Update cookies preferences

Eighty Six Vol 7; Chapter 3 Bagian 3

 


Lena bersikeras untuk pergi keluar untuk memeriksa persenjataan baru meskipun tidak ada kewajiban kerja hari itu, jadi ketika Annette melihatnya memasuki ruang tunggu hotel dengan langkah-langkah yang tidak stabil, dia terkejut dan meletakkan antologi puisi yang dia baca.

“Lena, ada apa? Kau sepucat seprai."

"Annette...." kata Lena, mendekat seperti hantu.

Seorang perwira di dekatnya menyodorkan kursi, dan Lena duduk di kursi itu.

“Shin sedang berbicara dengan seseorang dari Aliansi... Seseorang bernama Olivia.. Dia terlihat seperti… bersenang-senang...”

“Oh.... Maksudmu Kapten Aegis, instruktur Armeö Furieuse dari Pasukan Terpadu —belum lagi seorang jagoan Aliansi, spesialis pertarungan jarak dekat, dan seorang Esper yang dapat melihat masa depan... Aku sudah dengar semuanya.”

Kapten Aegis dijadwalkan akan ditugaskan ke Divisi Lapis Baja, tetapi menjadi instruktur untuk persenjataan baru berarti keterlibatan dekat dengan tim peneliti dan, akibatnya, Annette. Kapten itu juga sesekali mengunjungi hotel dengan membawa bungkus permen untuk dibagikan.

“Menurutku banyak yang harus mereka bicarakan. Shin adalah seorang ujung tombak (ace), ahli taktik, dan spesialis pertempuran jarak dekat, juga... Dan mungkin Kau belum menyadarinya, tapi Shin bukanlah satu-satunya orang yang pernah diajak bicara oleh Kapten Aegis. Raiden, Theo, dan bahkan pangeran juga ada dalam daftar itu, dan mereka semua tampaknya sangat dekat."

“Rupanya, Olivia sangat mirip dengan kapten Shin dari satuan pertama yang ditugaskan di Sektor Eighty Six. Kapten wanita Shin."

"Uh huh..."

Itu adalah berita baru bagi Annette, tetapi dia merasa bahwa membicarakan jenis kelamin kapten terdahulu Shin agak aneh.

"Dan?" Annette bertanya, tidak yakin dengan apa yang Lena maksud.

"Apa yang akan aku lakukan...?!"

"Tentang apa?"

“Shin sedang bicara dengan kapten itu. Dia bersenang-senang.”

“Ya, kamu sudah mengatakannya.”

"Apa yang akan aku lakukan?!"

“Tentang apa?”

Lena layu, dan dia tampak seperti dunia akan segera berakhir.

“Olivia akan merebutnya dariku...!”

“Oh.”

Annette entah bagaimana bisa menahan desahan itu. Dia tidak yakin apa yang akan Lena katakan, tapi dia tidak berpikir dari berbagai hal, itulah yang dia katakan.

Oh, Lena... Kamu bahkan tidak menyadari seberapa besar kesalahpahaman ini......

Tapi apa yang Lena katakan selanjutnya membuat Annette mengangkat alis karena takut.

“Annette, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin dia membawanya pergi. Aku tidak tahan melihat mereka bersama... Tapi aku seharusnya tidak merasa seperti ini. Tapi aku tidak ingin dia mencurinya! "

“Apa maksudmu, kamu 'tidak seharusnyamerasa seperti ini'?”

“Aku.... Akulah alasan Republik masih tidak mengakui kemanusiaan Eighty-Six... Akulah alasan mereka masih percaya Eighty-Six milik Republik... Aku yang berada di Pasukan Terpadu hanya akan membebani Shin, jadi aku tidak punya hak untuk merasa seperti itu!"

“Orang-orang fanatik itu boleh bicara semau mereka. Bahkan tanpa adanya dirimu, mereka akan memunculkan beberapa alasan konyol lain. Eighty Six sama sekali tidak peduli tentang itu. Lagipula Kau terlalu memikirkannya. Beban? Hak? Apa apaan itu, Lena?”

“Shin akan baik-baik saja bahkan tanpaku...”

“Tapi dia akan menjadi lebih baik denganmu. Selain itu, ingat apa yang Shin katakan padamu di Kerajaan?”

Annette tahu tentang hal itu sejak perekam misi menyimpan audio. Lena akhirnya hampir menangis.

“Tapi aku.... aku dari Republik....”

Seseorang telah memarahinya karena mengatakan hal itu sebelumnya, dan itu hanya membuat Lena merasa lebih buruk. Annette tahu rasa bersalah yang dirasakan Lena terlalu baik, tetapi mengabaikannya.

"Tepat sekali. Kau dari Republik. Dan? Apa bedanya? Apakah Shin mengatakan dia membencimu karenanya? "

"Aku atasannya."

"Terus?"

Jika satuan mereka jauh seperti satuan militer pada umumnya, hubungan romantis antara seorang perwira dan bawahannya mungkin akan menjadi situasi yang sulit. Tapi mereka adalah satu skuadron tentara belia yang bahkan tidak menjalani pelatihan resmi, dan komandan mereka adalah gadis remaja. Pasukan Terpadu Eighty Six sama sekali tidak "normal".

Eighty-Six tidak pernah merasakan rantai komando yang membedakan antara kapten, wakil kapten, dan anggota biasa. Mereka memiliki hubungan romantis tanpa peduli akan semua itu, dan sepertinya tidak ada yang keberatan.

"Begitu...."

Lena ragu-ragu untuk menyelesaikan kalimat itu, kedua tangannya bertumpu di pangkuan dengan mengepal. Merasa ada sentimen lebih lanjut, Annette akhirnya kehilangan kesabaran dan bangkit berdiri.

"Lantas?! Apakah Kau akan mulai mencari alasan untuk meninggalkannya sekarang? Dia bilang jangan tinggalkan dia, dan kamu bilang tidak akan. Dan sekarang Kau memutuskan untuk menyerah begitu saja?!”

Lena tercengang. Jelas dari ekspresi pucatnya bahwa hatinya tidak pernah menyerah.

"Bukan itu apa yang ku maksud....!"

“Mungkin bukan, tapi keduanya sama saja. Berhenti melarikan diri dan mencari-cari alasan. Jika kamu benar-benar menyerah padanya karena hal ini, maka kamu benar-benar akan meninggalkannya!”

Dia memilihmu, jadi berhentilah bersikap menyedihkan.

Pikiran itu berkobar didalam benak Annette, tetapi dia menahan lidahnya. Mengatakannya dengan lantang akan sangat menyedihkan. Tetap saja, melihat Lena membawa pergi Shin membuatnya merasa seolah-olah dialah yang ditinggalkan. Dia memang salah karena telah memutuskan ikatannya dengan Shin sekali sebelumnya, dan perang hanya membuat mereka semakin menjauh....

Tapi Shin yang tumbuh bersamanya dan Shin yang dia kenal sekarang adalah dua orang yang berbeda. Mereka mungkin orang yang sama dalam tubuh dan pikiran, tetapi dia telah berubah terlalu banyak. Saat itu, Annette merasakan sesuatu yang mirip dengan cinta pertama terhadap teman masa kecilnya, tetapi dia tidak merasakan emosi yang sama terhadap Shin hari ini. Tetap saja, dia tidak bisa sepenuhnya mengabaikan fakta bahwa ada orang baru yang menempati ruang yang dulunya adalah miliknya seorang.

Jejak bara berkedip di relung hatinya. Dia menatap punggung Lena —menatap rambut perak panjangnya— dan tidak bisa menahan perasaan bahwa dialah yang pantas berada di sisinya.

"Dengar. Jika Kau tidak ingin orang lain merebutnya.... Jika Kau masih merasa seperti itu, meskipun berpikir Kau tidak pantas bersamanya.. Kau harusmengatasi perasaanmu"

“Aku....” Lena membuka bibirnya untuk berbicara, lalu kembali menutupnya rapat-rapat.

Beberapa bagian dalam dirinya merasa dia dilarang mengucapkan kata-kata, tetapi Annette tahu. Kebenaran Lena tertulis di seluruh wajahnya. Tapi mengungkapkannya dengan kata-kata berarti mengakuinya, jadi Lena tidak bisa memaksa dirinya untuk mengatakannya. Belum.

Annette bisa bersimpati. Merasa memiliki perasaan itu sangat menakutkan. Prospek penolakan sangat menakutkan. Menelanjangi jiwamu, hanya untuk ditolak.... Lena berhak merasa takut. Dia mengejarnya begitu lama, yang akhirnya bisa mendekatinya. Penolakan pada saat ini akan sangat menghancurkan. Kemungkinan itu saja sudah cukup untuk melumpuhkannya.

Tapi....

“Izinkan aku untuk mengingatkanmu tentang sesuatu yang pernah Kau katakan kepadaku. Jika Kau tidak terburu-buru, ayam jantan akan mulai berkokok. Dan begitu mereka melakukannya, setiap air mata yang Kau tumpahkan akan terlambat."

xxxxxx

“Dia kecewa dengan jawabanku dan memotongku. Itulah kesan yang aku dapatkan."

“Aku setuju dengan penilaian itu. Itu pasti berbeda dari provokasinya sebelumnya. Aku hanya bisa berasumsi bahwa itu adalah perasaannya yang sebenarnya." Poof. Poof.

Suara dari sesuatu yang berdesir di udara dan kemudian menabrak dinding memenuhi ruangan, tapi itu terlalu lembut dan tidak masuk akal untuk dianggap sebagai tembakan. Shin dan Vika, bagaimanapun, mengabaikan objek yang terbang melintasi ruangan dan melanjutkan percakapan mereka.

Semua sofa halaman di depan pemandian telah dipindahkan ke dinding oleh karyawan sebelumnya, meninggalkan area terbuka yang luas di tengah aula, yang sekarang penuh dengan teriakan agresif dan bersemangat "Pergi, pergi!" dan "Aku akan menangkapmu!"

“Antara pesan dan sikapnya, sepertinya dia sedang menguji kita. Kondisinya menghancurkan Phönix, dan… aku rasa membenci Legiun? Aku tidak mengerti apa yang dia inginkan."

“Menurutku, kamu tidak membenci Legiun bukanlah masalahnya... Oh.”

Sepasang bantal yang beterbangan di udara membawa pergi suasana berat percakapan mereka. Jika mereka berdua tidak membungkuk, bantal akan menghantam wajah mereka.

“Cih, meleset.”

“Serangan mendadak kita tidak berguna, ya? Aku pikir komandan operasi dan pangeran terbuka lebar."

Dua anggota Pasukan Terpadu yang relatif muda masih berdiri dalam posisi melempar saat mereka mencemooh karena kecewa. Mereka kemudian melihat komandan operasi diam mereka dan pangeran Kerajaan sebelum berseri-seri kepada mereka.

“Ayo, kalian berdua, bermainlah bersama!.... Kecuali jika kalian pengecut!”

“Pengecut..!”

““… ””

Shin dan Vika kembali menatap anak laki-laki yang lugu dan sembrono itu. Shin dikenal sebagai Reaper Tanpa Kepala di front timur, sedangkan Vika adalah the Headless Reaper of the eastern front yang tenar. Keduanya adalah Prosesor berpengalaman.

Memaafkan ejekan semacam ini dengan diam ada di bawah mereka.

"Baiklah, kalian yang memintanya."

"Beri aku permainan terbaikmu, reaper." Dan semuanya terjadi.

xxxxxx

“—Apa…?”

Bagaimana perasaan Lena kepada Shin? Pertanyaan Annette adalah pertanyaan yang tidak ingin dipikirkan Lena, tetapi dia tetap menyiksa dirinya sendiri dengan pertanyaan itu. Dia harus memikirkannya, jangan sampai dia lolos dari jemarinya.

Dia berjanji bahwa dia tidak akan meninggalkannya. Itu adalah sebuah janji yang tidak akan pernah bisa dia tinggalkan. Shin membungkam keraguannya dan bergantung padanya, dan dia tidak bisa mengkhianati itu.

Dia berasumsi bahwa tidak akan ada orang di pemandian pada waktu itu, yang berarti akan ada kesempatan bagus untuk refleksi diri. Dia berjalan ke kamar mandi, menguatkan saraf,,,,

Kemudian dia berdiri membatu di pintu masuk halaman. Penyebabnya? Dia menemukan Shin, Raiden, Theo, dan laki-laki Eighty Six lainnya ambruk di lantai marmer, tenggelam di antara pegunungan kecil bantal.

Itu juga tidak berlebihan. Ada banyak bantal yang ditumpuk di atas satu sama lain dan berserakan di lantai. Selain EightySix, Vika, Dustin, dan Marcel juga terbaring tak bergerak di lantai.

Rupanya, mereka semua baru keluar dari pemandian, karena mereka mengenakan pakaian tipis dan membawa handuk. Matanya melihat ke arah anak laki-laki yang terbaring di genangan darah putih —eh, tidak, bantalnya sama sekali tidak terlihat seperti darah.

Berasal dari keluarga bangsawan yang ketat, waktu bermain sangat mahal bagi Lena muda, dan dia belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Namun, itu tercatat sebagai akibat dari fenomena negeri Timur Jauh yang pernah dia dengar sebelumnya: tradisi perang bantal yang dihormati.

Lerche, yang mencoba membangunkan para laki-laki dari sudut ruangan, menyadari kehadiran Lena dan bangkit untuk menemuinya. Di sebelahnya ada orang lain, yang menatap Lena dengan mata biru safir.

“Wah, bukankah itu Lady Bloody Reina…! Sir Reaper sudah pasti terperangkap dalam kondisi yang paling rentan."

“Bloody Reina... Oh, jadi kamu adalah komandan Pasukan Terpadu yang terkenal itu.... Maafkan aku. Aku—” Orang itu mencoba memperkenalkan diri.

“—Kapten Olivia....!”

Dihadapkan dengan seseorang yang paling tidak ingin dia temui, Lena hampir tidak mampu menahan keinginan untuk mundur selangkah. Ini akan sangat kasar tetapi juga sangat menyedihkan. Kapten Aegis berkedip sekali, bingung, tapi segera mendapatkan kembali senyum tenang seperti orang dewasa dan terus bicara.

“Ya, Kapten Olivia Aegis dari Militer Aliansi. Senang berkenalan dengan anda, Kolonel. "

“Kolonel Vladilena Milizé, komandan taktis Pasukan Terpadu… Em, tidak perlu berdiri dengan hormat, Kapten. Anda tidak ditugaskan ke satuan kami, dan anda lebih tua dari saya. Selain itu, kita masih di tengah-tengah jadwal cuti kita, jadi...”

Dari semua Eighty Six, hanya Shin yang tampaknya bersikeras untuk bicara dengan Lena secara formal, yang membuatnya semakin tidak menyukainya. Namun, meskipun Lena mungkin hampir sepuluh tahun lebih muda dari Kapten Aegis, dia tetap seorang kolonel. Kapten itu berkedip, terkejut, dan kemudian mengangguk dengan jujur.

“Baiklah..... Kalau begitu kita bisa mengesampingkan formalitas. Tidak perlu memanggilku Kapten.”

“Ya.. Baiklah, um. Apa yang sebenarnya terjadi di sini..?”

Kapten Aegis juga tampak segar dari pemandian, dengan rambut hitam cantik yang diikat ke belakang. Pemandangan itu menyapu leher kencang seorang Operator Feldreß bahkan membuat Lena terlihat sangat tertarik.

Saat itu, sebuah pikiran mengejutkan terlintas di benak Lena.

Olivia tidak pergi ke kamar mandi dengan para laki-laki, kan...?

Lena tidak bisa memaksa dirinya untuk menyuarakan pertanyaan itu.

"Ya.... Soalnya, hari ini laundry day."

Apa?

Semuanya berawal ketika bantal di kamar tamu dikumpulkan untuk dicuci. Setelah menghabiskan banyak waktu di hotel mewah tepi danau dan pemandian air panasnya, para laki-laki itu menjadi santai tetapi juga mulai menunjukkan tanda-tanda bosan. Karyawan hotel menyadari hal itu, tentu saja.

Jadi, mereka mengizinkan para laki-laki itu melakukan sesuatu yang biasanya tidak boleh dilakukan seseorang terhadap cucian. Orang-orang yang bertanggung jawab atas hotel memberikan persetujuan, dan mereka membiarkan para laki-laki menggunakan halaman di depan pemandian —yang memiliki langit-langit tinggi dan tanpa jendela— sebagai arena pertarungan persahabatan ini.

Maka kemelut akbar perang bantal para laki-laki dimulai, terlalu tiba-tiba.

xxxxxx

“Kurang lebih seperti itu. Staf hotel menyetujui, dan para laki-laki tahu untuk tidak melangkah lebih jauh dari melempar bantal. Aku harap Kau tidak akan terlalu keras pada mereka, Kolonel."

Bantal itu ringan dan memiliki hambatan udara yang tinggi, jadi jika mereka dilempar begitu saja daripada disambar dan diayunkan, kecil kemungkinan kainnya robek atau isi bantal tumpah. Dan tentu saja, bahkan serangan langsung ke wajah tidak akan membuat seseorang pingsan.

Para laki-laki berbaring seperti itu hanya karena mereka terlelap. Kelelahan akibat perang bantal ditambah dengan rasa pening yang mengikuti saat keluar dari bak mandi, dan mereka berada pada titik di mana panas tubuh mereka turun. Mereka yang mengantuk meninggalkan perang, dan tak lama kemudian, semua peserta pertarungan bantal terbaring tumbang.

Ternyata memang ada dua kubu yang bertarung dalam perang ini. Setelah menjabat sebagai komandan selama dua tahun, Lena bisa tahu banyak dari pandangan sekilas. Tentu saja, perbedaan tersebut tidak membuat situasinya menjadi lebih jelas.

Menyadari para laki-laki yang jatuh menghalangi Lena, Kapten Aegis kembali membangunkan mereka. Setiap anak laki-laki dicengkeram bahu atau lengannya dan diguncang dengan gerakan biasa yang tidak pernah bisa ditiru Lena. Saat tangannya terulur ke arah Shin, yang sedang berbaring di tengah aula, Lena mengangkat suaranya dengan cara yang tidak biasa. “A-Aku akan menangani sisanya!”

Dia cukup keras untuk membangunkan beberapa anak laki-laki yang tidur di sebelahnya. Kapten Aegis berhenti, terlihat terkejut, dan kemudian tersenyum tenang. Anak laki-laki lain adalah hal lain, tetapi Lena tidak bisa membiarkan Kapten Aegis bertindak begitu ramah dan tanpa pamrih terhadap Shin.

Jauhkan tanganmu darinya.

“Aku akan membangunkan yang lainnya, jadi kamu bisa pergi keluar jika kamu mau, Kapten. Terima kasih."

Lena membuat gerakan mengusir, dan untungnya, kapten melakukan seperti yang disarankan. Lena kemudian melihat ke halaman yang kacau balau. Dengan hati-hati melangkah di antara “mayat”, dia dengan hati-hati mendekati Shin yang sedang tidur.

Apa yang dihitung sebagai tidur bagi Shin lebih mirip dengan tidur siang orang pada umumnya, yang berarti biasanya dia akan bangun hanya dengan meminta seseorang berjalan di dekatnya. Saat laki-laki itu sadar, yang tidur di sebelah mereka juga bergerak, menciptakan semacam reaksi berantai.

Shin, bagaimanapun juga, dalam tidur nyenyak yang luar biasa dan tidak membuka matanya. Lena duduk di sampingnya dan mengguncangnya dengan penuh semangat.

“Sh-Shin. Bangun. Kamu akan masuk angin jika kamu tidur di sini.”

Beberapa bagian dalam dirinya diam-diam berharap dia akan tetap tidur. Dengan begitu, dia akan tetap menjadi miliknya. Dia tidak akan pergi kemana-mana. Dia akan tinggal bersamanya.

Jangan bangun. Dengan begitu, kita bisa tetap bersama.

Lena mengerutkan bibir. Dia akhirnya mengakui pada dirinya sendiri. Dia ingin bersamanya. Selamanya, jika memungkinkan.

Tapi sekarang Shin mengambil langkah menuju masa depan, dan Lena takut dia akan meninggalkannya. Begitu banyak orang yang mencintainya, dan suatu hari nanti, dia mungkin tidak membutuhkannya lagi. Rasa malu dari apa yang dilakukan Republik membebani dirinya, dan dia tidak bisa menyangkal kecemasan yang dia rasakan.

Bagaimana jika hari ini adalah harinya? Ketakutan akan penolakan menghantuinya, dan dia hampir menyerah pada pengakuannya. Jika Shin menolaknya, dia akan kehilangan keinginan untuk berjuang. Identitasnya akan memudar.

Namun meski begitu, dia tidak mau menyerah. Dia tidak ingin berpura-pura dia tidak tahu apa arti perasaannya, hanya orang lain yang merebut Shin sementara dia tetap berpuas diri. Dia menyadari bahwa dia paling tidak menginginkan itu. Dan begitu dia melakukannya… dia tidak bisa lagi membohongi dirinya sendiri.

Aku tidak ingin ada yang mengambilnya dariku. Aku ingin dia menjadi milikku. Jadi… Lena mengerutkan bibirnya erat-erat.

xxx

Tidak bisa tidur nyenyak malam itu, Lena bangun lebih awal. Dia menahan diri untuk tidak membangunkan Annette dan diam-diam keluar dari kamarnya sebelum fajar. Bahkan di dini hari, ada seseorang di meja depan hotel, dan Lena keluar dari lobi dan memasuki taman mawar, di mana hamparan bunga beludru menyambutnya.

Dari sana, dia pergi ke halaman, lalu menuruni tangga dengan pagar berwarna kuning. Di dasar tangga terdapat danau luas pencairan salju. Itu sangat dingin bahkan saat musim panas, dan ketika tidak ada angin, itu memantulkan sinar bulan dengan menyilaukan.

Kapal feri yang berfungsi sebagai pengganti trem belum bekerja sepagi ini. Keheningan lembut, seolah semuanya telah mati, melayang di antara permukaan air dan langit berbintang yang dipantulkannya.

Saat Lena berdiri di tepi air, dia membayangkan laut akan terlihat seperti ini. Tapi tidak ada gelombang karena angin tidak bertiup. Yang bergerak hanyalah cahaya bintang —lautan primordial benda langit atau mungkin laut di ujung segalanya.

Tapi saat pikiran itu terlintas di benaknya, seseorang berdiri di tepi bidang penglihatannya.

“Lena?”

Suara itu.

Lena berbalik, terkejut.

“Shin..? Apa yang kamu lakukan di sini pada saat seperti ini?”

"Aku tertidur pada waktu yang aneh kemarin, jadi aku baru saja bangun."

Lena mengambil tempat duduk di sebelah Shin di bangku kayu dan kemudian dengan sadar berlari mendekat. Dia entah bagaimana menahan keinginannya yang malu-malu untuk menjaga jarak. Dia meraba-raba sesuatu untuk dikatakan dan akhirnya mengajukan pertanyaan yang muncul di benaknya. Dia berasumsi bahwa ini tidak akan dianggap canggung.

“Ada perkembangan dalam keadaan Zelene?”

“Dia belum mengatakan sesuatu yang substansial.... Sejujurnya, ini jalan buntu. Dia menolak untuk menjawab pertanyaan aku lagi." Shin kemudian berhenti, seolah sesuatu telah terjadi padanya.

“Sebenarnya, perang bantal kemarin mungkin telah memberiku ide tentang bagaimana melanjutkannya.”

"Itu pasti bohong," Lena menusuknya, cekikikan.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia bisa bicara dengannya secara alami. Shin mungkin menceritakan lelucon yang tidak biasa ini untuk memecahkan kebekuan di antara mereka. Lena memutuskan untuk menceritakan leluconnya sendiri.

“Mengapa tidak mengajak Fido kedalam pertemuanmu dengannya? Mungkin dia bisa berkomunikasi lebih baik dengannya. Seperti, dengan gestur."

"Mungkin, tapi pertama-tama, dia harus belajar bagaimana berhenti bersikap manja," kata Shin dengan kelelahan.

Fido juga membuat ulah (apa yang diasumsikan Lena) ketika Shin menolak untuk melakukan perjalanan ini. Shin kemudian melihat ke punggung bukit, di mana sinar matahari awal mulai mengintip dari balik kabut tipis.

“Tentang Fido yang diteliti ayahku...”

AI, Prototipe 008. Sebuah kecerdasan mekanik yang bukan Legiun maupun Sirin.

“Mungkin itu karena mereka memiliki nama yang sama, tapi gagasan tentang Fido yang sama dengan AI itu membuatku memikirkan sesuatu. Mungkin alasan kenapa dia mengikutiku dan mematuhiku selama tujuh tahun terakhir ini adalah karena dia selama ini adalah Fido yang itu.”

Menurut Vika dan Annette, Shin lah yang memberi Prototipe 008 itu nama Fido. Jika itu masalahnya, mereka berbagi nama yang sama sama sekali bukanlah sebuah kebetulan. Tapi nada Shin bukanlah tentang seseorang yang menyatakan sebuah teori, tetapi lebih seperti seorang anak kecil yang menggambarkan akan menjadi apa mereka ketika mereka besar nanti. Keinginan yang tidak penting diungkapkan dengan kata-kata meskipun tidak mungkin.

Terlepas dari semua kesalahan Republik, pabrik produksi Scavenger tetap merupakan fasilitas militer. Tidak mungkin AI eksperimental bisa menemukan jalan ke sana. Jadi Shin hanya bisa berpegang teguh pada keinginan itu, menggambarkannya seolah-olah itu semacam lelucon.

"Jika kita memeriksa inti Fido, kita mungkin benar-benar menemukan si kecil itu," katanya sambil tersenyum tipis. "Siapa tahu? Mungkin dia akan mengenaliku, dan kita akan berbicara tentang bagaimana kita sudah lama tidak bertemu. Dan jika itu terjadi...”

Shin terdiam, seolah ragu-ragu untuk menyelesaikan kalimatnya. Senyum meninggalkan bibirnya, dan mata merah kontemplatifnya menyipit untuk sesaat.

"Apa itu?" Tanya Lena.

"Tidak ada. Aku hanya berpikir jika itu terjadi, itu akan sangat menyedihkan."

Lena berkedip ragu. Rasanya seperti arah dari apa yang dia coba katakan telah berubah seluruhnya. Jika dia masih merasakan semacam keterikatan pada AI itu, meski tidak banyak mengingatnya, maka gagasan bahwa Fido yang dia kenal mungkin sebenarnya adalah teman lama sejak masa kecilnya seharusnya sesuatu yang bagus.

“Jika Fido masih di dalamnya, dia akan disempurnakan dan dikirim untuk bertarung menggantikan manusia. Dan itu tidak masuk akal bagiku. Bahkan jika Fido yang kita miliki sekarang dapat ditingkatkan dan dipasang untuk bertarung, aku tidak ingin dia melakukan itu. Jika sesuatu tidak dibuat untuk tujuan pertempuran, aku tidak ingin mengubahnya menjadi alat perang."

Mungkin itu tidak hidup. Mungkin itu bukan manusia. Tapi itu tidak berarti dia ingin mengirimnya untuk bertarung menggantikannya. Di mata Lena, Fido adalah kunci potensial untuk medan perang tanpa korban jiwa yang sebenarnya. Tapi bagi Shin, itu akan mengirim rekan lain —dan mungkin teman masa kecilnya— ke kematian mereka di medan perang.

“Ingat bagaimana kita meninggalkan puing-puing Fido di peringatan sentograf Juggernaut? Itu karena di akhir misi Pengintaian Khusus, dia hancur saat mencoba melindungiku dalam pertempuran. Aku tidak ingin hal itu terjadi lagi. Aku tidak.... ingin melihatnya mati lagi.”

Bahkan jika dia adalah drone kikuk yang canggung tanpa sedikit pun ruh manusia.

Tapi saat itulah kecemasan sekali lagi meluap di hati Lena, mengangkat kepala jeleknya.

Apakah itu juga berlaku untukku? Apakah Kau takut melihatku mati? Atau mungkin tidak mati, tapi menghilang? Apakah kamu juga tetap merasa seperti itu?

“Apakah itu berlaku tidak hanya untuk Fido…? Dan bukan hanya Eighty Six…?” Mata merahnya menemukan mata Lena.

“Itukah yang mengganggumu?” Dia bertanya.

Lena tiba-tiba menegang. Dia membeku di tempat, menatapnya dengan mata takut. Bibir Shin membentuk senyum sinis yang jelas.

“Aku sudah memberitahumu. Jika Kau ingin bicara, aku selalu ada untuk mendengar... Dan sejujurnya, semua orang menyadarinya. Ratu kami satu-satunya sedang ketakutan."

Saat Lena mengangkat kepalanya karena terkejut, sinar matahari pagi bersinar. Cahaya fajar menyinari kegelapan malam dan bintang-bintang berkedip dari langit biru fajar.

Dan dengan langit itu sebagai latar belakangnya....

“Adapun pertanyaanmu... Tidak, aku tidak ingin sekutuku mati. Tidak ada yang akan baik-baik saja jika salah satu menghilang. Itu sebabnya aku membawanya. Selalu. Dan jika memungkinkan, aku ingin semua orang bersamaku sampai akhir. Jadi jika Kau tidak ada, aku... Em. Aku tidak akan menyukainya."

Kata-kata itu meresap ke dalam hati Lena seperti hujan lembut yang jatuh di gurun gersang. Ya, Shin sejak awal sudah mengatakannya. Lena berasal dari Republik, tapi dia juga ratu Eighty Six. Dia milik mereka.

Mungkin itu bukan tempat yang dikhususkan untuknya, tapi itu masih merupakan tempat dia bisa kembali. Dia bilang dia diizinkan berada di sana. Dengan ketenangan yang sama, suara menghibur yang telah menyelamatkannya berulang-kali.

Aaah.

Aku tahu itu. Aku benar-benar mengerti...

xxxxx

Shin, di sisi lain, merasakan semburat kesedihan merasuki dirinya saat menatap cakrawala. Sekarang, tanpa diragukan lagi, adalah waktu yang paling tepat untuk mengatakannya. Tapi dia masih bimbang, diliputi rasa malu, dan hanya berhasil mengucapkan beberapa kata tidak jelas.

Pikiran tentang Raiden atau Theo yang mendengar tentang ini dan menggodanya cukup menjengkelkan. Dan bagian tentang dia yang tidak ingin ada yang mati? Dia harus menguburnya dalam-dalam.

Dia tersandung kata-katanya sendiri. Dia mengatakan padanya bahwa dia tidak ingin ada yang mati. Jadi dia... (she)

xxxxxx

Post a Comment