Update cookies preferences

Unnamed Memory Vol 2; 8 Bagian 2

Penyihir itu memilih Als, Suzuto, Pamyra, dan Renart untuk menemaninya.







Als memiliki pengetahuan tentang wilayah selatan Farsas, dan dia menyarankan Suzuto untuk menemaninya. Itu karena dia dekat dengan penyihir itu dan dihitung sebagai salah satu dari sedikit orang di kastil yang tidak takut padanya. Kemudian Tinasha memilih Pamyra dan Renart. Meskipun keduanya baru belakangan ini menjadi penyihir Farsasian, lebih akurat untuk mengatakan mereka melayani Tinasha secara langsung. Tidak seperti kebanyakan penyihir lokal lainnya yang takut pada laut, Pamyra dan Renart secara sukarela melakukan perjalanan.

Regu lima orang menggunakan transportasi array untuk berteleportasi ke benteng yang jauh di selatan. Dari sana, mereka menunggang kuda ke kota pelabuhan Nisrey.

Als baru tiga bulan yang lalu mengalahkan bajak laut selatan, dan orang-orang Nisrey belum melupakan jerih payahnya. Reagu Tinasha disambut dengan sorak-sorai dan tepuk tangan saat mereka tiba. Marquis Broguia, orang paling berpengaruh di kota, menyambut mereka berlima di rumahnya.

Marquis memasang ekspresi malu saat dia membungkuk rendah di depan Als. "Saya sangat menyesal karena telah merepotkan anda lagi."

"Tidak apa-apa. Kapal hilang adalah sesuatu yang cukup penting. Kami akan menyelesaikannya secepat mungkin,” jawab Als dengan formal. Meski Tinasha adalah pemimpin sebenarnya, Als mengambil peran sebagai boneka untuk memastikan identitasnya sebagai seorang penyihir tetap dirahasiakan.

Mata Marquis Broguia membelalak saat dia melihat wanita cantik di belakang Als, dan kemudian dia tampak semakin khawatir pada betapa kecilnya regu mereka. Dia menyarankan untuk mengirim beberapa perwira pribadinya, tetapi Als menolak. “Kami hanya meminta sebuah kapal dan para pelaut untuk mengawasinya.”

“Dengan senang hati, tentu saja, tapi... Apa anda akan baik-baik saja?”

"Kami telah membawa orang-orang yang kami butuhkan," kata Als. Dia mengalihkan pandangan ke penyihir, yang tengah melihat ke luar jendela. Dia menyeringai dan melambai padanya.

Keesokan harinya, regu lima orang itu dikawal ke pelabuhan tempat mereka meminjam sebuah kapal berukuran sedang yang biasanya mengangkut sekitar dua puluh orang. Marquis ingin meminjamkan mereka man-of-war[1] yang lebih besar, tapi Tinasha berkata itu akan sia-sia jika tenggelam.

“Apakah itu berarti ada kemungkinan kita bisa saja tenggelam?” gumam Suzuto. Wajahnya tampak pucat saat mereka berlayar menuju lokasi kapal-kapal hilang.

“Kita tak bisa mengesampingkannya. Aku akan berusaha sebaik mungkin agar kita tidak tenggelam,” kata Tinasha tanpa basa-basi.

Als memiringkan kepala dengan bingung. “Sebenarnya apa yang kita hadapi?”

“Berdasarkan apa yang kudengar, entah itu roh iblis atau monster laut. Aku berharap yang pertama, karena itu akan lebih mudah mengatasinya. Aku tidak suka jika monster laut terlihat. Mereka besar dan berlendir."

“Itu alasanmu...? Aku pikir ada masalah yang lebih besar di luar ukuran dan lendir...,” keberatan Als.

Pamyra tiba-tiba menyela, mengangkat tangannya. “Mungkinkah itu kraken?”

Penyihir itu mengerutkan keningnya. Kraken adalah tipe monster laut yang terkenal dan raksasa yang hidup jauh di kedalaman lautan. Itu dikatakan menyerupai cumi-cumi atau gurita. Regu kecil Tinasha berada dalam pertempuran sengit jika lawan mereka adalah makhluk dengan skala itu.

Setelah berpikir beberapa saat, Tinasha menggelengkan kepalanya dengan ringan. “Kraken cenderung hidup hanya di perairan utara. Aku tidak berpikir makhluk itu akan jauh-jauh ke selatan kecuali jika di-summon."

Suzuto angkat bicara dan ragu-ragu bertanya, "Um, maaf untuk menanyakan sesuatu yang begitu mendasar, tapi apakah sihir tidak bekerja pada makhluk-makhluk yang ada di bawah air?"

Ketiga penyihir itu bertukar pandang. Renart-lah yang menjawab. “Aku tidak yakin, tapi aku pikir mantra akan lebih sulit untuk memengaruhi sesuatu yang ada di dalam air. Jika benar-benar terendam, mantra hampir tidak berpengaruh. Kau tidak dapat merapal mantra saat terendam, jadi yang terbaik bagi kami adalah bertarung di atas ombak, jika memungkinkan"

Tinasha dan Pamyra mengangguk setuju. Als menghela nafas panjang. “Kalau begitu, kita harus memancingnya keluar. Sebelum kapalnya tenggelam."

"Bahkan jika tenggelam, kita bisa terbang kembali ke darat," kata penyihir itu dengan ceria, dan Pamyra serta Renart meringis. Tinasha sering melayang di udara ketika dia berada di ruang kerja atau kamarnya, tetapi sihir terbang membutuhkan mantra dan konsentrasi khusus. Kebanyakan mage normal tidak bisa terbang dan melakukan mantra lain pada saat yang bersamaan.

Untungnya, baik Pamyra dan Renart adalah mage yang sangat terampil yang bisa melakukan pertempuran sambil terbang. Selama mereka tidak perlu membela diri, mereka bisa membawa yang lain pergi. Dengan kru ini, mereka bisa menangani situasi meski kapalnya hilang.

Karena kepanasan, rambut Tinasha dikuncir, dan dia mengenakan pakaian kekanak-kanakan yang ringan. Sebuah pedang tipis tersarung di pinggangnya, dan sosoknya yang lentur secara keseluruhan membuat gambar yang sempurna dengan latar belakang laut.

Saat dia menatap ke perairan terbuka, Als kembali menatap yang lain. Dia tidak tahu pendapat mereka, tapi Als terkadang merasa Tinasha adalah bagian alami Farsas —dan dia sering mendapati dirinya sepenuhnya lupa bahwa dia adalah seorang penyihir. Dia sulit percaya bahwa suatu hari dia akan meninggalkan kastil.

Itulah mengapa saat dia pergi ke Cuscull itu sangat membuatnya terkejut. Sekarang setelah dia kembali, dia merasa lega. Als sebenarnya tidak bisa membayangkan Oscar menikahi siapa pun kecuali dia.

Dia tidak yakin bagaimana semuanya akan benar-benar terjadi. Paling banter, dia tahu dia hanya bisa menerima apa pun yang datang dan tumbuh terbiasa dengan waktu.



xxxxx



Setelah sekitar satu jam, mereka mencapai area lautan tempat penghilangan paksa terjadi. Jauh di kejauhan ada pantai, tempat dermaga abu-abu yang menakutkan menjorok keluar dari tebing.

Als memindai permukaan air. Tidak ada yang tampak tidak biasa. "Baiklah, Nona Tinasha, apa yang harus kita lakukan?"

"Kita akan membuang-buang waktu jika kita menunggu diserang, jadi aku akan mengirimkan pengintai," jawabnya. Setelah mantra singkat, makhluk mirip ikan muncul di telapak tangannya. Jika dilihat lebih dekat, itu bukanlah makhluk hidup, melainkan segumpal tanah liat dengan cahaya samar. Dia melemparkannya ke dalam air, di mana ikan itu mulai meluncur seperti ikan sungguhan.

“Dia akan berputar di sekitar sana dan mencari sihir. Jika terjadi sesuatu, dia akan memperingatkanku,” jelasnya.

“Itu melegakan. Kurasa kita akan menghabiskan minuman keras sambil menunggu,” jawab Als.

"Kamu akan mati saat jatuh ke laut," Tinasha memberi peringatan.

Tak ada satu pun dari mereka yang tampak khawatir, tetapi semua orang di perahu tampak pucat dan lesu. Awak kapal ada di sana atas perintah marquis, tetapi lebih dari sepuluh kapal telah tenggelam —tidak ada pengecualian. Mereka ingin berbalik dan langsung kembali ke darat.

Diberkati dengan cuaca cerah, kapal mereka mengapung diatas samudra biru. Laju angin yang menguntungkan membawa kapal ke tengah zona bahaya. Als mengintip kembali pemandangan daratan di kejauhan. “Aku pernah datang ke sini sebelumnya. Kami menenggelamkan salah satu kapal bajak laut di sekitar sini."

“Ohhh. Kalau gitu mungkin saja itu kapal hantu yang menyebabkan semua masalah ini,” timpal Tinasha.

“Konyol. Pertama-tama, hantu tidak ada; kau sendiri yang mengatakannya kepadaku—"

Kemudian Als menyadari bahwa angin sepoi-sepoi tiba-tiba mereda. Laut sangat tenang. Para pelaut yang bertugas mengatur layar menatap sekeliling dengan ragu. Di satu sisi, gelombang terlihat beriak dari titik yang tidak terlalu jauh. Tinasha menyeringai cerah setelah menyadari gemetar didalam air.

"Oh maaf. Menurutku itu benar-benar kraken,” katanya.

Jeritan meletus tinggi di udara.

Sepuluh tentakel besar, masing-masing selebar sebuah tiang, muncul dari kedalaman air asin.

Anggota tubuh setengah transparan coba menyerang kapal dari segala sisi, tetapi masing-masing dihentikan oleh dinding tak kasat mata. Tepat pada waktunya, Tinasha telah membuat penghalang untuk melindungi kapal. Sayangnya, hal itu hanya memberikan kelegaan sesaat sebelum kraken mencoba menyeret kapal dengan cara menarik penghalang itu.

Alis penyihir itu terangkat. “Ini tidak bagus. Perisai itu punya waktu sekitar sepuluh detik sebelum rusak. Rebut kembali benda itu.”

Als dan Suzuto menghunus pedang mereka sementara Pamyra dan Renart mulai melemparkan mantra. Di tengah semua itu, penyihir itu terus menyuarakan hitung mundur. "Delapan! Sembilan! Sepuluh!"

Pada kata terakhir itu, penghalang hancur.

Dengan tidak ada lagi yang bisa menghentikan tentakel kraken, makhluk berlendir itu menyelinap ke atas geladak. Pamyra dan Renart membakarnya dengan sihir. Satu tentakel mencoba kabur dengan membawa seorang pelaut, tapi Suzuto menahannya dengan pedangnya sementara Als memotongnya. Anggota tubuh yang terputus itu menggeliat dengan keras beberapa saat sebelum mantra Renart mengirimkannya kembali ke laut.

Saat membakar kaki lain, Tinasha membuat penghalang sihir lain di sekitar kapal. Menghadapi serangan balik yang tak terduga seperti itu, kraken menarik tangannya kembali ke laut. Pamyra melihat ke dek berlendir.

“Ini sangat menjijikkan....”

“Nyatanya, lendir kraken bisa dijual dengan harga tinggi.”

“Lady Tinasha....”

Pertarungan mereka dengan kraken hanya berlangsung beberapa lusin detik, tetapi semuanya terasa terlalu aneh untuk menimbulkan rasa takut. Sebaliknya, ada semacam kegilaan aneh yang menyelimuti kapal dan awaknya. Als sadar jantungnya berdebar di luar kendali dan mengambil napas dalam-dalam.







"Kalau ada kraken, berarti ada yang mensumonnya," Als menyimpulkan.

"Kemungkinan besar. Tapi aku tidak mengerti apa tujuan mereka. Serangannya terlihat benar-benar acak,” jawab Tinasha.

“Apa kamu bisa membunuhnya?” Als bertanya.

“Mungkin sulit kecuali kita bisa membuatnya tetap di atas air lebih dari beberapa saat pada satu waktu. Aku ingin tahu di mana titik lemahnya...”

Tidak lama setelah kalimat itu keluar dari bibir penyihir itu, perahu itu mulai bergoyang. Semua orang kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh. Tinasha hampir terpeleset, dan Als meraih lengannya untuk menopangnya. Dia melihat ke haluan kapal dan melihat tiga tentakel gemuk melingkar di sekitarnya, menarik perahu ke atas secara vertikal —penghalang dan semuanya.

"Kamu pasti berckau."

Saat haluan dinaikkan semakin tinggi, semua orang mulai jatuh ke bagian belakangn kapal. Als meraih Tinasha, yang berseru, “Pamyra! Renart! Terbang sekarang! Kita tinggalkan kapalnya."

Kedua pelayan setia itu mulai merapal sementara Tinasha memegang Als.

Als kehilangan pijakan, tapi mereka lolos dengan terbang sepersekian detik sebelum tentakel kraken menyeret lambung kapal ke satu sisi. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menonton dari atas saat kapal itu menarik penghalang dengan kapal di dalamnya turun ke dalam warna gelap bertinta.

Tinasha mengamati gelombang ombak dan menggaruk pelipisnya. “Aku sangat senang kita tidak naik kapal besar. Aku kira Oscar harus membayar hutang kita."

“Kurasa itu perlu diskusi dengan Marquis Broguia.......,” kata Als. Dia merasa marquis tidak akan keberatan jika sampai kehilangan seluruh armada kapal selama kraken itu lenyap.

Mungkin karena menyadari tidak ada makanan di kapal yang ditenggelamkannya, tentakelnya mulai menggeliat di permukaan untuk mencari mangsa baru sebelum akhirnya menghilang kembali ke bawah air. Menonton dari atas memperjelas betapa luar biasa besar spesimen ini. Seluruh makhluk itu, dilihat dari anggota tubuhnya, cukup besar untuk menutupi seluruh kota.

“Aku sedang melacaknya, jadi ayo kita cari tahu bagaimana cara melawannya. Tapi itu mungkin harus menunggu sampai pelaut kembali ke darat,” kata Tinasha.

Pamyra mengindahkan perintah wanita itu dan membuka portal transportasi di udara. Kemudian dia mendorong para pelaut ke dalamnya.

Pada saat yang sama, Tinasha menyilangkan lengannya dan berkontemplasi. Dia hanya bicara setelah para pelaut pergi. “Sepertinya makhluk itu terikat pada bagian laut ini. Meski begitu, tampaknya dia tidak menerima perintah dari seseorang."

“Menurutmu seseorang mensummonnya dan pergi?” Als bertanya.

"Tidak, aku pikir pensummonnya ada di sini," jawabnya.

"Disini? Maksudmu, di antara kita?” Kata Als sambil menunjuk dirinya sendiri.

Namun, penyihir itu menggelengkan kepalanya —dengan senyum tipis di wajahnya— dan menunjuk ke bawah. “Dia mungkin sudah mati. Aku yakin itu salah satu bajak laut yang kau kalahkan, Als."

"Hah?" Als membeku di tempat saat Tinasha balas menatapnya dengan mata indahnya.

"Apakah maksudmu bajak laut mensummon monster itu lalu mati sebelum memberi perintah apa pun, membiarkannya terperangkap di perairan ini?" Renart berteori.

“Sepertinya begitu penjelasan yang paling mungkin. Pemanggilan pasti memakan waktu lama, dan inilah hasilnya. Aku senang itu tidak terjadi saat kamu menundukkan para bajak lauk, Als.”

"Ugh ... aku tidak percaya ini," erang Als, sedikit ngeri saat dia akhirnya mengerti. Seandainya nasibnya sedikit kurang menguntungkan, dia akan berakhir di cengkeraman kraken. Meskipun dia tidak yakin apakah binatang itu gurita atau cumi-cumi, dia tahu betul bahwa mati saat bertarung dengan makhluk seperti itu bukanlah akhir yang dia inginkan.

Pamyra menoleh ke Lady-nya dan bertanya, “Apa yang harus kita lakukan? Menembakkan serangan ke monster atau menghancurkan pola mantra yang ditinggalkan si pemanggil?"

“Salah satu target pasti berada jauh di bawah air. Hmm, apa yang harus dilakukan?” tanya penyihir itu keras-keras. Dia mengamati udara. Matanya yang gelap tertuju pada Als. Tinasha tampaknya memperdebatkan idenya dalam benaknya untuk sesaat, tetapi akhirnya dia menekan kedua telapak tangannya dan memohon, "Kumohon jadilah umpan kami."

“Oh..., leluconmu benar-benar mengenaiku,” kata Als, menggemakan apa yang ia berseru sebelumnya. Dia menoleh ke atas dalam permohonan yang sia-sia.

xxxxxx



Masih melayang terbang di udara, regu itu menyusun rencana mereka sambil mengawasi dengan cermat ombak yang bergulung di bawah.

Sementara Als menyiapkan pedangnya, Pamyra dan Renart menyusun mantra serangan.

Suzuto berhasil mengelak untuk menjadi bagian dari umpan, jadi dia tetap melayang bersama Tinasha dan para mage.

Pamyra dan Renart mengeluarkan mantra terpisah, lalu menggabungkannya menjadi satu. Sementara itu, Tinasha memanggil penghalang di sekitar Als.

“Aku akan menurunkanmu ke dalam air, jadi tarik ke arahmu. Setelah terhubung, kami akan menariknya kembali."

"Aku benar-benar memilih untuk tidak mati.," keluh Als.

"Aku akan sangat berhati-hati," Tinasha menenangkan.

Penyihir itu memeriksa untuk memastikan para mage telah menyelesaikan mantra, lalu memberi isyarat dengan tangan pualamnya untuk perlahan-lahan menjatuhkan Als ke laut. Hanya kakinya yang tenggelam di bawah air, tapi penghalang Tinasha membuat sepatu bot Als tetap kering. Jenderal itu menatap rekan satu regunya yang melayang di atas kepalanya dan berpikir sudah berapa lama sejak dia merasa tidak berdaya dan sendirian seperti ini. Dari jauh, dia bisa melihat tangan penyihir itu masih bergerak.

"Dia benar-benar memiliki kepribadian yang sempurna untuk menjadi istri Yang Mulia...."

Mereka jelas-jelas sama dalam betapa cerobohnya mereka. Lebih penting lagi, Tinasha sangat kuat dan dapat diandalkan.

Menunggu mulai membuat Als cemas, sehingga dia mengayunkan pedang untuk menguji. Berdasarkan bagaimana air bereaksi, penghalang Tinasha tampak berbentuk bola. Anehnya, tidak ada air yang masuk, bahkan jika pedangnya menembusnya. Dengan pedangnya, Als dengan iseng mengaduk kolam kecil di laut.

Setelah beberapa saat, gelembung mulai berkumpul di dekat tempat munculnya kraken sebelumnya.

"Itu dia," gumam Als. Punggungnya terasa lengket dan tidak nyaman karena keringat. Dia menyiapkan pedang dan memperlambat napas. Tidak lama setelah dia melakukannya, selembar air besar mengalir deras. Sebuah tentakel raksasa merayap dari kedalaman dan mengelilinginya.

Tentakel itu menekan untuk melilit dirinya, tapi sebelum ujungnya bisa menyentuhnya, penghalang berbentuk bola itu mulai membawa Als naik dan keluar dari air. Tentakel itu terasa panas di tumitnya, dan Als menebasnya. Namun, luka sayatnya ditolak oleh permukaan elastis yang membuat mual. Anggota tubuh kraken sedikit mundur tetapi tidak menyerah untuk mengejar.

“Sepertinya pedangku tidak akan membantu....”

Als terus melambung ke atas. Sepuluh lengan besar terentang jauh ke langit, mengais-ngaisnya.

Setiap jengkal lengan itu lebih tinggi dari menara. Pemandangan lengan itu menggeliat memburu Als seperti sesuatu yang keluar dari mimpi buruk. Tinasha menatapnya dari posisinya di udara, lalu mengangguk pada dua mage di sebelahnya. “Sudah waktunya. Lakukan."

Atas perintah lady mereka, Pamyra dan Renart menembakkan sihir pada saat yang bersamaan.

Tombak petir yang ganas jatuh, bertabrakan dengan kuat dengan sepuluh tentakel kraken. Arus listrik mengalir menyengat mereka, dan jeritan yang menusuk mengoyak langit.

Monster laut itu mencoba menarik kembali lengannya yang tersengat listrik, tapi itu tidak terjadi. Bibir penyihir itu melengkung menyeringai jahat. “Kamu tidak bisa pergi. Kau pikir, siapa yang Kau lawan?"

Tanpa menggunakan mantra, Tinasha merapalkan mantra untuk menjerat lengan monster laut besar itu dan menahannya di udara. Listrik menghanguskan lengan yang menggeliat, dan aroma harum mulai memenuhi udara. Namun, guncangan tersebut menyebar di tepi air, sehingga tidak mencapai batang dan kepala kraken.

"Hmm... Lagipula tidak cukup," gumam Tinasha, meraih silinder yang ada di pinggangnya. Dia menuangkan lima bola kristal darinya dan asal melemparkannya ke laut. Saat bola-bola kecil itu tenggelam, mereka menyebar menjadi lingkaran yang terbentuk rapi dengan kraken di tengahnya.

“Renart, bisakah kamu menjaga Als?” pinta Tinasha.

"Ya, my lady," kata Renart yang menerima tugas untuk menjaga Als dari penyihir.

Sekarang dia bebas dari gangguan, Tinasha memulai mantera.

“Biarkan kata-kataku meresap. Perubahan bentuk bukanlah perubahan kualitas.

Definisi tidak akan goyah tetapi hanya mengalir dan melayang... Minggir.”

Merespon rapalannya, lima cahaya putih mulai memancar dari bawah air. Dalam seketika, lingkaran sihir putih yang menghubungkan mereka muncul di udara. Begitu cakram bercahaya mengelilingi kraken, air laut di dalam kelilingnya mulai mengalir perlahan.

"Luar biasa," desah Als. Pria itu tidak pernya punya nyali untuk membayangkan pertunjukan sihir yang begitu menakjubkan. Di sebelahnya, Pamyra terkesima.

Dalam tiga menit, sebuah lingkaran bulat telah dibelah sampai ke dasar laut. Tubuh besar kraken dilucuti dari baju zirahnya yang berair, menampakkan bentuk jeleknya ke udara terbuka. Matanya yang hitam, masing-masing tiga kali lebih tinggi dari manusia dewasa, memelototi lawannya dengan penuh amarah.

Tinasha mengamati monster laut yang ditangkapnya. “Apakah ini cumi-cumi? Sepertinya itu akan sangat enak.”

"Lady Tinasha, aku tidak tahu kenapa itu yang pertama terlintas di benakmu saat melihat makhluk itu…," gumam Als dengan sedih. Sebaliknya, penyihir itu muncul dengan semangat yang sedikit lebih cerah saat memulai mantra lain.

“Akui keinginanku sebagai hukum, transformator yang terlelap di bumi dan terbang di langit. Aku mengontrol gunturmu dan memanggilmu. Ketahuilah perintahku untuk menjadi setiap konsep manifestasimu."

Ketika Tinasha menyelesaikan mantranya, sepuluh bola petir muncul di tangannya. Bola-bola itu berderak dan pecah, mengirimkan cabang cahaya keperakan setiap saat.

"Pergilah."

Tinasha menatap bola-bola yang dikumpulkannya, dan mereka dengan patuh melesat untuk menyerang kraken yang tak berdaya. Masing-masing membesar menjadi ukuran yang luar biasa dan menempel pada salah satu dari sepuluh tentakel kraken yang tidak bisa bergerak. Kemudian, dengan kecepatan yang menakutkan, mereka bergerak di sepanjang lengannya seolah-olah itu adalah lintasannya dan menuju ke belalai monster itu.

Suara dari udara meledak saat benturan.

Lengan kraken menghitam dan hancur berkeping-keping.

Saat serangan kilat mencapai kepala kraken, teriakan keras seperti paku di papan tulis mengguncang laut.

Jeritan mengerikan itu semakin pelan dan pelan sebelum menghilang seluruhnya. Saat teriakan terakhirnya bergema dalam keheningan, kraken itu terkulai lemah, masih tidak bisa bergerak. Salah satu matanya yang besar dan seperti manik-manik telah menjadi keruh.

"Apakah dia sudah mati?" tanya Als.

"Kita akan melihatnya," jawab Tinasha, melayang ke bawah untuk memeriksa. Dia melayang cukup dekat untuk memeriksa kepala dan mata makhluk raksasa itu.

Tiba-tiba, salah satu mata kraken yang mati kembali berkilau gelap.

Dalam sekejap, makhluk itu meregenerasi lengannya yang telah hancur. Satu tentakel tipis menangkap kaki kanan Tinasha.

“Lady Tinasha!” teriak Pamyra, mencoba menukik ke bawah, tapi kraken itu sudah melilitkan dirinya di sekitar tubuh penyihir itu sebelum dia bisa. Ia mencoba menarik penyihir itu ke deretan gigi kecil di dalam paruhnya.

Menahan rasa sakit, penyihir itu meletakkan tangan di tentakel yang melingkar erat di sekelilingnya.

"Hancurlah!"

Lengan kraken pub meledak. Tinasha menendang dan berteleportasi menuju Pamyra. Keduanya bangkit kemudian mendekati Als. "Lady Tinasha, anda baik-baik saja?" Dia bertanya.

"Aku mematahkan pergelangan kakiku," jawabnya. Melihat ke bawah, dia melihat betis dan kaki kanannya bersilangan dengan memar merah dari tempat dia terjerat tentakel kraken. Penyembuhan yang semestinya akan memakan waktu.

Penyihir itu meluangkan waktu sejenak untuk melihat ke laut. Konsentrasinya telah rusak, jadi air yang terbelah itu bergemuruh kembali untuk mengisi ruang terbuka. Sepuluh kaki raksasa kraken yang telah beregenerasi sedang menggeliat.

“Cumi-cumi sialan, bagaimana aku harus menghadapimu?” Tinasha bergumam penuh kebencian. Tiba-tiba, makhluk itu berhenti bergerak. Distorsi besar terbentuk di sekitarnya, berderit dan mengerang sedikit seperti geraman rendah seekor hewan.

Kemudian distorsi menyatu menuju titik pusat.

Saat itulah kraken menghilang secara misterius.

Renart akhirnya menghela nafas. “Sepertinya berjalan dengan baik.”

"Jelas terlihat seperti itu," kata penyihir itu sambil mengangkat bahu. Tidak lama kemudian, seorang pemuda seusia Suzuto muncul di dekatnya dari udara tipis.

Dia mengangguk padanya dengan ekspresi tenang. "My Queen, perintah anda telah dilaksanakan."

“Terima kasih, banyak. Dan berhenti memanggilku 'My Queen.'”

‘Tapi anda adalah ratu,’ kata ruh itu dengan ketus.

Di sebelahnya, Suzuto terlihat sangat lega. “Pola sihir untuk summon telah dihancurkan. Maaf butuh waktu lama untuk menemukannya."

Als mendengar laporan bawahannya, lalu menyarungkan pedangnya dan menyeringai. “Kau berhasil tepat pada waktunya. Terima kasih."

Saat tiga pengguna sihir dan Al menghadapi kraken secara langsung, Suzuto menyelam ke dalam penghalang yang dimiliki oleh salah satu roh penyihir itu. Dia mencari puing-puing selusin kapal yang ditenggelamkan oleh kraken untuk mencari wadah sihir bajak laut itu, lalu —mengikuti instruksi roh— menggunakan pedangnya untuk menghancurkan pola mantra yang dibakar di geladak oleh pemanggil.

Setelah tanda summon hilang, kraken dilepaskan dari kerangkeng dan dikembalikan ke rumah aslinya di kedalaman laut utara.

Dengannya, masalah perairan Nisrey pun berakhir.

Misi selesai, Als melirik ke arah penyihir yang melayang di sampingnya. "Aku tidak tahu apa yang akan kami lakukan tanpamu, Lady Tinasha."

“Hmm. Mungkin Oscar akan datang,” jawabnya, bahkan tidak bercanda. Dia tersenyum lebar. Sejumlah kekuatan yang mengerikan diserap ke dalam tubuh mungilnya.

___________

Sehari sebelum ulang tahun Oscar, Pangeran Reust akhirnya tiba di kota kastil Farsas setelah menempuh perjalanan panjang menunggang kuda dari Tayiri. Meskipun negaranya sekarang secara diam-diam mengakui keberadaan penyihir, kastil mereka masih sama sekali tidak menggunakan sihir, yang membuatnya tidak dapat mengakses teleportasi, sesuatu yang digunakan oleh Negera Besar lainnya.

Oscar di sana untuk menyambut Reust, menyambutnya dengan ucapan terima kasih resmi.

Berita tentang Als dan kembalinya regunya datang segera setelah jamuan penyambutan tamu dimulai. Oscar diberi kabar saat berada di aula besar.

Dia mendecakkan lidah dengan tidak setuju, berharap perjalanannya tertunda meski hanya sedikit lebih lama.

Setelah pelayan yang mengirimkan surat itu minta diri, Reust bertanya dengan ringan, "Ada apa?"

“Als dan regunya telah kembali dari misi membunuh monster laut. Kita akan mendengar cerita lengkapnya nanti.”

“Jenderal Als? Aku juga berhutang budi padanya. Apakah tidak apa-apa jika kita segera menemuinya?”

Oscar ingin cemberut tetapi dia tahu akan aneh jika menolaknya. Dia memerintahkan agar para tamu yang baru saja tiba dipanggil ke perjamuan.

Sepuluh menit kemudian, regu ekspedisi Nisrey memasuki aula besar dan membungkuk. Renart dan Pamyra mengangkat kepala mereka hanya untuk melihat Reust dan membeku. Oscar merasa kasihan pada mereka tetapi memperhatikan bahwa lady mereka tidak hadir. Sembari bertanya-tanya tentangnya, dia memulai percakapan dengan Als. “Bagaimana hasilnya? ku dengar kalian melawan sesuatu yang besar."

"Sampai pemberitahuan lebih lanjut, pertimbangkan cumi-cumi untuk jadi menu santapanku."

“Aku agak berharap aku bisa melihatnya. Aku yakin itu akan lezat."

“Kalian benar-benar bagai pinang dibelah dua...”

"Siapa yang Kau bicarakan? Hei, dimana Tinasha? ”

Pamyra menjawab sang raja. “Dia memiliki sesuatu yang harus diselesaikan, jadi dia akan kembali nanti.”

"Dimengerti. Kerja bagus di luar sana," jawab Oscar.

Pamyra mengangguk, lalu dia, Renart, dan Suzuto membungkuk dan meninggalkan aula dengan tergesa-gesa. Tertinggal, Jenderal Als menerima segelas anggur dan menyapa Reust secara resmi. Pangeran negeri asing itu menatapnya dengan aneh. “Apakah penyihir itu selalu pergi bersamamu dalam ekspedisi semacam ini?”

“Dia melakukannya ketika ada sesuatu yang tidak dapat kami tangani sendiri atau ketika dia ingin ikut.”

"Dia temperamental," tambah Oscar dengan wajah masam, sebelum menyesap minumannya.

Normalnya, ulang tahun Oscar adalah perayaan akbar yang dipenuhi oleh undangan dari berbagai negara, tetapi karena ini adalah perayaan ulang tahun yang kedua kalinya tahun itu, Reust menjadi satu-satunya tamu. Itu membuat acara itu mudah untuk disatukan, tetapi seorang tamu tetaplah tamu dan harus dijamu. Akibatnya, dua jam setelah jamuan makan dimulai, Oscar pergi ke balkon sendirian untuk menenangkan diri. Apapun itu, dia tidak mudah mabuk, tetapi dia ingin sesadar mungkin pada jamuan-jamuan diplomatik resmi. Dia juga ingin istirahat, dan dia menghirup udara malam sambil menatap pemandangan di luar.

Matahari telah terbenam, dan garis-garis samar oranye dan biru tua bercampur di langit. Beberapa awan yang tersisa berwarna keemasan. Pemandangan itu begitu indah sehingga Oscar ingin menunjukkannya kepada Tinasha.

Saat dia menatap kosong ke langit, dia merasakan hawa seseorang di belakangnya dan berbalik. Reust berdiri di sana dengan ekspresi rendah hati, dan begitu mata mereka bertemu, dia membungkuk. "Aku sangat ingin meminta maaf atas tindakanku."

Oscar tahu betul apa yang dimaksud pria itu. Maksudnya ketika mereka akhirnya menyilangkan pedang di luar kamar Reust.

"Aku juga minta maaf. Jika memungkinkan, aku ingin kita melupakan semua itu,” kata Oscar.

“Jika kamu tidak apa-apa, maka mari kita lakukan itu... Apa dia baik-baik saja?”

Inilah yang mungkin sebenarnya ingin Reust tanyakan selama ini. Oscar tersenyum dan bersiap menjawab.

Sebelum dia sempat menjawab, bagaimanapun, penyihir yang dimaksud berteleportasi tepat di belakangnya. "Oscar, aku kembali," katanya, melayang dan memeluk lehernya dengan senyum polos. Dia dengan cepat melihat pangeran negeri asing di depannya dan memucat. "P-Prince Reust...." "Sudah lama," jawabnya sopan.

Dia sudah kembali, tapi waktunya sangat tidak hoki. Menekan desahan, Oscar melepaskan lengannya dari sekitar lehernya dan memindahkannya ke samping. Dia tampak gelisah saat dia melayang kembali ke tanah. Ketika dia melihat ke atas, dia melihat dia mengenakan pakaian ringan yang sangat kekanak-kanakan.

“Pakaian apa itu? Kembalilah setelah Kau ganti pakaian."

"Maaf," kata Tinasha. Dia akan sangat sibuk hanya dengan Oscar, tapi ada tamu kehormatan di tengah-tengah mereka. Penyihir itu tampak bingung saat dia memiringkan kepalanya ke Reust. “Saya minta maaf karena menyapa anda seperti ini. Saya akan kembali lagi nanti.”

Dia melakukan teleportasi, tetapi Oscar merasakan ada sesuatu yang tidak beres dan meraih lengannya.

“A-apa?” dia bertanya.

“Apakah ada sihir di kakimu? Apa yang terjadi?"

Matanya melebar, dia segera menggelengkan kepala. "Kamu sedang membayangkan sesuatu."

“Tidak mungkin. Tunjukkan padaku,” dia menuntut, meraih betis kanan telanjangnya. Memutar untuk menjaga keseimbangan dengan satu kaki terangkat, Tinasha melayang dan menegakkan postur tubuhnya.

"Sudah kubilang, tidak apa-apa!" dia berseru. Tidak ada luka di kaki rampingnya. Oscar mengerutkan kening melihat kulit mulus yang ada di sana, tapi dia menggunakan tangan satunya untuk menarik Akashia. Dia menebak apa yang ingin dia lakukan dan mulai memukul, tetapi dia memegang erat kakinya dan tidak akan membiarkannya bergerak.

Reust, yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, tidak yakin apakah dia harus mencoba meredakan situasi. Sebelum dia bisa, Oscar menyentuhkan bagian datar pedang Akashia ke kaki penyihir itu. Begitu dia melakukannya, sihirnya pudar.

"Aku tahu itu..."

Dengan hilangnya mantra, lingkaran memar merah muncul ke permukaan kulitnya. Penyihir itu menoleh ke samping, dengan Sialan jelas tertulis di raut wajahnya. Dia berhasil menyembuhkan tulang, otot, dan saraf, tetapi dia tidak bisa menghapus memar yang menembus kulitnya.

Pemandangan tanda merah di sekitar kaki putih rampingnya lebih menggoda daripada terlihat menyakitkan. Reust memalingkan wajah dengan perasaan berbeda bahwa dia telah melihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat.

Di sisi lain, Oscar memeriksa tanda-tanda itu dengan ekspresi sangat tidak senang di wajahnya. “Kamu benar-benar lengah. Bagaimana Kau bisa begitu bodoh? Jika Kau akan membuat dirimu terluka seperti ini, aku lain kali tidak akan mengirimmu keluar. Kau harus mengalahkannya tanpa close call.[1]"

"Oke...."

Oscar melepaskan kaki Tinasha, dan dia berdecak pelan saat dia berteleportasi, jelas terlalu angkuh untuk mengakui bahwa dia salah. Dia memperhatikannya pergi dan menghela napas, lalu mengernyit pada Reust, yang tampak sangat tidak nyaman.

"Seperti inilah dia biasanya," Oscar coba menjelaskan, suaranya dipenuhi dengan lebih banyak rasa suka daripada putus asa.

xxxxxx

Tiga puluh menit kemudian, Tinasha kembali ke jamuan dengan mengenakan mantel penyihir resmi. Dalam balutan busana putih, dia memakai riasan tipis — yang artinya Sylvia pasti telah menangkapnya. Dia begitu cantik sampai-sampai kehadirannya saja mengubah seluruh atmosfer ruangan.

Sekali lagi, dia menyapa Reust. "Maafkan saya, saya sebelumnya muncul dengan terlihat seperti itu."

"Tidak tidak. Mengalahkan monster itu pasti cobaan berat,” jawabnya.

Dia menunjukkan senyum terima kasih padanya. Auranya benar-benar berbeda dari saat mereka bertemu di Kastil Tayiri. Hilang sudah kesan misterius dan intimidasi yang menakutkan. Sebagai gantinya, ketenangan sinar matahari yang tersaring dalam hutan. Menyaksikan perubahan seperti itu dalam dirinya membuat Reust merasa senang sekaligus kesepian.

Tinasha —seseorang, penyihir, dan juga ratu tanpa mahkota— mengubah aspeknya seperti bulan yang membesar dan memudar. Semua orang memiliki berbagai aspek pada mereka, tetapi karena dia adalah seorang penyihir yang telah hidup begitu lama, setiap kualitas yang ia miliki benar-benar berbeda.

Dia duduk di sampingnya, dan saat matanya menatap bidang halus wajahnya, dia membicarakan sebuah topik dialam benaknya. “Terima kasih atas semua yang anda lakukan saat itu. Apa yang anda katakan membuat saya banyak merenung.... dan pada akhirnya, saya sadar bahwa saya tidak pernah memikirkan apapun untuk diri sendiri. Dewa kami Irityrdia memang mutlak, tapi mungkin saya telah mencoba untuk berpura-pura bahwa saya adalah dewa itu sendiri dengan menggunakan kekuatan saya dan bersembunyi di balik namanya."

Penyampaiannya yang terhenti terasa canggung dan penuh dengan teguran diri sendiri, tetapi ketulusannya terbukti nyata. Tinasha dengan tenang menjawab, “Tolong jangan menyalahkan diri sendiri. Kita bicara tentang sejarah yang berlangsung selama berabad-abad. Akan sangat sulit bagi anda untuk melawan itu seorang diri. Meskipun demikian, menurut saya apa yang telah anda lakukan sangat berarti. Ya... Itu sangat manusiawi.”

“Itu... manusiawi?”

“Manusia membunuh manusia tapi juga punya kapasitas untuk menyelamatkan mereka,” kata Tinasha sambil tersenyum. Dia bersinar seperti bulan.

Rasa sakit menusuk hatinya. Tapi di permukaan, dia bertanya sambil tersenyum, "Kebetulan, kapan anda berencana untuk menikah?"

"Apa?" Tinasha menjawab dengan kosong, lengah. Oscar, duduk di seberang Reust, berdehem dan mulai tertawa. Tinasha akhirnya ingat alasan dia diizinkan untuk tetap tinggal di Farsas. “Oh! Um, yah, itu—”

"Itu omongkosong," sela Oscar dengan lancar saat Tinasha meraba-raba bagaimana menjawabnya. Sekarang giliran Reust yang ternganga. “Itu hanyalah alasan untuk membawanya kembali ke sini. Pada kenyataannya, dia hanya pelindungku."

Sementara itu, pelindung Oscar —bukan tunangannya— tampak tidak nyaman. Lazar, berdiri dengan formal di belakangnya, terlalu terkejut untuk bergerak. Dia tidak pernah membayangkan tuannya akan mengatakan yang sebenarnya pada Reust, tidak saat dia membenci gagasan pertemuan Reust dan Tinasha. Perkembangan macam apa ini? Dia takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Reust bolak-balik menatap Oscar dan Tinasha, tidak mampu mencerna maksud Oscar. Setelah beberapa saat, dia berani bertanya, "Lalu apakah Anda memiliki rencana untuk menikah?"

“Aku tidak punya,” jawab Oscar.

“Kamu bilang dia pelindungmu...?” Reust bertanya.

Penyihir menara menjawabnya sendiri. “Kami memiliki kontrak. Anda tahu bahwa saya biasanya tinggal di menara, bukan? Dia naik sampai ke puncak, jadi sebagai hadiah, saya menandatangani kontrak dengannya."

Penyihir itu tersenyum lembut. Merasa seolah-olah dia akan tertarik sepenuhnya olehnya, Reust tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata, “Lalu bagaimana jika saya bisa memanjat menara? Maukah Kau mengabulkan permintaanku?”

Semua yang hadir, kecuali raja dan penyihir, membeku dengan canggung. Jelas sekali bahwa Reust tertarik pada penyihir itu. Tapi itu juga teramat jelas bahwa mood raja Farsas akan menjadi suram jika ada yang menunjukkannya. Jika sampai ada yang keliru, itu bisa memicu konflik antara kedua negara.

Sementara pelayan dan orang kepercayaannya cemas akan semua itu, Oscar hanya menyesap minumannya dengan ketenangan sempurna. Penyihir itu tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan Reust; lalu dia tersenyum agak sedih. “Saya tidak keberatan, tapi saya tidak akan merekomendasikannya. Yang Mulia di sini memanjatnya dengan mudah, tetapi biasanya dibutuhkan regu yang setidaknya terdiri dari sepuluh orang. Sangat sulit sehingga saya hanya melihat penantang yang berhasil sekali dalam seratus tahun —jika aku melihatnya. Aku merusak ingatan mereka yang gagal dan memindahkan mereka ke lokasi acak di daratan, jadi orang yang memikul tahta kerajaan mungkin tidak boleh mencobanya.”

Peringatannya adalah fakta yang tak tergoyahkan. Kisah uji coba menara diceritakan bahkan di negeri Tayiri yang jauh. Itu termasuk bagian di mana mayoritas penantang yang tak kenal takut pergi untuk mencoba peruntungan mereka dan tidak pernah kembali.

Penghalangnya sangat tinggi sehingga Reust hampir menundukkan kepala. Dia masih belum bisa memaksa dirinya untuk menyerah.

Tinasha adalah salah satunya.

Pada saat itu, dia berada dalam jangkauannya.

Reust tidak akan mempermasalahkan jika dia adalah seorang penyihir dan dia sendiri adalah pewaris takhta Tayiri, sebuah negara yang menyangkal para penyihir. Reust meraih tangannya dan menghadapinya saat matanya melebar.

“Aku....,” Reust memulai.

"Tinasha," sela Oscar. Tinasha memiringkan kepalanya ke samping, bingung. Oscar menggunakan gelasnya untuk menunjuk ke arah balkon. Ketidaktertarikan polos, dia menawarkan, "Jika ini akan menjadi percakapan yang rumit, bisakah anda melakukannya di luar?"

"Aku mengerti," katanya, mengerutkan kening saat dia berdiri.

Tampak malu, Reust meraih tangannya lagi. “Aku akan meminjamnya sebentar. Sangat menyesal tentang ini."

Begitu dia membiarkan penyihir itu keluar ke balkon, Als bergumam di telinga tuannya,

“Anda yakin akan baik-baik saja dengan itu?”

"Mengapa aku harus memikirkan seorang wanita yang hidup dua puluh kali lebih lama dariku?"

Tidak ada yang mengharapkan balasan itu, dan orang kepercayaan Oscar bertukar tatap. Oscar, pada bagiannya, yang sangat tenang saat dia kembali menyesap gelasnya.

xxxxx






[1] Lari saat detik-detik terakhir. CMIIW




[1]

Post a Comment