Update cookies preferences

Nanatsu no Maken Vol 4; Chapter 3; Bagian 3

 


Setelah makan siang selesai dan membayar tagihan, mereka kembali berjalan menuju kerumunan yang ramai. Guy melihat ke dua arah, lalu kembali ke teman-temannya.

"Jadi? Apa rencananya?"

"Katie ingin mampir ke toko makhluk sihir," kata Chela.

"Ms. Miligan memintaku untuk mengambil beberapa persediaan mumpung kita berada di Galatea. Tidak akan lama, aku janji!”

"Jangan biarkan kami terjebak di sana sampai gelap," desak Pete. “Aku juga punya tempat yang ingin aku kunjungi.”

“Aku—aku tidak akan melakukan itu! Aku tidak membeli hewan apa pun hari ini. Hanya memenuhi tugas Ms. Miligan, lalu melihat sekeliling dengan sangat cepat...mungkin... kurasa...”

Mata Katie mulai bergerak maju mundur. Semua orang menguatkan diri mereka untuk jangka panjang—tetapi mengikuti petunjuknya ke toko makhluk sihir. Lima menit berjalan kaki dari bar, mereka menemukan tanda besar dengan sayap di atasnya.

“Oh, yang ini! Makhluk Sihir Müller! Ayo masuk!"

Katie sudah berada di pintu. Yang lain melangkah setelahnya dan bertemu dengan musk zoologi. Toko itu sendiri bersih, dengan langit-langit tinggi dan makhluk sihir dari segala bentuk dan ukuran berkeliaran di sarang mereka. Beberapa sangat aktif, ada pula yang meringkuk tertidur; yang lain memiliki ekor menjuntai, mata tertuju pada para penyusup. Katie sudah berkeliling, jelas terpesona.

“Wow—tempat inisangat besar. Kurasa itu bukan toko terdekat dengan Kimberly karena omong kosong.”

“Mereka bahkan bisa memasukkan makhluk besar dengan pesanan khusus,” kata Chela. “Meskipun stoknya tidak teratur.”

“Kami mendapatkan cukup banyak dari mereka di sekolah... Apakah tempat ini memiliki, seperti...makhluk imut? Sesuatu yang membuat bersemangat?”

“Mereka punya banyak! Pete, ayo lihat bersamaku!”

Katie menerkam minat Pete dan mulai menariknya berkeliling toko. Dia punya waktu satu tahun untuk mengetahui betapa terobsesinya wanita itu pada hewan, dan dia sudah lama berusaha melawannya. Sisa geng itu mengikuti mereka.

"Aw, anak anjing warg!" Kata Katie, berhenti. “Lihat, dia minum susu! Imut-imut sekali!"

“Makhluk-makhluk itu dari parade penyambutan? Mereka sedikit lebih besar, tapi kurasa yang semuda ini tidak jauh berbeda dari anjing biasa.”

“Warg adalah makhluk sihir man-made—pada dasarnya, makhluk biasa yang diubah dengan sihir,” jelas Oliver. “Sama setianya seperti anjing biasa tapi dengan indra dan kekuatan yang tinggi. Tentu saja, itu tergantung pada pemiliknya, tetapi mereka biasanya juga sama menyayanginya.”

Semua anak-anak anjing warg mengibas-ngibaskan ekornya. Mereka sudah sebesar anjing ukuran sedang tetapi jelas masih sangat muda. Katie meraih ke dalam kandang, dan salah satu dari mereka menjilat jarinya.

“Hee-hee-hee! Kau jinak! Mungkin berumur dua bulan? Bulu di ekornya masih belum tumbuh semua.”

“Baru dua bulan? Wah, makhluk dewasa pasti seukuran anak kuda!”

Melihat ketertarikan mereka, penjaga toko datang.

“Kalian siswa Kimberly tertarik dengan anak anjing warg hari ini? Yang ini dibiakkan untuk keluarga non-penyihir, jadi aku pikir kalian akan mendapati mereka sedikit kurang. Kami punya ras lebih kuat di belakang, jika kalian akan ingin melihat-lihat.”

“Oh, tidak—aku tidak membeli hewan apa pun hari ini. Mereka sangat imut!”

Mereka semua menoleh ke arah staf toko; seorang pria muda berusia awal dua puluhan, dia mengenakan kemeja lengan pendek dengan bordir nama toko di atasnya dan celana panjang katun polos. Tapi athame dan tongkat putih di pinggulnya memperjelas bahwa dia adalah seorang penyihir.

Dia tampak cukup mudah didekati, jadi Pete melirik sekali lagi ke sangkar, lalu bertanya, “Um...Aku pernah membaca tentang itu sebelumnya, tapi apakah orang biasa benar-benar memelihara wargs? Bukankah itu berbahaya bagi non-penyihir?”

“Mm? Oh, itu tergantung pada rasnya. Apa pun yang kalian temukan di Kimberly akan jauh lebih agresif dan mempertahankan dorongan memangsa,” jawab staf toko itu. “Tetapi mayoritas ras tidak akan menimbulkan masalah. Faktanya, warg awalnya dibiakkan sebagai penjaga untuk keluarga non-penyihir. Sebagian besar cerita mereka, orang menginginkan mereka sekuat kesetiaan mereka. Pada masa itu, serangan kobold jauh lebih umum, Kau tahu.”

Dia berbicara dengan sangat mudah—dia kemungkinan pasti telah banyak menjelaskan sesuatu semacam ini, bekerja di sini.

Dia melihat sekeliling kandang terdekat, menambahkan, “Tentu saja, bukan hanya karena itu mereka dihargai. Ada warg pemburu, warg pelacak, atau warg yang paling baik dipelihara sebagai hewan peliharaan. Mereka dibiakkan untuk segala jenis kebutuhan pemilik. Toko kami punya moto, 'Dengan warg di rumah, Kau siap melakukan apa pun.' Agak berlebihan, tapi itu adalah nilai yang bagus untuk harganya. Cerdas, penurut, tidak makan terlalu banyak, tidak menuntut terlalu banyak waktu. Harapan hidup hanya sekitar enam tahun, sedikit pendek, tapi itu karena mereka telah dibiakkan untuk dewasa lebih cepat dan tidak berlama-lama di usia tua. Seekor anak anjing hari ini telah tumbuh dewasa tanpa kalian sadari, dan mereka keluar dengan cepat—tidak pernah membebani kalian. Terlebih bisa membeli pengganti!”

Dia tampak cukup bangga akan hal itu, tapi alis Katie berkedut. "Bahkan tidak sampai enam tahun?"

“Mm? Kau ingin harapan hidup lebih lama? Ada ras khusus untuk itu.”

Dia tampaknya berpikir itu akan meyakinkan, tetapi teman-teman Katie lebih tahu. Dia menatap lama pada anak-anak anjing yang mengibas-ngibaskan ekor itu dan menggelengkan kepalanya. "Tidak tidak hari ini. Um...apa kau punya peralatan diagnostik troll? Untuk ras Gasney.”

“Oh, tentu. Bagian demi-human ada di sini. Kau memelihara troll di tahun kedua? Tidak biasa!"

“Um, ya. Ini adalah proyek penelitian kolaboratif dengan tahun kelima bernama Miligan...”

Dia memaksudkannya sebagai pernyataan fakta yang sederhana, tetapi staf toko itu berputar seolah dia telah ditembak. Senyum cerianya benar-benar hilang, dia dengan tajam menatapnya.

“Pantas saja,” katanya. “Kamu Katie Aalto, kan?”

“Y-ya, benar....”

Dia mundur selangkah, sedikit ketakutan. Staf toko itu menekan-nekan pelipisnya, mendesah dramatis.

“Seharusnya kamu bilang begitu. Aku akan mengambil dua puluh persen—tidak, tiga puluh persen dari pesananmu.”

"Hah?! K-kenapa?”

“Menunjukkan dukungan....atau belasungkawa. Apapun itu, dengan mata ularnya menempel padamu, aku bersimpati tanpa batas. Terima saja—kumohon.”

Dengan itu, dia berbalik. Saat mereka mengikuti, dia memanggil dari balik bahunya.

“Dan peringatan yang adil—jangan berpaling darinya. Dia punya sekrup longgar dan akan membuka kepalamu seperti sekotak permen. Dan fakta bahwa dia tidak bermaksud jahat membuatnya semakin buruk. Dia benar-benar tidak mengerti mengapa ini menjadi masalah besar.”

Pukulan itu sangat mempengaruhi dirinya. Untuk semua hal yang telah Miligan bantu, Katie tidak cenderung untuk berdebat. Tapi staf toko itu memiliki satu pukulan terakhir pamungkas.

“Juga, sampaikan pesanku padanya. 'Aksimu membuat pengusung hak-hak sipil berkerumun di toko kami! Pelanggan takut, dan kami kehilangan pendapatan! Bagaimana Kau akan menebusnya untukku, ya? Bagaimana?!' Coba bilangi dia!”

____________

Bertentangan dengan perkiraan, mereka akhirnya menghabiskan sedikit waktu di Makhluk Sihir Müller. Mereka membeli permintaan Miligan, dan Katie segera berkata, “Waktu untuk pergi.” Tidak ada yang membantah.

“.........”

Di luar, Katie jelas-jelas berusaha keras. Bahunya merosot, seluruh tubuhnya tampak menciut.

Guy sia-sia mencari cara untuk menghiburnya, tapi yang dia lakukan hanyalah tergagap, "Uh, jadi...yah..."

“A-ayo kita pergi ke suatu tempat yang lebih ceria, ya? Aku tahu tempatnya!” Chela menyarankan, tidak tahan menonton lebih jauh. Dia dengan cepat membawa mereka pergi.

Di depan, mereka melihat tanda yang sangat mencolok. Di atasnya ada tongkat bercahaya yang menghantam siluet makhluk sihir. Di sudut kanan bawah terdapat catatan yang menyebutkan HANYA PENYIHIR.

"Shooting range," kata Oliver, mengangguk. "Itu akan mengalihkan pikiran kita dari berbagai hal...."

“Targetnya tidak hidup, kan?” Katie bertanya, mengintip dari balik bahunya.

Chela meletakkan tangan di pinggulnya, berputar menghadapnya. "Jangan khawatir," katanya. “Tempat ini hanya menggunakan dummy. Ada yang toko-toko di luar sana yang menggunakan target hidup, tetapi mengingat biaya kelola dan pemeliharaan makhluk, itu sangat mahal. Dan pengusung hak-hak sipil memprotes keras, jadi mereka telah ditutup.”

Katie tampak lega. Guy menyingsingkan lengan bajunya.

“Kalau gitu tidak perlu segan-segan lagi, meningkatkan nafsu makan untuk makan malam! Ayo, Katie!”

“Eep....!”

Dia akan meletakkan tangannya di bahunya dan mendorongnya tepat ke toko. Mungkin agak kasar, tapi itu jelas tindakan untuk menghiburnya. Yang lain berada tepat di belakang mereka.

Di dalam, mereka bisa mendengar mantra bergema. Ada loket tepat di dekat pintu, dan di luar itu, serangkaian lintasan —agak seperti permainan warga biasa yang disebut bowling. Beberapa lintasan sudah ditempati, dan penyihir menembakkan mantra ke target di belakang. Sorak-sorai terdengar pada tembakan yang tepat sasaran, dan injakan kaki jika meleset.

"Selamat datang! Pertama coba? Percaya diri dengan kemampuan kalian?” pria di loket bertanya.

Mereka beringsut lebih dekat, mata bergerak ke papan peraturan.

“Sepertinya kita bisa mengatur tingkat kesulitannya.... Mudah, normal, sulit, dan sangat sulit, ya?” Pete harus memikirkan yang satu itu.

"Jika kalian mampu menyelesaikan level sangat sulit, ada hadiah mahal!" kata penjaga paruh baya itu. “Belum ada yang berhasil bulan ini, tapi apa kalian mau mencobanya?”

Dia mengarahkan ibu jarinya ke papan di belakang. Ada deretan alat sihir baru, hadiah yang diberikan untuk penyelesaian kesulitan yang ditetapkan. Guy dan Katie sama-sama mengerang. Mengingat berapa banyak harga semua barang itu jika dibeli toko, harga sekali coba mungkin sepadan.

"Menarik. Mau menguji keberanian kita, Oliver?”

Dia berkedip. Guy rentan terhadap sesuatu semacam tantangan, tapi yang satu ini berasal dari Chela. Dia sudah tampak lebih seperti jenis orang yang menerima tantangan, bukan membuat tantangan.

“Kamu....tidak perlu,” tambahnya, tiba-tiba terlihat khawatir.

Pantas saja; dia masih khawatir tentang kejadian saat makan siang.

Dia tahu persis mengapa—dan apa yang sangat dia khawatirkan. Dia menantangnya untuk mengukur reaksinya, melihat bagaimana perasaannya. Apakah dia menahan insiden sebelumnya terhadapnya? Apa sekarang dia membencinya? Apakah dia menyakitinya?

“..............”

Dia merasa sedih mengetahui dia membuatnya merasa seperti itu. Dia bersalah karena membuatnya melakukan itu untuknya dan bersalah membuatnya merasa cemas.

Dia tidak akan pernah bisa membencinya. Ia tahu ini semua salahnya. Membiarkan masalah Parfum berlarut-larut, tidak bisa menyembunyikannya dengan benar—semua ini karena dia sendiri gagal mengurus semua itu.

Itu tidak sakit-tapi itu luka lama yang ia pikul untuk beberapa waktu. Tidak satu pun luka itu dibuat Chela. Semua ini bukan dia yang melakukannya.

Jika luka itu masih bernanah, masih berdarah-itu semua adalah dosanya.

"Aku tidak keberatan. Tapi jika aku melawanmu, aku harus berusaha sekuat tenaga.”

Dia tersenyum, menerima tantangan temannya. Dia tampak senang sekaligus lega. Bagus, pikirnya. Dia tidak ingin menyeretnya ke dalam perasaannya sendiri atau menjadi penyebab kecemasan atau rasa bersalah tidak beralasan.

“Kita tidak akan bisa mengikuti mereka, jadi mengapa kita tidak tetap main level normal? Mari kita lihat siapa di antara kita yang lebih baik, Nanao!”

“Tantangan diterima, Katie! Aku sudah melatih skillku. ”

“Aku juga tidak payah dalam skill menembak. Pete, apa yang akan kau lakukan? Coba mode mudah sendirian?”

"Tentu saja tidak. Dan aku akan membuatmu memakan kata-kata itu.” Pemuda berkacamata itu balas menatap Guy, dengan jelas bersemangat.

Penjaga toko itu menyeringai. “Dua untuk sangat sulit, dan empat untuk normal! Duo sangat sulit, lewat sini.”

Dia memimpin kelompok itu ke toko utama dan melambai pada Oliver dan Chela ke paling kiri. Itu jauh lebih besar daripada lintasan lainnya, dengan beberapa tumpukan bagian dan lingkaran sihir selebar dua puluh yard di lantai. Dia mengarahkan mereka ke pusatnya.

“Apakah ini berarti akan ada target di sekitar kita?” Oliver bertanya.

“Mode ini adalah tentang realisme! Dan mereka bukan hanya target. Para dummy ini memberi perlawanan.”

“Itu tentu tidak seperti yang ku bayangkan....,” kata Chela.

Tapi tetap saja, mereka mengambil posisi. Penjaga toko itu melangkah keluar dari lingkaran, menghunus tongkat putihnya, dan mengetukkan ujungnya ke lantai.

“Dua pemain... dan kalian berdua adalah siswa Kimberly, jadi: Mode Kimberly Dimulai."

““Mode Kimberly ?!””

Itu terdengar sangat tidak menyenangkan. Akan tetapi lingkaran sihir itu sudah menyala. Tumpukan potongan-potongan itu saling menyatu. Oliver dan Chela menguatkan diri saat para monster bergerak untuk membunuh.

Pertempuran berkecamuk selama tiga puluh menit, dan mantra mereka bergema sepanjang waktu. Akhirnya sihir Chela menghancurkan yang terakhir dari mereka, dan cahaya di kaki mereka menghilang. "Semua tumbang!" penjaga toko itu menggelegar, dan raungan terdengar dari galeri.

"Kerja bagus! Wow, aku tidak percaya kamu benar-benar mengalahkannya!”

“Jumlahnya gila! Aku panik hebat!”

“........”

“........”

“Itu tidak tampak seperti pertandingan sama sekali..... Ini, minum ini. Kamu butuh istirahat."

Mereka melangkah keluar dari lingkaran dan mengambil minuman dari Pete tanpa sepatah kata pun. Keduanya menenggak isinya dan membantingnya ke meja terdekat.

“Musuhnya banyak sekali! Sangat lama! Dan dummy-dummy itu sangat efisien!”

“Menuntut tembakan melengkung, piercing dan melebar, dan Kau harus memvariasikan elemennya?! Setiap dummy yang lolos itu brutal! Apanya yang permainan? Ini pada dasarnya adalah latihan tempur!”

Oliver dan Chela pada dasarnya menjerit, teman-teman mereka mengangguk. Mereka berdua ambruk ke meja, dan penjaga toko itu datang, berseri-seri.

“Kemenangan yang luar biasa! Tidak percaya kalian berdua baru tahun kedua. Kami biasanya tidak mendapatkan kemenangan sampai setidaknya tahun keempat!”

Dia menusukkan ibu jarinya ke loket. Mereka melihat ke rak-rak yang berjajar dengan hadiah—dikemas penjaga toko yang lain.

“Ada banyak sekali hadiah ekstra, jadi nanti akan kami kirim dengan karpet. Tapi hadiah sebenarnya adalah ini! Trofi dua pemain!”

Dia menyeringai dan meletakkannya di antara mereka: piala kuningan berat yang menggambarkan dua penyihir, dengan tongkat siap sedia.

Chela mengambilnya, dan penjaga toko itu mulai bertepuk tangan.

“Pertarungan yang hebat. Kalian adalah couple terbaik hari ini! Orang-orang yang selamat dari pertempuran yang sengit pasti akan bersama-sama selama bertahun-tahun yang akan datang!”

Dengan pemberkahan itu, dia menampar punggung mereka dan kembali ke konter. Mereka ternganga padanya untuk waktu yang lama, kemudian mata mereka mengarah ke piala.

“Sepertinya agak terlambat untuk itu,” kata Chela. “Kami telah berjuang bersama-sama setahun penuh.”

"Benar. Tapi tidak ada salahnya pengakuan terlambat ini.”

Mereka berdua mengeluarkan tongkat putih mereka dan mengetuknya bersama-sama di atas piala. Mereka telah memenangkan hadiah ini bersama-sama. Dan gerakan itu adalah perayaan kecil mereka.

Tapi saat dia melihatnya, gadis Azian itu mencengkeram tangan ke dadanya.

“.....?”

“...Nanao...., ada apa? Sakit perut?" Katie berbisik, menariknya ke samping. Tangan Nanao tidak pernah lepas dari hatinya, jelas sangat tersiksa.

“Aku tidak tahu apa maksudnya. Dadaku baru saja… terasa sesak.”

Matanya beralih ke bahunya, ke tempat Oliver dan Chela mengobrol dengan riang gembira. Nanao mungkin bingung.... tapi tidak dengan Katie. Oh... aku tahu itu .

______________

Post a Comment