Update cookies preferences

Unnamed Memory Vol 3; 6; Bagian 7

"Kamu telat. Setidaknya keringkan rambutmu,” sembur Oscar, yang telah menatap langit dari benteng saat penyihir wanita itu berteleportasi di sebelahnya. Dia memberinya tatapan tercengang ketika dia melihat keadaannya.

"Maaf," katanya, meskipun bukan hanya rambutnya—seluruh tubuhnya basah. Tetesan air menempel di kakinya, terlihat melalui celah tinggi setelan penyihir wanitanya. Dia mungkin juga baru saja keluar dari air.

Namun, Tinasha sama sekali tidak tampak terganggu saat dia menggunakan jari-jemarinya untuk menyisir rambutnya. Pada saat yang sama, rambut hitamnya mengering menjadi kilau mengkilap. Semua kelembaban hilang dari tubuhnya.

Untuk beberapa waktu sekarang, serangkaian ledakan terdengar di timur. Melihat lebih dekat mengungkapkan bahwa kawanan titik hitam tengah menuju benteng. Roh-roh mistik sedang menyerang iblis yang disummon Leonora untuk berperang.

Tinasha menangkupkan tangan di telinga dan kemudian mengeluarkan perintah kepada beberapa roh yang belum terlibat dalam pertarungan. "Saiha, Nil, Itz, pergi ke timur dan bantu mereka."

Dia mendengar jawaban patuh mereka dan meletakkan tangannya ke bawah.

Oscar melihat sekeliling ke bawahannya, berdiri di sekelilingnya siap dan menunggu. “Ingat apa yang aku katakan kemarin. Jangan mati. Itu akan sangat konyol. Prioritaskan hidup kalian sendiri. Als, aku akan pergi dengan Tinasha, jadi kamu pertahankan bentengnya.”

"Ya, Paduka," jawab Als.

Menatap ke langit timur, penyihir wanita itu menyeringai. "Dia datang."

Tinasha mengayunkan tangan kanannya dengan anggun, dan sebuah pedang muncul di genggamannya yang menunggu.

Di sebelahnya, Oscar memanggil nama naga di bahunya. Dia merespons secara instan dan menunjukkan ukuran yang sebenarnya. Nark menunggunya tepat di luar benteng, dan Oscar menyeberangi pagar untuk melompat ke punggung makhluk itu.

Raja muda itu berbalik dan mengulurkan tangan ke pelindungnya. “Tinasha, jika kita memenangkan pertarungan ini...”

"Ya?"

"Maukah kamu menikah denganku?"

"Ya. Ayo kita menikah,” jawabnya dengan senyum menawan, dan dia meraih tangannya.

Mata Oscar melebar. Tinasha menarik lengannya dan menggunakan kekuatan itu untuk melompat ke punggung naga dengan begitu mudah sehingga orang harus bertanya-tanya apakah dia sama sekali tidak memiliki berat.

Oscar menepuk kepalanya. “Apa maksudmu itu?”

"Tentu saja," katanya.

Di benteng, orang-orang Farsas memperhatikan mereka dengan ekspresi yang merupakan perpaduan antara terkejut dan kegembiraan. Oscar tersenyum tipis kepada tunangan cantiknya. “Kurasa aku tidak boleh kalah sekarang.”

"Apakah kamu sudah merencanakannya?" dia menggoda.

Menurunkan bulu mata panjangnya, Tinasha menutup matanya. Oscar bisa mendengarnya menarik napas dalam-dalam.

Ketika dia kembali membukanya, kegelapan di bola-bola itu berkobar dengan pancaran seperti perang dari seseorang di jurang pertempuran. Helai rambut hitam panjangnya menari-nari tertiup angin. Senyum tersungging di bibirnya. "Ayo, ini waktunya perang."

"Ayo pergi," kata Oscar, dan naga merah itu naik ke udara. Makhluk besar itu berputar perlahan sebelum menghilang ke timur. Semua orang yang tersisa di benteng menyaksikan mereka pergi dengan hati di mulut mereka.

(Hati di mulut (idiom); Merasa bersemangat atau gugup)

Saat Nark melesat di udara, dia pasti merasakan musuh. Semakin jauh mereka terbang ke timur, semakin jelas mereka bisa melihat gerombolan iblis di udara. Di langit yang cerah, sihir roh mistik menghalau bola api raksasa mereka.

Tinasha sudah menduga aliran pertempuran dan mengerutkan kening. “Mereka terlalu banyak. Mengalahkan Leonora akan lebih cepat mengakhiri semuanya daripada mengurus tetek bengek ini.”

“Kau dapat menonaktifkan penghalangku jika perlu. Mempertahankannya memakai sebagian dari kekuatanmu, bukan?” tawar Oscar.

“Mmmm... kurasa aku akan mengajakmu membahas itu...,” kata Tinasha, mengambil darah dari salah satu jari telunjuknya. Lalu dia mengusapkannya di belakang telinga Oscar. “Mungkin ada aftershock dari sihir kita, jadi jangan segan menghapus darah itu dan biarkan aku menjagamu.”

"Aku akan baik-baik saja," dia meyakinkannya.

Penyihir wanita itu tersenyum dan mengangguk padanya. Kemudian dia mengeluarkan sepasang pita putih. Itu adalah pita yang biasanya dapat ditemukan di rambutnya. Salah satunya melilit bisep kiri Oscar. Tinasha mengikat satunya di lengannya sendiri.

"Apa ini?" tanya Oscar.

“Aku tidak tahu bagaimana jalannya pertempuran. Jika terjadi sesuatu, tarik itu. Orang satunya akan merasakanya.”

“Kau merasakan tarikan? Hanya begitu?”

“Hanya begitu. Tapi itu sudah cukup, kan?” dia bertanya, mata gelapnya menatap Oscar. Keduanya memiliki rasa saling percaya yang tiada taranya. Tinasha tahu bahwa jika mereka berdua bekerja bersama, itu akan baik-baik saja.

Dia tampak begitu apa adanya, dan Oscar tersenyum. "Oke. Itu lebih dari cukup.”

Tinasha balas tersenyum. Ketika dia kembali menghadap ke depan, dia kembali menjadi penyihir wanita yang telah hidup selama lebih dari empat ratus tahun.

Dia memegang pedangnya sejajar dengan tanah dan memegang tangan kiri di tengahnya.

Sekelompok iblis telah menyadari Nark dan sedang menuju ke arah mereka. Suara lantang penyihir wanita itu terdengar keras.

“Biarkan itu terdefinisikan —kupanggil dan kukendalikan kau. Cahaya, muncul dan patuhi perintahku!”

Cahaya putih yang cukup panas untuk membakar dunia melintas di langit untuk sesaat, menelan sekawanan iblis. Itu terus melesat di udara sampai tiba-tiba memudar.

Seorang pria dan seorang wanita melayang di mana cahaya itu telah berhenti.

"Sudah lama, bocah tengik." Penyihir wanita yang Tidak Bisa Disummon menyeringai.

_____________

Leonora adalah seorang penyihir wanita dengan pesona natural yang langka.

Itu meluas ke lebih dari sekadar penampilan fisiknya, meskipun itu juga memiliki kekuatan untuk memperdaya hati orang-orang yang tidak dapat ditarik kembali.

Dia memiliki rambut berwarna madu dengan lekukan longgar dan mata hijau. Gabungan penampilan dan keanggunannya sudah cukup untuk menghancurkan negara. Dalam tatapannya ada rasa lapar haus darah, meskipun ada juga sesuatu yang berbeda di sana, seolah-olah dia kehilangan ketertarikan dalam segala hal.

Seorang pria berkulit gelap, berambut merah berdiri di samping Leonora, dengan pedang terhunus.

Penyihir wanita yang Tidak Bisa Disummon tersenyum manis. “Aku datang untuk menemuimu. Apakah kamu puas sekarang?”

Satu-satunya tanggapan Tinasha adalah mencibir. Dia dengan ringan menendang punggung naga itu dan melompat ke udara, menebas secara horizontal dengan pedangnya. " Benang ini menunggu tanpa penegasan."

Itu adalah mantra pendek, sepenuhnya disempurnakan.

Saat dia melafalkannya, ratusan benang merah muncul dari pedangnya dan melesat ke arah Leonora dan Unai.

Leonora mengulurkan tangan untuk mencoba menembak jatuh benang-benang itu dengan sihir, tapi itu terentang seperti jaring laba-laba dan melilit penghalangnya. Setiap benang setajam jarum, menyerang mereka berdua dari segala arah.

Leonora mendengus kesal. "Minggir!"

Kekuatan kemauan kuatnya membuat benang merah di satu sisi menghilang.

Sekarang Leonora kembali bisa melihat, tapi Tinasha sudah tidak lagi ada disana.

Kemudian gelombang kejut menakutkan menghantam Unai tepat dari atasnya. Tidak diberi kesempatan untuk melawan, dia terhempas ke gurun jauh di bawah, mengirimkan gumpalan pasir yang sangat besar.

"Apa...?" Leonora bergumam, dengan panik mencoba memeriksa apakah dia baik-baik saja, tetapi naga yang menerjang ke arah sekutunya menghalangi pandangannya. Penyihir wanita itu mengangkat tangannya untuk mengirim serangan ke naga yang suka usil itu, tapi dia merasakan sesuatu dan berteleportasi beberapa langkah ke belakang.

Pedang kecil Tinasha menebas tempat Leonora berada beberapa detik sebelumnya.

Tinasha kembali mengayunkan pedang dan memberinya senyum ramah. “Jangan khawatirkan Unai. Laki-laki-ku akan menghiburnya.”

“Penyihir wanita roh yang kehilangan kesucian memang sangat kurang ajar...”

“Aku harus mengulang semua mantraku, kau tahu. Memang, aku bersyukur karena diberi kesempatan untuk mengujinya dalam pertempuran,” kata Penyihir wanita Bulan Azure, mengangkat tangan kiri ke arah Leonora dan melepas massa kekuatan terkompresi padanya.

_____________

Terhempas dengan tidak anggun ke pasir gurun, Unai terpental berdiri. Leonora telah membentengi tubuhnya sehingga dia bisa menerima benturan seperti itu tanpa tergores.

Di tengah-tengah sapuan pasir, dia memegang pedang di atas kepalanya berdasarkan insting.

Seolah-olah untuk menjawab gerakan itu, jatuh sebuah tebasan kuat.

Pukulan itu begitu keras sehingga manusia biasa akan merasakannya bergetar melalui tulang mereka. Tapi Unai menahannya dan memaksa pedang lawannya mundur.

Artinya lawan melompat dari naga dan menggunakan momentum itu untuk melompat mundur.

Pengusung pedang kerajaan berdiri tegak, kakinya berderak di atas pasir. Dia balas menatap Unai, dengan senyum kurang ajar melengkung di bibir. Naganya menukik berputar-putar di atas mereka di langit.

“Pedangmu merusak pemandangan. Akan ku kubur bersama penggunanya,” kata Unai.

“Aku tidak bisa menerimanya. Dia akan marah,” jawab Oscar dengan main-main, memastikan pijakannya.

Berada tanah yang longgar seperti itu rentan untuk tergelincir. Namun, selama raja berhati-hati, dia tidak melihat adanya masalah. Dia menyiapkan Akashia, menghela napas keras, dan bergegas ke Unai.

_____________

“Apakah daya tembakmu kehilangan semangat? Sungguh bodoh sekali kamu,” ejek Leonora.

Tinasha tersenyum. "Aku bebas menjalani hidup sesukaku."

Saat dia berbicara, dia merapal tanpa mantra, memakai pedang sebagai perantara. Pada saat yang sama, dia merapalkan sedikit sihir berbeda yang terbentuk di tangan kirinya. Dia mengacungkan pedang yang menyala ke arah Leonora.

Petir melesat ke depan dari senjata Tinasha, mengeluarkan api putih saat bergerak. Mengikuti jejaknya, Tinasha berteleportasi di depan Leonora. Tanpa membuang waktu, dia melepaskan mantra lain yang telah dia siapkan.

Tidak mau kalah, Penyihir wanita yang Tidak Dapat Disummon mengangkat tangan kiri dan menyerap sambaran listrik dengannya. Kemudian dia mengaliri tangan kanannya dengan sihir dan menangkap serangan kedua Tinasha.

Ada beberapa keheningan, dan kemudian ledakan besar bermekaran saat kekuatan tak tertandingi mereka beradu.

Kedua penyihir wanita itu melakukan serangan balasan dan saling menjauhkan diri, keduanya masih melayang.

Tinasha mengesampingkan pedangnya dan mulai merapal mantra di kedua tangannya.

“Aku mendefinisikan keadaan. Tidak ada akan menjadi nol. Keberadaan akan menjadi satu. Kata-kata dalam bentuk kode memerintahkan transformasi.”

Sigil perak yang terjalin rumit muncul di hadapannya. Mereka menyerap sihir darinya dan bersinar terang.

Simbol-simbol itu membentuk sebuah bola yang perlahan-lahan membesar sebelum berubah bentuk menjadi rahang bertaring raksasa.

Lakukan,” perintah Tinasha, dan bola besar itu melesat di udara menuju Leonora, yang melompat ke kanan.

Saat dia menjaga jarak dari bola besar yang melesat ke arahnya, dia melepaskan serangkaian bola cahaya ke arah mereka. Tapi bola itu menyerap itu semua saat mereka mengejar dan mendekatinya. Ketika dia melihat mereka terbuka lebar, kepanikan terlintas di wajahnya.

"Kenapa kamu...!"

Taring tajamnya hampir mencengkeramnya, tapi sebelum sempat, Leonora mengetuk dirinya sendiri. Ujung jarinya diresapi dengan sihir. Ketika kekuatan mantra melesat ke bola raksasa, itu meledak dan hancur berantakan.

Leonora tidak punya waktu untuk merasa lega, karena rasa sakit yang tajam dan dalam membakar dirinya.

“Ngh....!”

Melihat ke bawah, dia melihat sebuah belati menusuk daging putih betisnya. Mengutuk, dia menariknya keluar. Lukanya menutup seketika.

Saat Tinasha melihat lawannya pulih, dia sedikit mengernyit. "Meskipun aku tahu dia bisa melakukan itu, itu cukup merepotkan..."

Sebagai seorang penyihir wanita, tidak ada yang bisa mengungguli pemulihan Leonora. Bahkan jika Tinasha mendaratkan serangan untuk menahannya, cederanya akan segera pulih. Ini sebagian besar alasan mengapa tidak ada yang berhasil membunuh Leonora.

“Apakah aku perlu mendaratkan serangan yang lebih mematikan....?”

Saat Tinasha memikirkan cara menyerang selanjutnya, dia menyiapkan mantra baru dan melesat di udara.

_______________

Dari benteng, Meredina menyaksikan langit timur.

Untuk beberapa saat sekarang, dia mendengar suara ledakan dahsyat, disertai semburan cahaya merah dan putih di kejauhan. Saat mantra besar bertabrakan, semua mage yang melihat tontonan itu menatap dengan napas tercekat.

Als menepuk bahu temannya. "Mereka datang."

Meredina melihat sekawanan iblis yang terbang dari selatan. Mereka pasti menyelinap melalui celah pertahanan roh. Ketegangan menerpa orang-orang di benteng pada saat musuh datang.

Als menghunus pedangnya. Senjata bermata dua yang cukup besar itu diwarnai dengan semacam kilau yang hampir basah. Dia mengayunkan, mengukur beratnya, lalu berjalan ke arah tenggara.

Dia tiba tepat pada waktunya untuk melihat iblis pertama menyerang seorang penjaga.

Als berlari di depan prajurit itu dan menebas secara diagonal. Begitu bilah tajam itu menemukan daging, luka robekan yang dalam menembus makhluk itu, seolah bilahnya lebih lebar dari itu. Lengkungan penuh pedang membuat tubuh iblis terpotong menjadi dua bagian yang terguling tak bernyawa ke tanah.

“Kemampuan memotong yang bagus. Seharusnya aku tahu,” kata Als pada dirinya sendiri.

Meredina bergegas ke sisinya. Dia memeriksanya, lalu menyiapkan senjata untuk musuh berikutnya yang akan datang menukik.

___________

Doan melirik dengan cemas saat dia melihat Als dan Meredina bertarung melawan monster dari sudut matanya.

Hampir semua mage sibuk mempertahankan mantra Tinasha. Mantra yang mencegah pemanggilan iblis lebih banyak di padang pasir adalah kekuatan dan kerentanan terbesar mereka. Benteng akan jatuh jika musuh menerobos roh Tinasha dan memanggil pasukan baru di dekatnya. Untuk alasan ini, Doan dan yang lainnya mengalirkan sihir ke dalam mantra, dengan hati-hati dan penuh perhatian.

Untungnya, Als dan rekan-rekan prajuritnya menahan iblis mencapai para mage. Tepat ketika Doan berani percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja selama tidak ada kejutan, seorang pria asing berteleportasi tepat di depannya.

Rambut panjang pria itu berwarna ungu pucat, begitu pula matanya. Pewarnaan inhuman dan penampilan cantik seperti itu adalah sifat yang sering terlihat dalam diri iblis tingkat tinggi. Doan menyadari apa yang terjadi dan bergidik.

Dia bukan salah satu roh Tinasha, yang berarti dia adalah iblis yang melayani Leonora.

Musuh telah muncul secara tak terduga, dan Doan mulai membuat mantra berbeda sambil tetap mempertahankan mantra utama.

Sayangnya, mata iblis itu tertuju padanya. Dia tidak punya waktu untuk menyerang atau mempertahankan diri. Dia bersiap menghadapi kematian, tetapi Neona menghunus pedangnya dan menyerang.

"Terima itu!"

Penyusup itu menatapnya dan menangkis pedangnya dengan tangan kosong. Didorong ke belakang, Neona jatuh ke tanah.

“Putri Nephelli!” teriak Gait. Doan terkejut mendengar pengakuan itu, tapi bersyukur atas waktu yang diberikan untuknya. Dia dan beberapa mage lainnya melepaskan sihir ke iblis itu.

Itu adalah serangan tegangan tinggi oleh tim mage istana. Tingkat kekuatan seperti itu akan melenyapkan manusia tanpa meninggalkan setitik pun sisa, tetapi iblis tersebut menahannya tanpa mengangkat satu jari pun.

Doan berdiri tercengang ketika dia melihat serangan yang tidak efektif itu menghilang.

Iblis itu melihat sekeliling dengan seringai kejam. “Aku diperintahkan untuk membawa salah satu dari kalian kembali hidup-hidup. Tidak masalah siapa pun orangnya.”

Semua orang terkesiap. Mereka segera memahami tujuan musuh —sandera dengan imbalan Oscar atau Tinasha.

Iblis itu meraih Pamyra, yang terdekat dengannya. Ekspresinya berkerut untuk menunjukkan campuran gugup dan gigih. Ketika dia melihat itu, Doan berseru, “Jangan lakukan itu!” Pamyra sedikit melompat dan menatapnya.

Dia telah siap untuk mengakhiri hidupnya demi melayani lady-nya. Doan menghentikannya dengan satu tatapan tajam.

Rajanya telah memberitahu mereka untuk tidak mati dengan sia-sia. Mereka tidak boleh melanggar perintah itu.

Tetapi pada saat yang sama, mereka tidak memiliki cara yang dapat diandalkan untuk keluar dari situasi ini.

“Apa, ini sudah berakhir?” goda iblis itu, memperhatikan mereka dengan geli saat dia kembali meraih Pamyra.

Tepat ketika dia hendak menyentuhnya, suara bernada tinggi dari seorang gadis muda memanggil, “Hal bodoh apa yang kamu lakukan? Apakah kamu bodoh?"

Sebuah tangan muncul dari udara tipis di belakang iblis itu. Warnanya pucat dan anggun, tapi masing-masing susuknya sepanjang kail, melengkung dan berkilauan.

Cakarnya mengarah ke leher iblis itu, dan dia nyaris menghindari sapuan itu.

Dia berputar, dan penyelamat Pamyra lainnya muncul. Itu adalah seorang gadis berambut merah yang memperlihatkan seringai berani.

Mata iblis berambut ungu itu melebar karena terkejut. “Mila Fierua. Sudah berapa ribu tahun?”

"Aku tidak tahu siapa kamu, bukan siapa-siapa," roh penyihir wanita itu menyatakan dengan arogan dengan nada mendayu-dayu. Kemudian dia mengepalkan cakarnya, siap untuk menyapu mangsanya.

Post a Comment