Dengan berakhirnya duel penyihir itu, lebah yang masih hidup kembali ke sarang, dan ruangan luas itu akhirnya damai.
“Sepertinya kita berhasil. Astaga, apa aku berkeringat!”
“Aku sangat takut! Nanao, makasih! Kamu melakukannya dengan sangat baik.”
Guy menghela napas lega dan duduk di samping troll saat Katie menyambut kembali Nanao dengan pelukan.
Chela terhuyung karena kelelahan. “Itu... cukup berat. Bahkan jika aku tahu itu akan terjadi."
“Hei, kamu baik-baik saja?!”
Pete berlari dan menangkap bahunya. Saat teman-temannya berlari karena khawatir, dia tersenyum ringan untuk meyakinkan mereka.
“Ya, jangan khawatir. Aku sudah menguji apakah aku bisa melakukan mantra ganda saat dalam mode ini. Gelombang mana yang tiba-tiba membuat tubuhku sedikit shock.”
Stacy mengamatinya. “Kau... menahan diri?” dia bertanya.
"Hah?"
“Maksudku, Kau menahan diri, bukan? Kau menggunakan mantra itu dalam duel kita juga. Aku sangat terkejut Kau bisa memakai mantera ganda... Jika sejak awal kau menyerang dengan itu, kami akan menjadi tidak berdaya." Dia merajuk dan berbalik.
Chela tersenyum canggung. “Kurasa aku tidak bisa menghentikanmu dari memikirkan itu, tapi aku tidak pernah bermaksud menggunakan ini dalam duel antara tahun pertama. Tidak ada yang bisa diperoleh dari memenangkan pertempuran dengan mengandalkan kemampuan bawaan lahir."
"Kita sekeluarga, tapi aku sama sekali tidak tahu kau setengah elf morphlings," gumam Stacy, agak sedih.
Ada banyak jenis elf dan campuran manusia, juga dikenal sebagai half-elf: yang teraktualisasi, yang mewarisi banyak sifat unik elf; yang tidak aktif, yang tidak bisa dibedakan dari manusia; dan morphling, yang menunjukkan ciri-ciri unik dari kedua sisi tergantung pada situasinya.
"Aku juga berharap pertempuran kita bisa berlangsung selama mungkin," tambah Chela.
“Itu adalah interaksi nyata pertama kita sejak kita berumur dua belas tahun.”
"Hah....?"
Alis Stacy terangkat.
Chela menatap matanya saat dia mulai mengenang. “Aku selalu bersemangat untuk kunjungan tahunan kami. Kamu sangat pandai membuat bunga mekar dengan sihir, dan kita berdua bersenang-senang. Apakah kamu ingat membuat ini?”
Dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya: mahkota bunga tua kecil. Itu tidak ditenun dari petikan bunga tetapi tumbuh menjadi bentuk itu dari biji dengan sihir.
Stacy menatap, mulutnya ternganga. “K-kamu masih punya itu? Dan kau bahkan bersusah payah merawatnya....?”
“Itu kenang-kenanganku saat itu. Tentu saja aku tidak menghilangkannya.” Stacy menegang, dan Chela memeluk mahkota di hatinya.
“Aku mungkin tidak bisa memanggilmu adik, tapi kamu adalah keluargaku meski jarak rumah kita jauh. Aku senang saat melihat bagaimana Kau tumbuh berkembang di antara kunjungan jarang kami. Dan agar tidak mempermalukanmu, aku ingin menunjukkan perkembanganku juga."
"......."
“Tapi itu berakhir dengan menyakitimu. Aku minta maaf karena tidak sadar —karena tidak pernah memahami rasa sakitmu."
Saat dia meminta maaf, dia melingkarkan tangannya di tangan kanan Stacy. Isyarat itu penuh dengan perasaan yang tak terucap, dan dia memastikan mereka tidak akan melalaikan satu sama lain kali ini.
“Izinkan aku mengatakan sesuatu: Aku tidak pernah menganggapmu sebagai penggantiku.”
Dia menatap mata saudara tirinya saat dia bicara, dan air mata mulai mengalir dari mata Stacy.
“Waaaah....!”
Stacy kembali mulai menangis, dan Chela dengan lembut memeluknya.
Oliver dan Albright mengawasi mereka dari kejauhan.
“Kalian semua tidak akan puas hanya dengan mengambil medali, kan?”
"Kau menangkapku. Benar."
Albright duduk di tanah, dan di sampingnya, Oliver menyeringai kecut. Dia tidak punya urusan khusus dengan anak itu, tetapi sekarang setelah duel dengan Nanao selesai, dia merasakan dorongan untuk mengatakan sesuatu.
“Ayo duel lagi, saat kita lebih kuat dari hari ini,” gumam Oliver.
Albright menyeringai. "Ha ha! Berhati-hatilah dengan permintaanmu. Aku pasti akan kembali dengan lebih kuat dari sebelumnya setelah merasakan kekalahan."
“Aku merinding hanya dengan membayangkannya. Tapi aku dapat meyakinkanmu, aku juga akan menjadi lebih kuat,” jawab Oliver dengan keras kepala. Dua tahun kedepan, mungkin tiga tahun —tidak sulit membayangkan Albright menjadi luar biasa kuat pada saat itu. Jika ada kesempatan untuk melakukan pertandingan ulang, dia jelas harus bersiap untuk pertarungan yang melebihi pertarungan hari ini.
“Jangan berpuas diri, Oliver Horn. Aku cepat lupa nama."
“Oh, aku akan pastikan kamu ingat namaku selamanya.”
Dan dengan itu, Oliver menghampiri teman-temannya. “Oke, ayo kita keluar. Apakah kita melewatkan cedera?”
“Semua sembuh! Maaf kamu terluka, Marco.”
“Tidak apa-apa. Aku kuat Katie tidak terluka. Bagus."
Katie menghela nafas usai menyembuhkan familiarnya. Troll itu menggunakan tubuh besarnya sebagai perisai untuk melindunginya dari lebah setelah mereka menghancurkan barikade dari dalam dengan sihir. Marco penuh dengan gigitan dan sengatan, tapi dia hampir tidak mempermasalahkannya.
“Mari kita ikuti kalian keluar dari sini. Ayo, Stace, berhentilah menangis."
Fay menarik tangan Stacy dan mulai berjalan. Oliver mempertimbangkan untuk menyampaikan undangan yang sama ke Albright, tetapi anak itu mengabaikan mereka. Dia tidak perlu khawatir. Oliver berdiri di depan kelompok itu dan memimpin mereka keluar.
“Oke, ayo pergi. Jangan sampai lengah saat kita kembali ke lapisan pertama—"
Dia memperingatkan mereka tentang perjalanan pulang, lalu membeku.
“...? Ada apa, Oliver? Bukankah kita akan pergi?” Guy bertanya.
“....”
Itu adalah niat Oliver, tentu saja, jika sesuatu yang aneh tidak mengganggu alarm mentalnya.
“Apa.... itu...?”
Saat Oliver terus menatap, sesuatu tiba-tiba muncul, mengguncang bumi di bawah kakinya. Massa besarnya merayap di tanah, dan tentakel berwarna daging menjulur ke seluruh tubuhnya.
“Apa—?”
Albright, yang duduk agak jauh dari mareka, hampir berhadapan dengan bahaya itu. Matanya membelalak karena terkejut, dan dia dengan cepat berdiri dan menarik pedang.
"Gah—?!"
Tapi sebelum dia bisa merapal mantra, tentakel mengelilinginya. Dengan insting kilat, dia memotong satu, tapi sisanya menyeretnya ke tubuh makhluk itu. Tentakel melilit lehernya, mencegahnya merapal mantra. Tidak dapat melawan, Albright menyelinap ke dalam tubuh besar makhkluk itu.
"......."
Oliver menggigil melihat pemandangan itu, dan bahaya mengancam nyawa itu menendang pikirannya ke mode analitik tenang.
Kemungkinan besar, wujud dasar makhluk ini adalah sejenis makhluk kaki enam yang merangkak di tanah. Tubuhnya hampir sepanjang dua puluh kaki, tetapi sulit untuk bisa tau detailnya karena tentakel yang menutupinya. Beberapa di antaranya tampak elastis, dan memiliki kekuatan serta kecerdasan untuk menangkap target lebih dari dua puluh yard jauhnya. Sepengetahuannya, tidak ada makhluk sihir yang sesuai dengan deskripsi ini. Satu-satunya makhluk yang dapat dia pikirkan adalah chimera, campuran dari beberapa makhluk sihir.
“Jangan lawan dia, Nanao!”
Dia(she) mengangkat pedang untuk coba menyelamatkan Albright, tapi Oliver dengan tegas berteriak padanya untuk berhenti. Mendekati makhluk sihir yang tidak dikenal jelas merupakan bunuh diri, tapi itu bukan satu-satunya alasan dia menghentikannya. Yang benar-benar membuatnya takut adalah gerombolan makhluk serupa yang muncul dari belakang si original. Seperti tidak ada habisnya —pertama, ada empat, lalu lima, lalu enam, lalu tujuh....
Pikiran untuk menang berhenti di situ. Meninggalkan semua ketenangan, Oliver meraung:
"Lari! Semuanya, lari !!”
Kelompok itu tersentak dari lamunan dan melarikan diri. Mereka berlari melewati ruang terbuka dan kembali ke lapisan pertama, tetapi makhluk itu terus mengejar. Saat jalan menyempit menjadi satu lereng ke atas, Chela berbalik dan merapalkan mantra.
“Magnus tonitrus!”
Sebuah raungan memekakkan telinga mereka. Kilatan petir yang telah memusnahkan kawanan lebah melesat ke arah makhluk misterius itu, yang tidak dapat mengelak. Kulit mereka terbakar karena listrik, dan tentakel hangus jatuh ke tanah. Tapi makhluk itu tidak berhenti. Mereka melambat selama beberapa detik, tetapi kembali mengejar mangsa dengan semangat baru.
“Bahkan itu tidak menghentikan mereka... Mereka kebal terhadap listrik!”
Chela mengertakkan gigi dan lari. Bahkan dengan pusaka elfnya, dia tidak bisa melepaskan banyak tembakan dengan intensitas yang sama. Dia terpaksa menggunakan mantra tunggal untuk mengulur waktu ketika— “Kuh ?!”
"Fay!"
—Sebuah tentakel terlontar dan mencengkeram pergelangan kaki Fay. Dia dengan cepat mencoba memotongnya, tetapi tentakel lain meraih lengan kanannya, mencegahnya melakukan perlawanan.
"Lari, Stace—!" dia berteriak.
Stacy mencoba membantu, tapi dia mendorongnya pergi. Sesaat kemudian, tentakel menyeret temannya ke aula, meninggalkan Stacy. Dia berteriak histeris.
"Fay! FAY! TIDAAAKKK!”
"Berhenti! Dia juga akan menangkapmu!”
Stacy coba mengejarnya, tetapi Chela meraih tangannya, dan Nanao melompat ke depannya.
"Maaf!"
Nanao mengangkat gadis menangis itu. Dengan putus asa memotong tentakel yang datang, mereka bergegas menaiki lereng.
"Huff! Huff!”
"Sial! Seberapa jauh mereka akan mengejar kita ?!”
“Mereka tidak bisa muat di aula sempit dengan ukuran itu! Jangan menyerah, semuanya!”
Itu satu-satunya harapan mereka. Setelah berlari yang seolah seperti selamanya, mereka akhirnya tiba di persimpangan jalan yang familiar. Ada tiga jalur yang tersedia, dan Marco diam-diam melemparkan dirinya ke jalur terluas di sebelah kiri.
"Ah-?!"
"Biarkan dia! Kita bisa bertemu nanti!” Oliver berteriak pada Katie, diam-diam meminta maaf kepada troll itu. Marco tahu Katie tidak akan bisa melarikan diri ke jalan yang lebih sempit jika dia bersama mereka, jadi dia mengambil inisiatif dan berpisah. Terkesan oleh kedalaman kecerdasan Marco, Oliver dan yang lainnya berlari di jalan tersempit.
"Baiklah! Kita harus selamat!”
Oliver melirik ke belakang saat mereka berlari. Saat dia mengira mereka berada di luar bahaya dan menarik napas lega ... "Hah?"
Tentakel berwarna daging menempel pada anak dengan kacamata di belakangnya.
"......."
Oliver secara naluriah mengulurkan tangan kirinya. Teman-teman di depannya menyadari apa yang terjadi sedetik kemudian saat tentakel menyeret Pete pergi.
"Ah-!"
“PEEEEEETE!”
Ujung jarinya menyapu udara hanya satu inci dari temannya. Oliver tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat bocah itu ditelan ke dalam labirin yang dalam.
"Guh—!"
“Stop, Oliver!”
Dia secara naluriah memutuskan untuk menyerang balik, tapi Chela meraih lengan dan menariknya dengan seluruh tubuhnya. Oliver mencoba melepaskannya.
“Kamu tidak bisa menyelamatkannya!” dia memohon. “Kau tau betapa kuatnya mereka. Jika Kau kesana, Kau hanya akan jadi sasaran empuk!"
"Tapi-!"
“Oliver!” Chela membentaknya dengan amarah yang mengejutkan. Air mata mengalir di wajahnya dan membentur lantai. Pemandangan tersebut mendinginkan kepalanya dan menggerogoti jantungnya, mengancam menghancurkannya. Dia dengan tidak berdaya menyadari bahwa hal terbaik yang bisa mereka lakukan dalam situasi ini adalah meminta bantuan secepat mungkin.
_________________________
Mereka berenam kembali ke akademi melalui lengkungan dekat workshop rahasia mereka dan terbang menyusuri aula, mencari senior yang bisa mereka temukan. Untungnya, keinginan mereka segera terkabul.
“Oh, ini kalian.”
Mereka mendengar suara pemuda yang familiar. Di sana berdiri Alvin Godfrey, memimpin Carlos dan sekelompok prefek.
Oliver menjelaskan situasinya secepat yang dia bisa. “Ketua Godfrey, beberapa makhluk sihir kuat berada di luar kendali pada lapisan pertama! Mereka menculik Pete dan dua tahun pertama lain! Kami minta bantuan!"
Dengan putus asa mencoba untuk tenang, Oliver bersiap untuk menjawab pertanyaan yang dia tahu akan datang. Tapi yang mengejutkan, ternyata tidak ada.
"Aku tahu," jawab Godfrey tenang. “Jadi teman-temanmu juga diambil?”
Chela, merasakan ada sesuatu yang salah, mendekati senior itu. “Teman-teman kami juga? Ketua Godfrey, itu apa maksdunya?”
Saat dia mencari konfirmasi, Oliver merasakan teror mencengkeram dirinya.
Ucapan Carlos berikutnya menyelesaikan itu. “Itu berarti kalian bukan orang pertama yang mengemukakan hal ini. Kami punya delapan laporan lain tentang hal yang sama —lebih dari tujuh puluh tahun pertama dan kedua telah diculik. Dan dari deskripsi makhluk buas itu, kami sudah tahu penyebabnya..."
Mereka berhenti, tidak dapat melanjutkan. Godfrey menyelesaikan kalimat untuk mereka:
“Ophelia Salvadori telah terlahap oleh mantera.”
Semua orang menjadi kaku. Udara pun membeku, dan keheningan berat menyelimuti aula.
"............."
Oliver adalah satu-satunya orang yang mengingat sebuah kenangan. Suara Ophelia kembali dengan jelas padanya, begitu pula kata-kata yang dia tinggalkan setelah obrolan mereka:
“Batasi petualanganmu dan tekuni studi akademi —terutama untuk beberapa bulan ke depan.”
“Segera kembali ke asrama. Kalian dilarang menginjakkan kaki di labirin sampai situasi teratasi. Atas otoritasku sebagai ketua OSIS —akademi ini sekarang dalam siaga tinggi."
Kata-kata yang diucapkan Godfrey dan nada tegasnya membuat Oliver menyadari bahwa situasinya jauh lebih gelap dan lebih menyeramkan daripada yang bisa mereka bayangkan.
END
Post a Comment