Anehnya malam itu terasa sulit untuk tidur. Terutama, Mimpinya, di luar kebiasaan. Dia terendam sampai ke bahu dalam lumpur hangat. Anggota tubuhnya terasa berat, dan dia hampir tidak bisa bergerak —pada kenyataannya, sulit untuk mengatakan di mana tubuhnya berhenti dan lumpur mulai. Dia bahkan tidak bisa memahami wujud dirinya sendiri.
Gelembung naik dan muncul di permukaan rawa berlumpur. Rawa itu seperti perlahan memanas dari bawah, seolah-olah ada api di bawahnya. Saat remaja itu menyadari hal ini, dia panik dan mulai berjuang mati-matian. Dengan indra tumpul, dia mencoba mencari jalan keluar tetapi tidak bisa melarikan diri. Panas menyengat di kakinya sebelum perlahan-lahan naik ke seluruh tubuhnya, namun ketidaknyamanan itu membantu memperjelas wujud dirinya sendiri, sedikit demi sedikit.....
“Wah!”
Saat panas menjadi terlalu berat untuk diterima oleh tubuhnya, Pete Reston tersentak di tempat tidurnya.
“Hah, hah, hah.... Mimpi apa itu...?” dia berpikir keras di ruangan gelap itu, napasnya tersengal-sengal. Pada saat yang sama, dia tersadar akan tubuhnya yang sangat panas, seperti dia baru saja selesai berlari seumur hidup. Seprai lembapnya menempel tidak nyaman di kulitnya. Dia mengerutkan kening. “Sial, aku sangat berkeringat. Aku mesti ganti baju...”
Lemari pakaiannya berada di samping tempat tidur. Dia meraihnya, lalu merasakan ada sesuatu yang tidak beres dan membeku. Dia tidak bisa menempatkannya secara spesifik, tetapi dia merasa ada yang aneh saat menggerakkan tubuhnya. Yang terpenting —ada satu bagian tubuh yang bahkan hampir tidak bisa dia rasakan.
“....?”
Bingung, dia melihat ke bawah, melepaskan selimutnya dengan satu tangan, dan berhadapan langsung dengan itu.
“HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH ?!”
Teriakannya memecah keheningan pagi itu. Mata Oliver terbuka lebar.
"Ada apa, Pete ?!"
Oliver menyambar athamenya dari meja samping tempat tidur dan melompat dari tempat tidur, langsung mempersiapkan diri untuk bertempur. Dia melihat ke arah teman sekamarnya lalu melihat Pete menarik selimutnya sampai ke leher, wajahnya merah padam.
“Itu —Tidak apa-apa! Tidak apa-apa, oke? Me-menjauh!” Pete berteriak ketika Oliver secara naluriah mendekat. Bingung dengan teguran tiba-tiba itu, Oliver memiringkan kepala.
“....? Jika tidak terjadi apa-apa untuk apa berteriak terlalu keras. Jika ada yang salah, katakan saja padaku—"
"Tidak apa-apa! Mundur! Mundur! Jangan mendekatiku!"
Nada suara Pete menjadi lebih dan lebih agresif sampai dia akhirnya mulai melempar apa yang bisa diraihnya. Oliver, yang merasa teman sekamarnya menjadi setengah gila karena panik, mengangkat tangan untuk mencoba menenangkannya.
“Tenang, Pete! Aku tidak akan melakukan apapun padamu! Ayo kita bicara— Gwah!”
Namun, sebelum usahanya membuahkan hasil, sebuah jam alarm melayang di udara dan menabrak hidungnya.
__________________
“Selamat pagi, anak-anak.... Hah?”
Para gadis sudah sarapan di kafetaria. Katie adalah orang pertama yang menyadari ada yang tidak beres dengan ketiga pemuda itu karena mereka datang terlambat sepuluh menit. Oliver dan Guy saling tatap dengan canggung saat Pete berdiri sangat jauh dari mereka berdua.
“A-apa kalian bertiga bertengkar? Ini terasa tidak nyaman...”
“Tidak, aku dan Oliver baik-baik saja. Orang ini—"
“Wah! J-jangan sentuh aku!”
Guy mengulurkan tangan untuk memukul pundak Pete, dan seketika Pete mundur dari tangan temannya. Guy menghela nafas dan duduk.
“Seperti yang kalian lihat, dia tiba-tiba mencapai fase rebel. Kami bertanya ada apa, tapi dia tetap saja bersikeras itu 'bukan apa-apa'. Bagaimana menurut kalian?”
“Hmm? Pete, kamu sepertinya tidak sakit..."
"A-a-whoa!"
Chela berdiri dan mulai berjalan ke arah Pete, tapi dia secara refleks melompat mundur. Gadis berambut ikal itu merosot karena kecewa.
“Jadi aku juga tidak diizinkan berada di dekatmu...? Oh, sungguh sedih ditolak oleh seorang teman!” Chela meratap, menundukkan kepala dengan sedih.
“I-itu bukan seperti yang kamu pikirkan…!” Pete tergagap, bingung.
Setelah memperhatikan mereka untuk sesaat, Katie berhenti menyantap sarapan dan angkat bicara.
“Aku berani bertaruh ini salah Guy. Pete, kamu bisa cerita padaku. Jangan sungkan.”
“Mengapa aku menjadi tersangka? Oliver yang teman sekamarnya. Kamu cukup kaya, [1] berlagak seperti kakak perempuan. Yang aku lihat hanyalah udang kecil."
Kilatan melayang saat mereka saling melotot sampai masing-masing mengambil sepotong alat makan dan mulai bentrok secara nyata. Chela menyeringai melihat tindakan rahasia mereka saat Oliver duduk di samping gadis Azian itu.
“Pagi, Nanao. Kau punya ide tentang apa yang memakan Pete?” [2]
“Selamat pagi, Oliver. Sayangnya, aku tidak tahu sama sekali. Tapi dia memang terlihat berbeda hari ini,” jawabnya jujur.
Pete, tidak bisa menahan semua perhatian, berbalik tanpa duduk di meja.
“A-Aku pergi dulu....! Jangan bicara padaku hari ini!”
“Kamu melewatkan sarapan? Pete, itu tidak baik—"
Chela mencoba menghentikannya, tetapi remaja dengan kacamata itu mengabaikannya dan bergegas keluar dari kafetaria. Oliver menghela napas saat melihatnya pergi.
“Kurasa kita hanya harus menonton dan menunggu sekarang.”
_______________
“Selamat datang, makhluk menyedihkan yang merayap di bumi! Hari ini adalah hari evolusi kalian!" instruktur pria muda menyatakan dengan tulus saat dia dengan gagah muncul di depan kelompok sekitar empat puluh siswa yang berkumpul di halaman. Para siswa mengerutkan kening, tetapi senyuman instruktur itu murni ekspresi perayaan.
“Ada banyak alasan untuk mengasihani non-penyihir, tapi yang paling menyedihkan adalah mereka tidak bisa terbang. Tidakkah kalian setuju? Mereka menghabiskan seluruh hidup di tanah, dan pun dengan kematian mereka! Aku tidak bisa memikirkan sesuatu yang lebih sengsara atau menyedihkan... Ah, dan sebelum kalian bertanya, aku akan melakukan pemakaman langit. [3] Burung-burung akan melahap dagingku, dan aku akan kembali ke langit!" kata guru itu dengan bangga.
Setelah semua yang mereka alami sejak bersekolah di Kimberly, tidak ada siswa yang terkejut dengan ucapan ceroboh instruktur. Mereka begitu letih, bahkan Guy berani berbisik, "Sampai kamu berubah menjadi kotoran burung dan tetap jatuh ke tanah." Oliver harus menahan tawa.
“Kalau begitu, namaku Dustin Hedges, dan aku mengajar broomriding [4] di sini, di Kimberly. Jika kalian membutuhkan bantuanku, tolong panggil aku sebagai Instruktur Dustin. Karena alasan pribadi, saat ini aku tidak berhubungan baik dengan keluargaku, kalian tahu. Bagaimanapun juga, pertama, Kalian perlu sapu! Biarkan aku tunjukkan sapu pada kalian. Sekarang ikuti aku!”
Instruktur itu melangkah dengan dramatis, memberi isyarat kepada para siswa untuk mengikutinya.
Saat mereka berjalan di belakangnya, Nanao melipat tangan dan mengerutkan kening.
“Mmm.... Jadi waktunya telah tiba.”
“? Aku rasa aku tidak pernah melihatmu lebih khawatir daripada penasaran, Nanao,” kata Oliver.
"Aku tidak khawatir; Aku hanya merasa ini tidak mungkin dilakukan. Makhluk hidup itu sesuatu yang lain, tetapi menaiki sapu dan melayang di udara? Aku tidak bisa memahaminya,” jawab Nanao dengan cukup jujur.
Oliver menyeringai. "Aku mengerti. Kau tampaknya sedikit salah kaprah."
“Mm?”
“Biar kau beritahu sebuah rahasia: Sapu tidak bisa terbang. Itu berlaku untuk dunia non-sihir maupun dunia sihir."
"Apa? Tapi, Oliver, kamu tidak—?”
-memegang sapu di atas bahumu?Dia mengalihkan pandangan ke punggungnya, di mana dia memang membawa sapu. Oliver mengabaikan pertanyaannya dan menyeringai misterius. Saat itu juga, mereka sampai di sebuah gedung besar.
"Ini rumah sapu," Dustin menyatakan. "ku peringatkan: Beberapa di antaranya bisa sangat temperamental."
Dustin lalu menghunus tongkat putihnya. Dia merapal mantra, dan rantai rumah sapu pun jatuh. Pintu ganda besi terbuka dengan derit keras, dan hembusan udara panas keluar.
“Mm? Bau ini....”
Nanao, bingung, mengendus udara. Banyak siswa lain yang melakukan hal yang sama. Instruktur sapu menyeringai.
“Kalian yang terlahir dari non-penyihir sepertinya sudah mengerti. Tempat ini tidak memiliki nuansa gudang penyimpanan sapu sederhana, bukan? Terutama baunya,” kata Dustin sambil melangkah masuk ke dalam gedung. Dia benar —udara di rumah sapu berbeda. Potongan kayu dan ranting berserakan di sekitar ruang luas itu, dan bau liar meresap ke seluruh bangunan. Itu lebih seperti gudang. Dengan hati-hati, para siswa melangkah masuk —dan tiba-tiba, sekumpulan sapu terbang melewati kepala mereka.
“Wah!”
“Yang lebih ramah sudah berkumpul, kalau begitu. Baiklah. Sapalah. Mereka partner masa depan kalian."
Armada sapu terbang berputar-putar di atas kepala seperti pusaran air yang besar; satu demi satu, sapu mendarat dan mendekat. Mereka memang tampak "ramah". Satu sapu mengulurkan pegangannya ke arah Nanao, yang mendorongnya dan menyipitkan matanya.
"Ini bukan benda —mereka makhluk hidup," kata gadis Azian itu secara naluriah. Instruktur mengangguk mengakui.
"Tepat. Genus Besom, tepatnya dari subfamili Scopae. Tidak ada mantra yang digunakan pada sapu ini —mereka sepenuhnya makhluk sihir. Mereka bergerak sendiri dan bahkan bisa berkembang biak."
Para siswa dari keluarga non-penyihir menatap dengan kagum pada sapu terbang, yang terlihat begitu lincah dan bebas. Dustin melanjutkan:
“Itu juga tidak palsu. Dahulu kala, kami menggunakan sisa-sisa makhluk ini untuk dibersihkan, begitulah cara pembuatan sapu rumah tangga yang kalian ketahui. Tapi secara kronologis, makhluk ini datang lebih dulu. Hanya dalam milenium belakangan ini kita belajar mengendarainya. Lebih jauh ke belakang, kami menemukan fosil yang berumur ratusan ribu tahun. Mereka berumur panjang, sapu ini. Ngomong-ngomong, pria muda berkacamata —yang Kau masuki adalah kotoran sapu."
“Uwah ?!”
Pete dengan cepat melompat mundur. Dustin terkekeh melihat reaksinya.
"Jangan khawatir. Itu tidak kotor. Kalian lihat, sapu tidak makan seperti yang kita lakukan. Konsumsi utama mereka adalah partikel dan elemen sihir. Saat mereka terbang di udara, mereka menyerapnya ke dalam tubuh mereka. Itu lebih dekat kepada bernapas daripada makan, sungguh. Kalian mungkin pernah dengar tentang sesuatu yang mirip dengan ikan yang bermigrasi.”
Oliver mengangguk. Banyak jenis ikan yang lebih suka tidak berburu mangsa, melainkan bergerak di air dengan kecepatan tinggi dan memakan organisme kecil apa pun yang tersedot ke dalam mulut mereka. Sapu melakukannya begitu di udara.
“Secara alami, kalian tidak akan mendapat tumpangan gratis dari makhluk-makhkluk ini. Mana yang mereka terima dari penyihir seperti pesta. Jadi saat kita mengendarainya, mereka menghabiskan mana kita sebagai bahan bakar. Hal ini memungkinkan mereka untuk terbang jauh lebih cepat daripada jika mereka sendirian, juga membuat pengalaman itu menyenangkan bagi mereka.”
Instruktur membelai sapu di dekatnya saat dia bicara. Bagi non-penyihir, ekor makhluk itu tampak seperti kumpulan ranting kering, tetapi bahkan ini adalah hasil dari -dalam istilah biologi sihir- evolusi. Katie, yang sepertinya sudah mengetahui hal itu, menatap dengan melamun kearah sapu.
“Tapi karena mereka adalah makhluk hidup, tidak setiap penunggang akan cocok. Ukuran dan kepribadian kalian adalah bagian penting dari kesesuaian, tetapi yang paling penting adalah mana yang dapat kalian sediakan. Jika mereka tidak menyukai aspek yang satu itu, sapu tidak akan mengizinkan kalian mengendarainya. Dalam istilah manusia, kalian bisa bilang itu seperti jika kalian ditawari bir tanpa batas. Kecuali jika kalian menyukai rasanya, kalian mungkin akan menolaknya."
Dustin berusaha memberikan contoh yang bisa diterima, tetapi karena para siswa masih terlalu muda untuk minum alkohol, mereka tampak lebih bingung. Tidak terganggu, instruktur itu melanjutkan:
“Jika kalian menyentuh batang mereka, mereka akan dapat membaca kompatibilitas mana kalian. Sekarang pergilah dan temukan pasangan kalian! Lakukan, sebelum seseorang mencuri kekasih kalian!"
Ini adalah sinyal untuk memulai Pencocokan Sapu. Didorong oleh kata-kata instruktur, para siswa bergegas menghampiri sapu. Chela melangkah ke samping Oliver dan menarik perhatiannya.
“Kalau begitu, kau membawa sapu sendiri, Oliver?”
“Ya, kami sudah lama saling kenal. Tapi aku agak kecewa karena tidak bisa ikut bersenang-senang.”
"Aku tahu. Aku juga menantikannya. Yah, Nanao, Katie, Guy, dan Pete —ayo kita pergi! Ayo temukan partner yang fantastis!” Chela memanggil semua temannya, meskipun Pete menjaga jarak, dan bersama-sama, mereka menghampiri sapu. Katie dan Guy menatap makhluk terbang itu sambil berpikir.
“Ah, mereka semua sangat cantik... Bagaimana bisa kita hanya memilih satu...?”
“Hmm... H-hey, bagaimana denganmu? Whoa, astaga!”
Guy dengan santai meraih sapu, dan sapu itu mengayunkan tangkainya ke arahnya dengan marah. Oliver menyeringai. Sapu tidak akan membiarkanmu menyentuhnya jika mereka tidak suka padamu —lagi-lagi bukti bahwa mereka memang makhluk hidup.
"Hei lihat...."
“Whoa....”
Beberapa menit setelah Pencocokan dimulai, para siswa yang asyik sekali memilih sapu mulai memperhatikan sesuatu yang aneh. Mereka memusatkan pandangan pada gadis Azian, yang sedang berjalan-jalan dan mengamati sapu seperti mereka —namun, hampir seratus sapu mengerumuninya. Instruktur nampaknya cukup terkesan dengan reaksi besar-besaran itu.
“Baiklah. Kau tampaknya memiliki sesuatu yang disukai para sapu, Ms. Hibiya. Ini sering terjadi ketika seseorang memiliki mana yang jelas dan tidak berprasangka buruk. Kau tidak akan kesulitan menemukan partner.”
"Senang mendengarnya. Aku hargai sambutan hangat mereka— Mm?”
Dia tampaknya tidak berjalan ke arah sapu sebanyak membiarkan mereka datang padanya saat dia maju —sampai tiba-tiba, dia berhenti. Matanya membeku seperti sapu di belakang gedung, berbaring diam di atas rak sapu yang merupakan tempat peristirahatan mereka.
“Apakah kamu tidak akan keluar dan bergabung dengan kami?”
"Tunggu! Bukan yang itu!" Dustin dengan panik menegur saat Nanao mulai berjalan ke arahnya. Dia berbalik dan menatapnya dengan bingung, lalu dia menjelaskan. “Yang itu sangat liar. Itu juga berperilaku sangat kasar selama Pencocokan, jadi sudah bertahun-tahun sejak seseorang benar-benar mengendarainya. Kau akan berakhir hitam-biru [5] jika tidak berhati-hati.”
Peringatan itu sangat tegas. Nanao mengangguk tapi tidak berbalik. Sapu lain, merasakan bahaya, menjauhkan diri saat dia mengulurkan tangan ke arah sapu yang sunyi tanpa sedikit pun rasa takut —dan sapu itu menyapu dengan mengancam ke udara tepat di depan ujung jarinya.
"Ohhh, begitu."
Tidak terganggu akan penolakan tersebut, Nanao mengulurkan tangannya lebih jauh. Sapu itu berayun seperti cambuk, seolah berkata, Aku sudah memperingatkanmu! Nanao dengan cekatan meladeni setiap serangan memakai kedua tangannya dan tersenyum.
“Ini membuatku nostalgia...... Akikaze juga seperti ini pada awalnya.” Mata gadis itu penuh dengan nostalgia. Murid-murid lain ternganga melihat percakapan itu, tapi Nanao terus berbicara dengan tenang. “Kamu tidak membutuhkan suara untuk aku mengerti —kamu tidak akan membiarkan siapa pun menaikimu kecuali master aslimu, bukan?”
Saat dia mengucapkan kata-kata itu, sapu liar itu membeku. Dalam keheningan mencekam, gadis dan sapu itu saling berhadapan.
“Aku tidak bermaksud memaksa, jika Kau menolak. Tapi dengan itu, aku punya satu pesan untukmu: Dari semuanya, gadis muda ini paling menyukaimu."
Dan dengan itu, dia mengulurkan tangan kanan dengan percaya diri, matanya menyala karena tekad. Setelah lama terdiam, sapu itu melesat ke langit-langit, lalu tiba-tiba mengubah lintasannya dan turun dalam setengah lingkaran yang indah sebelum mencapai tanah. Setelah menyelesaikan penerbangan singkat namun menakjubkan, ia dengan kuat meletakkan batangnya di tangan kanannya.
"Aku menerima. Kalau begitu mari kita pergi bersama."
Merasakan beban penerimaan di telapak tangannya, Nanao berbalik dengan sikap memerintah, dengan partner barunya di tangan. Rahang siswa berada di lantai. [6]
"Kamu pasti bercanda."
Bahkan instruktur pun tercengang. Dia melongo saat dia berlari tepat kearah temannya.
“Oliver, aku sudah memutuskan yang ini!”
“B-benar. Selamat, Nanao.”
Oliver tersentak dari keterkejutannya tepat pada saat ia harus merespon saat Nanao dengan bangga memamerkan sapu pertamanya.
Dustin menatap, lalu menutupi sebagian wajahnya dengan tangan. “Dia benar-benar mendapatkannya... Aku sedikit terkejut —tidak, lebih dari sekedar sedikit. Setelah semua kegagalan semua jerih payahku pada sapu itu... Tapi begitu... Ya, itu masuk akal. Mana miliknyajuga sangat jelas.”
Gumaman mencela diri Dustin tidak didengar —tapi ada satu orang lain yang menerima kejutan yang sama besarnya.
“....”
“? Ada apa, Oliver? Mengapa Kau menatap?"
Mata Oliver begitu terfokus pada Nanao dan sapunya sehingga dia bisa membuat keduanya berlubang. Menyadari hal itu, dia dengan cepat mengalihkan pandangan.
"Bu-bukan apa-apa.... Aku yakin sapu itu akan sulit, tapi kuharap kau memperlakukannya dengan baik."
"Tentu saja! Lagipula, ini partner masadepanku!” Nanao menjawab dengan riang. Terlepas dari kepolosannya, dia tidak bisa menghilangkan perasaan aneh itu. Siapa yang bisa meramal bahwa sapu ini, yang sebelumnya hanya mengizinkan satu orang untuk menaikinya, akan berpasangan dengan gadis ini?
_________________
Sekitar satu jam kemudian, Pencocokan Sapu berakhir. Tidak semua melakukannya dengan mudah, tetapi pada akhirnya, setiap siswa memiliki sapu. Pasangan baru berbaris di halaman, dan sang instruktur selesai menenangkan diri dan melanjutkan kelas.
“Sekarang setelah kalian memiliki partner, sudah waktunya pelajaran terbang yang sebenarnya. Kalian semua melihat pelana dan sanggurdi di depanmu, ya? "
Para siswa melihat ke bawah ke rumput dan melihat pelana dan sanggurdi seperti yang digunakan untuk kuda, hanya saja yang lebih kecil. Cara penggunaannya sudah jelas, tapi Dustin terus menjelaskan.
“Pertama, kalian harus memasang pelana sapu. Mungkin seribu tahun yang lalu, orang-orang naik tanpa pelana, tetapi tidak di zaman sekarang ini. Meskipun, jika kalian suka selangkangan kalian tercabik-cabik, maka aku tidak akan menghentikan—"
"Selesai. Apakah ini dapat diterima?” Nanao berseru, meminta konfirmasi atas perbuatannya.
Tawa aneh keluar dari tenggorokan instruktur. “Cepat sekali! Apa Kau sedang bercanda? Itu ujian nyata pertama di kelasku! Ditendang di wajah ketika mencoba memaksakan pelana pada sapu sudah jadi tradisi siswa baru! Bahkan pengendara berpengalaman pun kesulitan dengan sapu baru."
Dia bergegas dan mulai memeriksanya bahkan untuk kesalahan terkecil. Namun, pelana dan sanggurdi memiliki konstruksi yang sangat sederhana. Setelah dia memastikan bahwa peralatannya sudah benar, tidak ada yang perlu dikeluhkan. Pemeriksaannya dilakukan dalam sekejap, dan dia menghela napas secara dramatis.
“Yah, jika kamu sudah selesai, kamu sudah selesai... Nanao Hibiya. Aku sudah mengajar sapu terbang di Kimberly untuk waktu yang relatif lama, tapi terus terang, ini yang pertama bagiku. Aku tidak pernah begitu terkejut dengan seorang siswa bahkan sebelum mereka turun."
Instruktur itu memberikan pendapat jujur. Sementara itu, siswa lain berjuang keras dengan pelana mereka. Banyak yang mimisan setelah ditendang oleh sapu liar mereka, dan Guy salah satu di antaranya. Setelah sekitar dua puluh menit, mereka semua akhirnya berhasil.
“Bagus, semuanya terkendali. Aku yakin para veteran sudah ingin terbang, tapi untuk hari ini, kita akan membahas dasar-dasarnya. Sekarang, naiki sapu kalian!”
Atas perintah sang guru, para siswa yang bersemangat melompat ke atas sapu mereka. Seketika, beberapa dari mereka lepas landas tanpa menunggu sinyal. Mereka dengan cepat kehilangan kendali atas sapu, berputar di langit sampai instruktur mengeluarkan berbagai mantra untuk menangkap mereka. Kemampuan terbang mereka sirna, para siswa jatuh ke semak-semak seperti lalat.
“Ya, ya, senang kalian melanjutkan tradisi terjungkal terlalu dini. Tapi aku tidak kesal. Tarik napas dalam-dalam, fokuskan diri, dan naiki kembali sapu kalian. Ah, ini jauh lebih baik. Sekarang inilah kelas tahun pertama!”
Dustin tampak sangat lega melihat kegagalan yang sudah familiar baginya. Oliver, yang dulunya dikejutkan oleh Nanao lebih dari sekali, merasakan perasaan persahabatan aneh. Dia tersenyum tipis.
“Mulailah dengan mencoba melayang dua kaki di atas tanah selama tiga puluh detik. Mulai!" Dustin berseru, dan hampir seketika, para siswa kembali meledak. Sekitar setengah dari mereka mampu melayang dengan mantap, tetapi satu demi satu, banyak yang kehilangan keseimbangan dan terjungkal.
“Wah!”
“Wah — wah — wah!”
"Ha ha! Sangat sulit, bukan? Lebih sulit menjaga sapu diam dalam waktu lama daripada membiarkannya terbang! Tetapi jika mengenal perasaan ini terlebih dahulu, penerbangan kalian akan jauh lebih aman. Hei kamu yang disana! Perkenalkan dirimu! Aku ingin Kau memberi tahu kami apa penyebab paling umum terjadinya kecelakaan sapu.”
Pertanyaan mendadak itu membuat Oliver lengah, tetapi dia menjawab sambil menjaga sapunya tetap melayang.
“Nama saya Oliver Horn. Untuk menjawab pertanyaan anda, paling sering terjatuh saat melakukan rem darurat. Bagi pemula, adalah jatuh saat lepas landas."
“Sangat tenang dan tidak goyah, kau ini. Tidak menyenangkan sama sekali. Ya, dia benar. Semakin tinggi, semakin besar kemungkinan terjadinya kecelakaan fatal. Bahkan dalam kasus terburuk, cobalah untuk turun lebih dulu. Sihir penyembuhan tidak bisa membantu jika kalian mati karena benturan,” kata instruktur, memberikan senyuman yang membuat merinding para siswa. Itu bukanlah ancaman, melainkan fakta kehidupan yang sederhana bagi para pengguna sapu. Karena alasan ini, banyak keluarga yang menyimpan sapu dari anak-anak mereka dan menunggu sampai mereka lebih besar, setelah kemampuan pengambilan keputusan mereka berkembang lebih baik, lalu mengajari mereka terbang dan apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat.
“Tiga puluh detik telah berlalu.... Dan tentu saja, kalian melakukannya dengan luar biasa.”
“Luar biasa? Wah, aku hanya duduk di atas sapuku."
Pandangan guru tertuju pada Nanao, yang melayang tanpa kesulitan. Dia mengerutkan bibir dengan tidak senang.
“Sudah kubilang, ini bagian yang sulit. Itulah sebabnya aku sama sekali tidak percaya jika Kau seorang pemula. Kau terlalu mudah menaiki sapu. Ayo, mengaku saja. Kau pernah melakukannya kan? ”
“Aku tidak membuat kesalahan, Pak. Namun, memang benar ini bukan pertama kalinya saya menaiki punggung tunggangan. Sapu itu seperti kuda —seseorang harus memahami kemauan mereka dan membuat mereka selaras dengan keinginan dirinya sendiri,” jawab Nanao. Tampak bosan hanya dengan melayang, dia dengan ahli melayang maju dan mundur dengan perlahan. Instruktur itu mengerutkan kening dan mengerang.
“Aku tidak pernah menunggang kuda, tapi... Begitu. Seekor kuda, ya? Jika performamu merupakan indikasinya, maka keduanya pasti punya beberapa kesamaan. Tentu saja, Kau mungkin unik. Jika Kau mengatakan hal yang sama kepada ahli sapu sejati, Kau kemungkinan besar akan membuat mereka marah.”
Senyuman muncul di bibirnya saat instruktur bergumam pada dirinya sendiri. Senyum kekanak-kanakan yang kadang ditunjukkan oleh Master Garland. Ucapan ceroboh Dustin di awal kelas sangat ala-ala Kimberly, tapi Oliver juga tidak bisa memaksa dirinya untuk membenci pria ini.
“Selanjutnya, kita akan beralih ke bagian yang telah kalian tunggu-tunggu —terbang. Kesini, helper!”
Atas panggilan instruktur, siswa yang lebih senior datang dengan sapu terbang dari suatu tempat di luar halaman. Ada sekitar dua puluh orang; mereka mendarat dan membentuk garis di depan tahun-tahun pertama.
“Hari ini, kalian tidak perlu khawatir jatuh. Jika sampai jatuh, siswa-siswa ini akan berada di sini untuk menangkap dengan lembut dengan sihir tidak peduli seberapa tinggi kalian. Jadi percayalah pada mereka dan terbang —bukankah itu benar, helper? ”
"""""Ya pak!"""""
Para siswa yang lebih senior menjawab serempak, memukul dada mereka. Itu adalah pemandangan yang menginspirasi untuk dilihat. Dengan begitu, instruktur pun melanjutkan kelas.
“Jadi, para veteran, kalian akan terbang duluan. Mari kita... Mr. Horn, penerbang model kita, Kau, dan Kau —dan Kau, Ms. Hibiya."
“Mm? Apakah Kau yakin ingin memasukkanku di antara para veteran?” Nanao bertanya.
"Aku tidak keberatan. Ini akan membuatku sedikit lega jika Kau gagal dengan heboh,” kata instruktur tanpa basa-basi. Berdasarkan sinyalnya, mereka masuk ke posisi. Oliver berbaris di samping Nanao saat mereka bersiap untuk lepas landas.
“Jangan memaksakan diri, Nanao,” katanya. “Semua orang jatuh pada penerbangan pertama. Jika Kau tidak tahu cara mendarat, jangan sungkan mencari bantuan.”
"Aku mengerti. Tapi, apakah anak ini mengizinkan adalah pertanyaan yang berbeda,” jawabnya, terkekeh dan menatap sapunya.
Segera, dengan semua orang siap, Dustin memberi mereka sedikit instruksi terakhir. "Siap? Kalian harus terbang dari sini ke sana, mendarat seratus yard jauhnya. Tujuan kalian adalah garis putih. Dan... Terbang!”
Dia menepuk tangannya untuk memberi isyarat kepada mereka. Bersamaan dengan itu, keempat siswa itu terangkat dari tanah —dan satu melesat seorang diri.
"Hah?"
"Ah?"
“...”
Sisa kelas menatap dengan takjub, kecuali Oliver. Dia tahu ini akan terjadi padanya jika dia naik sapu itu —tapi tidak ada orang lain yang tahu. Mata instruktur melebar saat melihat Nanao melesat.
"Sangat cepat! Mustahil dia bisa berhenti —faktanya, dia akan mengalami kecelakaan yang mengerikan! Bersiaplah, helper!”
Nanao melesat melintasi rerumputan, melewati titik tengah dalam sekejap mata, dan bersiap untuk turun. Sementara itu, instruktur meneriakkan perintah panik kepada siswa yang lebih senior, yang siap untuk bertindak.
"" "" "Elletardus!" "" ""
Mereka merapal mantra itu bersama-sama, melepaskan mantra yang menghalangi momentum ke arah gadis Azian, yang terlalu cepat untuk mendarat dengan benar. Lima berkas cahaya melesat ke arahnya— “Hrnph!”—Yang dengan cekatan Nanao hindari, dan tepat saat dia hendak menyentuh tanah, dia menarik ke samping membentuk busur, melambat. Angin dari pendekatannya berdesir melalui semak-semak sampai dia akhirnya benar-benar berhenti. Dia berbalik menghadap siswa senior yang terkejut dengan senyum canggung, sambil menggaruk kepalanya.
"Oh sungguh. Maafkan aku. Aku mencoba untuk melaju selambat mungkin. Anak ini hanya memiliki terlalu banyak kekuatan."
“Huuuunh.........?”
Wajah instruktur menegang, seolah-olah ini adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah dia saksikan. Oliver dan yang lainnya akhirnya menyusul dan mendarat di dekatnya, lalu bersama-sama, mereka semua terbang kembali di ketinggian rendah. Instruktur tampak menciut.
"Kamu tahu? Kamu menang. Kau menang, Ms. Hibiya. Kau menakjubkan. Talenta tak tertandingi,” puji Dustin dengan arus kebencian. Lalu dia menunjuk ke belakangnya. “Dan itu berarti waktunya neraka perekrutan. Jangan sampai tanganmu robek sekarang.”
“Mm—?”
Nanao, merasakan kehadiran di belakangnya, berbalik dan berhadapan langsung dengan sekelompok siswa senior, mata mereka berbinar karena kegembiraan.
“Itu sangat mengesankan! Kau harus bergabung dengan tim kami, Ms. Hibiya!"
“Tidak, dengan kami! Bergabunglah dengan kami, gadis samurai!”
“Oh! Kami menerima makanan ringan setiap hari pukul tiga!”
“Berhentilah mencoba mengaitkannya dengan makanan! Bergabunglah dengan kami, dan aku secara pribadi akan membayar untuk melengkapimu dengan pelana dan sanggurdi kualitas tertinggi.”
"Suap melanggar aturan!"
“Apakah Kau ingin satu tahun layanan bantuan pekerjaan rumah?”
“Apa—? Kalau begitu, kami akan—”
Satu demi satu, para helper berusaha untuk saling mengalahkan bonus perekrutan yang mahal. Melihat kompetisi mulai lepas kendali, instruktur bertepuk tangan dan meredakan situasi.
“Oke, sudah cukup. Jangan berlebihan. Masih ada kelas yang harus kami selesaikan."
Para helper menciut kembali ke posisi mereka saat tahun-tahun pertama menatap dengan bingung.
“Seperti yang kalian lihat, kelas ini juga berfungsi ganda sebagai periode perekrutan tahun pertama. Siapa pun yang menunjukkan terlalu banyak bakat cenderung merasakan pelukan penuh kasih dan mencekik dari para senior, jadi berhati-hatilah. Tapi sudah terlambat untuk Ms. Hibiya," dia mencibir. Nanao sepertinya masih belum paham posisinya. Bibirnya masih melengkung dalam senyum, instruktur itu bergumam pelan, "Tetap saja, ternyata tahun ini menarik."
____________________
[1] Yang dia katakan tidak masuk akal
[2] Idiom; apa yang membuat pete bete atau tidak senang dan terganggu.
[3] Sky burial; Praktik pemakaman tradisional Tibet di mana jenazah orang yang telah meninggal diekspos ke udara terbuka untuk dimakan oleh burung pemakan bangkai.
[4] Sapu terbang.
[5] Babak belur
[6] Tercengang.
Post a Comment