Update cookies preferences

Eighty Six Vol 9; Chapter 5; Bagian 2

 



"Aku tidak akan mengatakan aku tidak bisa bersimpati denganmu, tapi apa hubungannya dengan apa yang Kau lakukan sekarang?" Gilwiese memotong pembicaraan Hilna dan Lena sambil menghela nafas.

Ini adalah tingkat keegoisan yang tidak bisa dia dengarkan. Jika Hilnå bukan anak kecil, dia bahkan tidak ingin merasakannya. Dia pasti benar-benar anak yang terluka dan memilukan. Tapi apa yang benar-benar dicapai dengan berteriak dengan sangat teatrikal tentang bekas lukanya dan mempertahankannya bak pembenaran?

“Bagi kami, militer Federasi, semua yang baru saja Kau katakan sejujurnya bukan urusan kami. Jika pertikaian di dalam Teokrasi adalah keinginanmu, silakan, pecah belah saja. Kau mengatakannya sendiri sebelumnya. Kau bisa saja mengumpulkan Teshat dan memimpin mereka memberontak melawan negaramu.”

Jika mereka sangat terdesak untuk mendapat tentara sehingga mereka harus mengirim anak-anak kecil ke medan perang, Teokrasi takan berdaya untuk melawan kesatuan tentara yang berbalik melawan mereka. Bahkan, mereka tidak harus secara aktif memberontak. Yang mereka butuhkan sekedar membiarkan Legiun lewat dan membiarkan mereka menghancurkan Teokrasi menjadi abu.

Tapi Hilnå tidak melakukan semua itu.

“Mengapa kamu melibatkan tentara Federasi? Mengapa menyeret Eighty-Six—orang-orang yang menerima perlakuan yang sama sepertimu? Kenapa menggelar seluruh pertunjukan itu, meminta kami membelot dan membuatnya terlihat seolah Teokrasi mengkhianati kami?”

Hilnå menatapnya dengan penasaran. Mayor Günter, ya?KomandanResimen Bebas Myrmecoleo... Bagaimana bisa seorangkomandansebebal itu ?

"Sudah kubilang semua orangdan segalanya, bukan?"

Semuanya. Tentunya, dia tidak berpikir bahwa dia hanya bermaksud mengambil nyawa Teokrasi.

“Jika kami ingin membuat negara kami hancur karena tidak ingin perang direnggut dari kami...kami akan dianggap bodoh karena alasan semacam itu. Tidak ada yang akan menangisi kami. Tapi semua orang bersimpati pada Eighty-Six. Semua orang mengasihani mereka, dan jika mereka mati, semua orang akan mempersembahkan air mata sebagai penghormatan, bukan?”

Dia pernah mendengar bahwa itulah yang terjadi di negara lain ketika kekejaman Sektor Eighty-Six terungkap. Republik yang telah memaksakan tragedi itu pada Eighty-Six dicap dengan stigma yang mungkin tidak akan pernah hilang dengan sendirinya.

“Mereka adalah tentara belia yang sangat disayangi semua orang dan pergi untuk membantu Teokrasi karena kemurahan hati mereka. Tapi Teokrasi mengkhianati mereka, menempatkan mereka kedalam pedang untuk melawan. Ini meninggalkan rasa pahit di mulut kalian, bukan? Itu akan membuat semua orang terbakar dalam amarah, menangis air mata pahit, dan menyalahkan Teokrasi tanpa akhir. Tragedi yang benar-benar menyenangkan dan ideal, bukan?”

“Jadi, kau melakukan ini untuk menodai nama Teokrasi.”

"Ya. Dan..."

Biarlah Teokrasi dibenci semua orang.

Biarlah kehormatan dan martabat mereka terbakar menjadi abu.

Biarlah mereka dicap pengkhianat.

Biarlah kepercayaan dan keyakinan mereka sirna.

Semoga mereka tidak pernah menemukan bantuan.

Semoga Legiun melahap habis mereka semua.

Semoga semua orang takut akan pengkhianatan mereka.

Dan... semoga Federasikehilangan kepercayaan rakyat.

“...jika warga Federasi menyalahkan rezim Federasi atas pengorbanan tentara anak-anak itu, pemerintah negara kalian akan semakin waspada terhadap pengkhianatan dan ragu untuk menegakkan keadilan... Semua negara lain akan kehilangan kekuatan untuk membela diri dan berjatuhan satu demi satu.”

Hilnå mengucapkan kata-kata itu dengan penuh harap. Seolah melamun. Seperti seorang gadis yang berusaha mewujudkan masa depan yang didambakannya.

“Dan jika itu terjadi, semuanya bisa berakhir... Seluruh umat manusia bisa menuju kepunahan.”

xxx

Setelah lama terdiam, Gilwiese menghela nafas.

“—Prospek yang belum matang. Kekanak-kanakan, bahkan.”

“Yah, karena Lena sudah mengetahuinya, mereka nanti bisa memeriksa rekaman komunikasi, yang kemungkinan bisa membebaskan Teokrasi,” Hilnå mengakui.

Berbicara dengan cara yang memungkinkan Reginleifs dan Vánagandrs Federasi untuk merekam segala sesuatu yang menjadi bumerang bagi Hilna. Dia cukup banyak mengakui mencoba membuatnya tampak seperti Teokrasi sedang berusaha untuk merebut tentara Federasi. Jika yang dia inginkan hanyalah memaksimalkan jumlah kerugian, dia seharusnya tidak membiarkan Lena dan perwira kontrol kembali ke pusat komando.

“Tapi apapun itu, selama seseorang dikorbankan, semuanya sama saja... Jika banyak Eighty-Six yang mati, dan Federasi menemukan rekaman ini, kau pasti sangat berharap mereka menganggapnya dapat dipercaya. Karena bagiku..."

Hilna tertawa kecil.

“... Kedengarannya tidak lebih dari alasan yang lemah.”

xxx

Keinginan Hilnå sangat kekanak-kanakan sehingga Lena tidak bisa menahan diri untuk tidak mencibirnya. Seperti dewi yang kejam, tanpa ampun, memegang pedang penghakiman dan penghukuman.

“Hilna. Semua itu mengasumsikan bahwa setelah Kau melenyapkan Brigade Ekspedisi, Federasi bahkan akan mendengarkan apa pun yang Kau katakan.”

Suara Hilna goyah karena salah paham.

"Komunikasi nirkabel di medan perang ini diblokir oleh jamming."

"Ya. Sama seperti Republik yang tertutup dari segala arah.”

Dan setelah melihatnya, Frederica berbicara. Dia, yang menggunakan kemampuannya untuk mengintip ke masa lalu dan masa kini dari siapa pun yang dia ajak bicara, telah memakai kekuatannya untuk mengamati Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2 Teokrasi terlebih dahulu.

“Sepertinya mereka datang, Vladilena. Kavaleri yang Kau tunggu sudah hampir tiba.”

Sebuah suara kemudian bergema di seluruh medan perang. Bukan lewat radio yang masih di-jamming, tapi suaranya keras dari speaker. Itu dipenuhi dengan kebisingan, dengan interior speaker yang rusak karena terkena abu dan debu, tetapi memiliki timbre tertentu untuk itu. Seperti suara air yang menetes ke panci keramik.

“Ini dengan komandan kesatuan Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2—I Thafaca—dan jenderal suci pertama, Totoka, berbicara.”

Regu ini seharusnya masih jauh. Dia menyiarkan melalui pengeras suara output tinggi satuan pengintai, yang dimaksudkan untuk perang psikologis.

“Kami telah mendengar dan menerima keterangan Federasi. Kami melihat kecerdikan dan niat baikmu dengan baik, ratu bijak dari Pasukan Terpadu.”

Hilnå tersentak kaget.

"Mengapa...?! Bagaimana Federasi bisa bereaksi secepat ini?!”

Hilnå hanya menjammingkomunikasi radio. Tetapi Federasi tidak pernah memberi tahu Teokrasi tentang teknologi itu. Dan karena Federasi sangat bersikeras dan tegas dalam merahasiakan informasi tersebut, Lena memiliki asumsi bahwa mereka sedang mewaspadai sesuatu. Karena hal itu, dia tidak memberi tahu Hilnå apa pun, bahkan ketika dia memperlakukannya dengan baik.

Mereka juga dilarang mengungkapkan kemampuan Shin dan keberadaan Sirin. Vika, pangeran Kerajaan, tidak ikut serta yang malah mengirim Zashya menggantikannya. Dan akhirnya, Zelene, yang tidak segan-segan mereka bawa ke Negara Armada, tidak turut dibawa ke sini ke Teokrasi. Mengetahui semua itu sangat memperjelas bahwa Lena tidak memercayai para komandan negara ini.

Dia tahu Hilna dan Teshat memperlakukannya dengan hormat, tetapi meskipun demikian—Lena, pertama dan yang paling utama, adalah komandan taktis Pasukan Terpadu. Ratu Berlumur Darah mereka. Eighty-Six adalah rekan dan bawahannya, dan menjaga keamanan mereka adalah prioritas utamanya.

“Kami memiliki teknologi yang tidak pernah kami ceritakan kepada kalian yang disebut Para-RAID. Perangkat komunikasi yang mampu berkomunikasi yang bahkan dibawah jamming Eintagsfliege. Federasi sejak awal telah mengawasi seluruh situasi ini.”

Dan itu terbukti berguna dalam sesuatu tidak mereka duga; Federasi dapat menghubungi pemerintah Teokrasi dan menekan mereka, agar pertempuran tidak berlarut-larut dan mencegah jatuhnya korban. Selain itu, untuk menjaga transmisi Federasi agar tidak melewati wilayah Legiun, itu harus diteruskan melalui Kerajaan. Ini artinya Roa Gracia juga telah menerima berita tentang apa yang terjadi di sini.

Berbicara secara diplomatis, bahkan jika pertempuran akan berhenti di sana dan kemudian, Teokrasi tetap akan berada dalam posisi kompromi untuk membiarkan salah satu jenderalnya melakukan sesuatu yang memalukan semacam ini. Tetapi karena Federasi sangat menyadari situasinya, Teokrasi kemungkinan tidak akan menjatuhkan sanksi apa pun terhadapnya.

“Plotmu telah sepenuhnya hancur, Hilna. Kau telah kalah. Teokrasi tidak akan jatuh. Kau tidak akan menggunakan Federasi sebagai garda depan untuk ambisi kekanak-kanakan itu.”

“...”

“Perintahkan prajuritmu untuk menyerah. Kumohon. Bertempur tidak akan ada gunanya lagi.”

Komandan Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2 melanjutkan. Suaranya juga terdengar sangat muda.

“Menyerahlah, Rèze. Lakukan sekarang, dan hukumanmu tidak akan berat... Teokrasi melarang pertumpahan darah. Kami tidak ingin melihat kekejaman dilakukan terhadap warga negara kami.”

Tapi Hilnå tiba-tiba tersenyum dengan cemoohan yang terang-terangan.

“Kamu mengatakan itu sekarang, setelah sekian banyak yang terjadi...? Jika Kau ingin ini berhenti, tinggalkan ajaran kalian di sini dan sekarang. Mereka bisa saja dibuang besok.”

Keheningan menyelimuti mereka, sebelum komandan Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2 menghela nafas sekali.

“Baiklah... Jenderal Suci Kedua Himmelnåde Rèze, koamandan Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-3, Shiga Toura, dan semua bawahanmu. Iman Noirya dan Teokrasi Suci Noiryanaruse dengan ini menyatakan bahwa kau adalah pemberontak. Kami selanjutnya akan memberikan hukuman atas kejahatanmu. Kau dengan ini dijatuhi hukuman mati.”

“...!”

Lena menggertakkan gigi. Komandan kesatuan itu pun melanjutkan dengan nada dingin, mungkin tidak menyadari perasaannya atau mungkin hanya memilih mengabaikannya.

“SemuasatuanBrigade Federasi dan Ekspedisi—kalianbebas membukapertempuranterhadap mereka. Federasi tidak akan bertanggung jawab atas setiap korban yang mungkinkalian timbulkan pada pemberontak.”

xxx

Respon Gilwiese mengerikan, seolah-olah menyiratkan bahwa mereka tidak membutuhkan persetujuannya untuk mengetahui bahwa mereka tidak akan disalahkan atas hal ini.

"Dimengerti. Izinkan kami untuk pamer dengan menekan pemberontak bahkan sebelumkalian tiba.”

Tetapi Lena, sebaliknya, tidak memerintahkan Eighty-Six untuk menghancurkan mereka, meskipun jenderal suci pertama telah memberi mereka izin untuk melakukannya. Apakah itu benar-benar satu-satunya cara? Mereka mungkin musuh, tetapi mereka tetaplah manusia. Anak-anak kecil.

Bahkan jika mereka harus bertarung, jika mereka bisa menangkap Hilna dengan mudah, mungkin mereka bisa meminimalkan korban—

"Tidak usah repot-repot," kata Hilnå sambil mencibir, seolah membaca niatnya. "Teshat hanya mematuhi suara santa."

Suaranya terdengar putus asa, seperti suara wanita tua yang kalah. Bahkan gaung tawa dan suara itu terasa khas, seperti denting tetesan air. Tidak berbeda dengan nada jendral suci pertama. Kualitas vokal unik yang dimiliki para santa itu pastilah yang Teshat patuhi.

Lena mengepalkan tangan. Kalau begitu, jika mereka bisa berkumpul kembali dengan Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2 dan jenderal mereka, suaranya bisa meminta mereka untuk berhenti. Dia tidak memberi perintah untuk berhenti bertarung lebih awal, tapi tidak mungkin dia satu-satunya yang bisa membatalkannya.

Karena jika itu masalahnya, jika seorang komandan kesatuan gugur dalam pertempuran, tidak menyisakan seseorang untuk mengambil alih posisi mereka. Dengan pemikiran itu, Hilnå tidak bisa menjadi satu-satunya yang selamat dari keluarganya. Teokrasi tidak bisa mengambil risiko itu. Bahwa perintah gencatan senjata belum datang mungkin hanya karena kualitas suara transmisi yang buruk karena pengeras suara yang rusak, sampai pada titik di mana suaranya tidak akan cukup jelas untuk meminta mereka berhenti.

Tapi mungkin jika mereka memakai sistem komunikasi nirkabel yang selalu Teokrasi gunakan...

Dia perlu mengkonfirmasi ini dengan Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2, dan untuk melakukan itu, mereka harus berkumpul kembali.

“Vanadis ke semua unit. Terobos blokade. Kita perlu bekerja sama dengan Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2—”

Tapi kemudian tiba-tiba, sebuah suara berbicara balik padanya. Itu adalah suara seseorang, menjangkaunya melalui Para-RAID. Suara Eighty-Six... Tidak, mungkin itu mewakili semua suara Eighty-Six.

"Tidak."

Itu adalah suara yang sembrono, panik, ketakutan...dan kekanak-kanakan.

"Tidak. Jangan tembak aku.

Berbeda dengan Jangan buat aku menembak mereka.

xxx

Lena tersentak, dan dia kemudian mengatupkan giginya dengan keras.

Tepat sekali. Itu akan menjadi Jangan tembak aku. Eighty-Six dikirim ke kamp konsentrasi ketika mereka masih semuda pilot Lyano-Shu, jika tidak lebih muda. Pada usia belia itu, mereka menderita kekerasan dan pelecehan verbal dan diperlakukan seperti tahanan atau ternak. Orang-orang berseragam biru Prusia di tanah air mereka menodongkan senjata ke arah mereka ketika mereka masih kecil.

Ya, pendeta itu memberitahunya sejauh itu. Anak-anak, pada usia tujuh atau delapan tahun, dihadapkan pada kekerasan hebat sehingga mereka tidak berdaya untuk menolaknya. Itu pasti pengalaman traumatis. Beberapa dari mereka melihat keluarga dan teman-teman mereka dibantai dan menjadi saksi orang tua mereka tewas di depan mata mereka sendiri.

Eighty-Six mau tak mau tumpang tindih dengan citra diri mereka sendiri dan teror yang telah terukir di jiwa mereka dengan para prajurit muda di depan mereka. Mereka tidak bisa memaksa diri untuk menembak mereka.

Mereka tidak bisa tidak mendengarnya. Tangisan diri mereka yang lebih muda , memohon untuk tidak ditembak.

xxx

“Tidak...bahkan jika bukan itu masalahnya...”

Shin percaya dia tidak akan bisa memaksa dirinya untuk menembak, baik itu tentara dewasa atau tentara anak-anak seusianya. Dia masih bisa mempertahankan ketenangannya, jika hanya karena dia dan batalion lintas udara sedang melawan Halcyon dan tidak menghadapi musuh manusia. Tapi dia tidak pernah membayangkannya. Menghadapi manusia di medan perang—membunuh sesama manusia dalam perang.

Menembak orang lain bukanlah konsep asing bagi Shin. Dia telah menembak rekan-rekannya yang tak terhitung jumlahnya, yang terbaring terluka parah namun masih hidup. Dia memberi mereka pembebasan kematian. Ada saat-saat di medan perang Sektor Eighty-Six, dan bahkan di Federasi, kapan pun diperlukan.

Tapi dia tidak pernah membunuh manusia karena kedengkian —seseorang yang dia pandang sebagai musuh. Membayangkannya membuatnya merasa kedinginan hingga ke dasar perutnya. Pertama kali dia harus menembak Eighty-Six lagi sampai mati, dia ketakutan. Tindakan menunjukkan alat pembunuhan pada orang lain membuatnya muak.

Jadi harus melakukannya, tanpa maksud memberikan kedamaian kematian atau untuk mencegah mereka dibawa pergi oleh Legiun, tidak terpikirkan.

Berjuang sampai akhir.Mereka telah mengucapkan kata-kata itu berulang-kali, tanpa sedikit pun kekhawatiran atau rasa bersalah. Tapi sekarang Shin menyadari bahwa mereka hanya bisa melakukannya karena sepanjang waktu, mereka melawan Legiun—hantu mesin yang tak bernyawa.

“Kami tidak bisa menembak mereka. Kami tidak bisa melawan... manusia3 lain.”

xxx

Post a Comment