Upacara hari dewasa musim dingin datang dan pergi saat aku sedang berjongkok di workshop, sedang membuat ramuan. Pembaptisan musim semi akan segera menyusul, dan tentu saja, aku sangatgembira. Kamil akan hadir tahun ini, yang berarti aku akhirnya memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya.
“Aku yang akan melakukan pembaptisan musim semi ini,” aku menyatakan.
“Bukankah kita berusaha menjauhkanmu dari perhatian publik?” Melchoir bertanya. “Aku melakukan upacara hari dewasa musim dingin tanpa masalah, jadi serahkan ini padaku!”
Menggunakan feystone berisi mana, Melchior telah melakukan upacara musim dingin dengan sempurna. Itu merupakan pencapaian yang luar biasa, dan melihat sejauh mana perkembangannya membuatku bangga sebagai kakak—akan tetapi itu bukan berarti aku menyerah. Yang akan memberkahi Kamil haruslah aku.
“Melchior… Apa kamu bisa mengizinkanku untuk melakukan upacara kali ini?” Aku bertanya. “Ini akan menjadi upacara terakhir yang aku lakukan di Ehrenfest. Aku ingin menjadikannya sesuatu yang istimewa.”
“Upacara terakhirmu…?” dia menggema.
"Benar. Aku ingin memberkahi rakyat jelata Ehrenfest untuk yang terakhir kalinya sebelum pergi,” kataku, dengan menggunakan topeng paling suci yang bisa kukerahkan dalam upaya untuk meyakinkannya. Aku melakukan hal yang sama dengan Hartmut, dan kemudian dengan Sylvester, yang memberiku izin untuk mengawasi upacara tersebut sebagai Uskup Agung.
___________________
“Aku sedih memikirkan ini terakhir kalinya kami akan memakaikan jubah upacara kepadamu…” Monika menghela napas. Dia dan Nicola tersenyum melankolis saat membantuku berganti pakaian untuk upacara hari ini. “Itu juga membuatku sedih,” kataku sambil mengamati gerakan terlatih mereka. “Terlebih karena kalian berdua baru saja selesai mempelajari kembali cara meriasku…”
Untuk sementara waktu, Monika dan Nicola kesulitan membiasakan diri dengan tubuh dewasa baruku. Akan tetapi karena aku harus tetap mengenakan jubah upacara ini sambil menunggu jubah normalku disesuaikan, jubah itu dengan cepat beradaptasi dengan keadaan. Kini, tangannya bergerak tanpa ragu sedikitpun.
“Apakah Philine sudah selesai?” Aku bertanya.
“Wilma yang meriasnya. Lady Philine sekarang adalah gadis suci biru magang, jadi dia harus segera pergi ke kapel.”
Benar, sekarang Philine bertugas sebagai magang biru, dia perlu berpartisipasi dalam Doa Musim Semi. Aku telah memberikan kepadanya jubah upacara yang aku kenakan selama masa jabatanku sebagai magang, dan telah dilakukan penyesuaian agar panjangnya sempurna untuknya. Memang masih terpampang crest Workshop Rozemyne, tapi Philine sepertinya tidak keberatan. Dalam kata-katanya, karena dia tidak lagi berada di house-nya, gagasan untuk memakai crest pelindung sebenarnya cukup menenangkan. Aku hanya berharap itu akan membantunya tetap aman.
“Di sana,” kata Monika. “Semua sudah siap.”
“Kalau begitu, ayo berangkat.”
Fran memandu kami ke kapel. Karena sekarang aku jauh lebih tinggi, aku sebenarnya bisa mengimbanginya, tapi itu tidak menghentikannya untuk melihat dari balik bahu untuk memeriksaku. Dia menatap ke arah kepalaku dulu, lalu menyadari kesalahannya dan mengoreksi diri.
“Sepertinya aku tidak perlu lagi memperlambat langkah,” katanya sambil tersenyum sedih. Itu hanyalah pernyataan sederhana, namun aku mengerti makna gandanya: aku sekarang tidak hanya lebih tinggi, akan tetapi aku juga akan segera meninggalkan Ehrenfest. Mataku mulai berair dan hidungku terasa panas.
“Aku benar-benar tidak ingin pergi…”
“Hari ini upacara terakhirmu, Lady Rozemyne. Ayo, lihat seberapa besar perkembangan gereja karena jasamu.”
"Karena jasaku...?"
Fran berhenti di luar kapel dan perlahan menoleh ke arahku. “Pendeta abu-abu yang pernah ditelantarkan di panti asuhan diberikan pekerjaan di industri percetakan dan pembuatan kertas—pekerjaan yang akan memainkan peranan penting di masa depan kadipaten. Rakyat jelata yang berkunjung lebih tulus dalam berdoa, karena mereka tau akan mendapat berkah asli. Bangsawan datang dan pergi tanpa mengedipkan mata, meskipun masing-masing memiliki motivasi tersendiri. Dan tentu saja panti asuhan telah berhasil melahirkan bangsawannya sendiribersama Dirk dan Bertram. Namun, nasib kami tidak berakhir sampai disana: dengan Lord Melchior —anggota keluarga archduke— sebagai Uskup Agung berikutnya akan memastikan keamanan gereja selama bertahun-tahun yang akan datang, dan bahkan sekarang, Aub Ehrenfest mencari cara untuk melindungi gereja dan kota bawah.”
Melindungi gereja semula jatuh ke tangan Ferdinand dan aku: bangsawan yang dipaksa masuk ke gereja oleh Veronica dan mantan rakyat jelata. Bahwa tugas ini kini berada di tangan salah satu putra kandung Archduke, sangatlah penting—dan menurut Fran, hal ini hanya mungkin terjadi karena perubahan yang telah kubuat.
“Uskup Agung akan masuk!” terdengar suara dari kapel.
Fran membukakan pintu untukku, lalu tersenyum tenang saat aku masuk ke dalam dengan Alkitab menempel di dada. Anak-anak kecil menatapku dengan kaget, mungkin karena mereka sudah mendengar banyak rumor tentang Uskup Agung yang bertubuh kecil. Sangat menyenangkan membayangkan apa yang terlintas di kepala mereka.
Saat aku terus menuju panggung, mau tak mau aku menyadari bahwa anak-anak itu sekarang jauh lebih pendek dariku. Mereka semua tampak sangat kecil dan menggemaskan. Itu benar-benar memperjelas pertumbuhanku.
“Lady Rozemyne,” kata Hartmut, lalu dengan lembut mengulurkan tangan padaku. Aku sekarang sudah cukup tinggi sehingga aku bisa naik tangga sendiri, tapi aku tidak ingin merasa canggung. Aku memberikan Alkitab padanya, lalu meraih tangannya dan membiarkan dia mengantarku ke atas panggung.
"Ah..."
Ada sebuah standdi belakang mimbar, namun aku tidak memerlukannya lagi. Hartmut dalam diam memindahkannya sambil meletakkan Alkitab, bibirnya melengkung setengah tersenyum.
Mengingat apa yang Fran katakan, aku berhenti sejenak untuk mengamati sekeliling. Semua telah berubah. Melchior, pengikutnya, dan Philine semua berbusana biru. Magang biru yang sekarang bersekolah di Akademi Kerajaan bebas untuk bergabung dengan asrama ksatria di kastil, namun mereka memilih untuk tinggal di gereja demi kenyamanan dan mendapatkan lebih banyak perlindungan suci, sementara pendeta abu-abu yang mengawasi anak-anak dengan ekspresi keras selama pembaptisanku sekarang berdiri tegak. Bahkan mereka yang akan dibaptis sangat menarik perhatianku; alih-alih bermalas-malasan dan tampak tidak berinvestasi, mereka malah menghadap lurus ke depan dengan ekspresi tegang di wajah mereka. Aku sudah bisa merasakan betapa besar perubahan persepsi umum mengenai upacara keagamaan.
Sekarang, dimana Kamil...?
Sudah menjadi kebiasaan bagi anak-anak kaya untuk berdiri di depan, jadi dia mungkin berada jauh di belakang. Aku memakai mana untuk meningkatkan penglihatanku, dan beberapa saat kemudian—
Di sana! Itu dia!
Dia mempunyai rambut biru sama seperti rambut Ayah dan jelas terlihat kekanak-kanakan, namun wajahnya sangat mengingatkanku pada Tuuli kecil. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menemukannya, karena dia berdiri bersama semua anak lain selingkungannya. Dia juga memiliki rambut berkilau dan postur tubuh bagus, keduanya karena perannya sebagai magang Perusahaan Plantin.
Sepertinya Ibu menggunakan kain yang diwarnai daripada mengandalkan sulaman.
Pakaian pembaptisan secara tradisional disulam di bagian tepi, namun Ibu memilih menggunakan kain yang diwarnai. Ini mempromosikan metode pewarnaan baru kadipaten kami sekaligus menekankan hubungan antara Kamil dan aku. Ibu pasti ingin memudahkanku dalam mengenali Kamil, karena aku belum pernah bertemu dengannya.
Aku yakin penggunaan kain berwarna sebagai pengganti sulaman akan menyebar... hanya saja tidak seperti yang Ibu harapkan.
Praktek ini pasti akan populer di kalangan ibu-ibu yang tidak bisa menyulam dengan baik. Kalau aku jadi mereka, aku akan mati-matian berpegang teguh pada hal itu, dengan menggunakan alasan seperti “Aku tidak malas! Ini tren baru! Bahkan mereka yang bekerja untuk putri Archduke saja memakainya!”
Akhirnya tibalah waktunya upacara dimulai. Aku membaca Alkitab, mengajarkan doa kepada anak-anak, dan kemudian memberkahi mereka.
“Wahai Flutrane, Dewi Air, dengarkan doaku. Semoga engkau memberkati anak-anak yang baru lahir ini dengan berkahmu. Semoga mereka yang memanjatkan doa dan rasa syukur diberkati dengan perlindungan sucimu.”
Cahaya hijau yang menyala sedikit lebih besar dari biasanya, tapi mau bagaimana lagi. Selain itu, ledakannya masih beberapa kali lebih baik dari ledakan yang tidak sengaja kubuat di akhir upacara hari dewasa Tuuli. Represi tidak baik untuk tubuh.
Jika ada yang bertanya, aku akan memberikan alasan yang sama seperti yang aku berikan kepada Melchior: Aku ingin memberikan berkah besar sebagai hadiah terakhir untuk rakyat Ehrenfest.
Pintu kemudian dibuka, dan anak-anak mulai keluar dari kapel. Aku bisa melihat keluargaku menunggu di luar. Ada Ayah, Ibu, Tuuli... dan entah kenapa, Lutz. Mereka semua menatapku dengan kaget—kecuali Tuuli, yang sudah melihatku sejak pertumbuhan mendadakku. Dia mempunyai raut kemenangan di wajahnya yang seolah-olah berkata, “Kan? Aku sudah bilang.”
Ibu dan Ayah terus menatapku; lalu keterkejutan mereka berubah menjadi senyum gembira. Mereka tidak menganggap pertumbuhan tidak terdugaku sebagai hal yang mengganggu—mereka hanya senang melihat putri mereka baik-baik saja.
Gelombang emosi menyebar ke seluruh dadaku.
“Kalian tidak perlu datang jauh-jauh ke sini!” Seru Kamil, terdengar malu saat dia berlari ke arah yang lain.
Lutz menimpali bahwa tidak ada masalah, lalu menepuk kepala Kamil dan melambai padaku. Aku menahan keinginan untuk balas melambai dan malah mengembangkan senyum.
Mereka sangat jauh. Jauh, sejauh ini...
Aku mengerti aku tidak bisa ikut bersama keluargaku merayakan pembaptisan Kamil, tapi tetap saja... Melihat mereka membuatku merasa sangat kesepian.
Dan begitu pintu-pintu itu ditutup, bahkan interaksi sekilas ini pun akan menjadi masa lalu...
Pindah ke Kedaulatan akan menandai akhir dari momen-momen kecil ini. Sekedar untuk melihat keluargaku saja aku akan kesulitan.
Begitu anak-anak sudah berada di luar, pintu kapel ditutup. Aku tidak bisa menahan nafas berat.
“Tanganmu, Lady Rozemyne.”
Hartmut tau tentang keluarga kota bawahku. Itu sebabnya dia tetap bersamaku sampai akhir, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku meraih tangannya yang terulur, dan bersama-sama kami turun dari panggung.
_____________________
Di luar kapel, kesatriaku sedang menunggu dalam barisan dengan ekspresi tegas di wajah mereka. Cornelius sendiri yang mengambil langkah ke arahku.
“Lady Rozemyne, ordonnanz tiba dari kastil. Keluarga archduke mengadakan pertemuan tentang pertahanan Ehrenfest, termasuk rencana Doa Musim Semi. Kamu dan Melchior diminta untuk hadir. Masing-masing dari kalian harus membawa seorang penjaga, cendekiawan, dan pelayan.”
Sepertinya aku tidak punya waktu untuk memproses berakhirnya ritual terakhirku dan lagi-lagi kehilangan koneksi dengan keluargaku. Aku menoleh ke Melchior, dan kami berdua saling mengangguk. Aku perlu berpikir secara hati-hati tentang siapa yang harus aku tinggalkan untuk memastikan gereja tetap aman saat aku tidak ada. Kami tidak bisa mengambil risiko membuat kota ini atau kota bawah berada dalam bahaya.
“Cornelius, aku akan mengajak kamu, Hartmut, dan Lieseleta ke pertemuan itu,” aku mengumumkan. “Damuel, Angelica, Matthias, dan Laurenz akan tetap disini jika diperlukan, sementara Philine akan bertugas sebagai direktur panti asuhan. Panggil Leonore dan Judithe untuk menjagaku dalam perjalanan ke kastil.”
"Ya, my lady!"
Melchior dan aku menginstruksikan ksatria yang tidak kami bawa untuk menjaga gereja saat kami pergi. Kami juga menyuruh mereka untuk tetap menjaga kontak dengan ksatria yang ditempatkan di gerbang. Wilma, Monika, dan Nicola akan mempersiapkan gedung direktur panti asuhan untuk Philine sambil menyiapkan segala sesuatu untuk Doa Musim Semi.
“Aku akan menghubungi Damuel jika terjadi sesuatu pada diriku,” kataku.
“Semua, koordinasikan pengiriman ordonnanze ke gerbang kota bawah. Jika kalian perlu menghubungi panti asuhan, kirim ordonnanz ke Philine. Jika ada insiden yang mengharuskan anak-anak yatim dievakuasi, ingatlah latihan kita.”
"Dimengerti."
Post a Comment