Update cookies preferences

Nanatsu no Maken Vol 1; Chapter 2; Bagian 7

 


Keesokan harinya Mereka melaksanakan rencana mereka untuk mengejar target mereka tanpa disadari pada siangnya.

"Aku tahu ini tiba-tiba, tetapi bisakah Kau ikut dengan kami, Ms. Mackley?" Oliver bertanya, memblokir aula. “Kami punya beberapa pertanyaan untukmu.”

Jalannya dihalang-halangi, gadis itu menatapnya dengan kesal. “A-apa kamu punya masalah denganku? Minggir. ”

"Kami akan segera minggir setelah kau menjawab pertanyaan kami, Ms. Mackley."

Chela muncul dari belakang. Saat kepanikan mulai terlihat di wajah Mackley, Katie dengan cepat mendekatinya.

“…!”

“Mari kita langsung to the point. Apakah Kau orang yang merapalkan mantra padaku pada hari upacara masuk?" Katie bertanya, menatap langsung mata gadis itu .

Mengalah pada tekanan, Mackley mengalihkan pandangan. “Aku tidak tahu apa yang kamu—”

"Dia bersalah."

“Bersalah.”

Saat dia mencoba menyangkalnya, Oliver dan Chela memotongnya. Gadis itu membeku, dan mereka mulai menawarkan analisis mereka.

"Matanya, wajahnya, aliran sihirnya terganggu, tenggorokannya kaku — ironis hanya kata-katanya yang berbohong."

"Aku sependapat. Kau tidak cukup licik untuk membodohi aku, Ms. Mackley. "

“…!”

Ketakutan terlihat jelas di wajahnya saat dia meleleh di bawah pemeriksaan silang mereka. Rahasianya terungkap, Katie masuk untuk menanyainya, ia jelas terlihat marah.

“Jadi ituKau ... Mengapa? Kenapa kamu melakukannya?!"

"Aku — sudah kubilang, aku tidak tahu apa yang kau—"

“Kami memiliki saksi mata, Ms. Mackley. Berpura-pura tidak ada gunanya. Jika kami melaporkan ini ke guru, kemungkinan besar Kau akan ditempatkan di bawah mantra pengakuan.”

Oliver tanpa basa-basi memojokkannya ketika dia coba mencari jalan keluar dari interogasi. Saat Mackley mendengar kata-kata mantra pengakuan!!, ekspresinya menjadi suram karena ketakutan. Dia tahu rasa sakit yang ditimbulkan mantra itu.

“Jika Kau mengakui tindakanmu dan memberi tahu kami motif serta siapa lagi yang terlibat, kami tidak akan punya alasan untuk mempermasalahkannya lebih jauh. Jadi maukah kamu mengaku? ”

Dia menjabarkan persyaratan, membuatnya lebih mudah untuk mengambil keputusan. Meski begitu, gadis itu kembali ragu-ragu, menimbang-nimbang keselamatan diri versus rahasia. Akhirnya, timbangan terbalik.

“Aku — aku tidak pernah berniat melakukannya. Aku hanya ingin sedikit menakutimu …!” dia dengan putus asa menjelaskan, sepenuhnya bertindak kebalikan dari apa yang ia lakukan beberapa saat sebelumnya.

Chela mengamatinya. “Jadi kamu mengakuinya. Kelau begitu, tenang dan beri tahu kami sedikit demi sedikit. Pertama, apa motifmu menargetkan Katie? ”

“Ke-keluargaku adalah penyihir yang baik. Aku diajari bahwa orang-orang yang pro-hak-hak sipil dan penyayang demi human adalah penyakit berbahaya dalam komunitas sihir.”

"Jadi, Kau tidak menyukai filosofinya?" Oliver menyimpulkan pengakuannya, suaranya seperti baja. Gadis itu mengangguk.

Dia tidak sepemahaman dengan Katie. “Kalau begitu katakan padaku! Mengapa Kau melakukan serangan mendadak padaku? "

“……!”

“Katie benar. Yang kau lakukan hanya membuat faksimu terlihat buruk. Kau sangat picik, Ms. Mackley," kata Chela sambil mendesah. Gadis itu menatap lantai dan mengertakkan gigi saat Chela melanjutkan. “Aku ingin sekali mengomelimu lebih jauh, tetapi kami memiliki prioritas, jadi mari kita lanjutkan. Dengan siapa Kau bekerjasama? Kau tidak mungkin bisa memperdaya Katie dan menghasut troll pada saat yang bersamaan."

Saat Chela bertanya, kepala Mackley tersentak, dan dia menggelengkannya dari sisi ke sisi.

“Sudah kubilang, kamu salah! Seharusnya tidak seperti itu! Yang aku lakukan hanyalah membuat Nona Aalto berlari menuju pawai. Lalu tiba-tiba, troll itu mendatanginya, dan… ”

Gadis itu memohon agar mereka mempercayainya. Oliver dan Chela dengan hati-hati mempelajari perubahan ekspresi gadis itu sebelum sampai pada kesimpulan yang sulit.

“Dia sepertinya tidak berbohong...”

"…Tidak."

"Hah? Apa maksdunya?" Katie memiringkan kepalanya dengan bingung. Oliver coba mengutarakan dugaannya dan menjelaskannya.

“Gadis ini adalah orang yang menyerangmu, tapi dia tidak tahu apa yang terjadi dengan troll itu. Mungkin secara tidak sadar dia sedang diperdaya, atau pelaku yang tidak memiliki hubungan dengannya kebetulan bertindak pada saat yang sama… ”

“Kalau begitu, maka kita tidak bisa menggunakannya untuk mendapatkan identitas mereka,” gumam Chela sambil menyilangkan lengan. Mereka bertiga saling tatap saat Mackley berkecil hati, diam seperti tikus.

xxx

Kimberly memiliki berbagai toko yang dikelola sekolah di mana siswa dapat membeli makanan ringan, minuman, bermacam-macam alat sihir, dan kebutuhan sehari-hari. Pojok minuman secara khusus menyimpan stok konstan lebih dari dua puluh jenis minuman, yang diputar secara konstan kecuali untuk makanan pokok yang paling populer. Produk baru yang ambisius sering muncul: Misalnya, jus jeruk ekstra darah beberapa bulan yang lalu secara harfiah merupakan campuran jus jeruk dan darah ayam. Menurut siswa yang lebih tua, minuman itu “masih bisa diminum; jauh lebih baik mengingat namanya.”

“Ini, Oliver. Kau mendapatkan yang ungu. ”

"Terima kasih......" Oliver memberi Guy koin untuk bagiannya dan mengambil botol minuman berwarna yang tampak berbahaya. Seringkali memang seperti itu, ketika membeli produk baru secara acak, mereka akan mengambil risiko, tetapi risiko itulah yang menarik para siswa. Alih-alih minuman yang tidak beresiko dan enak, mereka berbondong-bondong ke tempat yang tidak familiar — mungkin ini adalah bagian dari menjadi penyihir.

"Masalahnya tidak pernah berakhir," kata Oliver saat dia dengan hati-hati membuka sumbatnya.

Duduk di sampingnya, Chela memegang botol merah menyala di tangannya.

“Ya, itu seperti coba menangkap kadal dan yang muncul hanyalah ekornya. Kita masih belum tahu apa-apa tentang apa yang memicu troll." Saat dia bicara, dia meneguk minumannya. Dia membiarkan minuman itu sesaat di mulutnya sebentar sebelum menelan dan sedikit mengernyit. "... Jus Lobak Marah," gumamnya. Itu adalah sayuran sihir pedas yang digunakan untuk mencium bau asin. Oliver terkesan dia hanya perlu mengerutkan kening untuk mengatasi kepedasan.

“Namun,” lanjutnya, “Kita tahu bahwa jebakan sihir ini dipasang oleh tingkat satu yang dikenal Ms. Mackley. Seperti yang kita duga, ada faksi konservatif diantara siswa baru yang melakukan sesuatu dan menjahili Katie."

“Daripada mencoba menemukan orang ini, kita harus mencoba menghentikan tindakan mereka sebelum menjadi tidak terkendali. Jika kita membiarkan mereka begitu saja, mereka akan meningkatkan penindasan. Nanao dan Pete mungkin akan terjebak dalam perseteruan mereka."

Menyuarakan keprihatinannya, Oliver meneguk minuman dari botolnya. Tiba-tiba, rasa yang sangat amis mengalir melalui tenggorokannya dan menusuk hidungnya. Ini jelas bukan bau sesuatu yang bisa diminum, tapi rasanya cukup familiar. Itu adalah lendir siput laut, yang sering digunakan sebagai komponen obat sihir. Oliver berjuang untuk menjaga isi perutnya.

"Aku juga mengkhawatirkan hal itu ... Mungkin kita perlu mempertimbangkan balasan yang lebih politis," Chela merenung.

Oliver menunggu serangan di mulutnya mereda sebelum menjawab. “Bisa dibilang kita belum memperlakukan masalah ini dengan cukup serius. Tapi-"

Saat dia bicara, dia melihat pemandangan di depannya. Mereka berada di kompleks makhluk sihir yang pernah mereka kunjungi sebelumnya, bersama dengan Nanao, Guy, dan Pete. Katie menenggak minumannya dan, menggulung lengan bajunya, mendekati kandang troll.

"Aku kembali! Hari ini adalah hari kita menjadi teman!”

“Ha-ha, Kau benar-benar termotivasi. Tapi tidak perlu terburu-buru. Dia sepertinya tidak terlalu senang hari ini,” Miligan memperingatkan saat Katie bergegas ke depan.

Troll itu meringkuk di pojok kandang. Makhluk itu mengeluarkan geraman rendah, seperti sinyal peringatan terhadap manusia.

“Kebanyakan troll Kimberly sudah terbiasa dengan manusia, tapi makhluk malang ini sudah seperti ini sejak insiden parade,” kata Miligan. “Dia bahkan tidak menyentuh makanannya. Dia terus bertambah lemah."

"Dia ketakutan, sungguh malang," kata Katie dengan rasa kasihan. Dengan semangkuk makanan troll di satu tangan, dia melangkah ke kandang dan memanggilnya. “Hei. Tidak ada-apa. Aku bukan musuhmu. Kamu pasti lapar kan? Makanlah.”

“……”

Troll itu tetap meringkuk, hanya menatap gadis itu. Katie berpikir bagaimana dia bisa mengurangi kewaspadaannya — dan kemudian sebuah ide muncul dalam dirinya. "MS. Miligan, apa yang ada didalamnya? ”

“? Itu hanya bubur gandum biasa. Mengapa?"

“Kalau begitu tidak apa-apa jika aku memakannya?”

Mata Miligan melebar. Tanpa menunggu jawaban, Katie memasukkan tangannya ke dalam mangkuk, menyendok sedikit bubur itu, dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Dia mengunyah biji-bijian rebus tanpa bumbu dan menelannya.

"Kan? Tidak apa-apa. Tidak ada sesuatu yang buruk yang tercampur,” katanya pada troll itu sambil tersenyum. Kemudian dia duduk dan mendorong mangkuk itu sedikit melewati jeruji besi. “Tidak menyenangkan makan sendiri, kan? Ayo makan bersama-sama."

Tidak ada yang bisa mengatakan sepatah kata pun untuk menghentikannya. Mereka semua tahu ini adalah caranya dalam mencoba membuat makhluk itu terbuka.

Oliver tersenyum saat dia melihat dari kejauhan; dia dan Chela menghela napas pada saat bersamaan.

“… Rasanya aku tidak tega memberitahu Katie agar lebih memperhatikan apa yang orang lain pikirkan.”

“Memang… entah lebih baik atau lebih buruk, Kimberly penuh dengan keinginan yang kuat. Katie masih berkembang; Aku tidak ingin memaksa tunas muda layu,” kata Chela dengan tatapan tulus.

Oliver mengangguk setuju. "Kita hanya perlu menambah sekutu di antara teman-teman dalam kelas kita dan senior," tambahnya. "Itu akan menjadi peredam terbesar terhadap siapa pun yang akan menyakitinya."

"Iya. Kalau begitu, persahabatan dengan Ms. Miligan ini adalah sebuah keberuntungan. Anak kelas empat yang terampil, terhormat, dan pro-demi-human — kurasa Katie tidak bisa menemukan sekutu yang lebih bisa diandalkan," kata Chela sambil melihat seorang penyihir yang berdiri di belakang Katie. Dia kemudian menoleh ke Oliver. “Aku akan berusaha mendapatkan sekutu sebanyak mungkin. Apakah Kau punya saran?”

“Seperti yang aku katakan sebelumnya, sepupuku adalah siswa di sini… Jika aku menjelaskan situasinya, mereka mungkin akan membantu.”

Chela memiringkan kepalanya karena nadanya yang kurang pasti. "Kau tampaknya tidak terlalu tertarik dengan prospek tersebut."

"Ini akan seperti memberi tahu mereka bahwa aku tidak dapat mengurus masalahku sendiri padahal belum genap sebulan aku masuk ... Aku harap aku tidak perlu meminta bantuan mereka."

Oliver menutup matanya dan mendesah.

Senyuman muncul di bibir Chela. "Aku sangat tertarik padamu, Oliver."

“…? Itu hanya terdengar seperti rengekan menyedihkan bagiku."

"Tidak. Kau memiliki pride di hatimu, tetapi Kau tidak memiliki masalah dalam memprioritaskan keselamatan seorang teman. Dan aku sangat menyukainya." Dia dengan sungguh-sungguh memuji temannya — tetapi sesaat kemudian, ekspresinya menjadi samar. "Mungkin Mr. Andrews bisa berubah menjadi sama sepertimu ... jika dia tidak harus berurusan dengan aku."

Dia dengan getir menggigit bibir. Oliver tidak bisa menghitung berapa kali dia menyalahkan dirinya sendiri karenanya. Tapi meski tahu akan hal itu, sebagai teman di sisinya, Oliver menolak untuk membiarkannya.

xxx

Saat Katie mencoba berkomunikasi dengan troll, Oliver dan Chela mengadakan rapat strategi tentang cara memperbaiki situasi mereka. Sebelum mereka menyadarinya, berminggu-minggu telah berlalu — dan segalanya menjadi semakin buruk.

“Hei, apa kamu melihatnya? Dia pergi mengunjungi troll itu lagi."

Tepat sebelum kelas sore akan dimulai, salah satu siswa yang berkumpul di ruang kelas mantra mulai bergosip kepada teman-temannya. Mereka yang mendengar mendengus mengejek.

“Aku tidak percaya dia bergaul dengan makhluk biadab yang bodoh itu. Burung dari bulu, kurasa. "

(Birds of a feather; Burung dan bulu; idiom; Satu karakter)

Mereka semua mencibir karena penghinaan terbuka itu. Karena Katie tidak ada di dalam ruangan, mereka tidak perlu repot-repot merendahkan suara.

“……”

Oliver, duduk di sudut kelas, menajamkan telinga. Setiap hari sepertinya gosip tentang temannya semakin menjadi-jadi. Berusaha keras untuk tetap tenang, mau tak mau dia hanya bisa merasa sangat malu.

“Maksudku, dia bisa melakukan apa yang dia mau, tapi aku berharap dia setidaknya mandi setelahnya.”

“Dia membawa bau troll itu ke sini dan membuat kelas bau!”

“Ah-ha-ha! Hei, itu keterlaluan! ”

Para siswa mengolok-olok hidung mereka.

Oliver menggertakkan giginya dengan keras. Itu adalah kebohongan yang mengerikan. Katie selalu memastikan untuk membawa salep sihir penghilang bau sehingga dia tidak membuat jijik siswa lain. Memang benar bahwa troll memiliki bau badan yang unik, tapi dia tidak pernah membawanya ke kelas. Bagaimanapun, dia adalah gadis yang perhatian, dan tidak pernah lupa untuk melakukan tugasnya.

“Apa-apaan mereka?”

Guy dengan marah berusaha bengkit dari kursinya, tapi Oliver meraih lengannya. “Guy, Pete, abaikan saja mereka. Tidak ada gunanya memulai pertarungan di sini."

“Aku pasti tidak mau terlibat… Mereka saat ini begitu terang-terangan," kata Pete sambil membolak-balik buku teksnya. Gosip terus berlanjut.

“Ngomong-ngomong tentang burung berbulu, teman-temannya juga sekelompok orang aneh, kau tahu?”

“Oh, jelas. Seperti samurai itu! "

“Sungguh lucu. Bahkan setelah kelas mantra ketujuhnya, dia masih tidak bisa merapal mantra api. Gadis itu benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengayunkan pedang.”

Kerumunan kecil itu tertawa terbahak-bahak.

Bibir Guy berkerut karena marah. “Sekarang mereka juga mengolok-olok Nanao. Bajingan. "

“Dasar sampah. Apakah mereka pikir meremehkan orang lain membuat mereka lebih baik? ”

“……”

Oliver menatap dalam diam. Topik gosip siswa kemudian kembali ke Katie.

“Hei, coba tebak — aku pernah melihat gadis Aalto itu bicara dengan troll.”

"Apa? Dia benar-benar bicara dengan makhluk itu? Bagaimana bisa?"

"Aku tau? … Pfft! Itu lucu… Dia hanya, seperti bergumam!”

"Hah? Bergumam? … Seperti troll.....? ”

“Ya, ya! Persis seperti troll! Itu suara yang sangat aneh!" Anak itu menampar kakinya dan tertawa. Tapi seolah itu belum cukup, dia mulai meniru suaranya. “Ya, dia berkata seperti ini: HOO! FOH! FOOH! ”

“Pfft — ah-ha-ha-ha-ha-ha! Ya Tuhan, apa-apaan itu?"

“Ugh, dia sangat menjijikkan! Lucu sekali! ”

Para siswa melanjutkan ejekan mereka. Ini bukan lagi gosip. Guy mengepalkan tinjunya dengan erat.

"Hei... Apakah aku masih harus duduk diam dan hanya mendengarkan mereka??”

“……”

Oliver tidak mengatakan apa-apa selain mencengkeram lengan temannya dengan kuat. Jangan lakukan apa pun yang akan Kau sesali, dia mencoba mengatakannya. Jika mereka membiarkan emosi menguasai diri mereka dan memulai perkelahian, konflik akan semakin meluas dan mereka hanya akan memiliki lebih banyak musuh. Tidak hanya resolusi yang mungkin menjadi lebih sulit dicapai, tetapi itu hanya akan semakin menyakiti Katie.

" Huff! Huff!…Kita berhasil!"

“Kita hampir terlambat lagi!”

Saat itu, jelas tidak menyadari situasinya, Katie dan Nanao berlari masuk. Para siswa langsung terdiam. Tentunya mereka tidak cukup berani untuk melakukanya di hadapannya.

“Ini dia! Pakar yang asli! "

"Hah?"

Tapi harapan Oliver pupus. Anak yang memimpin ejekan itu berusaha melibatkan korbannya, saat ini dia tanpa sadar terseret kedalamnya. Para siswa di sekitarnya terkejut untuk sesaat, tetapi mereka dengan cepat mengikuti arus.

“Hei, bicarakah seperti troll. Itu keahlianmu, kan? ”

“Apakah begini? HOH! FOO! "

"Hah? U-um… ”

Gadis malang itu sangat kebingungan dengan keributan itu. Tetapi bagi siswa yang tidak memiliki perasaan, itu tampak sangat lucu.

“Hei, ada apa? Kau lupa bagaimana bahasa manusia?"

"Kan? Itulah yang didapat dari berbicara dengan troll sepanjang hari."

“Malang sekali, Aalto! Kelas ini untuk manusia!”

“Jika kamu menyukai troll itu sampai-sampai kau mengunjunginya setiap hari, mengapa kamu tidak pergi ke sana?”

Tolong tutup mulutmu, pikir Oliver. Semua ocehan yang mereka lemparkan padanya membuatnya pusing. Yang ada, yang terjadi adalah kebalikannya: Jika kelas ini untuk manusia, maka para sampah itu adalah orang-orang yang tidak layak disini. Mengapa mereka tidak dikurung di dalam kandang? Jika mereka tidak bisa mengenali kekasaran dari tindakan mereka sendiri, berani menertawakan seorang gadis yang dengan sungguh-sungguh berusaha menyelamatkan satu nyawa, lalu bagaimana mereka bisa merasa lebih baik dari binatang buas?

Nanao tidak bisa begitu saja melihat temannya dihina, dan kesabaran Guy pun sudah lama habis.

"Sampah…"

"Hei, kau bajingan—"

Saat mereka berdua mulai membelanya—

Fragor.

—Sebuah ledakan sihir yang hebat meletus di atas kepala mereka dan langsung menghentikan semua intimidasi.

Gyah!

"Uwah!"

“Ya…!”

Para siswa yang telah menertawakan Katie berteriak karena ledakan tiba-tiba dan hujan bunga api. Kelas terdiam selama beberapa detik — lalu mereka yang menyadari dari mana mantra itu berasal, satu per satu mengalihkan mata mereka ke arah si perapal mantra.

“K-kamu!”

"Apa-apaan itu tadi ?!"

Mereka memelototi Oliver dengan tajam. Dia berdiri dengan tangan kanan terangkat, tongkat sihir masih berasap.

“H-hei, Oliver…?” Guy berkata dengan gugup. Ekspresi Oliver tetap membeku.

"Apa kau bisa berkelahi, Guy?" dia bertanya pendek. Ketetapan hati di matanya tampak kuat. Guy sesaat ternganga pada perubahan sikap Oliver yang mencolok — tapi sesaat kemudian, dia menyeringai puas.

"Ha ha ha.... Aku sekarang semakin menyukaimu,” jawabnya dan mengambil napas pendek. Dia meninju telapak tangan kiri dengan tangan kanannya. “Serahkan perkelahian ini padaku. Aku bukan anak petani yang tidak bisa apa-apa.”

"Jangan lupakan putri seorang pejuang," terdengar suara dari pintu masuk kelas. Nanao berdiri tegap di samping Katie yang terkejut.

Mendengar ejekan tersebut, siswa terkait menjadi marah. "A-apa-apaan kalian?"

“Kamu ingin melakukannya?!”

Semua orang menarik tongkatnya. Tak seorang pun berhasil tetap tenang—bahkan Oliver. Meski begitu, tidak ada yang bisa menghentikan pertarungan. Seorang siswa membaca mantra sebagai pembalasan. Guy turun rendah untuk menghindarinya, lalu memasang sol sepatu botnya di wajah mereka dan menghempaskan.

Seluruh kelas menjadi kacau balau.

xxx

"Aku tidak punya kata-kata....," gumam Chela, mendesah dalam-dalam saat dia melihat teman-temannya di ruangan yang redup. Pertarungan tidak berlangsung bahkan lima menit sebelum seorang instruktur berlari. Semua petarung ditahan, dan tentu saja, Oliver dan yang lainnya dilempar ke ruang tahanan.

“Aku menghajar lima dari mereka. Aku tidak menyesal."

“Memang, aku mengirim sepuluh sampah itu terbang!”

Memar biru yang menjijikkan melingkari mata kanan Guy, sementara Nanao tampak sama sekali tidak terluka. Keduanya dengan bangga menyatakan pencapaiannya. Mereka telah ditempatkan ke ruangan yang lebih kecil yang dipisahkan oleh pembatas tipis, yang dikenal sebagai sel disiplin. Katie dan Pete, yang tidak ikut dalam pertikaian, tidak dihukum. Mereka ada di sini, di ruang tahanan bersama Chela, yang menghadiri kelas yang berbeda.

“Guy dan Nanao, aku benci mengatakannya, tapi... yah, aku tidak akan berharap sebaliknya. Namun, Oliver… Aku juga tidak percaya kamu ada di sini. ”

Sungguh mengejutkan mengetahui Oliverlah yang memulai serangan pertama.

Dia menatap lantai dan mengertakkan gigi di sel gelap dan sempit itu.

“Aku tidak akan membantahnya. Silakan — tegur aku,” dia berhasil berkata tanpa nyawa.

Tak tahan melihatnya dalam kondisi seperti itu, Katie melemparkan dirinya ke jeruji besi jendela kecil selnya. “Aku tidak pernah bisa melakukan itu…!” dia meratap, dengan kasar menggelengkan kepalanya. Penyesalan terbesarnya adalah dia terlalu kaget untuk berpartisipasi dalam pertarungan. Sangat menyakitkan baginya untuk tidak dihukum bersama teman-temannya. “Maaf… maafkan aku, Oliver…! Kau marah demi aku, bukan? Kamu, Nanao, Guy… Jika saja aku membela diri, ini tidak akan terjadi…!”

“Tidak… Tidak, kamu salah, Katie. Ini bukan salahmu. Aku tidak bisa menahan diri saat itu. Hanya itu,” kata Oliver, memikirkan kembali apa yang telah dia lakukan, dan meletakkan kepala di tangannya.

Di sel di sebelah kanannya, Guy mendengus. "Siapa yang peduli? Kesampingka gosip, sampah brengsek itu menghinamu tepat di depan matamu. Kalau mau membentak, ya itu memang waktunya, menurutku,” katanya, tidak ada bayangan penyesalan di wajahnya.

Katie menyeka air mata dan menoleh padanya. Sejujurnya, dia yang paling terkejut melihat Guy ada di ruang tahanan.

“Guy, kau juga nmarah saat mereka mengejekku?”

“Eh? Uh, ya. Mereka mengolok-olok temanku. Tentu saja aku akan marah,” jawab Guy lemah. Perbedaan pendapat mereka tentang demi- human yang telah berlanjut sejak hari mereka bertemu tidak relevan sejauh yang dia ketahui.

Katie tersenyum, berlinang air mata. Di sebelahnya, Chela menghela napas.

“Aku tidak berniat mengajarimu akan apa yang telah terjadi. Secara pribadi, aku setuju dengan Guy. Tapi saat ini, berkat insiden ini, konflik kita dengan para siswa itu tidak mungkin bisa didamaikan." Dia bersimpati sambil menyatakan kebenaran pahit. Oliver mengangguk getir. Saat ini dia juga terjebak di dalam sel, Chelalah yang saat ini mengemban tanggung jawab.“ Para siswa yang menindas Katie mungkin saat ini sedang mencari sekutu. Karena Kau memiliki McFarlane di pihakmu, mereka akan menginginkan sekutu dengan tingkat kebangsawanan yang sama. Adapun siapa yang akan bergabung dengan mereka… Oliver, aku pikir Kau sudah tahu. ”

Oliver menggertakkan giginya lagi. Dia punya firasat buruk bahwa perkelahian bisa mencampur semua masalah yang mereka hadapi menjadi satu ancaman besar. Percakapan berhenti, berganti dengan keheningan yang berat. Tiba-tiba, kepakan sayap yang samar memecah keheningan.

“Oh…”

Familiar?

Seekor kelelawar kecil terbang melalui pintu masuk ruangan dan berputar-putar di atas kepala Chela. Dia mengulurkan jari telunjuknya sebagai tempat bertengger sementara, dan hewan itu dengan cepat mendara. Ada surat tersegel yang terikat dikaki kelelawar itu, ia mengambilnya lalu membukanya. Setelah membacanya, dia mengumumkan isinya kepada mereka.

“Bicara tentang iblis, aku kira. Oliver, Nanao — bro Andrews telah menantang kalian berdua untuk berduel."

Saat ini, Oliver tahu, ketakutan terburuknya benar-benar terjadi.

Post a Comment