Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 9: 4. Perawatan Anak Yatim dan Penyelidikan Kota

 


4. Perawatan Anak Yatim dan Penyelidikan Kota



Fran tidak akan pernah pergi ke mana pun di dekat ruang tersembunyi direktur panti asuhan di gereja, tetapi mungkin karena tempat ini berbeda atau kemarahan telah menguasai dirinya, dia masuk ke ruang tersembunyi biara tanpa keraguan sedikit pun. Sesampainya di sana, dia segera berbicara dan dengan ekspresi berat.

“Anda tidak boleh mengizinkan anak yatim bersikap kasar pada anda. Anda sudah dipandang rendah karena masa muda anda, jika anda mengizinkan kekasaran maka mereka hanya akan bergerak untuk mengeksploitasi anda lebih jauh,” katanya, pada saat itu kedua pengawalku mengangkat dagu mereka sedikit setuju. "Yang paling saya takuti adalah anda mentolelir kelancangan mereka, mendorong kesombongan mereka, dan akhirnya tidak senang dengan apa yang mereka lakukan."

"Benar. Ini menjadi pusat perhatian lebih karena anda sepenuhnya kehilangan kendali atas mana anda saat marah. Selalu ada banyak kerusakan tambahan,” tambah Ferdinand.

Aku menundukkan kepala, tidak bisa membantah. Niatku adalah untuk bersikap baik kepada mereka karena mereka pendatang baru, tetapi tampaknya itu sama sekali bukan ide yang baik.

“Semua hal menuntut perhatian dan kehati-hatian pada awalnya—kebaikan adalah kebajikan, bagaimanapun juga. Tapi jangan menyamakan kebaikan dengan bersikap lunak dan lemah.”

“Aku akan lebih berhati-hati,” kataku. Aku juga bersungguh-sungguh. Aku tidak ingin terus memaksa Fran menyerang orang lain, aku juga tidak ingin dia dan Ferdinand marah padaku lagi.

“Rozemyne, mengeraskan sifat lembutmu akan menjadi perhatian signifikan, tetapi prioritas kita tidak diragukan lagi adalah melatih anak-anak yatim itu. Ada apa sebenarnya dengan cara bicara kasar mereka? Dan aku hampir tidak tahan melihat mereka saat makan,” kata Ferdinand, alisnya berkerut mengingat kembali makan siang.

Di kota bawah orang-orang makan seperti itu setiap saat, tetapi aku tidak bisa sekedar meminta Ferdinand untuk memahami itu dan membiarkan masalah itu berlalu. Anak-anak yatim telah memasuki gereja, jadi mereka perlu mempelajari tata krama dasar.

“Aku tidak tahu harus mulai dari mana dengan makhluk malang seperti itu, jadi aku harap Kau punya rencana untuk mereka. Bagaimana Perusahaan Gilberta menangani rakyat jelata?” tanya Ferdinand.

Tetapi Perusahaan Gilberta adalah salah satu toko terkaya di kota bawah, dan secara umum hanya menerima magang dari toko yang sudah memiliki pengalaman berbisnis dengan bangsawan. Lutz berada di level yang sama dengan anak yatim saat Benno mempekerjakannya, tetapi dia cerdas, cepat belajar, dan sangat berdedikasi untuk berkembang. Tidak adil jika anak yatim dibandingkan dengan mereka.

Fran tiba-tiba mendongak seolah menyadari sesuatu. “Mengingat mereka hanya berempat, mungkin akan lebih baik membawa mereka kembali ke gereja,” sarannya. Alasannya adalah bahwa mereka akan belajar lebih baik di panti asuhan gereja karena di sanalah anak-anak lain dituntun. Itu tidak diragukan lagi akan memberi mereka lingkungan belajar yang baik, tetapi itu hanya akan membuat mereka stres jika kita membawa mereka ke sana sebelum mereka lebih terbiasa dengan cara hidup ini.

Ketika aku pertama kali pergi ke gereja, aku merasa tersiksa karena betapa berbedanya budaya di sana. Tapi aku punya rumah untuk kembali. Aku memiliki Lutz dan keluargaku. Aku bisa mengeluh bahwa tidak ada yang masuk akal dan mereka akan setuju, dan itu sangat penting. Mereka tidak akan punya tempat untuk melarikan diri jika sekarang kami memindahkan mereka ke gereja, dan dengan seluruh keluarga mereka merasakan tekanan yang sama untuk alasan yang sama, sulit menebak seberapa banyak kenyamanan yang dapat mereka temukan satu sama lain.

“Aku sarankan kita menunggu sedikit lebih lama sebelum membawa mereka ke gereja; akan ideal bagi mereka untuk mempelajari norma di tempat yang sudah familiar terlebih dahulu. Pada tingkat ini, mereka pasti akan mengalami banyak konflik di gereja, dan akan lebih baik memberi mereka kesempatan untuk kembali ke walikota jika mereka merasa tidak mungkin mampu menyesuaikan diri.”

“Lady Rozemyne?” Fran tampak bingung, tidak sekali pun dalam hidupnya berpikir untuk meninggalkan gereja.

“Kita masih belum tahu apakah mereka semua akan menyesuaikan diri dengan tatanan hidup gereja, bukan? Anak perempuan mungkin ingin tinggal di sini untuk menghindari dijual, tetapi mungkin saja anak laki-laki akan lebih memilih kebebasan yang diberikan kepada mereka oleh walikota,” aku menjelaskan. Kebebasan terbesar yang ditawarkan panti asuhan ini adalah membiarkan semua orang pergi ke hutan untuk memulung dan membuat kertas, jadi aku bisa membayangkan bahwa jika walikota memberi mereka lebih dari itu akan memainkan peran besar dalam keputusan apa pun yang akhirnya mereka ambil. “ku sarankan kita menunggu Festival Panen berakhir. Jika mereka semua memutuskan untuk bertahan, kita bisa membawa mereka ke gereja saat musim dingin. Pada saat itu, mereka pasti sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan di sini.”

"Kalau begitu, bagaimana kita melatih mereka?" Fran bertanya. “Kesampingkan yang muda, jarang anak-anak setua itu memasuki gereja, dan saya tidak punya pengalaman melatih mereka.”

Di kota bawah, anak-anak umumnya mendapat pekerjaan segera setelah mereka dibaptis. Mereka bekerja sebagai pekerja magang, dan mereka yang orang tuanya meninggal akan menjadi pekerja magang, dengan toko yang merawat mereka. Meskipun bukan hal yang aneh bagi anak-anak pra-baptis untuk dikirim ke panti asuhan ketika mereka tidak memiliki keluarga untuk menampung mereka, sangat jarang hal ini terjadi pada anak-anak yang cukup besar untuk magang.

"Apakah anak-anak di sini tidak mengambil pekerjaan magang?" Aku bertanya.

“Bagi mereka yang orang tuanya adalah petani, ladang mereka akan diambil alih begitu kedua orang tuanya meninggal. Kurasa anak-anak di bawah umur tidak akan bisa tumbuh cukup makan dengan luas tanah yang diberikan kepada mereka, meskipun aku harus mengakui bahwa aku tidak tahu detailnya,” kata Ferdinand sambil menghela nafas ringan. Dia sebelumnya telah memeriksa dokumen pajak terkait, tapi karena dia tidak pernah benar-benar mengamati kehidupan petani, dia tidak sepenuhnya yakin akan apa yang terjadi pada anak yatim.

“Kalau begitu kurasa kita tidak punya pilihan selain memulai dari awal dan mengajari mereka seperti kita akan mendidik anak baru.”

"Dan maksudmu...?"

“Kurasa setiap aspek kehidupan di sini akan sangat berbeda dari biasanya—bahkan sesuatu sederhana seperti bagaimana makanan disajikan,” aku menjelaskan. “Dalam banyak hal, gereja mengikuti aturan yang sama seperti kediaman bangsawan. Kita harus mulai dengan hati-hati mengajari mereka cara menggunakan peralatan makan.”

Lazimnya kota bawah hanya makan dengan tangan, sedemikian rupa sehingga panti asuhan gereja dianggap aneh saat mengajari anak-anak menggunakan peralatan makan.

“Dari titik itu, kita perlu mengajari mereka pentingnya kebersihan,” lanjutku. “Lutz memberikan pujian yang tinggi kepada para pendeta atas seberapa cepat, efisien, dan teliti pembersihan mereka, dan kurasa skill membersihkan yang dipelajari anak-anak yatim ini di bawah walikota tidak akan cukup di gereja.” Seingatku, Lutz menyebutkan bahwa dia diajari membersihkan oleh Gil, dan kemudian meneruskan tekniknya ke magang lain di Perusahaan Gilberta. “Akan tetapi, pastikan untuk selalu mendidik mereka secara berkelompok. Pastikan ini dilakukan saat membawa mereka ke hutan untuk memulung, saat membuat kertas, dan saat memasak. Mereka harus belajar bersama, tidak terpisah.”

“Dan kenapa begitu?” tanya Ferdinand, mungkin telah merencanakan untuk menugaskan seorang tutor individu untuk setiap anak yatim karena hanya ada empat dari mereka dan kami memiliki total enam pendeta dan gadis suci.

“Mereka akan belajar lebih cepat jika mereka bersama. Kelompok akan melahirkan kompetisi, dan mereka juga dapat saling mengajari. Kamu tidak boleh meremehkan kekuatan kelompok,” kataku, menggunakan anak-anak yang bersaing memperebutkan karuta sebagai contoh.

Ferdinand mengerjap, lalu bergumam, "Jadi mirip dengan bagaimana Akademi Kerajaan mendorong pertumbuhan," sebelum menatapku dengan senyum yang meresahkan. Aku punya firasat dia mulai membuat semacam rencana aneh, tapi itu mungkin hanya imajinasiku.

“Bagaimanapun juga, maksudku kita fokus membantu mereka menyesuaikan diri dengan kehidupan di sini untuk saat ini. Tolong jangan pernah lupa betapa sulit dan memakan waktu bagi orang luar untuk menyesuaikan diri dengan cara hidup gereja. Ajari mereka secara perlahan dan dengan penuh kesabaran.”

"Dimengerti. Aku akan menyampaikan informasi ini pada para pendeta,” kata Fran, sekarang kembali menunjukkan ekspresi tenang seperti biasanya.

"Well, setelah itu selesai, mari kita kembali ke gereja dan sedikit menyelidiki Hasse lebih jauh," kata Ferdinand.

"Apa? Tapi kita kan sudah melakukan penyelidikan,” jawabku. Kami sudah meminta para cendekiawan dan Perusahaan Gilberta memeriksa tempat itu dan memberi tahukan temuan mereka kepada kami, tapi Ferdinand hanya menekan-nekan pelipisnya dengan jari telunjuknya sambil menatapku.

"Dasar bodoh. Investigasi mereka berpusat pada pembuatan workshop, jadi sebagian besar informasi yang mereka kumpulkan adalah tentang populasi, geografi, dan bisnis. Ini semua tidak ada kaitannya dengan apa yang ku bicarakan. Yang akan kita selidiki adalah siapa bangsawan yang barada dibelakang walikota, berapa banyak kekuatan dan pengaruh yang dia kumpulkan, berapa banyak anteknya yang perlu kita singkirkan jika kita mengambil tindakan terhadapnya, dan bagaimana kita akan mengisi kekosongan kekuasaan setelahnya. Ini sepenuhnya berbeda dari menyelidiki lokasi terbaik workshop.”

Tampaknya Ferdinand mode gelap telah muncul dan lebih dari siap untuk beroperasi dalam bayang-bayang. Tapi, well, aku akan menyerahkan itu padanya. Aku tidak benar-benar cocok untuk tindak penipuan dan tipu daya; kepalaku lebih baik digunakan di tempat lain.

Aku keluar dari ruangan begitu percakapan kami selesai dan mendapati Gil dan Nicola melihat ke arah sini, wajah mereka diselimuti kekhawatiran. Aku tersenyum untuk menunjukkan kepada mereka bahwa semuanya baik-baik saja, dan ekspresi mereka menjadi cerah karena lega. Keempat anak yatim itu tampak sama khawatirnya, dan kemudian sama-sama lega ketika melihat Fran sudah tenang kembali.

“Kita akan berkunjung lagi lima hari dari sekarang,” kataku kepada para pendeta abu-abu. “Disela-sela itu, kami akan menyelidiki walikota untuk memastikan bangsawan mana yang terhubung dengannya dan seberapa besar pengaruhnya. Kami akan meminta Benno dan Gustav untuk mengurus masalah makanan, jadi aku meminta kalian berusaha untuk tidak meninggalkan biara jika kalian bisa. Jaga bukan hanya anak yatim baru yang kami sambut, tapi juga dirimu sendiri.”

Mereka berlutut dan menjawab, “Sesuai kehendak anda.” Pada saat itu, keempat anak yatim itu juga berlutut dengan cara yang sama.

“Biara memiliki pelindung sihir, jadi kalian akan aman selama kalian tetap di dalam, bahkan jika walikota datang. Tapi kami tidak bisa memberikan perlindungan semacam itu jika kalian pergi, jadi berhati-hatilah,” aku memperingatkan.

Keempat anak yatim itu mengangguk dengan ekspresi khawatir di wajah mereka, masing-masing mengenal walikota dengan baik.

__________

Ferdinand memanggil Benno begitu kami kembali ke gereja; dia ingin mendapat sebanyak mungkin detail tentang Hasse dan walikotanya. Untungnya, Benno berhasil tiba di gereja dalam sekejap, seolah-olah dia telah memperkirakan panggilan itu. “Kami pergi untuk mengambil anak yatim. Kami disambut... tidak terlalu baik. Dan Kau sudah menduganya kan, Benno? ”

“Oh ya, sambutan walikota selalu kurang baik. Itu sikap yang hanya akan anda lihat di Hasse,” kata Benno sambil tersenyum. Sepertinya dia sengaja tidak memberi tahu walikota bahwa Uskup Agung dan Pendeta Agung yang akan menjemput anak yatim, jadi dia telah menunggu kami akan memanggilnya selepas kami pergi.

Menurut Benno, kota Hasse tidak normal dalam betapa luar biasa berkuasanya walikota. Itu sangat dekat dengan Ehrenfest sehingga para bangsawan dalam perjalanan panjang akan melewatinya dan bermalam di Dinkel, jadi mereka hanya pernah berkunjung untuk Doa Musim Semi dan Festival Panen. Mereka yang bepergian dengan berjalan kaki mungkin berhenti di Hasse, tetapi kebanyakan bangsawan tidak.

Lebih jauh lagi, Hasse cukup dekat dengan Ehrenfest sehingga para pedagang anggap kurang bernilai dibandingkan kota-kota lain. Itu karena orang bisa langsung pergi ke pasar Ehrenfest jika mereka menginginkan barang, atau transaksi dengan pedagang keliling yang selalu melewati Hasse dalam perjalanan ke Ehrenfest.

Di atas semua itu, Hasse memiliki mansion musim dingin. Doa Musim Semi dan Festival Panen diadakan di Hasse, dan orang-orang dari kota pertanian tetangga berkumpul di sana saat musim dingin. Walikota memegang kendali atas akomodasi mereka semua, jadi dia memiliki pengaruh cukup besar di seluruh wilayah.

“Para bangsawan dapat meninggalkan Ehrenfest tanpa melewati gerbang dengan menggunakan highbeast,” kata Benno. “Saya tidak tahu bangsawan mana yang memiliki koneksi dengan walikota itu, tapi saya dengar mereka adalah bangsawan berkedudukan tinggi.”

"Jadi begitu. Satu-satunya yang kita tahu pasti adalah Uskup Agung terdahulu.” “Dia lagi?” Aku bertanya, kelelahan. Sejujurnya menyebalkan bahwa aku harus berurusan dengan Uskup Agung terdahulu lebih karena sekarang dia sudah mati daripada yang aku lakukan ketika aku tinggal di gereja dan berusaha keras untuk menghindarinya.

“Mantan Uskup Agung tidak memiliki highbeast dan hanya bisa bepergian dengan kereta, membuatnya lebih mungkin untuk tinggal di Hasse, dan dia tidak diragukan lagi menggunakan statusnya sebagai paman archduke untuk bertindak sewenang-wenang. Penentangan walikota terhadap Kau dan aku, Uskup Agung yang baru dan Pendeta Agung, membuatnya lebih dari sekedar jelas. Dia kemungkinan besar memutuskan bahwa apa pun yang terjadi, dia hanya bisa meminta bantuan Uskup Agung terdahulu,” kata Ferdinand, menambahkan bahwa, karena dia telah melihatku sebagai gadis suci biru saat Doa Musim Semi, dia kemungkinan mengira kami dikirim oleh Uskup Agung terdahulu. Beberapa juga tampaknya memandang rendah Ferdinand, mengira dia adalah lintah yang meminjam kekuatan Uskup Agung seperti para pendeta biru lainnya.

“Kalau begitu, aku rasa walikota sama sekali tidak tahu menahu bahwa Uskup Agung terdahulu telah ditangkap. Benno, seberapa banyak yang diketahui kota bawah tentang Uskup Agung terdahulu?” tanya Ferdinand.

“Sama sekali tidak ada,” jawab Benno seketika, yang membuat mata Ferdinand terbelalak. Dia lalu mengerutkan alisnya dengan cemberut sejenak saat dia mencari kata-kata.

“Tentu saja itu berlebihan. Bagaimanapun juga, seorang Uskup Agung baru muncul. Mereka pasti tahu sesuatu.”

“Rumor tentang Uskup Agung yang baru sebagai putri muda Archduke telah menyebar, juga rumor bahwa dia adalah seorang santa yang dapat memberikan berkah yang nyata, tetapi tidak ada pembicaraan apapun tentang mantan Uskup Agung. Saya rasa orang-orang menganggap dia pensiun karena usia senja, atau hanya berganti profesi.”

Rupanya, legenda Rozemyne ​​sang santa benar-benar menyebar ke seluruh kota. Aku sebelumnya telah mendengar bahwa perlu untuk sepenuhnya membenarkan tugasku untuk peran sebagai Uskup Agung, tapi jujur, itu sangat memalukan sampai-sampai aku hampir tidak bisa menahannya.

“Aku cukup curiga bahwa para cendekiawan yang aku dampingi juga memiliki koneksi dengan walikota. Sepertinya mereka terlibat dalam semacam diskusi rahasia begitu rekanku dan aku meninggalkan estate miliknya,” kata Benno, memberi tahu kami semua hal yang dia ketahui.

Ferdinand mulai memikirkan semua hal yang telah dipelajarinya. Alisnya berkedut, dan aku dalam bisu memperhatikan saat dia menekan pelipisnya. Hanya setelah beberapa saat berpikir baik-baik, dia akhirnya mengeluarkan gumaman.

"Menjadi duri bahkan setelah mati, begitu..."

Post a Comment