoble dan laynoble kami meraih prestasi siswa teladan dalam kelas tulis, tetapi tidak terlalu banyak dalam kelas praktik. Keterbatasan mana membuat mereka terlalu dirugikan.
Jika ditinjau kembali,
Angelica memang cukup aneh. Dia
sangat terampil sehingga dia terpilih untuk melakukan tarian pedang meskipun
dia adalah seorang mednoble, sementara pada saat yang sama memiliki nilai tulis
yang buruk sampai-sampai dia hampir
harus putus sekolah.
“Aku sangat lega karena aku terpilih menjadi
siswa teladan,” kata Charlotte, menghela nafas lega. “Lagipula, Wilfried dan
Rozemyne juga terpilih.” Dia kemudian bergumam bahwa memiliki kakak dengan nilai tinggi
telah memberikan banyak tekanan padanya.
Saat percakapan kami berlanjut, aku perhatikan
bahwa Wilfried terlihat agak tidak puas. "Apakah ada alasan mengapa kamu
tampak begitu murung?" Aku bertanya kepadanya.
“Kamu baru saja diakui sebagai siswa teladan.”
“Ortwin dipanggil tepat sebelumku, jadi dia
pasti mengalahkanku dengan tipis.”
Ternyata, Ortwin telah berusaha keras dalam
pelajaran tulisnya, seperti yang diharapkan dari seorang kandidat Archduke
Drewanchel. Kemenangan tipisnya mungkin karena Wilfried menghabiskan begitu banyak waktu dengan
terobsesi pada baju besi dan senjata keren.
“Aku pasti akan menang tahun depan,” kata
Wilfried.
Setelah kami semua selesai melaporkan upacara
penghargaan, aku memutuskan untuk berbicara dengan Elvira. Dia berbicara
panjang lebar tentang betapa bagus Cornelius dan Leonore terlihat bersama,
terdengar sangat bersemangat
tentang itu.
Sylvester kembali dari upacara penghargaan paling telat dari siapa
pun, dan hal pertama yang dia lakukan adalah menatap Ferdinand dengan sangat
lelah. "Mengirim kembali Rozemyne adalah keputusan terbaik yang pernah Kamu
buat," katanya. Mau tak mau aku bertanya-tanya apa yang terjadi, tapi
sebelum aku sempat mengajukan pertanyaan, aku dipanggil ke kamar archduke.
“Kita harus membuat rencana untuk besok. Ferdinand, Rozemyne—ikut aku.”
___________
“Mereka menyelidikiku tentang meminta Santa Ehrenfest melakukan pemberkahan pada upacara hari dewasa besok. Aku
menolaknya, tapi, apa kalian tau...” Sylvester menjelaskan. Rupanya, dia pulang sangat telat karena keluarga kerajaan
memanggilnya secara langsung.
“Kamu terlalu cepat...” kata Ferdinand. “Mulai
dari awal.”
Para teroris yang menyerang upacara
penghargaan tampaknya melakukan
hal itu dengan motivasi untuk menggulingkan raja tanpa
Grutrissheit. Tidak ada yang bisa memastikan apakah fundamentalis alkitab yang mendominasi gereja Kedaulatan
terkait dengan serangan itu, tetapi satu hal yang pasti— upaya pembunuhan raja telah
memberi mereka energi tak terkira. Tampaknya raja sekarang merasa gereja Kedaulatan
perlu dikembalikan ke tempatnya. “Kita tidak memiliki investasi dalam hubungan antara raja dan gereja Kedaulatan,”
kata Ferdinand. “Dan, tentu saja, kita tidak dapat melakukan upacara semacam itu tanpa persiapan.”
"Tentu saja. Aku sangat tidak mungkin memberi tahu keluarga
kerajaan tentang semua itu.”
Ini pertama kalinya Sylvester tampak lebih
rasional daripada Ferdinand. Merasa sedikit bingung, aku mendorongnya
melanjutkan. “Jadi, bagaimana kamu menjawabnya?”
“Aku menolak, mengatakan bahwa serangan itu
telah membebani mana dan staminamu sehingga kami terpaksa memulangkanmu. Aku
menjelaskan bahwa satu hari tidak akan cukup bagimu untuk pulih dan bahkan
meratapi bahwa Kamu telah melewatkan kesempatan ini untuk menerima pujian
publik dari raja... dan mereka memakluminya. Beberapa dari mereka mengalah dan
berkata bahwa mungkin kita harus menunggu untuk memastikan seberapa baik yang Kamu
lakukan pada hari itu, dan aku mengambil kesempatan itu untuk memberikan
pukulan terakhir dengan menggunakan insiden Immerdink.”
Sylvester tampaknya memperkuat dalihnya dengan menyebutkan bahwa, sebelum insiden
teroris, seorang archnoble dari Immerdink menyerangku. Siswa itu mengklaim bahwa dia menargetkan
Hartmut, tetapi karena akulah yang terkena serangannya, mustahil untuk bisa
memastikan seberapa jauh kejujurannya. Bagiku untuk melakukan upacara besok
sebagai Uskup Agung, aku perlu mengirim ksatria pengawalku menjauh dari podium,
dan Sylvester telah mengatakan bahwa dia tidak ingin menempatkanku dalam posisi
rentan.
"Selama Kamu membuat alasan yang masuk
akal, aku tidak merasa adanya alasan untuk mengeluh," kata Ferdinand sambil menghela nafas. “Aku
tidak ingin membuat preseden untuk Rozemyne menggantikan Uskup Agung Kedaulatan
saat ini. Dia melayani Ehrenfest, bukan Kedaulatan, dan dia sudah memiliki cukup
pekerjaan.”
Aku menarik lengan bajunya. "Ferdinand, bisakah aku setidaknya
menonton pusaran dedikasi dan upacara wisuda besok?" Cornelius tampil dan lulus
tahun ini, jadi aku ingin menyaksikannya. Aku menatap Ferdinand, di mana dia mulai menekan pelipisnya dalam
kontemplasi.
“Jika kita ingin terus menggunakan kesehatan buruknmu sebagai alasan, Kamu
harus hadir hanya pada pagi atau sore hari. Meskipun, dengan atau tanpa syarat, kurasa Kamu akan berubah menjadi sangat
bersemangat saat melihat Cornelius dan Leonore berdandan bersama sehingga paling banter kamu hanya mampu selama setengah hari.”
Terlepas dari ekspresi muramnya, Ferdinand tidak
melarangku berpartisipasi. Dengan kata lain, ini akan menjadi pertama kalinya aku
menghadiri upacara kelulusan. Cornelius dan Leonore sendiri akan
berpartisipasi, tentu saja, yang berarti Judithe adalah satu-satunya ksatria pengawalku
yang tersisa. Terlalu berbahaya menyerahkan perlindunganku ke tangannya
sendiri, jadi kami memutuskan untuk memanggil Lamprecht dan Angelica sebagai
anggota keluarga Cornelius agar mereka mengawalku. Kami juga memilah beberapa
detail kecil lain, seperti siapa yang akan duduk di mana dan siapa yang akan
menyiapkan ramuan.
Setelah diskusi itu, Ferdinand kembali ke Ehrenfest alih-alih tinggal di
asrama. Dia perlu mengisi ulang jimatku agar bisa digunakan lagi, dan
menyiapkan jimat untuk dirinya sendiri untuk menggantikan lingkaran sihir yang disulam
kedalam jubahnya. Aku memaksanya untuk makan malam sebelum dia pergi, tentu
saja—aku tahu dia akan terkunci di workshop semalaman, jadi aku berharap
makanan itu akan menjaganya sampai pagi.
_____________
Keesokan harinya, para siswa mulai masuk ke ruang
umum setelah menyelesaikan sarapan, dan segera, sudah waktunya bagi orang tua para wisudawan untuk tiba
dari aula teleportasi. Pelayan magang yang menunggu di luar memandu pengunjung
kami yang baru tiba ke kamar anak-anak mereka.
"Selamat pagi, Lady Rozemyne."
“Ottilie.”
Orang tua Hartmut datang ke ruang umum untuk menyapa kami. Aku sudah sangat akrab
dengan ibunya, Ottilie, tapi ayahnya masih menjadi misteri bagiku... Atau
begitulah menurutku. Lagipula aku
penasaran tentang orang seperti apa dia, ternyata dia
adalah pengikut Florencia —seorang cendekiawan. Ciri-cirinya dan cara dia
membawa dirinya sangat mirip dengan Hartmut sehingga dia bisa dengan mudah
lulus sebagai putranya yang sudah tua. Kami tidak mengatakan apa-apa satu sama
lain di luar salam panjang
bangsawan, tetapi dia adalah orang yang tenang dan
bertindak seperti yang aku harapkan dari Hartmut, andai saja dia tidak menumbuhkan obsesi santa yang berlebihan.
Mm?
Tunggu sebentar. Apa ini berarti, jika kita menghilangkan semua kegilaan gila
dari Hartmut, kita akan berakhir dengan seorang cendekiawan baik hati yang ahli
dalam mengumpulkan intelijen dan pada dasarnya menyelesaikan setiap pekerjaan
yang diberikan pada mereka dengan sempurna? Tidak, tidak, tidak, tidak... Itu
tidak mungkin... yang sedang kita bicarakan
ini adalah ayah Hartmut. Seperti putranya, dia
pasti memiliki kelemahan melumpuhkan yang tersembunyi di bawah permukaan.
Aku melihat mereka pergi ke kamar Hartmut saat pikiran-pikiran itu berseliweran di benakku. Keluargaku sendiri tiba setelahnya; Karstedt, Elvira, Lamprecht, dan
Angelica mereka semua tampil dalam pertunjukan yang cukup besar. Karstedt hari ini tidak bertugas sebagai ksatria pengawal
Sylvester—dia tidak bekerja, setelah menyerahkan segalanya ke tangan wakil komandan.
“Dan sebagai imbalan,” kata Karstedt, “kami
telah diminta untuk menjagamu, Rozemyne.”
“Tak
habis pikir akan tiba hari ketika aku akan dikawal oleh komandan ksatria itu
sendiri... Aku tentu saja sangat penting sekarang, bukan? Lamprecht, Angelica, aku
minta maaf karena semuanya serba
tiba-tiba.”
Mereka berdua dipanggil Karstedt dan Elvira
tadi malam, segera setelah kedatangan mereka. Mereka berdua memaafkanku dengan tersenyum,
mengatakan bahwa kesempatan ini adalah satu-satunya kesempatan mereka untuk
kembali ke Akademi Kerajaan. Karstedt dan Elvira menuju ke kamar Cornelius,
tapi Lamprecht dan Angelica tetap
berada di ruang umum menemaniku. Aku bertanya tentang Ehrenfest dan
diberitahu bahwa Damuel masih menerima pelatihan pribadi dari Bonifatius,
karena aku tidak ada di sana untuk dia kawal.
“Damuel sedih dan mengatakan bahwa dia juga
ingin datang,” kata Angelica. “Meskipun aku iri karena dia sekarang mendapatkan
pelatihan langsung dari Lord Bonifatius.”
“Sesuatu yang tidak biasa pasti telah terjadi sampai-sampai kami dipanggil kan?” Lamprecht bertanya. "Apa
itu?" Rupanya, orang tua kami memberi mereka perintah sekembalinya mereka ke rumah dan
kemudian langsung tidur, karena mereka harus bangun pagi besoknya.
Jadi, aku merangkum segala sesuatu yang telah
terjadi selama upacara penghargaan.
"Begitu... Tentu berbahaya jika kamu hanya membawa satu ksatria pengawal dalam situasi
ini," kata Lamprecht, mengangguk setuju.
Sementara itu, Angelica tersenyum kosong yang
menunjukkan bahwa dia tidak mengerti sepatah kata pun dari penjelasanku, meski
dia berdiri tepat di sebelah kami. Aku memutuskan untuk mengalihkan topik ke
sesuatu yang benar-benar dia pedulikan—pertarungan sengit antara Ferdinand dan
Heisshitze. Seperti yang diperkirakan, dia melompat ke topik dengan gembira, mata birunya berkilau sangat
mengingatkan pada mata Clarissa.
“Angelica, kupikir kau mungkin lahir di
kadipaten yang salah...” aku mengamati. Dia pasti akan berkembang pesat di
Dunkelfelger, pikirku, tapi dia merespon komentarku dengan tatapan cemberut.
"Tidak, Lady Rozemyne," katanya.
“Mereka yang berasal dari Dunkelfelger mungkin pandai bermain ditter, tetapi mereka cenderung memiliki nilai
bagus juga. Aku tidak merasa
aku akan berhasil bahkan melalui proses seleksi ksatria magang
mereka.
Rupanya, Angelica baru mulai bertujuan untuk
menjadi ksatria setelah mendengar siswa di ruang bermain musim dingin berbicara
tentang Akademi Kerajaan. Dia tidak akan bisa mengejar waktu untuk lulus ujian
seleksi Dunkelfelger.
“Belum lagi, aku tidak akan lulus dari Akademi
Kerajaan jika bukan karenamu, Lady Rozemyne. Aku sangat senang lahir di
Ehrenfest,” tambah Angelica dengan senyum merona. Ekspresi polos yang kontras
dengan pernyataannya yang benar-benar menyedihkan ini membuat Lamprecht tidak
bisa berkata-kata —sepertinya dia akhirnya menyadari seperti apa diri Angelica
yang sebenarnya.
Kamu
lambat, Lamprecht... Terlalu lambat.
“Lamprecht? Kamu sudah datang?” Wilfried bertanya
ketika dia tiba di ruang umum. Dia datang ketika dia melihat ksatria pengawalnya
sendiri bersamaku. “Kamu hari ini akan mengawal Rozemyne, kan?”
“Dan Kamu juga, Lord Wilfried. Sebagaimana kalian berdua bertunangan, wajar saja
jika kalian duduk berdekatan bukan?”
"Entahlah. Rencananya adalah Charlotte,
Ayah, Ibu, dan aku duduk bersama, tetapi karena Rozemyne meminta dia dan
keluarga Cornelius menjaganya, dia mungkin sedikit lebih jauh,” jelas Wilfried.
Rupanya, keluarga archduke duduk agak jauh dari yang lain. “Rozemyne, apakah Ayah mengatakan sesuatu padamu?”
"Tidak. Ferdinand memprediksi bahwa aku akan pingsan
karena kegirangan melihat tarian pedang Cornelius, jadi kurasa aku akan duduk di dekatnya, di kursi dekat pintu keluar.”
“Paman cukup menjadi dokter pribadimu pada
saat ini, jadi ya. Bagaimana perasaanmu hari ini?"
Aku menunduk menatap tanganku. “Baik untuk sekarang,
tapi pingsan yang selama ini ku rasakan selalu mendadak saat aku terlalu
gembira, jadi apa yang aku rasakan saat ini tidak ada hubungannya dengan itu.”
“Eh. Ini upacara kelulusan pertamamu, jadi tak
perlu dikatakan bahwa kamu nantinya
akan emosional. Lamprecht, awasi dia baik-baik.” "Sesuai kehendak anda,"
kata Lamprecht, berlutut.
“Saudaraku,” aku menambahkan, “Aku sangat berterima kasih karena telah dengan
murah hati mengizinkanku untuk meminjam ksatria pengawalmu.”
“Tidak masalah,” jawab Wilfried. “Aku hanya
ingin kamu berpartisipasi dalam acara Akademi Kerajaan ini, meski tidak lama.”
Charlotte mengangguk, setelah selesai bersiap
untuk berangkat. “Pasti akan menyedihkan jika kamu pingsan sebelum bisa melihat tarian
pedang yang sangat kamu nanti-nantikan.”
Dia benar, dan setelah berterima kasih kepada
adik perempuanku yang manis karena sangat perhatian padaku, aku berjanji untuk tetap mengendalikan emosiku.
___________
Saat itu bel setengah dua ketika siswa kami
mulai berangkat ke auditorium, di mana mereka akan mulai mempersiapkan upacara hari dewasa dan wisuda. Rencananya para
wali datang pada bel ketiga, kemudian para wisudawan segera setelahnya. Karena aku sendiri bukan wisudawan, aku akan
tiba bersama
wali dalam situasi tidak normal.
"Ferdinand datang, Lady."
Aku melirik bisikan Rihyarda untuk melihat
Ferdinand memasuki ruang umum. Dia mengenakan jubah baru untuk menggantikan
jubahnya yang sebelumnya robek.
"Rozemyne, ulurkan tanganmu,"
katanya. Alisnya berkerut sangat dalam hari ini—karena kurang tidur, pikirku
awalnya, tapi ternyata dia sedang dalam suasana hati yang sangat buruk.
Lamprecht lebih terkejut melihat Ferdinand dari siapa pun, karena dia tidak
terbiasa melihatnya seperti halnya pengikutku yang mengunjungi gereja.
Aku mematuhinya, di mana Ferdinand memasang gelang
pelindung di pergelangan tanganku. Dia kemudian mengeluarkan schtappe-nya dan
berkata "stylo" untuk
membentuk pena, yang dia gunakan untuk menyusun penyesuaian pada lingkaran sihir. Aku bisa
merasakan manaku secara bertahap tersedot ke dalam jimat itu.
“Hm. Ini akan berhasil,” katanya. “Jadi, apa kamu sudah memutuskan kapan
kamu akan berpartisipasi?”
“Pagi
hari saja. Aku ingin melihat tarian pedang dan pusaran dedikasi.”
"Pusaran dedikasi, hm...?" Ferdinand bergumam, menyilangkan lengan dan
kerutannya yang sudah dalam berubah lebih kontemplatif.
_____________
Beberapa saat sebelum bel ketiga, para wisudawan masuk ke ruang
umum, setelah menyelesaikan persiapan mereka sendiri. Cornelius mengenakan
pakaian tarian pedangnya, sementara Hartmut, sebagai seorang musisi, mengenakan
pakaian yang baik, yang ingin dia kenakan untuk upacara kelulusan itu sendiri.
"Kamu sekarang akan menjemput Clarissa
kan, Hartmut?" Aku bertanya.
"Benar. Kami berniat untuk bertemu di ruang pesta teh, karena
semua kadipaten dapat memasukinya.”
Wisudawan yang mengawal seseorang sekadipaten
hanya akan menemui mereka di ruang umum atau aula masuk, tetapi untuk pasangan
dari kadipaten berbeda, si laki-laki akan bertemu dengan si gadis di ruang teh
asramanya.
“Jantungnya pasti berdebar kencang, menunggu suaminya
datang. Aku hampir berharap aku bisa nerasakan perasaan seperti itu...” kata Elvira,
terdengar sangat energik. Dia sangat bersemangat menantikan upacara kelulusan, yang menjadi
kesimpulan dari banyak kisah di Kisah-Kisah Asmara Akademi
Kerajaan.
"Lantas? Kamu tidak senang meninggalkan asrama
bersamaku?” tanya Karstedt.
“Ya ampun. Justru sebaliknya. Soalnya, pada
saat seperti ini, jantung seseorang berdebar-debar karena kecemasan yang tidak
pasti...” Ada ketakutan bahwa pasangannya mungkin tidak akan pernah datang,
pernikahan mereka mungkin tidak berlanjut, atau semuanya akan berakhir begitu saja setelah event itu selesai. Elvira
menjelaskan bahwa ketakutan itu membuat kegembiraan berikutnya menjadi lebih manis. "Sebuah cerita
menyenangkan karena liku-liku, bahaya yang selalu ada ... tetapi dalam hidupku
sendiri, aku jauh lebih tertarik pada cerita yang stabil dan damai."
Maksudku,
memulai bisnis percetakan sendiri dan membuat buku yang harus disembunyikan
dari Ferdinand jauh dari kata damai, ibu. Jika Kamu
bertanya kepadaku, kehidupan yang Kamu pilih untuk diri sendiri tampaknya lebih
seperti thriller.
Mungkin kata "damai" berarti sesuatu
yang sama sekali berbeda menurut bangsawan. Aku memutuskan untuk memeriksakannya kepada Ferdinand suatu saat di masa depan.
"Kita sekarang akan menuju
auditorium," kata Ferdinand saat kami mulai menuju pintu. "Para wisudawan, tinggalkan
asrama dan berbarislah."
Aku pergi bersama para wali. Karstedt, Elvira, Lamprecht, dan
Angelica sudah membuat rombongan yang cukup besar, tetapi dengan Rihyarda, Ferdinand, dan para
pengikutnya yang menemani kami juga, kami menjadi cukup ramai.
Aku bisa
merasakan mata semua orang menatapku, dan mata mereka
menyengat. Mereka sangat menyengat!
Ferdinand menekankan bahwa kami perlu bergerak
dengan kecepatan yang sangat lambat untuk menyamai kecepatan berjalanku, jadi
Karstedt mengangkatku dan mulai membawaku ke tujuan kami.
“Ayah, aku bisa berjalan sendiri, tahu.”
"Kami tidak ingin Kamu pingsan,"
jawabnya. "Tenang saja."
Aku bahkan harus berpartisipasi dalam cerita akal-akalan lucu
tentang alasan kehadiranku. Semua orang setuju bahwa aku telah memelas untuk menghadiri upacara
wisuda meskipun kesehatanku buruk sampai ayahku akhirnya mengalah, ingin
menenangkan putri tercintanya. Tentu, kedengarannya bagus, tapi aku tidak suka
menjadi pusat perhatian.
Banyak penonton yang sudah berkumpul di auditorium. Dinding yang digunakan untuk kelas telah disingkirkan, sehingga
lingkungan kami sekarang tampak sepenuhnya seperti colosseum dengan tempat
duduk berjenjang. Tidak ada meja atau kursi untuk siswa di tengah seperti
biasanya selama kelas; sebagai gantinya, ada panggung bundar gading untuk pusaran dedikasi dan tarian pedang. Di bagian
paling belakang auditorium adalah pintu masuk ke kapel, yang telah aku masuki
sekali sebelumnya untuk mendapatkan Kehendak Suciku. Dari atas, itu tampak seperti setengah
lingkaran yang menunjuk ke arah kami.
"Ini bukan auditorium yang
kuingat..." kataku, melihat sekeliling dengan bingung.
Aku tidak menyangka penampilannya bisa berubah
sedrastis ini.
“Keren bukan? Tempat duduk seperti ini
memudahkan untuk menyaksikan tarian pedang dan pusaran dedikasi.”
Karena hari ini aku hadir bukan sebagai kandidat
archduke akan tetapi sebagai adik Cornelius, aku duduk bersama para wali. Kami agak jauh dari suami-istri archduke, tetapi sebagai archnoble,
kami tetap diberikan beberapa kursi yang lebih baik di dekat bagian depan.
Ferdinand di sebelah kananku, Angelica di sebelah kiriku, Karstedt dan Elvira
di depanku, dan Lamprecht dan Rihyarda di belakangku. Dengan kata lain, aku
benar-benar terkepung dan tidak bisa bergerak.
"Rozemyne, pegang ini," kata Ferdinand.
“Alat sihir peredam suara?”
"Ya. Untuk jaga-jaga. Aku tidak yakin kamu akan tetap diam.”
Ferdinand menginstruksikanku untuk tidak
melepaskan pegangan pada alat itu bahkan untuk sesaat jika saja ada teriakan aneh
yang keluar dari mulutku. Aku tidak bermaksud membuat suara seperti itu, tetapi aku tetap
mencengkeramnya.
Beberapa saat setelah bel ketiga, para wisudawan masuk dan berbaris rapi di atas
panggung. Mereka yang dikawal tetapi tidak lulus pergi ke tempat duduk yang telah
ditentukan, di mana keluarga kerajaan masuk dan Uskup Agung Kedaulatan
menggantikannya di depan gereja.
Prosesnya tampak sangat mirip dengan upacara hari dewasa yang biasa aku
lakukan, meskipun dalam skala yang jauh lebih besar. Kisah-kisah alkitab
tentang hari dewasa diceritakan, dan pemberkahan
pun dilakukan. Doanya sama seperti doa yang sudah aku
ketahui, tetapi butuh waktu lebih lama untuk disampaikan, karena para siswa tentu
saja tidak semuanya lahir di musim yang sama.
“Sepertinya tidak ada cahaya, sama seperti saat
Bezewanst akan melakukan upacara...” aku mengamati. Tentu saja, karena aku
masih memegang alat sihir peredam suara, hanya Ferdinand yang bisa mendengarku.
“Kamu mungkin memiliki cukup mana untuk
memberkahi
semua orang yang
berkumpul di sini hari ini, akan
tetapi kamu benar-benar pengecualian.”
Berkah dari orang dewasa baru hampir berakhir,
yang berarti sudah waktunya mempersembahkan musik dan tarian kepada
dewa—pertunjukan rasa terima kasih atas perlindungan suci yang telah mereka
berikan kepada orang dewasa baru. Semua orang turun dari panggung, kemudian anak-anak yang akan
memainkan musik kembali dengan tangan membawa instrumen. Aku hanya pernah berlatih
harspiel, tetapi aku bisa melihat banyak instrumen lain, mulai dari seruling
hingga drum. Tangan beberapa
diantara mereka kosong, mungkin karena mereka hanya akan
bernyanyi.
Semua orang berbaris di depan gereja dan
menyiapkan instrumen mereka. “Kami akan memanjatkan doa dan rasa syukur kepada
dewa yang telah menciptakan dunia...” kata mereka, membacakan doa yang sangat
familiar bagiku dengan musik sebelum meluncurkan sebuah lagu. Itu perayaan
musim semi, di mana Geduldh yang terluka disembuhkan, dan kehidupan baru mulai
tumbuh.
Begitu lagu pertama berakhir, mereka yang
membawa instrumen turun dari panggung dan mengelilinginya. Dua puluh penari
pedang berbaju biru mengambil tempat mereka dan berdiri dalam barisan.
"Oh! Itu Cornelius!” seruku.
"Aku juga punya mata," kata Ferdinand terus terang.
“Kendalikan
emosimu.”
Cornelius menyiapkan schtappe-berubah-pedang
dan musik mulai dimainkan. Dia mengayunkan senjatanya tepat waktu dengan nada,
dan cahaya memantul dari bilahnya dengan setiap gerakan. Tarian pedang Angelica
memang sangat
elegan, dan dia bergerak semulus air, tetapi tarian Cornelius lebih kuat
dengan tebasan yang lebih berat, mungkin karena dia laki-laki.
Semua penari sangat terampil, seperti yang diharapkan dari siswa kehormatan
yang terpilih
secara khusus untuk bakat tarian pedang mereka. Gerakan mereka mengikuti alunan musik yang berpacu, menciptakan pengalaman yang tidak bisa
ditangkap dalam rekaman.
"Apakah itu benar-benar Cornelius?" Lamprecht
bertanya.
“Ya, tentu saja,” jawab Rihyarda. “Dia berkembang cukup pesat sejak terakhir kali
kau menghabiskan banyak waktu bersamanya kan?”
"Ya. Aku terkejut."
Angelica mengangguk setuju lagi dan lagi. “Dia
benar-benar telah berkembang,” katanya, setelah berlatih terian pedang bersamanya hingga tahun lalu.
Elvira menoleh ke Angelica sambil tersenyum.
“Dia pasti berlatih dengan sepenuh hati agar bisa memperlihatkan sisi
terbaiknya kepada Leonore. Kamu akan tumbuh lebih kuat juga jika Kamu berusaha
untuk menunjukkan kepada Eckhart sisi terbaikmu. Mungkin kamu bisa melakukannya dengan memperbaiki
sulamanmu—tidak, mungkin sosialisasimu...”
"Menunjukkan kepada Lord Eckhart sisi
terbaikku...?" Angelica mengulangi. "Lady Rozemyne, apakah aku benar-benar punya poin
bagus? Apa kamu bisa memikirkannya?” Meski pertanyaan itu ditujukan kepadaku, Eckhart yang
duduk di samping Ferdinand menyela untuk menjawab. “Kebajikanmu yang paling
sejati adalah kamu dengan rajin berusaha untuk terus menjaga Rozemyne tanpa
khawatir terburu-buru menikah,” katanya sambil tersenyum.
"Dimengerti," jawab Angelica. “Kalau
begitu, aku akan tumbuh lebih kuat sebagai ksatria pengawal tanpa terburu-buru
menikah.” Eckhart!
Elvira menghela nafas dan menggelengkan
kepalanya; itu bukan percakapan untuk pasangan yang bertunangan. Aku tahu masih akan sangat lama
sebelum mereka benar-benar menikah.
Setelah tarian pedang sekarang giliran pusaran dedikasi. Lengan panjang berkibar saat tujuh kandidat archduke naik ke atas
panggung. Aku bisa melihat Adolphine mengenakan pakaian kuning, menandakan Dewi Angin.
Rambutnya yang berwarna anggur terlihat sangat indah, kemungkinan berkat jepit
rambut yang dibuat Tuuli untuknya. Rudiger juga di sana mengenakan pakaian
putih, menandakan Dewa Kehidupan. Rambutnya pirang keperakan, membuatnya tampak bersinar
dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Para kandidat archduke berbaris menghadap tempat suci, seperti yang
dilakukan para musisi dan penari pedang, kemudian berlutut untuk menyentuh
panggung. “Kami memanjatkan doa dan rasa syukur kepada dewa yang telah
menciptakan dunia...” mereka memulai, dan tidak lama setelah kata-kata itu
diucapkan, lingkaran sihir muncul di panggung putih bersih. Itu memiliki semua
elemen, dan masing-masing diposisikan di bawah kandidat archduke yang mengenakan
pakaian dewa masing-masing elemen itu.
"Ferdinand, itu lingkaran yang sama yang
muncul di ata—"
“Aku mendapat kesan bahwa Kamu tidak melihat
sesuatu yang penting hari itu. Apa aku salah? Apapun itu, kurasa memang ada baiknya kamu memegang alat ini
... "
“Oh, benar. Aku tidak melihat apa-apa.”
"Bagus."
Aku telah melihat pusaran dedikasi tahun lalu
melalui alat sihir seperti kamera, tetapi saat itu tanpa ada lingkaran sihit.
Mungkin itu tiba-tiba menjadi terlihat dengan cara yang sama seperti yang
dimiliki lingkaran sihir Alkitab, lantas apa itu? Kenapa Ferdinand bisa melihatnya? Apa orang lain mungkin saja tidak melihatnya? Aku punya banyak sekali pertanyaan, tapi yang paling bisa kulakukan adalah menatap Ferdinand
dan menghela napas, tahu betul bahwa dia tidak akan pernah menjawab apapun.
Post a Comment