Lutz menggeliat, setelah kembali ke Perusahaan Plantin setelah pertemuan Rozemyne di gereja. Selalu tegang ketika pengikutnya menghadiri pertemuan semacam itu. Dia bertanya-tanya bagaimana Gutenberg lain kuat ketika pengalaman mereka dalam bicara dengan bangsawan lebih sedikit dibandingkan dirinya.
"Wah. Bicara soal melelahkan…” gerutu Benno.
“Kita beruntung tidak ada pengrajin yang membuat marah bangsawan,” Mark menambahkan.
Mereka berdua juga melakukan peregangan, lalu kembali ke kamar masing-masing untuk berganti pakaian; pakaian formal yang harus mereka kenakan saat menghadap bangsawan selalu membuat bahu mereka pegal. Lutz hanya perlu mengenakan seragam magang biasa, jadi dia menyiapkan teh sambil menunggu mereka kembali ke kantor.
“Omong-omong… Lord Benno, apakah Kamu sudah diberitahu lebih jauh tentang kepindahan Rozemyne?” Lutz bertanya. Sangat sedikit rincian yang dibagikan dalam pertemuan gereja, akan tetapi Benno bertemu dengan Rozemyne sebelum pertemuan. Mungkin dia mengetahui sesuatu.
Benno mengabaikan pertanyaan itu dan berkata, “Paling banter aku tau dia akan pergi ke Kedaulatan.” Dia juga diberitahu untuk tidak menyebarkan berita itu, terlebih ke laynoble yang bekerja bersama mereka di industri percetakan.
“Sepertinya dia terjebak dalam sesuatu yang besar…” komentar Lutz. “Tetap saja, jangan beri tahu siapa pun, entah di sini atau gereja. Entah siapa yang tau bagaimana hal itu bisa menyebar.”
Lutz mengangguk; sudah terbiasa menyimpan rahasia tentang Rozemyne.
“Juga,” lanjut Benno, “rencana yang melibatkan Rozemyne selalu dipercepat. Dipercepat danmelebar. Mulai hari ini dan seterusnya, pastikan Kamu selalu siap berangkat. Panggilan keberangkatan bisa datang kapan saja.” Dia berbicara berdasarkan pengalaman.
Lutz mengangguk lagi, berbagi keprihatinan yang sama; dalam banyak kesempatan, mereka tiba-tiba mendapati diri mereka mempunyai waktu yang jauh lebih sedikit dari yang diperkirakan. Siapapun yang pernah menjadi personel Rozemyne tahu untuk selalu berada dua langkah di depan.
“Setelah kita berangkat, aku berencana mempercayakan urusan workshop gereja ke Damian dan Milos,” jelas Benno. “Mereka mengurus pekerjaanmu setiap kali Kamu pergi untuk bisnis, jadi serah terimanya akan sangat mudah. Namun, aku ingin Kamu memeriksa tempat itu secara menyeluruh. Pastikan orang yang tepat tetap memegang kendali dan semua orang terus bekerja sama dengan baik. Kamu tidak pernah tahu kapan seorang bangsawan akan ikut campur.”
Dibanding dengan workshop kota bawah, workshop gereja istimewa karena terkadang menerima kunjungan bangsawan. Hartmut adalah contoh yang paling menonjol, tapi Justus juga pernah mengunjungi tempat itu. Bahkan archduke berhasil menyelinap masuk, meski hanya sedikit yang mengetahui hal itu. Satu kesalahan bisa dengan mudah menimbulkan bencana.
“Jika Kamu dan Mark sama-sama pindah ke Kedaulatan, siapa yang akan mengambil alih Perusahaan Plantin?” Lutz bertanya.
“Adikku Milda. Dia kembali ke Ehrenfest di musim panas”—dia menunjuk ke ruangan tempat keluarga karyawan sering menginap— “dan kami sudah mulai menyerahkan semuanya kepadanya.”
Benno memiliki dua adik perempuan: Milda dan Corinna. Milda menikah di luar kota sehingga dia tidak akan bertunangan dengan salah satu putra ketua guild, tetapi Benno memanggilnya tepat sebelum Lutz dibaptis, ketika mendirikan workshop pembuatan kertas di kota lain. Sejak saat itu, dia membantu mengurus perabot biara Hasse dan menyambut pedagang dari kadipaten lain, sekaligus memberikan simpati. Benno akhirnya memutuskan bahwa dia dan suaminya dapat dipercaya untuk mengurus Perusahaan Plantin.
Lutz pernah bertemu Milda beberapa kali. Dia terlihat mirip dengan Corinna dan terlihat sangat manis, tapi senyuman seperti Benno terlihat di bibirnya saat mencium aroma keuntungan.
“Fokus ke kepidahanmu sendiri,” kata Benno. “Rozemyne menyebutkan personelnya bisa membawa keluarga. Bicaralah dengan keluargamu dan pastikan apa yang mereka inginkan. Setelah kita pergi, entah siapa yang tahu kapan kita memiliki kesempatan untuk kembali ke Ehrenfest.”
Lutz meluangkan waktu sejenak untuk membiarkan kata-kata itu meresap. Dia benar-benar meninggalkan kadipaten asalnya untuk pergi ke suatu tempat yang sepenuhnya baru. Mampu menjelajahi kota-kota Ehrenfest sebagai Gutenberg sudah merupakan mimpi yang menjadi kenyataan, namun gagasan untuk menjelajah diluar perbatasan kadipaten sudah cukup untuk menghidupkan kembali aspirasi masa kecilnya dan membuatnya gemetar karena kegembiraan. Jalan di depannya lebih luas dari sebelumnya.
“Apa pun yang terjadi, aku akanmeyakinkan keluargaku dan menemani Rozemyne,” kata Lutz, tinjunya mengepal menunjukkan tekad.
“Apalagi Tuuli dan keluarganya akan pergi. Aku tidak akan kalah dari mereka!”
Benno mengibaskan dahi lehernya yang antusias sementara Mark memperhatikan mereka dengan senyum masam. “Aku mengerti tekadmu untuk berusaha sekuat tenaga, tapi lakukan percakapan nyatadengan orang tuamu, oke? Aku tidak ingin Kamu mengamuk dan memanggil kami ke gereja lagi.”
“Ayolah, itu cerita lama! Kapan itu terjadi? Satu, dua... Tujuh tahun lalu! Semua itu terjadi tujuh tahun yang lalu!” Lutz merasa sangat malu bahwa peristiwa setelah pembaptisannya masih diungkit, terlebih saat dia akan mencapai usia dewasa musim panas yang akan datang.
Benno mengerjap beberapa kali, entah karena tidak menyadari rasa frustrasi Lutz atau sekadar mengabaikannya. “Tujuh tahun, ya? Rasanya seperti baru terjadi beberapa hari yang lalu…”
“Karena kita sangat sibuk setelahnya, menurutku,” Mark memberanikan diri. “Bulan-bulan mulai menyatu ketika Kamu menghabiskan seluruh waktumu untuk bekerja. Meskipun demikian, pandangan sekilas akan memberi tahumu seberapa besar pertumbuhan Lutz. Dia jauh lebih pendek ketika insiden itu terjadi.”
Dari situlah Benno dan Mark mulai mengenang hari-hari sebelum dan sesudah pembaptisan Lutz. Myne sempat menjadi gadis suci biru magang, bukan bangsawan yang dikenal dengan Rozemyne, dan Pendeta Agung kadipaten adalah Ferdinand, bukan Hartmut. Menengok ke belakang, tinggi badan Lutz bukanlah satu-satunya hal yang berubah.
Lutz ingin menutup telinga ke seluruh percakapan; sekarang dia adalah seorang pedagang, dia mengerti betapa gila kelakuannya terhadap Myne bagi Benno dan yang lain. Dia bahkan tidak bisa memprotes kejadian tersebut dengan orang tuanya, karena kemarahannya melibatkan mereka. Suasananya canggung seperti diawasi oleh seorang paman.
“Kumohon biarkan itu berlalu…” Lutz mengerang. “Aku benar-benar telah berkembang pesat sejak saat itu. Ayah dan ibuku sangat menghargai apa yang sekarang kulakukan.”
“Aku tidak meragukan itu,” jawab Benno sambil menyeringai. “Maksudku, lagian kenapa mereka membiarkan kontet sepertimu bertunangan sebelum cukup umur?”
Lutz memelototinya. Di wilayah kota bawah—terlebih di wilayah-wilayah miskin—bukan hal aneh jika anak perempuan bertunangan sebelum atau setelah cukup umur. Sebaliknya, laki-laki biasanya harus menunggu hingga pendapatan mereka stabil. Lutz hanya berhasil melawan tren dan segera bertunangan dengan Tuuli karena situasi pribadi mereka dan fakta bahwa dia sudah mendapatkan penghasilan yang bagus.
“Aku akan memberimu cuti,” kata Benno, “jadi bicaralah baik-baik dengan orang tuamu, oke? Oh, dan sebelum pulang— mampirlah ke Tuuli? Menurutku kalian belum pernah bertemu sekali pun sejak bertunangan.”
Benno dan Mark mengetahui semua hal tentang situasi keluarga pasangan itu, karena mereka mengetahui situasi Myne—Rozemyne dan karena mereka menyediakan segala bentuk dukungan ketika dibutuhkan.
“Apakah kamu sudah menyiapkan hadiah untuknya?” Benno bertanya.
"Ya. Semua orang terus merecokiku tentang hal itu.”
Karena berbagai alasan, pertunangan itu diatur secara terburu-buru—tidak ada kepastian kapan mereka harus meninggalkan Ehrenfest—tapi hal itu tidak mengurangi keabsahannya. Semua orang berulang kali memberitahunya untuk menyiapkan hadiah untuk tunangan barunya.
“Pastikan dia selalu bahagia,” goda Benno.
Lutz bergegas keluar ruangan untuk menghindari siksaan. Perjalanan bisnisnya baru-baru ini dengan Gutenberg lain berarti dia sekarang punya waktu istirahat, tapi tidak demikian dengan Tuuli—dia mungkin bekerja keras untuk membuat jepit rambut dan pakaian baru saat Rozemyne kembali ke Akademi Kerajaan. Atau mungkin dia sudah bersiap untuk pindah ke Kedaulatan. Apapun itu, dia pasti berada di workshop, jadi dia pergi kesana.
“Oh, Lutz. Kamu kembali,” kata resepsionis begitu dia masuk. “Datang untuk bertemu kekasih manismu?”
“Apa kau bisa memanggilkannya? Aku perlu memberikan sesuatu padanya.”
"Astaga! Hadiah? Sungguh menggemaskan betapa dekatnya kalian berdua. Aku sangat cemburu!"
Bahkan di sini, Lutz pun digoda. Di masa lalu, dia akan berpendapat bahwa mereka sebenarnya tidak bersama, tapi itu bukan pilihan lagi. Bagaimanapun, mereka benar-benar bertunangan.
Pasti berat bagi Tuuli. Dia harus menerima hal semacam ini tanpa henti.
Lutz tidak menerima banyak godaan sejak pertunangan mereka, karena keberadaannya di Kirnberger, tetapi Tuuli yang malang mungkin tersiksa setiap hari. Dia sedang merenungkan cobaan dan kesengsaraannya ketika langkah kaki menariknya dari lamunan.
“Selamat datang kembali, Lutz,” kata Tuuli sambil melambai saat mendekat.
Dia menarik napas tajam. Tuuli mungkin terdengar sama seperti yang dia ingat, tapi dia hampir tidak bisa dikenali. Dia menata rambutnya bukan dikepang, dan memakai rok panjang. Itu memang perubahan sederhana, tetapi secara drastis membuatnya tampak lebih dewasa.
“Lutz,” bisiknya, jelas menyadari resepsionis yang menyeringai, “Aku sedang istirahat, jadi kenapa kita tidak keluar saja? Ke alun-alun sepertinya ide yang bagus.”
Lutz sudah terbiasa dengan Tuuli yang mencondongkan tubuh ke dekatnya dan berbisik kepadanya, namun pada kesempatan khusus ini, pengalaman itu membuat jantungnya berdebar kencang. Mungkin dia masih bingung setelah melihatnya sebagai orang dewasa untuk pertama kalinya. Karena dia tidak dapat mengingat apa yang dia katakan kepadanya, respons terbaik yang bisa dia lakukan adalah “Ya. Tentu."
Tuuli menunggu tidak lama lagi sebelum menggandeng lengan Lutz dan menyeretnya keluar dari workshop. Saat mereka pergi, dia tidak bisa tidak memperhatikan tengkuk pucatnya, yang tidak lagi tertutup oleh rambutnya.
Hah? Sesuatu tentang ini terasa ... aneh.
Tuuli telah tumbuh dengan cepat—terlebih lagi dia satu tahun lebih tua darinya—jadi Lutz selalu perlu menatapnya keatas. Namun sekarang, dia berani bersumpah bahwa dia telah menutup kesenjangan itu. Apakah pertumbuhannya sudah berhenti? Atau apakah dia sedang mengalami lonjakan pertumbuhan?
Apakah sekarang tinggi kita sama? Atau apakah aku sedikit lebih tinggi?
Saat dia terus menatapnya, dia berharap itu yang terakhir.
“Lutz, apakah kepalamu ada di awan atau apa?” Tuuli tiba-tiba bertanya sambil mengamati wajahnya. “Apa ada masalah? Kamu tidak tertidur di hadapanku, kan?”
Lutz tersentak ketika dia tiba-tiba sadar kembali. Pada titik tertentu, mereka telah sampai di alun-alun, tetapi dia sangat tenggelam dalam pikiran sehingga dia bahkan tidak menyadarinya. Baru sekarang dia menyadari lautan kebisingan.
“A, um… aku baik-baik saja,” jawabnya sambil menggaruk pipi. “Aku hanya sedikit terkejut, itu saja. Ini pertama kalinya aku melihatmu, uh... dengan rambut seperti itu.”
“Hm? Oh, menurutku kamu benar. Satu musim telah berlalu sejak aku dewasa, jadi ini terasa normal bagiku sekarang.”
Setiap orang yang melihatnya setelah upacara rupanya mengatakan bahwa dia telah “tumbuh dewasa dalam semalam” dan bahwa dia sekarang “jelas sudah dalam usia menikah.” Namun saat ini, semua orang sudah menyampaikan pendapat.
Tuuli terkikik, pipinya memerah, lalu menarik rok panjangnya dan dengan malu-malu bertanya, “Apakah aku benar-benar terlihat seperti orang dewasa?”
“Ya. Bahkan untuk sesaat, aku tidak mengenalimu.”
Tuuli tersentak, karena tidak menyangka akan mendapat jawaban sejujur itu, lalu segera mengalihkan pandangan. Dia duduk di tepi air mancur, menepuk tempat di sampingnya, dan berkata, “Aku berasumsi Kamu sudah mendengar tentang Kedaulatan.”
Lutz duduk di sampingnya. “Aku berjanji untuk pergi bersamanya, tidak peduli sesulit apapun aku meyakinkan ibu dan ayah. Sebenarnya, aku akan bicara dengan mereka ketika sampai di rumah.” Dia cukup yakin mereka akan memberi izin, tapi pengungkitan masa lalu oleh Benno membuatnya tidak terlalu yakin.
“Kamu tidak perlu khawatir,” kata Tuuli sambil tersenyum. “Ayah baru saja memberitahu Bibi Karla dan Paman Deid bahwa kami akan menjagamu, karena seluruh keluarga kami akan pergi.”
"Hah. Aku harus berterima kasih pada ayahmu,” jawab Lutz. Dukungan Gunther akan membuat segalanya lebih mudah. Itu sudah melakukan keajaiban untuk membangkitkan semangatnya.
“Dia bilang karena kita sudah bertunangan, kalian sudah seperti keluarga.”
"Keluarga...?"
"Uh ya. Kamil menantikan kepulanganmu, dan Ibu berencana menyambutmu dengan tangan terbuka.”
Kehangatan tak terduga menyebar ke seluruh dada Lutz. Dia pergi ke Kirnberger tepat setelah pertunangan mereka, jadi hal itu masih terasa tidak nyata baginya... tapi itu tidak menghentikan semua orang untuk memperlakukan mereka seolah-olah mereka sudah menikah.
Aku benar-benar perlu membentuk dan mengubah pola pikirku.
Sementara itu, Tuuli memberi tahu tentang keluarganya. Kamil akan mulai melakukan pekerjaan magang di Perusahaan Plantin setelah dia dibaptis dan akan menjadi magang leherl pertama di toko baru mereka di Kedaulatan.
“Dia berkata bahwa dia senang telah memilih bekerja di Perusahaan Plantin. Jika tidak, dia harus mencari pekerjaan baru sekarang atau magang, jadi…”
“Ah, benar. Itu akan menjadi mimpi buruk. Kamu tidak bisa begitu saja beralih pekerjaan dalam satu atau dua musim.”
“Rahasiakan ini… dia sangat marah karena Rozemyne hampir menempatkannya dalam banyak masalah.”
Lutz tertawa terbahak-bahak. Darah akan terkuras dari wajah Rozemyne, jika dia bersama mereka. Meski dia harus meninggalkan Kamil ketika dia masih bayi, dia masih menganggapnya sebagai adiknya. Cintanya sangat kuat bahkan sampai sekarang, dia terus mengiriminya mainan dan buku bergambar. Jika dia tau bahwa dia berhasil membuatnya marah, dia mungkin akan depresi.
“Jadi, ceritakan apa yang terjadi denganmu, Lutz. Bagaimana Kirnberger?”
"Itu Bagus."
Kota itu tampak kosong—penutupan gerbang menyebabkan penurunan populasi secara signifikan—tetapi giebe menjalankan tugas dengan ketat dan memastikan bahwa mereka merasa nyaman. Lebih baik lagi, orang-orangnya sangat baik. Mereka membantu Horace dalam upayanya mengumpulkan bahan-bahan langka untuk Heidi, dan merawat setiap pemula yang sakit. Pada akhirnya, tidak terjadi satu pun pertengkaran antar pengrajin.
“Bagaimana upacara hari dewasamu?” Lutz bertanya. “Kamu tahu kan-siapa tahu ada yang menggila?”
Dalam pertemuan Gutenberg di gereja, semua orang tertawa tentang Festival Bintang Zack yang menerima berkah lebih banyak dari yang lain. Dan jika hal semacam itu terjadi pada Zack, maka Rozemyne pasti telah melakukan sesuatu yang sangat gila untuk kakak tersayangnya.
Benar saja, Tuuli tampak marah. “Tentu saja dia menggila! Sungguh menyakitkan untuk dihadapi!”
“Aku harap aku bisa mengatakan itu mengejutkanku.”
“Awalnya baik-baik saja. Aku meminta berkah normal, jadi dia melakukan itu tanpa masalah. Dia memiliki kendali yang luar biasa ketika dia benar-benar mencobanya. Namun saat pintu kapel terbuka dan semua orang mulai pergi, berkah yang jauhlebih besar dari yang ada pada upacara mulai menghujani kami…”
Lutz bisa menebak dari penjelasan itu bahwa Rozemyne telah melihat orang tuanya ketika pintu dibuka. Tuuli tidak mengatakannya dengan lantang karena alasan yang jelas; mereka sedang duduk di alun-alun yang penuh dengan orang.
“Kau tahu, bahkan para pendeta pun terkejut. Jelas sekali itu kecelakaan, tetapi dia mulai mencoba membenarkannya sebagai berkah bonus. Apa-apaan itu? Dia pikir siapa yang dia bodohi.”
Lutz terkekeh dan berkata, “Ya, aku sudah memperkirakan itu.” Dia bisa dengan mudah membayangkan Rozemyne berusaha keras mencari alasan.
“Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir, 'Apa yang kamu lakukan?!' Ibu dan Ayah menahan tawa, tapi aku memastikan untuk memberinya tatapan tajam seumur hidup.”
“Sependapat. Itu mungkin berhasil. Kamu terlihat sangat menakutkan saat sedang marah.”
“Tega kamu, Lutz!”
Lutz meminta maaf kepada Tuuli yang cemberut, lalu mengeluarkan salah satu hadiah yang dia bawa dalam upaya untuk memenangkan hatinya. “Apakah ini akan menghiburmu? Ini sulaman gaya tradisional Kirnberger. Aku juga memiliki lukisan beberapa bunga yang langka di Ehrenfest tetapi sedang mekar di Kirnberger saat ini. Dimo berbaik hati mengizinkanku membawanya.”
Workshop pertukangan Ingo memiliki bisnis eksklusif Rozemyne, artinya mereka bertanggung jawab membuat rak buku, kotak buku, atau apa pun yang dia pesan dan mendekorasinya agar sesuai dengan putri angkat archduke. Mereka akhirnya harus membuka pintu dan jendela untuk penginapan baru di Groschel, jadi Dimo mulai mencari tanaman herbal dan sejenisnya yang bisa dia gunakan dalam desainnya, berharap bisa mengimbanginya dengan furnitur.
“Kamu selalu mengatakan bahwa kamu ingin melihat bunga langka dengan mata kepalamu sendiri kan?” Lutz bertanya. “Terlebih sekarang setelah Kamu melihatnya dimasukkan ke dalam banyak sekali pesanan yang Kamu terima dari kadipaten lain. Mungkin tidak bisa membawa pulang bunga itu dari Kirnberger, tapi aku pikir hadiah ini setidaknya bisa menjadi inspirasi.”
“Hore! Itu luar biasa! Terima kasih, Lutz! Aku selalu kesulitan memutuskan bunga mana yang akan digunakan.”
Dalam peristiwa yang bisa diprediksi, dia sangat bersemangat dengan hadiah yang bisa dia masukkan ke dalam karyanya. Mata biru kehijauannya berbinar saat mengamati lukisan itu dengan cermat.
Lutz tersenyum masam, senang mengetahui perjuangannya meyakinkan Dimo tidak sia-sia. “Juga, apa kau bisa membaca ini?” Dia mengulurkan setumpuk kertas—Cerita Kirnberger yang dia tulis.
Tuuli mulai membolak-baliknya. Cerita-cerita itu sama sekali tidak mirip dengan cerita-cerita Groschel. Beberapa diantaranya benar-benar tidak masuk akal, mungkin karena datang dari orang asing sebelum gerbang provinsi ditutup.
“Aku sangat menikmati cerita yang dikumpulkan dari Groschel,” katanya, “tetapi kurasa Kirnberger memiliki penantang kuat.”
"Ya. Aku ingin menuliskannya kembali menjadi sebuah buku di musim dingin, namun dengan semua yang telah terjadi sejak itu, aku ragu aku akan bisa melakukannya.”
Benno mengatakan bahwa Lutz harus bersiap untuk meninggalkan Ehrenfest sebelum melakukan hal lain, karena tidak ada yang tahu kapan mereka akan diberangkatkan. Meski begitu, dia belum siap paling cepat sampai musim semi—dan sekarang setelah dia kembali dari Kirnberger, ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan. Dia tidak bisa mengambil risiko menjadi tidak siap dan kemudian tertinggal ketika rencana Rozemyne dimajukan.
Tuuli tersenyum merespon keluhan Lutz. “Mengapa tidak menjadikannya pekerjaan pertamamu setelah pindah ke Kedaulatan?”
Lutz melihat tumpukan kertas. “Kurasa workshop di sana akanbutuh buku-buku baru…” Menyimpan cerita-cerita Kirnberger untuk sementara waktu mungkin akan lebih baik daripada memakainya sekarang dan tiba di Kedaulatan tanpa ada yang bisa dicetak.
“Namun, yang paling utama—kamu harus meyakinkan orang tuamu.”
Lutz menggeliat, lalu berdiri—dengan bantuan dorongan cepat dari Tuuli. Dia memperhatikan saat dia pergi dengan hadiah barunya, lalu mulai berjalan pulang.
Tapi pertama-tama: makanan.
Dia membeli beberapa buchlette untuk makan malam nanti, lalu mengemas sekantong daging, madu, jamur kering, dan sejenisnya untuk persiapan musim dingin keluarganya.
Lutz segera tiba di alun-alun di luar rumahnya, tempat ibunya dan beberapa wanita lain dari lingkungan itu sedang mengobrol di tepi sumur. Itu adalah pemandangan nostalgia, tapi dia tidak menantikan rentetan pertanyaan yang pasti akan menyusul.
“Ibu, aku pulang.”
“Lutz!” Seru Karla, mengerutkan kening saat dia melihatnya. “Kamu selalu tiba-tiba pulang begitu saja. Bukankah aku sudah bilang padamu untuk memberi kami pemberitahuan? Aku tidak akan menyediakan makan malam yang cukup untukmu!”
Kakaknya Zasha, yang sudah menikah dan tidak lagi tinggal di rumah, terkadang mampir saat bekerja; ketika melakukannya, dia akan selalu mengirim pesan atau setidaknya mengabari ayah mereka. Namun tidak sesederhana itu bagi Lutz; dia tidak pernah tahu kapan akan pulang, jadi yang bisa dia lakukan hanyalah menghubungi mereka begitu dia kembali.
“Tidak apa-apa,” jawab Lutz, lalu mengangkat tas yang dibawanya. “Aku bawa makananku sendiri.”
Para wanita bersama Karla dengan cepat menyuarakan pendapat.
“Karla ingin memberimu makanan enak, bukan sampah yang kamu beli! Dia ingin kamu makan enak di kesempatan langka saat kamu kembali ke rumah, jadi setidaknya kamu bisa mengirim kabar.”
“ Ah, tapi lihat tas itu. Terlalu montok untuk dijadikan makan malam.”
“Pasti persiapan musim dingin. Anak yang baik!”
Karla mengambil tas dari Lutz sehingga dia bisa mengintip ke dalam, sembari menyodorkan seember air ke pelukannya. Itu sangat berat.
"Hai! Ibu!"
“Kamu jarang pulang ke rumah, Lutz. Setidaknya jadilah anak yang baik saat pulang.”
Lutz hanya bisa menghela nafas dan melakukan apa yang diperintahkan; tidak peduli berapa lama dia menghabiskan waktu terpisah dari ibunya, tidak ada yang berubah. Sudah cukup lama sejak dia harus membawa seember air yang berat menaiki enam anak tangga. Sejak berada di Perusahaan Plantin dan di Kirnberger, dia sudah terbiasa tinggal di lantai dua.
Suara tetangga semakin pelan saat Lutz menaiki tangga yang berderit. Pada saat dia membuka pintu rumahnya dan melangkah masuk, ibunya telah benar-benar berubah dari orang yang suka mengoceh dan blak-blakan di dekat sumur. Sekarang, dia menatap putranya dengan ekspresi serius yang tidak biasa.
“Selamat datang kembali, Lutz. Kamu memiliki sesuatu yang penting untuk didiskusikan dengan kami, bukan? Gunther sedikit memberi tahu kami tentang itu.”
Lutz menelan ludah. Di Perusahaan Plantin, mereka bisa saja duduk untuk berdiskusi sementara pelayan menyiapkan makanan, tapi itu bukanlah pilihan di sini. Mereka perlu bicara dan membuat makan malam pada saat bersamaan. Jadi, saat membantu ibunya, Lutz menjelaskan bahwa Rozemyne akan meninggalkan Ehrenfest, dan dia meminta izin untuk pergi bersamanya.
“Aku tidak akan menolak, karena aku tahu kamu seorang leherl,” kata Karla, “tapi di akhir musim semi kamu masih di bawah umur. Aku akan merasa lebih nyaman jika kamu menunggu setidaknya sampai setelah upacara hari dewasamu di musim panas.”
“Ibu, aku—”
“Tapi kamu sudah mengambil keputusan kan? Kamu setengah tahun ini pergi mengunjungi satu demi satu kota, dan aku dapat menghitung berapa kali Kau kembali ke rumah setiap tahun sejak berusia sepuluh tahun dan pindah ke toko. Maksudku... meninggalkan kadipaten tidak akan mengubah apa pun. Menurutku, kamu sudah lama pergi.”
Senyum masam muncul di wajah Lutz. Ibunya tidak pernah pandai mengungkapkan cinta dan kepedulian terhadap putra-putranya. Meskipun responnya terdengar lebih seperti menjelek-jelekkan, dia mengizinkannya untuk pergi.
“Keluarga Tuuli memutuskan untuk pergi bersamanya. Jika kamu mau, ibu, kamu dan Ayah bisa—”
“Tidak mungkin. Saat ini, aku tidak merasakan adanya alasan mengapa kami ingin pindah. Anak-anakku yang lain di sini, belum lagi cucu-cucuku.”
“Benar,” kata Lutz sambil mengangguk. Dia sudah berasumsi bahwa mereka tidak akan meninggalkan Ehrenfest kecuali terjadi sesuatu yang drastis. Ditambah lagi, sebenarnya, dia senang mengetahui mereka tidak akan menemaninya; perjalanan bisnis telah mengajarinya betapa banyak masalah yang muncul akibat benturan budaya dan perspektif. Pertengkaran mereka tujuh tahun lalu adalah contoh utama; Lutz mengesampingkan pekerjaan yang disarankan orang tuanya agar ia dapat mengejar mimpinya.
“Apakah menurutmu Ayah juga akan menyutujuinya?” Dia bertanya.
“Setelah mendengar situasi dari Gunther, paling dia hanya akan berkata bahwa menangis tidak akan membuatmu mundur dari situasi ini.”
“Dengan kata lain, 'tetap kuat dan terus bekerja keras'?” “Kedengarannya begitu.”
Lucunya, mengunjungi daerah lain dan berbicara dengan para bangsawan dengan fasih dalam eufemisme panjang lebar membuat Lutz lebih mudah untuk mengerti apa yang ingin ayahnya maksud. Oleh karena itu, dia menafsirkan respon atas kepergiannya sebagai pujian—dan jika ternyata jawaban itu salah, dia hanya akan menyalahkan ayahnya karena tidak memberikan penjelasan yang cukup jelas. Ketika dia mengingat kembali hari-hari masa kecilnya, salah paham dan terluka sebagai akibatnya, dia tidak dapat menahan diri untuk mengagumi betapa dia telah tumbuh dewasa.
"Apanya yang lucu?" Karla bertanya.
"Tidak apa-apa. Aku senang kalian berdua menyetujuinya. Master Benno bilang dia tidak ingin aku membuat ulah lagi dan dipanggil ke gereja.”
“Hah. Begitulah kami berdua,” kata Karla sambil mengerutkan kening.
Lutz tertawa. Kejadian bertahun-tahun yang lalu telah berakhir dengan positif bagi mereka semua, namun sangat intens sehingga tidak ada satupun dari mereka yang ingin merasakannya lagi.
“Setidaknya kami tidak perlu mengirimmu pergi sendiri kali ini,” kata Karla. “Sungguh melegakan mengetahui bahwa keluarga Gunther akan bersamamu. Maksudku, kita sudah tinggal berdekatan selama ini, dan kita adalah keluarga.”
Karena menikah dalam komunitas lokal merupakan hal lumrah, sebagian besar orang mempunyai hubungan kekerabatan dalam satu atau lain hal. Gunther tumbuh terpisah dari orang tuanya setelah memutuskan untuk menjadi tentara daripada menjadi tukang kayu, tetapi ayahnya dan ibu Deid adalah sepupu. Dengan kata lain, Karla benar: mereka memang satu keluarga besar.
“Belum lagi,” lanjutnya, “kamu sekarang bertunangan dengan Tuuli. Kamu punya pasangan, dan gaji yang cukup untuk menikahinya kapan pun Kamu siap. Kamu sudah tidak perlu lagi membutuhkan ibumu untuk mengkhawatirkanmu. Pekerjaanku sebagai orang tua kurang lebih sudah selesai .”
Yang artinya di kota bawah, tugas orang tua hanya selesai setelah anaknya menikah. Lutz belum sampai sejauh itu, tapi dia sudah cukup dekat sehingga orang tuanya tidak bisa mengeluh. Saat Lutz menatap ibunya, dia bisa merasakan bahwa ibunya berusaha menenangkan sakit hatinya lebih dari apa pun. Berpisah dengan anak tidak pernah mudah.
“Kamu yang memilih jalan ini,” kata Karla. “Jalani sampai akhir.” Menerima perasaan ibunya, Lutz memberikan anggukan tegas sebagai jawaban.
Post a Comment