Update cookies preferences

Unnamed Memory Vol 6; 1; Lagu Yang Bukan Lullaby

 

Menunggu.

Menunggu jerami terakhir untuk membatalkan semua penulisan ulang. Menunggu tanda untuk memulai revolusi.

Dunia mengantisipasi peluangnya, atas belas kasihan semua pin yang tertancap padanya.

xxxxxx

Darah mewarnai dinding putih koridor dengan warna merah. Orang-orang yang terbunuh terbaring secara tragis di tempat di mana mereka jatuh, mengenakan ekspresi kemarahan dan penghinaan. Kematian mereka jelas datang terlalu cepat dan tiba-tiba untuk bisa mengubah emosi mereka.

Seorang gadis berdiri di tengah darah, menatap lusinan mayat. Meskipun dia tidak lebih tua dari lima belas tahun, dia tidak takut, dengan rambut hitam dan mata gelap yang paling dalam. Wajahnya seindah maha karya, namun sepenuhnya kosong.

Ratu muda ini, yang baru beberapa saat yang lalu dikerubungi oleh para pembunuh, mengolesi bintik-bintik darah di pipinya.

"Aku yakin kalian mengira bahwa cita-cita tinggi misi kalian telah menang."

Pembunh-pembunuh itu adalah orang-orang yang melabelinya sebagai Ratu Perampas kekuasaan dan berusaha melenyapkannya. Dalam arti tertentu, metode mereka tidak keliru. Bagaimanapun juga, bangsa mage ini secara historis dipimpin oleh mage terkuat diantara mereka.

Tapi mereka tidak memiliki kekuatan untuk melihat kesuksesan rencana mereka.

Mereka mengeroyok gadis itu, memercayai kekuatan jumlah mereka, akan tetapi tidak dapat menyentuh sehelai rambut pun di kepalanya sebelum dia memusnahkan mereka.

Baru-baru ini, itu telah menjadi kejadian umum. Di tahun sejak penobatan ratu, orang-orang yang takut padanya tidak ada akhirnya, menolaknya, dan berusaha menggulingkannya. Dimahkotai karena sesama calon penguasa, Pangeran Lanak, telah menjadi gila dan meninggal, dia sangat langka bahkan saat dia duduk di puncak negara.

Gadis ini adalah satu-satunya penguasa sejak berdirinya negara yang memiliki kendali penuh atas dua belas roh mistik. Dia mengerutkan kening pada pemandangan menyedihkan di depannya.

Tatapan gelapnya jatuh pada satu orang yang tersisa, seorang pria tua dan magistrat yang telah melayani pengadilan sejak era penguasa sebelumnya. Bahkan setelah penobatan ratu baru dalam situasi yang belum pernah terjadi, dia tetap setia, mendukungnya dan menawarkan nasihat bijaksana.

Ratu muda tersenyum pada orang itu. "Apa kau pikir kau bisa membunuhku jika kamu mengejutkanku dan membuatku kewalahan?"

"Aku..."

“Kamu sudah menghabiskan waktumu untuk berpura-pura patuh dan tunduk, dan sekarang kau merusaknya dengan kepicikanmu. Kamu pasti tahu bahwa aku tidak pernah lengah di hadapan siapa pun, tidak peduli berapa tahun berlalu,” katanya.

"Da-dasar monster!" teriaknya, teriakan itu menjadi mantra serangan. Tapi sebelum dia bisa selesai menenun konfigurasi sihir, kepalanya terbelah seperti buah matang.

Senyumnya tidak goyah. Tubuhnya tersungkur ke tanah. Sekarang semua orang di sekitarnya sudah mati, ketegangan terkuras dari bahu Tinasha saat dia menghela nafas. “Tidak ada yang pernah belajar, bukan? Jujur."

Saat dia hendak pergi, seorang dayang muncul di tikungan berikutnya. "Paduka Ratu... Ahhhhhhhh!"

Dayang itu menjerit melihat pemandangan mengerikan itu. Tinasha memiringkan kepala ke arah wanita itu. "Ya ada apa?"

“Eh, ya, anda punya tamu. Seorang bangsawan Farsas.” "Aku akan segera ke sana," jawab ratu.

Belum lama ini, datang sepucuk surat dari Farsas yang menyatakan bahwa saudara raja ingin belajar di Tuldarr.

Tidak ada Oscar di Farsas saat ini; Tinasha telah memeriksanya beberapa waktu lalu. Tetap saja, itu adalah negara kelahirannya di masa depan. Karena penasaran, Tinasha memberikan izin ke salah satu dari garis keturunan kerajaan ini beberapa hari yang lalu dan ingin berbicara langsung dengan tamunya.

Tinasha hendak bergegas pergi sebelum dia berhenti dan berbalik. “Senn, bisakah kau membersihkan ini?”

“Tentu, tapi bukankah kamu akan melacak komplotan mereka? Pasti ada semacam kelompok di balik semua ini,” jawab roh dalam bentuk pria muda, muncul sebagai respon atas panggilannya.

Ratu dengan cepat menggelengkan kepala. “Itu akan menjadi tugas yang tidak pernah berakhir. Mereka akan tetap datang.”

"Dimengerti," jawabnya, menghilangkan tumpukan mayat beserta cipratan darah.

Tinasha tidak berhenti mengawasi saat dia menyiapkan ruangan untuk menerima tamu. Yang menunggunya adalah seorang pria santun yang cukup tua untuk menjadi ayahnya. Untuk menghormati pertemuannya dengan seorang ratu, dia tidak membawa pedang, akan tetapi tubuhnya yang berotot menunjukkan ilmu pedang yang terasah dengan baik. Kakak raja Farsas, yang lahir dari ibu berbeda, telah menyatakan keinginan untuk belajar di Tuldarr sehingga ia dapat membawa pulang budaya sihir ke negaranya sendiri.

“Yang Mulia, aku sangat berterima kasih karena telah menyetujui permintaan sederhanaku ini,” katanya secara formal.

“Tidak perlu formal-formal. Kami juga akan banyak belajar darimu,” jawab Tinasha. Terlepas dari kata-kata keras yang dia terapkan terhadap faksi domestik yang menentangnya, dia tidak bisa seperti itu dengan orang luar.

Ketika dia tersenyum padanya, sikap sopan pria itu sedikit retak saat dia membalas ekspresinya. “Ya ampun, kamu adalah ratu muda. Kakakku juga masih muda untuk seorang raja, tapi dia setidaknya sepuluh tahun lebih tua darimu.”

“Ya, kami memiliki beberapa adat istiadat yang cenderung mengejutkan orang-orang non-Tuldarr. Namun, Farsas memiliki Akashia, bukan?” dia membalas.

Sama seperti pemimpin Tuldarr yang harus merupakan penyihir terkuat, pemimpin Farsas harus menyandang pedang kerajaan. Secara historis, penguasa remaja bukanlah pemandangan langka; Oscar berusia sekitar dua puluh tahun.

Tamu Tinasha tersenyum tenang padanya. “Apakah Kau tertarik pada Akashia, Yang Mulia? Kebanyakan mage tertarik.”

“Aku akui sedikit penansaran. Itu adalahpusaka nasional,” jawabnya, menjaga jawabannya tidak jelas.

Pedang yang bisa menetralisir semua sihir tentu saja merupakan sebuah misteri. Oscar membiarkan Tinasha menyentuhnya sekali, tetapi dia tidak dapat mengetahui terbuat dari apa atau apa yang membuatnya memiliki kekuatan itu.

Pria itu mengangguk. “Bagi Tuldarr, Akashia mungkin menjadi sasaran kekesalan. Tidak peduli seberapa kuat penghalang atau jimat pertahanan yang kalian buat, itu dapat membatalkannya sepenuhnya.”

Tinasha tidak mengatakan apa-apa, tetap tersenyum.

Apa ini hanya unjuk kekuatan atau provokasi terbuka?

Jika Farsas memutuskan memakai Akashia untuk meningkatkan agresi terhadap Tuldarr, itu akan menghancurkan Kekaisaran Sihir menjadi berkeping-keping. Farsas adalah satu-satunya negara yang mesti Tuldarr waspadai. Ini adalah Abad Kegelapan, dan Farsas adalah negeri para petarung terkemuka. Waktu ternyata tidak banyak mengurangi kehebatan itu, karena Farsas masih digdaya selama era kelahirannya.

Jika Tinasha membiarkan dirinya dibutakan perasaan pribadi, negaranya akan hancur berkeping-keping. Dia harus menggunakan cara apa pun yang tersedia untuknya, tidak peduli apa pun itu. Seorang penguasa harus maju untuk rakyat, bahkan jika itu berarti diseret ke dalam lumpur.

Untuk sesaat, segala macam pikiran berkecamuk di benak Tinasha. Entah menyadarinya atau tidak, ekspresi nakal muncul di wajah pria itu.

“Untuk memperingati persetujuan karena sudah menerimaku, aku ingin menceritakan kepada Yang Mulia sebuah kisah dari perjalananku. Tidak ada yang tahu apakah itu benar atau tidak.”

“Cerita dari perjalananmu?”

"Ya. Sekitar tiga ratus tahun yang lalu, pria yang akan menjadi raja pendiri Farsas menerima Akashia dari calon ratunya. Pada saat itu, Farsas tidak lebih dari kawanan sampah buangan dan pelarian dari negara lain. Pemimpin kelompok itu memiliki seorang istri. Cerita berlanjut bahwa suatu hari, dia menukar kekuatannya sendiri dengan pedang yang tidak akan rusak, dan menghadiahkan Akashia kepada suaminya.”

“Menukar kekuatan? Jadi dia adalah seorang mage?” tanya Tinasha. Jika cerita itu benar, itu akan menunjukkan bahwa Akashia adalah ciptaan mage.

Menangkap ketertarikan sang ratu, pria itu menyeringai tipis. “Siapa yang tahu pasti? Ini hanyalah dongeng lama, dan tidak ada sejarah yang membicarakannya. Itu hanya dipakai untuk menidurkan anak-anak keluarga kerajaan. Namun menurut dongeng ini, hilangnya kekuatan ratu berarti dia tidak bisa lagi kembali ke tempat asalnya. Mungkin dia adalah roh air.”

“Tentu saja tidak,” kata Tinasha dengan senyum sinis setelah mendengar mitos menggelikan itu. Ada banyak legenda cinta busuk antara roh air dan manusia, tapi itu bukan berarti roh air mampu menciptakan Akashia.

“Dia sangat misterius, bahkan dibandingkan dengan catatan lain saat itu. Oh, dan legenda memang memberinya nama, meskipun tidak ada kesaksian sejarah yang mendukungnya.”

"Itu tidak pernah tercatat?"

“Tidak ada waktu untuk pencatatan ketika negara ini didirikan. Negara yang sangat muda dan baru hanya menuliskan nama raja pertama,” jelas pria itu.

“Kedengarannya sangat mirip dengan pendirian negara lain di Abad Kegelapan,” komentar Tinasha.

Dia mengatakan yang sebenarnya. Pembentukan Tuldarr sendiri merupakan perebutan gila-gilaan dari orang-orang dengan aspirasi serupa yang berkumpul, dan banyak hal yang belum terselesaikan.

“Aku menghargai pengakuan itu, Yang Mulia. Menurut legenda, wanita yang bertemu raja pertama kami di danau itu bernama Deirdre.”

“Deirdre...?”

Tinasha menghabiskan waktu merenungkan dongeng yang hanya diceritakan kepada anak-anak keluarga kerajaan, sebuah kisah yang seolah-olah lolos dari jemarinya seperti pasir.

Namun dengan pergolakan dan perselisihan yang segera terjadi, dia melupakan semuanya. Begitulah Abad Kegelapan jauh di masa lalu.

xxx

"Haruskah kita sedikit mempersingkat pemerintahanmu?"

"Hah?!" pekik Tinasha dari meja di ruang kerjanya, suaranya mencicit.

Dia memiliki rambut hitam panjang yang jatuh ke pinggang dan mata hitam yang sangat gelap. Kulitnya seputih salju. Kedewasaan menyempurnakan kecantikan langkanya, yang tidak diragukan lagi akan tercatat dalam sejarah.

Dia tetaplah ratu di puncak Kekaisaran Sihir Tuldarr. Abad Kegelapan, era perang tanpa henti di dalam dan di luar negeri, telah lama berlalu. Tinasha telah menggunakan tidur sihir untuk bertahan empat ratus tahun ke depan, di mana Oscar berada.

Tanpa ingatan bertemu dengannya berabad-abad yang lalu, dia tetap curiga pada gadis itu dan memperlakukannya sebagai kewajiban untuk waktu yang sangat lama. Akhirnya, dia menjadi terbiasa dengannya atau menyerah dan sepertinya menerimanya. Namun, jarak mereka hanya untuk waktu singkat, karena pernyataan Tinasha saat penobatannya bahwa dia hanya akan memimpin selama satu tahun sebelum mengundurkan diri mendorong Oscar untuk melamarnya. Dia tidak pernah bisa memahami pola pikirnya, meskipun dia sangat senang dengan tindakannya.

Maka, sama bahagianya dengan wanita muda lainnya, Tinasha setuju untuk menikahi Oscar. Setelah turun tahta, dia akan pergi dan menikah. Memikirkan hal itu membuatnya mabuk dan malu sekaligus.

Bagaimanapun juga, dia berencana memenuhi tugas ratu sampai akhir. Dia menatap dengan mata mencari pada pria yang duduk di seberang meja. “Mempersingkat masa pemerintahanku? Apakah aku melakukan sesuatu yang ceroboh lagi?”

Legis, putra mantan raja Tuldarr, tersenyum pada Tinasha. Dari rambut pirang mudanya ke perawakan bagusnya, dia memancarkan darah biru dan ketenangan. Penampilannya saja sudah memberinya aura seorang pangeran yang datang dari negeri dongeng. Tetapi pada intinya, dia adalah seorang negarawan pragmatis dan berkemampuan tinggi. Hanya karena dia dan Tinasha memimpin Tuldarr, bangsa itu melakukan lompatan reformasi total.

Keduanya menyusun rencana revolusi berani yang mensyaratkan peralihan ke sistem dua pilar penguasa dan parlemen. Tinasha dan kekuatannya akan menghadang kekuatan asing untuk memanfaatkan momen rentan ini, sementara Legis—yang sangat dipercaya oleh rakyat—menangani negosiasi dengan nama-nama besar di Tuldarr dan perwakilan warga. Tinasha, seseorang yang tiba-tiba muncul setelah empat abad, hampir tidak memiliki koneksi atau reputasi. Satu-satunya asetnya adalah sihirnya yang sangat kuat.

Selama pemerintahannya di Abad Kegelapan, dia terus-menerus diserang. Meskipun keadaan hari ini jauh lebih tenang, Tinasha tetap sangat sadar akan statusnya sebagai ratu sementara. Lanskap politik dan periode waktu semuanya baru baginya, jadi dia tidak ingin mengacak-acak bulunya.

Legis, yang akan menjadi raja Tuldarr berikutnya, tersenyum tipis. “Ini bukan pertanyaan tentang apa pun yang telah Kamu lakukan, Yang Mulia. Namun, Kamu tidak pernah kekurangan situasi yang merepotkan sejak Kamu naik takhta.”

"K-Kamu mungkin ada benarnya," Tinasha mengakui. Dalam empat bulan sejak penobatannya, dia melawan reruntuhan misterius, kutukan terlarang, penculikan anak, dan kemudian, di atas semua itu, seorang penyihir wanita dan iblis wanita tingkat tinggi. Dia tidak bisa menyangkal bahwa itu sangat kacau.

Dengan kepala tertunduk, Tinasha mendengar nada lembut Legis menyapu dirinya. “Dan karena tidak ada seorang pun di Tuldarr yang lebih kuat darimu, semuanya mungkin akan sedikit lebih aman jika sekarang kamu menikah dengan Farsas.”

"Hmm..."

Ya, tidak ada mage di Tuldarr yang bisa melampaui dirinya, tapi itu cerita yang berbeda di Farsas. Farsas memiliki Oscar, pendekar pedang terkuat dari generasinya dan penyandang pedang kerajaan. Meskipun Tinasha tidak mau mengakuinya, Oscar berperan penting dalam menyelesaikan banyak masalah baru-baru ini.

“Sejujurnya,” Legis memulai, “raja Farsas juga menghubungiku tentang hal ini. Dia bertanya apakah mungkin untuk menaikkan tanggal turun takhtamu. Aku yakin dia khawatir membiarkanmu menghilang dari pandangannya.”

"Aku mengerti." Tinasha menghela napas, meletakkan siku di atas meja, berhati-hati agar tidak menyenggol cangkir tehnya, dan membenamkan kepala di tangannya. Sementara sang ratu ingin memprotes bahwa Oscar tidak punya alasan untuk khawatir, dia mengerti dia tidak dalam posisi untuk membuat klaim itu. Tinasha adalah seorang penyihir roh yang sihirnya akan berkurang setelah kehilangan kesucian, itulah alasan mengapa mereka belum sepenuhnya intim meskipun sudah bertunangan. Oscar menilai terlalu berbahaya untuk meninggalkannya dalam keadaan lemah ketika dia dipisahkan darinya.

Tinasha mengangkat kepalanya, menyisir rambutnya dengan tangan. "Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa... Mengapa semua hal ini terus terjadi padaku?"

“Orang lain akan langsung mati, dan kita tidak akan pernah sampai ke akar krisis mana pun,” kata Legis.

"Itu menakutkan..."

Ratu memang lain dari yang lain, mampu mengalahkan semua musuh tangguh yang datang menyerbunya.

Legis tersenyum dan mengangguk. “Jika Kamu menginginkannya, kita pasti dapat mempercapat turun tahtamu. Kamu sudah sangat membantu Tuldarr, dan Kamu bebas membuat permintaan egois apa pun yang Kamu inginkan.”

Pertemuan-pertemuan dan usulan-usulan untuk menyusun sistem parlementer yang baru berjalan dengan cepat. Dia saat ini memikul sepertiga dari pekerjaan itu serta tugas-tugas rutinnya. Tugas yang sangat banyak yang harus diserahkan kepada Legis.

Namun, pemuda itu tetap teguh. “Jangan mengkhawatirkan beban kerja. Meskipun aku sangat beruntung selama ini mendapatkan bantuanmu, tidak ada yang sulit jika Kamu bergegas turun tahta. Aku berharap tidak lebih dari agar Kamu aman dan berhubungan baik dengan Farsas.”

Meski nada Legis agak konyol, Tinasha menyilangkan tangan dan mengerutkan kening. Apa yang dia katakan sepenuhnya benar. Dia mampu menangani hal-hal yang akan datang sebagai raja.

Dan meskipun kekuatan Tinasha memberi Tuldarr keuntungan, itu juga membahayakan negara. "Kamu mungkin benar. Dan karena musuh yang benar-benar tak terduga mungkin terus bermunculan selama aku di sini...Kurasa aku akan bersiap untuk turun tahta begitu setelan nikahku sudah siap. Apakah itu baik-baik saja?”

"Tentu saja," jawab Legis.

Sekelompok pengrajin tangan mulai membuat pakaian pengantin Tinasha sebulan yang lalu; itu ditetapkan akan selesai dalam tiga bulan lagi. Jika semuanya berjalan lancar, dia akan turun dari takhta setengah tahun setelah penobatan. Pemerintahannya akan sangat singkat, tetapi bukan tanpa preseden. Sekitar lima ratus tahun yang lalu, ada seorang raja yang memimpin kurang dari dua bulan sebelum mengundurkan diri.

Legis dan Tinasha melanjutkan untuk mengulas beberapa hal lain. Meski sebagian besar diselesaikan dengan persetujuan langsung, Legis mengangkat alis saat dia mengajukan satu pertanyaan terakhir. “Apa yang akan kamu lakukan dengan bola sihir itu? Apakah Kamu akan membawanya ke Farsa?”

Dia mengacu pada item sihir yang dapat membawa penggunanya melintasi waktu, artefak misterius yang memiliki kekuatan untuk me-remake dunia.

Tentu saja, Tinasha tidak bisa membiarkan masalah itu begitu saja, namun dia tidak tahu cara terbaik untuk menanganinya. Paling tidak, ada Valt yang harus dihadapi, mage yang tahu lebih banyak tentang bola itu daripada dirinya. Bola itu memiliki kembaran, dan kembarannya secara kolektif dikenal dengan Eleterria. Valt ingin mendapatkan keduanya.

“Ya, itu pertanyaan bagus. Valt tahu bahwa Tuldarr dan Farsas masing-masing memilikinya. Aku telah menyegel orb kita, tetapi aku juga perlu melakukan hal yang sama untuk orb Farsas. Atau mungkin aku harus membawanya setiap saat? Aku benar-benar tidak yakin.” Tinasha kembali menghela nafas.

Saat terpisah, kedua bagian Eleterria disimpan di gudang harta kerajaan. Valt tidak dapat mengaksesnya secara langsung.

Sayangnya, selama dia menargetkan Tinasha dan dia tahu di mana mereka berada, dia akhirnya akan mengejarnya, tidak peduli di mana dia menyembunyikan bola mahakuasa itu. Eleterria terlalu kuat untuk coba dihancurkan, dan Tinasha tidak bisa memikirkan di mana akan menyimpannya kecuali brankas harta pusaka.

Saat alisnya berkerut dalam saat berpikir, dia kebetulan mengingat Danau Keheningan di bawah Kastil Farsas. “Makhluk yang bukan manusia menarik Akashia dari danau itu...”

Dia ingat bahwa empat ratus tahun yang lalu, seorang anggota keluarga kerajaan Farsas memberitahunya tentang asal-usul Akashia. Dia tidak dapat mengingat detailnya, hanya mengingat bahwa itu ada hubungannya dengan istri raja pertama. Namun, detailnya tertulis di buku hariannya, dan dia hanya perlu mencarinya. Tinasha mencatat dalam hati untuk melakukannya di waktu luang. Selain itu, dia terus merenungkan danau bawah tanah misterius itu.

Menyelidikinya adalah gagasan yang menarik, tetapi dia akan membutuhkan tekad yang kuat untuk melakukannya.

Tidak dapat menemukan solusi, Tinasha membiarkan pertanyaan itu tidak terjawab. Legis mengambil dokumen yang telah dia selesaikan dan berdiri untuk pergi.

xxxxxx

Negara tetangga Tuldarr, Farsas, adalah Negara Besar terkenal yang membanggakan ketangkasan bela diri.

Pelayan raja, Lazar, memasuki ruang belajar kerajaan dengan ekspresi tidak puas. Ketika Oscar melirik temannya dan melihatnya, dia mengerutkan kening. "Apa? Apa yang terjadi?"

“Semacam masalah yang sangat mencurigakan telah terungkap, dan sejujurnya, aku tidak ingin Kamu mengetahuinya. Tapi aku ditugaskan untuk memberitahumu...”

“Lalu apa yang terjadi? Siapa yang ingin aku tahu?” Oscar menekankan.

Lazar tampak tidak senang sesaat setelahnya. Namun, pada akhirnya, dia tidak punya pilihan. Dia diperintahkan untuk memberi tahu raja tentang kemunculan masalah yang sangat rahasia. Menolak memberi tahu Oscar hanya karena dia tidak mau, mustahil dilakukan.

“Ini datang dari para bangsawan dan pedagang kaya. Ada rumah bordil tertentu di mana nyanyian sebuah lagu akan membunuh siapa saja yang mendengarnya. Hampir selusin bangsawan dan pedagang jatuh menjadi korbannya, tapi tidak ada yang mau mengumumkannya, di lokasinya seperti... Mereka diam-diam membuat permintaan penyelidikan,” Lazar menjelaskan dengan enggan.

“Lagu yang membunuh siapa saja yang mendengarnya? Apakah penyanyinya seburuk itu?”

“Tidak, bukan itu. Sebaliknya, dugaan para bangsawan itu adalah lagu kutukan. Juga, rupanya ada seseorang di kedai yang menyanyikan lagu yang membuat orang yang mendengarnya bunuh diri. Itu dua penyanyi berbeda, dan meskipun hampir semua yang mendengar lagu di rumah bordil itu matimati, hanya beberapa yang mendengar dari kedai itu yang bunuh diri.”

“Lagu kutukan...”

Oscar mengerutkan kening. Beberapa waktu yang lalu, dia mendengar Tinasha menyanyikan lagu semacam itu. Dia mengenal baik kekuatan yang dimiliki sesuatu semacam itu untuk membelokkan persepsi seseorang.

Kedengarannya menyakitkan, tetapi banyak yangmati . Apa boleh buat.

Raja tidak dapat menyangkal bahwa itu juga terdengar menarik. Dia menyeringai ketika dia mencium bau misteri. "Kalau begitu, kurasa biar aku juga akan mendengarnya."

"Apa kamu tidak waras?!" teriak Lazar.

“Aku tidak akan tahu apa-apa sampai aku mendengarnya dengan telingaku sendiri. Dan itu terjadi tepat di kota, jadi itu dekat kan.”

“Sekarang tunggu sebentar! Kamu harus membawa orang lain untuk menemanimu,” protes Lazar.

“Tapi bagaimana jika mereka mati? Aku tidak akan bisa tidur. Tidak ada masalah kan jika aku pergi sendiri. Kurasa aku akan pergi ke rumah bordil dulu,” kata Oscar.

“Bisakah kamu belajar bahwa kepercayaan diri tidak berdasar bukanlah hal baik?! Dan tidakkah menurutmu tidak bijak pergi dan mengunjungi rumah bordil disaat pernikahanmu semakin dekat?”

"Tidak akan jadi masalah jika tidak ketahuan," kata Oscar dengan acuh.

Saat Lazar membuka mulut untuk menolak, pintu ruang kerja retakdengan tidak menyenangkan dan jatuh ke dalam. Kedua pria itu berbalik untuk memeriksanya.

Dengan suara kisi-kisi mengerikan, pintu kayu tebal itu hancur berkeping-keping dan jatuh ke lantai seperti bola kertas yang digumpalkan. Dalam hitungan detik membuatnya menjadi tumpukan puing yang sama sekali tidak lagi mengingatkan pada bentuk aslinya. Itu terlalu aneh untuk dipercaya. Di ambang pintu berdiri Jenderal Als, menekan-nekan pelipisnya, dan Tinasha yang menyeringai cerah.

“Maaf menganggu. Aku tentu tidak bermaksud menguping, tapi kebetulan aku mendengar cerita yang cukupmenarik,” dia menyapa dengan manis, bahkan ketika suhu di ruangan itu tampaknya turun beberapa derajat.

Lazar dan Als mengarahkan tatapan mereka ke lantai, jelas ingin melarikan diri dengan cepat.

Oscar mencubit pangkal hidungnya, bingung bagaimana harus bereaksi.

Tanpa sadar, dia memeriksa untuk memastikan dia membawa Akashia.

“Bisakah aku menawarkan diri untuk membantu kalian? Apakah kalian ingin aku menguapkan rumah bordil yang baru saja kalian diskusikan? Aku hanya perlu merebusnya. Itu akan lebih mudah dari membuat teh. Bilang saja klo mau begitu,” kata Tinasha.

"Tunggu dulu, Tinasha," Oscar menenangkan.

“Atauakuharus menguapkanmu, hmm?" Ratu menyipitkan mata ke arahnya. Kemarahan dingin berkobar di dalam mata itu. Jendela di belakang Oscar mulai retak.

Dia bangkit dan mengulurkan kedua tangannya ke Tinasha untuk meminta maaf. "Maafkan aku. Aku hanya bercanda."

“Kedengarannya tidak begitu bagiku!” dia berseru.

“Tenang, kumohon. Jangan meledakkan apa pun,” Oscar meminta, membuka laci meja dan mengeluarkan gelang perak. Sambil membukanya, dia melemparkannya ke Tinasha. Dengan ekspresi masam di wajahnya, dia mengambil dan memakainya. Dalam sekejap, semburan sihir yang berputar-putar di sekitar ruangan menghilang ke udara tipis. Begitulah kekuatan ornamen penyegelan yang terbuat dari bahan yang sama dengan Akashia.

Dua pria lainnya menghela napas lega, gemetar di atas sepatu bot mereka.

Kemarahan masih mendistorsi wajah cantik Tinasha saat dia melayang ke udara. Dia marah seperti anak kecil yang merajuk. “Aku bahkan tidak akan datang jika Legis tidak memintaku datang untuk urusan bisnis! Ugh!”

“Jangan marah. Aku yang salah,” kata Oscar, memberi isyarat agar dia turun. Saat dia turun dengan cemberut ke suatu tempat di belakang meja, Oscar menariknya ke pangkuan. Dia mengambil kertas-kertas yang dia bawa dan membolak-baliknya. "Kau memajukan turun tahtamu?"

"Dan aku sudah menyesali keputusan itu," semburnya tajam.

“Jangan begitu. Aku sangat senang mendengarnya,” jawab Oscar, menekan kecupan ke dahinya.

Namun, dia masih berpaling darinya, cemberut dan gusar. "Jika posisi kita terbalik, kamu akan mencubitku sangat keras sampai pipiku membengkak."

"Tentu saja aku akan. Dan aku akan membunuh siapa pun orang itu.” “Baiklah, kalau begitu aku akan menguapkannya.”

“Padahal aku tidak melakukan apa-apa. Jangan meledakkan sesuatu di luar proporsi. Yang aku ingin tahu adalah apakah lagu kutukan bisa membunuh,” dia mengaku dalam usaha terang-terangan untuk mengubah topik pembicaraan.

Alis Tinasha terangkat karena terkejut, tapi kemudian dia menghela nafas pasrah. Dari posisinya di pangkuan Oscar, dia menyilangkan kaki. "Itu tidak mungkin. Aku saja tidak bisa melakukan itu. Paling banter, lagu kutukan bisa membuat seseorang depresi, tetapi hanya jika mereka sudah cenderung putus asa. Jadi aku sangat meragukan kebenaran cerita-cerita ini, baik yang tentang kedai dan tentu saja tentang rumah bordil.”

"Jadi menurutmu ada hal lain di sini?" Oscar bertanya.

“Seseorang baru saja membunuh orang-orang ini, bukan? Jelas dan sederhana. Itu yang akan aku lakukan,” jelas Tinasha.

"Benar..."

“Jika kamu ingin pergi mendengar lagu itu, aku ikut denganmu. Aku sudah memberi tahu Legis bahwa aku libur hari ini. Oh, tapi sebagai gantinya, tanda tangani ini.” Tinasha menyerahkan Oscar satu set formulir terpisah dari yang berhubungan dengan pengunduran dirinya. Oscar membolak-balik lembaran itu, yang menggambarkan keamanan di perbatasan Farsas dan Tuldarr.

Tidak ada benteng atau tembok di perbatasan antara kedua negara, hanya jalan yang melewati hamparan padang rumput. Menara pengawas dan stasiun penjaga memenuhi rute, dengan patroli rutin. Inti dari dokumen itu adalah bahwa Tuldarr ingin menyesuaikan ruang lingkup penghalang sihir yang ditempatkan di jalan untuk tujuan investigasi. Ini akan dilakukan untuk memanfaatkan lebih sedikit personel dalam jaringan penjagaan yang lebih efektif.

Oscar memeriksa semuanya dan mengangguk. Dengan Tinasha masih di pangkuannya, dia menandatanganinya.

Tinasha memelototi tunangannya dan menjulurkan lidah. “Kamu dipersilakan untuk memberi tahuku jika Kamu ingin mengambil selir. Memang selalu begitu kan?”

"Kamu tidak akan menguapkannya?"

"Aku akan mengutuk mereka sehingga mereka tidak bisa tidur kecuali mereka memeluk kelinci." “...”

Membayangkannya saja sudah menakutkan. Menahan getaran, Oscar berkata, “Baiklah, mari kita pergi dan mendengarnya bersama-sama. Aku punya firasat kamu mungkin akan menghancurkan seluruh kastil jika aku pergi tanpamu.”

“Oh, jangan khawatir tentang cerita itu. Aku hanya akan menghancurkanmu,” kata ratu cantik itu dengan tenang, bibirnya tersenyum menawan.

xxxxxx

Setelah melepas gelang penyegel, Tinasha memberi tahu Oscar bahwa dia akan menyerahkan dokumennya sebelum memindahkan dirinya kembali ke Tuldarr untuk sementara.

Ketiga pria dalam penelitian itu menghela napas lega dan dalam. Lazar melirik Als, yang masih membeku di ambang pintu. “Jenderal Als, Kamu seharusnya memberi tahukan kedatangan Ratu Tinasha.”

“Aku baru saja bertemu dengannya di aula... Kami tidak mencoba bersikap licik. Saat aku hendak membuka pintu, kami mendengar percakapan kalian,” Als menjelaskan.

Sifat dari percakapan tersebutlah yang benar-benar harus disalahkan. Lazar dan Als menjadi dingin, mata mencela pada raja mereka, yang hanya berpura-pura bodoh.

“Kecemburuan itu cukup menghibur, ya?” Oscar berkomentar.

Mananya?Apakah Kau melewatkan bagian di mana dia berkata dia akan menguapkanmu?!” seru Lazar.

“Itu sama sekali tidak menghibur. Aku pikir aku akan mati,” tambah Als.

Mengabaikan para penasihatnya, yang sama-sama kehabisan akal, raja berkata, "Kita harus memperbaiki pintu dan jendela."

Hampir semua dewan kerajaan sangat menyadari bahwa calon pengantinnya adalah wanita cemburuan. Namun, karena dia tidak menunjukkan kecenderungan itu sejak Oscar melamar, semua orang lengah. Sementara Als menyapu sisa-sisa pintu yang pecah, Lazar meratapi keadaan jendela. "Aku khawatir kamu tidak akan pernah bisa mengambil selir."

“Aku tidak membutuhkannya. Selama aku memilikinya, aku memiliki semua yang aku inginkan,” kata raja.

“Jika itu yang Kamu rasakan, mestinya lebih mempertimbangkan tindakanmu! Dan kata-katamu! Dan kelakuanmu! Cepat atau lambat, kamu akan menghabiskan perasaannya padamu!”

Oscar menyeringai. "Tidak mungkin."

Als dan Lazar hanya bisa menggelengkan kepala tak percaya, menggigit lidah, dan kembali bekerja dalam diam.

xxxxx

Langit berwarna lavender lembut. Saat senja turun di sekitar gang dan jalanan, pria pemilik rumah bordil itu pergi ke luar untuk membuka toko. Meskipun rumah bordil di jalan belakang barat ini jauh dari kata besar, tempat ini terkenal dengan pelanggannya yang cukup besar. Para bangsawan dan saudagar kaya akan menyamarkan identitas untuk berkunjung. Dan berkat dengungan desas-desus di kota, tamu disana lima kali lebih banyak dari biasanya.

Melirik ke sekeliling, pria itu memperhatikan bahwa tempat-tempat di sekitar juga menyalakan lampu. Untuk sesaat, dia terpesona dengan pemandangan yang hampir menakjubkan di depan matanya. Saat dia melihat kembali ke gedungnya sendiri, dia menemukan seorang wanita berdiri di depannya.

Rambut hitam panjang yang jatuh ke pinggangnya lebih berkilau dari sutra. Dia memiliki fitur yang bagus, seperti karya seni yang dibuat dengan sempurna. Yang paling menawan adalah aura mistiknya.

Melihatnya, dia berbalik, dan pria itu tidak bisa menahan diri untuk tidak terkesiap melihat kecantikannya. Dia menatapnya cukup keras untuk membuat lubang di tengkoraknya. "Apakah kamu pemilik tempat ini?"

"Ya—ya benar... Apa gerangan yang membawamu kesini?"

Dia jelas bukan pelacur. Sepintas sudah cukup untuk mengatakan bahwa wanita itu adalah wanita kelas atas. Mungkin dia datang untuk membuat keributan setelah mengetahui perselingkuhan kekasih atau semacamnya.

Jika itu masalahnya, segalanya bisa menjadi menyebalkan. Bibir merahnya terbuka untuk mengatakan bisnisnya, tetapi kemudian seorang pria memanggil dari belakang, “Tinasha, jangan lari di depanku! Apakah Kamu benar-benar akan menguapkannya?”

"Tidak, aku tidak begitu!" dia memprotes.

Suara pria yang jernih dan menyegarkan mendorong pemilik rumah bordil untuk berbalik, kemudian langsung bisu. Yang mendekati wanita itu dan membelai rambutnya tak lain adalah raja Farsas.

xxxxxx

Post a Comment