Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 29: Ikuti kata hatimu

“Aku penasaran, berapa lama lagi manamu akan habis?” Detlinde merenung keras. “Kuharap aku bisa mendapatkan Grutrissheit sebelum itu…” Dia melirikku untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan ruangan, sepatunya berdenting di tanah keras saat dia berjalan.

Bagi si bodoh itu, baik dekrit kerajaan maupun statusku sebagai anggota keluarga archduke tidak ada artinya. Aku seharusnya tidak pernah bertindak dengan asumsi dia adalah seorang bangsawan —tidak saat dia hanya mengikuti keinginannya sendiri. Seandainya aku memperhitungkan hal itu, mungkin saat ini aku akan berada di atas angin. Aku bisa saja membawanya ke ruang belakang, menanggalkan pakaian peraknya yang tahan mana, melepas veilnya yang mungkin memiliki benang perak yang ditenun ke dalamnya, dan membakar wajahnya yang mirip Veronica dengan sihir api terpanas yang bisa kuciptakan.

Yang membuatku frustrasi, pilihan itu tidak lagi tersedia; Letizia menyerangku dengan racun. Itu pasti sangat manjur, meskipun antitoksin dan lingkaran pelindung dalam jimat Rozemyne kumiliki, tubuhku lumpuh total.

Detlindemenyebutnya racun mati-instan.

Aku mengerti Letizia telah dimanipulasi, namun itu tidak menghentikanku untuk merasa sangat kecewa padanya. Aku sudah mengatakan kepadanya bahwa menghilangnya Roswitha kemungkinan besar adalah hasil dari sebuah rencana dan dia harus menjauhinya, tapi ketidaktahuan telah membuatnya tetap menentangku. Dengan jatuh ke dalam perangkap musuh dan berpartisipasi dalam pembunuhan, dia telah berubah dari seseorang yang pantas mendapatkan pendidikan namun perlu dilindungi dari kebencian menjadi anak bodoh yang mengabaikan perintah dan bertindak tanpa alasan.

Ini tidak ada gunanya. Benar-benar tidak berguna.

Usia Letizia yang masih muda bukanlah alasan; bahkan saat masih kecil, Wilfried dihukum karena memasuki Menara Gading tanpa izin dan karena berusaha menyelamatkan tahanan. Kadipaten saat itu terjebak dalam perpecahan, akan tetapi hal itu tidak mengubah fakta bahwa ia hampir kehilangan hak suksesi karenanya.

Letizia adalah anggota keluarga archduke Ahrensbach. Lebih buruk lagi, dia datang ke sini tanpa orang tua dan langsung masuk ke garis tembak dua musuh kuat yang ingin menyingkirkannya. Posisinya sudah cukup berbahaya —hukuman apa yang akan dia terima karena membunuh gurunya berdasarkan dekrit kerajaan, seorang anggota keluarga archduke kadipaten lain? Bahkan dalam skenario terbaik sekalipun, bukan hanya dia yang akan dieksekusi.

Aku belum pernah melihat anggota keluarga archduke yang secara tragis tidak menyadarinya.

Berapa banyak pengikut yang perlu dihukum bersama Letizia? Dan bagaimana dengan bangsawan dari faksinya yang akan dianggap bersalah? Mustahil untuk menghitung seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan oleh seluruh kejadian ini; Detlinde dan Georgine tidak akan melepaskan kesempatan sebesar ini untuk membuat kekacauan.

Adapun Roswitha, kemungkinan besar dia akan dibunuh untuk memastikannya bungkam. Tidak ada kemungkinan dia akan dibebaskan, dan bahkan jika dibebaskan, dia akan kembali dan mendapati bahwa pemenjaraannya telah mendorong Letizia untuk melakukan pembunuhan dan kemudian dihukum bersamanya. Aku bahkan tidak dapat membayangkan betapa dalam keputusasaan yang akan membawanya.

Sebenarnya, hatiku tertuju bukan pada Letizia tapi pada para pengikutnya — mereka telah dikutuk sepenuhnya oleh tindakan bodoh lady mereka.

Apakah Eckhart dan Justus bisa melarikan diri?

Memikirkan tentang pengikut Letizia membuatku merenungkan apa yang terjadi pada pengikutku. Jika mereka tetap di Ahrensbach, kemungkinan besar mereka akan terlibat dalam kekacauan ini. Jika keadaan bertambah buruk, kejahatan Letizia mungkin juga akan dipaksakan pada mereka. Paling banter yang sekarang bisa aku lakukan adalah berdoa agar batu nama mereka sampai ke tangan mereka dan menyelamatkan diri dengan membatalkan sumpah. Mereka mungkin akan berhasil menyimpulkan situasi, tapi mereka tidak punya harapan untuk meraihku di sini. Dan bahkan jika mereka menjelaskan situasiku ke Ehrenfest, mustahil menyelamatkanku. Aku hanya berharap mereka yang selama ini setia padaku bisa menghabiskan sisa kehidupan mereka dengan damai di tanah air kadipaten asal mereka.

Besok siang, menurutku.

Saat itulah manaku akan habis. Akankah Eckhart dan Justus berhasil sampai ke Ehrenfest dan membebaskan batu nama Lasfam? Itu menjadi perhatian utamaku.

“Aku tidak takut akan bahayanya. Tolong bawa aku bersamamu,” kata Lasfam padaku, hanya untuk disuruh bertahan di estateku dan melindungi barang-barangku. Aku bermaksud memanggilnya dengan semua barang bawaanku setelah aku merasa lebih aman, tapi itu tidak akan bisa lagi. Apakah dia akan membenciku karena gagal menepati janji kita?

Setelah dipikir-pikir, kurasa Eckhart dan Justus akan kembali untuk membalas dendam.

Selain pengikutku, hampir semua orang akan bersukacita mendengar berita kematianku. Tentu saja dengan Detlinde dan Georgine, tapi juga Zent yang memerintahkanku untuk pindah ke Ahrensbach. Keluarga kerajaan dan bangsawan kedaulatan pasti akan lega mendengar bahwa aku tidak bisa lagi memakai Rozemyne untuk mencari Grutrissheit, seperti yang mereka duga.

Rozemyne akan meratapiku, tapi Erwaermen telah memerintahkannya untuk membunuhku untuk menyempurnakan Kitab Mestionora miliknya. Dia kemungkinan besar akan lega mendapatkan bagian yang hilang tanpa harus menanggung siksaan karena kami bertarung satu sama lain. Gadis muda itu memiliki toleransi yang sangat rendah terhadap kematian, tapi seluruh negara akan runtuh tanpa kematianku. Dia adalah kutu buku yang penuh semangat, jadi mungkin dia telah mengerti niatku untuk mendapatkan kertas berkualitas maksimal.

Aah, dan memperingatkan Sylvester bukan lagi pilihan.

Georgine yang memiliki ide untuk memanipulasi Letizia, artinya dialah penyebab kesulitanku saat ini. Tidak diragukan lagi dia sudah dalam perjalanan ke Ehrenfest dengan menyamar menghadiri Doa Musim Semi. Intelijen hilang dari surat-surat yang coba Eckhart dan Justus kirim; Aku bertanya-tanya apakah mereka akan menemukan kebenaran.

“Aku mohon padamu, Dewi Waktu... lindungi Sylvester, dan lindungi Ehrenfest.”

Aku teringat kata-kata terakhir ayahku. Meskipun datang ke Ahrensbach untuk mengawasi Georgine, aku tidak dapat memperingatkan Sylvester tentang ancaman terbesar yang dia timbulkan sekarang. Seketika, suara di kepalaku berubah menjadi suara Veronica.

“Apa gunanya anggota keluarga archduke tidak berharga yang tidak memiliki apa-apa? Membesarkannya terdengar seperti membuang-buang sumber daya. Hidup mereka tidak akan berharga sedikit pun.”

Tampaknya Veronica benar. Aku tidak berguna pada saat yang paling penting.

Maafkan aku, Ayah. Aku tidak bisa melindungi Ehrenfest dan Sylvester seperti yang Kau minta.

Satu demi satu, wajah-wajah muncul di benakku dan kemudian memudar. Penglihatanku kabur, dan kesadaranku hilang. Bahkan membuka mata pun menjadi sesuatu yang mustahil. Satu-satunya pilihanku adalah berhenti menahan rasa sakit – dan dengan itu, seluruh tubuhku menjadi rileks.

Aku hanya memejamkan mata sesaat, tapi rasanya seperti keabadian telah berlalu. Lebih aneh lagi, aku menyadari bahwa tarikan mana yang tak henti-hentinya disedot tiba-tiba berhenti. Tidak, bukan hanya itu – aku diselimuti mana orang lain.

Namaku dicuri?!

Diselubungi mana orang lain bukanlah pengalaman baru bagiku. Berbeda dengan saat aku memberikan namaku kepada ayahku, tidak ada rasa sakit selama pengikatan ini. Mana yang mengelilingiku sama dengan mana yang melindungiku ketika racun Letizia mengaktifkan jimat Rozemyne.

Secara teknis, aku telahmempercayakan batu namaku kepada Rozemyne dengan menyembunyikannya di dalam bagian bawah tas —tetapi batu itu memiliki nama “Quinta” yang diukir di dalamnya, bukan “Ferdinand.” Terlebih lagi, dia sangat menentang sumpah nama dan menanggung beban hidup orang lain. Dia tidak akan pernah mempertimbangkan untuk mencuri nama seseorang yang tidak dia kenal.

Sebelum aku pulih dari keterkejutanku, suara Rozemyne bergema di benakku: “Jangan menyerah, Ferdinand. Aku akan menyelamatkanmu, dan tidak ada yang bisa menghentikanku. Hiduplah . Bodoh. Perintah macam apa itu?!

Aku mencoba melawan secara tidak sadar dan langsung diliputi rasa sakit — bukan karena racun tapi karena sensasi aneh seolah-olah “master”ku mencekikku dengan mana miliknya. Aku mendengus melakukan perintahnya.

Baiklah. Aku akan memakai segala cara yang aku miliki untuk hidup.

Saat aku menerima perintah Rozemyne, rasa sakitnya hilang. Perasaan namaku terikat seketika, dan meskipun aku belum melihat siapa yang mencuri namaku, aku sudah diberitahu apa yang harus kulakukan. Selain itu, pengakuanku telah diterima tanpa perlu mengatakan apa pun. Sekadar mendengus saja sudah cukup. Ketakutan karena namaku dicuri membuatku ingin menghela nafas, tapi yang keluar hanyalah nafas sesak.

Aku yang harus disalahkan karena mengiriminya batu namaku... tapi Justus pasti telah mendorongnya.

Rozemyne sangat menentang penggunaan nama orang lain, tapi Justus selalu punya keinginan tersendiri. Dia tahu dia bisa menggunakan mananya untuk menunda kematianku dan bahwa gadis itu lebih benci membiarkan orang lain mati daripada mempertaruhkan nyawa mereka ke tangannya sendiri. Mudah untuk meyakinkannya. Tidak diragukan lagi dia telah mengambil namaku dengan tujuan menyelamatkanku.

Rozemyne akan memerintahkanku untuk hidup ketika dewa-dewa ingin salah satu dari kita mati?

Aku curiga dia bahkan tidak mempertimbangkan hal itu. Dia bisa saja menunggu, dan kebijaksanaanku akan menjadi miliknya. Jika kami berdua hidup, pada akhirnya kami harus bertarung sampai mati seperti yang dewa-dewa minta. Erwaermen pasti memberitahunya hal yang sama seperti yang dia katakan padaku, namun dia tetap memprioritaskan hidupku. Seperti biasa, aku hanya bisa menggambarkannya sebagai orang bodoh yang bertindak berdasarkan emosi.

Namun, pada saat yang sama, aku lega mengetahui dia tidak menginginkanku mati. Dia masih memandangku sebagai keluarga -setidaknya sampai taraf tertentu.

Tetap saja... Dia memerintahkanku untuk “hidup”, bukan?

Saat rasa terkejut karena namaku diambil memudar, kesadaranku pun ikut memudar. Sekilas kenangan masa lalu mulai menjelajahi pikiranku.

“Kau akan bisa hidup sesukamu. Kau akan memiliki kebebasan untuk mengikuti kata hatimu, menemukan mimpi, dan membentuk hidupmu sendiri…” kata wanita yang memberiku nama “Ferdinand” di vila Adalgisa. Aku telah diberi tahu bahwa dia adalah ibuku, namun pada saat itu, konsep itu terasa asing bagiku. Dalam pikiranku, dia juga hanya pernah berbicara kepadaku pada satu kesempatan itu.

Dalam satu percakapan itu, “ibu”-ku mengatakan kepadaku bahwa aku akan mampu menjalani kehidupanku sendiri. Namun aku tidak tahu apa artinya hidup bebas atau bermimpi. Seluruh keberadaanku telah dihabiskan untuk bersiap menjadi sebuah feystone, dan tidak sekali pun aku mempertimbangkan apa yang akan kulakukan jika nasib itu tidak pernah datang.

“Lady Irmhilde, apa itu mimpi?” Aku bertanya setelah dipindahkan ke Ehrenfest. Saat itu dia adalah waliku, dan saudara tiri dari pihak ayahku. Dia meninggal dunia sebelum aku dibaptis, tetapi jika masih hidup, dia akan menjadi istri kedua ayahku dan ibu bangsawanku.

Lady Irmhilde sedang berpikir sambil menyentuh rambutnya yang pucat dan terikat longgar. “Mimpi adalah keinginan agar segala sesuatu terjadi. Apakah ada yang kamu inginkan, Ferdinand?”

“Aku pikir aku bisa hidup bebas sekarang, dengan impianku sendiri... tapi apa mimpiku?"

“Bagiku, sepertinya saat ini tidak memilikinya. Saat ini kamu mungkin saja tidak memiliki mimpi, tetapi suatu hari nanti Kamu akan memilikinya. Setelah menemukan hal-hal yang Kamu inginkan, hiduplah untuk mewujudkan dan menjaganya.”

Lady Irmhilde menjawab dengan suara ramah dan mencoba membelai pipiku saat dia menjawab, tapi gerakannya agak canggung; dia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Senyum merupakan pemandangan yang langka bagiku saat itu sehingga aku ingat menatap matanya yang berwarna coklat keemasan, terpesona.

Pada akhirnya, apayang aku inginkan?

Mungkin karena aku berada di perbatasan antara hidup dan mati, kenangan yang sebelumnya terdorong hingga ke bagian terjauh pikiranku muncul kembali. Aku hanya sebentar bersama Lady Irmhilde, jadi aku tidak mengingat banyak tentangnya. Sebagian besar, aku ingat apa yang orang-orang katakan kepadaku tentang dia setelah dia mati.

“Lady Irmhilde, mengapa aku ada disini?”

“Karena ada yang menginginkanmu hidup, Ferdinand. Aku sendiri berharap Kamu tetap hidup, tumbuh sehat, dan suatu hari nanti bertemu orang itu.”

Aku masih belum tahu siapa yang diinginkan Lady Irmhilde untuk kutemui, tapi kenangan akan percakapan kami selalu terpatri jelas di benakku. Itu menjadi sumber kenyamanan yang luar biasa ketika Veronica terus-menerus menyebutku sebagai penyakit busuk di Ehrenfest. Di vila Adalgisa, aku hanyalah feystone.

Aku kira aku akan mati tanpa pernah melihat orang yang diinginkan Lady Irmhilde untuk aku temui.

Saat pikiranku terus mengembara, aku tiba-tiba menyadari bahwa lingkaran sihir itu menghabiskan lebih sedikit mana milikku. Itu mungkin karena Rozemyne memerintahkanku untuk hidup dan mengelilingiku dengan mana miliknya. Betapapun frustrasinya aku karena namaku dicuri, hal ini tentu saja akan menunda kematianku sampai taraf tertentu.

Meski aku tidak menganggap itu sebagai alasan untuk berharap.

Itu berarti masa hidupku sedikit lebih panjang tetapi tidak dengan kelangsungan hidupku; racunnya belum sepenuhnya hilang dari tubuhku, jadi aku masih belum bisa bergerak. Kemungkinan besar aku akan dihabisi daripada diselamatkan, terlebih ketika satu-satunya yang saat ini mampu memasuki tempat ini hanyalah Letizia, Detlinde, dan Georgine –mereka yang tidak menginginkan apa pun selain mencelakaiku.

Andai saja aku bisa menggerakkan tanganku.

Meski schtappe-ku tersegel, aku masih memiliki alat sihir yang bisa kugunakan. Jimat Rozemyne juga memiliki lingkaran pemurnian. Jika aku bisa menghentikan mana yang mengalir keluar dari diriku dan mengisi mana peralatanku, aku sebenarnya bisa memurnikan racunnya.

Aku berusaha menggerakkan tanganku. Hanya gemetar, tapi itu pasti berhasil sampai taraf tertentu; lingkaran sihir mulai menguras manaku lebih sedikit lagi. Itu awal yang baik, tapi sayangnya, itulah akhir dari perlawananku. Penglihatanku semakin gelap hingga dunia di sekitarku benar-benar lenyap.

Aku terbangun karena banjir air yang tiba-tiba. Gelombang tanpa ampun menelanku dan melemparkanku ke udara, membuatku tidak bisa bernapas. Itu semua terjadi begitu tiba-tiba sehingga aku bahkan tidak dapat memahami apa yang sedang terjadi.

Apakah mereka akhirnya datang untuk menghabisiku?!

Itulah pemikiran awalku, namun air itu hanya bertahan beberapa saat sebelum akhirnya hilang. Aku keluar dari ujung yang lain dalam keadaan kering seperti tulang, yang berarti itu pasti sebuah waschen –bahkan dalam keadaan linglung, aku bisa tau sebanyak itu. Saat aku terbatuk-batuk dan tergagap, aku menyadari si perapal mantra mungkin sedang berusaha membersihkan ruangan dari racun; jauh lebih mudah untuk bernapas secara tiba-tiba.

Apakah itu suara...?

Aku tahu seseorang telah masuk, tetapi aku tidak dapat menggerakkan kepala atau membuka mata. Telingaku pasti juga rusak; Aku hanya mengandalkan getaran yang aku anggap sebagai langkah kaki. Beratnya masing-masing memperjelas bahwa ini bukan anak kecil.

Itu berarti Detlinde atau Georgine, menurutku.

Siapa pun orangnya, algojo memindahkanku sebelum menuangkan cairan ke dalam mulutku. Tanganku tidak lagi berada di lingkaran pengisian, dan seketika, mana mengalir ke alat sihir dan jimatku. Jejak terakhir dari racun lama telah dibersihkan, dan racun apa pun yang baru saja diberikan kepadaku akan segera mengalami nasib yang sama —dengan asumsi jenis racunnya normal. Saat yang menegangkan berlalu saat aku menunggu semuanya meninggalkan sistemku, merasakan mana yang mengalir di diriku sekali lagi... sampai cairan lain yang lebih kuat dituangkan ke dalam mulutku.

Ngh! Racun apa ini?!

Aku memuntahkan cairan kotor itu dan, dengan memakai kekuatan sebanyak yang bisa kukumpulkan, menggerakkan tubuh kayuku hingga bisa menangkap penyerangku. Rozemyne memerintahkanku untuk hidup; Aku perlu menghilangkan segala ancaman dengan cara apa pun yang diperlukan.

"Siapa kamu?" tuntutku, sambil menyipitkan mata kaburku. Aku tidak tahu siapa di antara tiga calon penyerangku yang datang untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Dua mata emas melihat ke arahku. Kata “Rozemyne!” mencapai telingaku, dan meski sangat samar, suaranya terdengar agak mirip dengan suaranya. Namun, sosok di hadapanku sama sekali tidak mirip dengannya – dan di atas segalanya, sejak awal Rozemyne tidak akan pernah diberikan akses ke ruangan ini.

"Mustahil. Rozemyne hanya setinggi ini,” kataku, masih waspada tapi mencoba mengendurkan rantai yang ingin kugunakan untuk mencekiknya. Namun tubuhku tidak bergerak sesuai keinginanku; masih perlu waktu lama sebelum proses pemurnian selesai, napasku yang masih terasa sakit mulai terlihat.

"Apa?! Bagaimana tidak mungkin?!” teriak wanita itu sambil duduk tiba-tiba hingga rantai itu tertancap di lehernya sendiri. “Hah!” Ah. Ya. Itu pastinya Rozemyne.

Saat aku yakin akan fakta itu, ketegangan dan kecurigaan yang mendorongku menghilang. Aku menjatuhkan diri ke samping dan menatap Rozemyne, yang berlinang air mata dan tergagap tanpa henti. Dia telah berubah terlalu banyak untuk ucapan dasar seperti “Kamu pasti sudah dewasa.” Sepertinya dia berumur empat atau mungkin lima tahun sekaligus, dan ini bukan merupakan lonjakan pertumbuhan normal. Dia juga menjadi sangat cantik sehingga aku kesulitan memercayai mataku. Itu adalah transformasi yang sangat tidak normal sehingga tidak dapat lagi dimengerti melalui penalaran manusia.

Jadi dewa-dewa pasti turun tangan.

Sudah jelas bahwa Erwaermen lebih menyukai Rozemyne daripada aku. Pasti ada sesuatu yang terjadi dalam perjalanannya ke Taman Permulaan yang menjelaskan kecantikan yang tiba-tiba dia dapatkan. Tampak bagiku bahwa ciri-cirinya sempurna dalam arti yang sebenarnya, tidak memiliki distorsi atau asimetri apa pun yang biasanya berkembang sepanjang hidup seseorang. Aku hanya bisa menghela nafas bahwa dia akan menodai hadiah literal dari dewa-dewa ini dengan perilakunya tidak pantasnya.

“Apa kamu tidak waras…?” Aku bertanya. "Dasar bodoh."

Keputusan tiba-tibanya untuk langsung memasang rantai di lehernya bukanlah satu-satunya masalah. Dari mengunjungi Erwaermen hingga menyelamatkanku di luar keinginanku hingga mengakses ruangan ini melalui cara yang bahkan tidak dapat kupahami, setiap gerakannya menunjukkan kebodohannya.

“Bwuh… Dengar, aku sudah tahu kalau aku mengambil tindakan terlalu jauh. Kumohon jangan terlalu sok suci tentang hal itu.”

Bahkan sekarang, dia sangat tidak menyadari kesalahannya sendiri sehingga dia menggambarkan tindakannya sebagai “sedikit” terlalu berlebihan. Perasaan agresif yang tersisa memudar ketika aku menyadari bahwa hatinya sama sekali tidak berubah.

Meski begitu, identitasnya tidak diragukan lagi.

Rozemyne sangat padat sehingga dia belum menyadari bahwa aku sengaja mencoba mencekiknya. Dia juga menyia-nyiakan kecantikannya dan dengan keras kepala menolak menyerah pada apapun yang dia pedulikan. Ini semua adalah kekurangan serius yang dimiliki seorang wanita bangsawan, tapi entah kenapa, itu tidak membuatku kesal. Entah kenapa itu.

“Apa karena kamu tidak bisa bergerak sehingga kamu merasa perlu membuka mulut?” dia bertanya.

“Aku 'membuka mulut' karena caramumemberikan penawar. Dan jika Kamu ingin aku merespon keluhanmu dengan serius, aku sarankan untuk menghapus senyum lebar itu dari wajahmu.”

Meski aku berulang kali memperingatkannya untuk menyembunyikan emosi, Rozemyne tetap mudah dibaca seperti biasa. Dia saat ini sedang menampar pipinya, mencoba mengumpulkan ketenangan, tetapi hal itu tidak banyak membantu.

“Aku senang kamu sudah cukup pulih untuk menggerutu,” katanya, mata emasnya berkerut dalam seringai lebar. Apakah aku akan bersukacita jika dia kehilangan tatapan terus terang selama percepatan pertumbuhannya? “Segera setelah Kamu baikan, aku mengharapkan tepukan di kepala, kata-kata manismu yang 'sangat baik', dan bahkan mungkin pelukan. Kamu juga bisa mencubit pipiku jika kamu mau. Jadi kumohon... cepat sembuh.”

Aku tidak sanggup mengkritik penampilannya yang tidak biasa, menangis dan tersenyum secara bersamaan. Sepertinya aku lebih peduli pada kepribadiannya yang tidak berubah daripada penampilannya yang berkembang dengan cantik.

Daninilah orang yang harus kubunuh untuk menyempurnakan Kitab Mestionora-ku...?

Aku teringat instruksi Erwaermen dan kembali tersadar; ada beberapa hal yang tidak bisa dihindari.

“Pertama-tama,” kataku, “kamu tidak perlu menyelamatkanku. Justus pasti sudah mengirim pesanku kepadamu, jadi kenapa kamu bisa di sini? Untuk tujuan apa kau datang?” Akan jauh lebih cerdas jika dia membiarkanku mati, sehingga menyelamatkan Yurgenschmidt dengan kematian sesedikit mungkin. Itulah yang Erwaermen inginkan, dan itu akan jauh lebih mudah bagi Rozemyne daripada duel sampai mati.

Namun dia bahkan tidak pernah berpikir untuk membiarkanku mati.

“Hm? Maksudku, siapa yang peduli?” dia bertanya sambil memiringkan kepala ke arahku. “Tidak ada gunanya menyelamatkan Yurgenschmidt jika kamu tidak terlibat di dalamnya. Bukankah itu sangat jelas?”

Aku tidak bisa berkata-kata; dia telah menyampaikan pernyataan keterlaluan itu seolah-olah itu sangat wajar. Tidak terlintas dalam pikiranku bahwa dia mengatakan aku seperti keluarga baginya dan mengancam akan menyelamatkanku jika aku berada dalam bahaya, namun pernyataannya bahwa dia akan memprioritaskanku di seluruh negerisulit untuk dicerna.

“Kadipaten besar, Kedaulatan, keluarga kerajaan, dan bahkan dewa-dewa itu sendiri – aku akan menjadikan seluruh dunia sebagai musuh untuk menyelamatkan Kamu,” katanya.

“Aku tidak percaya Kamu mengatakan ‘dewa-dewa’ sebelumnya…”

Sebenarnya, itu detail tidak penting. Yurgenschmidt adalah rumah bagi keluarga rakyat jelatanya dan teman-temannya —orang-orang yang ia sayangi lebih dari apapun. Aku tidak menyangka dia akan memprioritaskan kehidupanku di atas keselamatan mereka.

Seseorang yang hanyaseperti keluarga tidak boleh ditempatkan di atas sanak saudara yang sebenarnya. Bukankah seharusnya begitu?

Ayahku memanggilku putranya tetapi memprioritaskan Veronica, Sylvester, dan Bonifatius daripada aku. Sylvester juga menyebutku saudaranya tetapi lebih peduli pada Florencia dan anak-anaknya. Bahkan setelah ayah kami meninggal, dia telah menentukan yang terbaik bagikuuntuk memasuki gereja, bukan Veronica.

Aku selalu menganggap pilih kasih semacam itu sebagai puncak dari keadaan normal, jadi tampak jelas bagiku bahwa Rozemyne akan memperlakukan mereka yang hanya sepertikeluarga sama seperti orang lain. Ya, aku spesial baginya sebagai bangsawan, dan jika sesuatu terjadi padaku, dia akan mengamuk untuk menyelamatkanku seolah-olah kami adalah saudara. Tapi tidak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa dia akan terus menjagaku ketika keselamatan keluarganya yang sebenarnya berada di ujung tanduk.

Perhitunganku tidak pernah memperhitungkan hal ini .

“Oh, apakah ini pertama kalinya kau mendengar bagian itu?” Rozemyne bertanya. “Maafkan aku, tapi memang begitulah adanya. Sekarang, mari kita temukan cara untuk menyempurnakan Kitab Mestionora tanpa salah satu dari kita harus mati.” Si bodoh ini bahkan tidak mengakui emosiku saat dia terus mengoceh dengan gembira tentang Erwaermen. Dia bahkan mengeluarkan ide yang sangat konyol untuk menuangkan mana ke gerbang negara untuk memberi kita lebih banyak waktu.

Aku ragu Erwaermen bahkan mempertimbangkan kemungkinan bahwa kami akan menolak membunuh satu sama lain demi Kitab Mestionora. Kemungkinan besar dia menganggap bahwa manusia dari Yurgenschmidt saja yang akan mematuhi perintahnya.

Tetap saja, apakah Rozemyne tidak mengikuti keinginannya dengan terlalu sembarangan?

Aku sama jengkel dan antusiasnya melihat keterkejutan di wajah Erwaermen ketika rencana Rozemyne terungkap. Bibirku sedikit menyeringai, dan saat itulah aku teringat apa yang Lady Irmhilde katakan kepadaku:

“Setelah menemukan hal-hal yang Kamu inginkan, hiduplah untuk mewujudkan dan menjaganya.”

Hm... Hidup sesuai dengan keinginanku sendiri mungkin bukan ide yang buruk.

Kali ini, aku mengartikan kata-katanya secara berbeda –mungkin karena kekuatanku kembali padaku. Aku berusaha membengkokkan jari-jariku, sadar bahwa jimat dan penawarnya perlahan-lahan memulihkan diriku. Dan ketika aku menghitung berapa lama aku harus menunggu sebelum dapat bergerak bebas lagi, aku mulai memikirkan cara paling efisien untuk menghancurkan Ahrensbach.

Post a Comment