Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 9: 6. Tugas Baru dan Persiapan Musim Dingin

 


6. Tugas Baru dan Persiapan Musim Dingin



Aku memberikan balasan kepada utusan Hasse. Kota itu hanya sejauh setengah hari, jadi kemungkinan besar walikota akan membacanya sebelum aku kembali ke biara lusa. Aku berharap dia akan memahami situasinya dan tenang, tetapi bagaimana dia sebenarnya akan bereaksi sudah berada dalam dugaan siapa pun.

"Ferdinand, apakah membiarkannya begitu saja benar-benar bijaksana?" Aku bertanya.

“Seperti yang terjadi, kita tidak memiliki pilihan yang lebih baik. Menyingkirkannya cukup mudah, tapi kita harus mempertimbangkan apa yang akan terjadi selanjutnya,” jelas Ferdinand. Sebagai bangsawan, kita dapat dengan mudah menggunakan otoritas kita untuk menangkap walikota jelata dan benar-benar membuat kepalanya pusing, akan tetapi mengingat kondisi Hasse, tidak masuk akal bagi kami untuk mengeksekusi walikota dan tidak melakukan hal lain.

“Tapi tetap saja, bukankah lebih baik melenyapkan penjahat jahat sepertinya secepat mungkin?”

"Rozemyne, mengapa kamu menyebutnya 'jahat'?"

“Well, dia menjual anak yatim, menyuap cendekiawan, dan tampaknya telah mengeksploitasi kekuatan Uskup Agung terdahulu. Kau tau banyak hal buruk...” kataku, menghitung setiap alasan dengan jariku. Akan tetapi Ferdinand hanya mengangkat alis karena terkejut.

"Tidak satu pun dari semua itu yang sangat buruk, dan itu tentu saja tidak jahat," jawabnya, membuatku benar-benar lengah. Aku mengerjap terkejut, mencoba memahami apa yang baru saja kudengar, dan kami berdua saling tatap dengan bingung.

“Walikota mendapatkan hak milik atas anak-anak yatim dengan mengurus mereka, jadi entah dia menjualnya atau tidak, sepenuhnya kembali padanya,” lanjut Ferdinand. “Dan memberikan uang dan hadiah kepada bangsawan untuk mendapatkan bantuan adalah praktik lumrah. Apakah kamu tidak ingat Benno memberiku hadiah saat pertama kali kami bertemu? Memanfaatkan apa yang Kau miliki untuk mengamankan hubungan baik merupakan sesuatu yang biasa.”

Anak-anak yatim secara harfiah dimiliki oleh orang yang merawat mereka, dan menyuap para bangsawan adalah hal yang biasa bahkan tidak dianggap melakukan sesuatu yang buruk. Aku memegangi kepalaku, terkejut dengan perbedaan besar dalam kelaziman akal sehat kami.

"Tunggu. Jadi kesalahan apa yang walikota lakukan?”

"Apa lagi selain tidak mematuhi perintahku, dan bersikukuh tanpa izin memprotes keputusan kita?" jawab Ferdinand. Menurutnya, menjual anak yatim dan memperlihatkan tingkat korupsi tertentu boleh-boleh saja asalkan menguntungkan kota—bahkan, dengan melakukan hal ini membuatnya menjadi walikota yang baik. Warga Hasse akan memberikan dukungan penuh jika uang yang diperoleh dari penjualan anak yatim dapat membantu kota.

“Populasi Hasse berjumlah seribu warga ketika desa-desa pertanian tetangga berkumpul untuk tinggal di mansion musim dinginnya, dan wajar saja jika mereka diprioritaskan di atas sejumlah anak yatim. Jika kita memakai kekuatan kita untuk menghancurkan seorang walikota yang berjuang melindungi kotanya, kita akan menyulut kemarahan warga kota,” kata Ferdinand.

Jantungku berdebar menyakitkan. Aku tidak pernah berpikir seperti itu sebelumnya. "Jadi, um, pada dasarnya... dari sudut pandang Hasse kita adalah penjahatnya?"

“Saat ini, ya. Kita mengambil anak-anak yatim yang rencananya akan mereka jual kepada bangsawan secara paksa, menempatkan mereka di sebuah biara yang tidak bisa dimasuki oleh warga kota, dan memprioritaskan anak-anak yatim ini daripada warga yang membayar pajak,” jelasnya.

Aku jelas tidak pernah memperkirakan untuk berharap bahwa menyelamatkan anak yatim dari dijual sebagai budak akan dianggap keliru oleh orang lain. Aku berdiri di tempat, terkejut, ketika Ferdinand melanjutkan dengan ekspresi tidak terpengaruh. “Tidak seperti sebelumnya ketika kamu mendapatkan semua uangmu sendiri sebagai gadis suci biru magang, kamu sekarang hidup dari pajak wargamu sebagai putri archduke. Apa yang mengherankan jika Kau diharapkan untuk memprioritaskan mengurus pembayar pajak ini daripada anak yatim?”

Karena aku membutuhkan orang-orang tanpa pekerjaan untuk mulai bekerja di industri percetakan yang baru, panti asuhan biara sangat nyaman bagiku. Itulah mengapa aku berencana menyebarkan industri dengan membangun panti asuhan baru di seluruh kadipaten, dan mungkin alasan mengapa archduke memberiku izin untuk melakukannya. Tetapi aku tidak pernah menganggap bahwa aku akan secara aktif merugikan kehidupan warga negara normal.

“Archduke memberimu izin untuk melakukan ini karena dia memutuskan bahwa, dengan memberikan pekerjaan resmi kepada anak yatim yang sebelumnya berada di luar kelompok tenaga kerja, Kau akan meningkatkan jumlah warga yang membayar pajak untuk mendapatkan kekayaan. Dia tidak hanya melakukannya karena belas kasihan,” kata Ferdinand.

Rasa dingin menjalari tulang punggungku. Aku dipaksa untuk menghadapi sempitnya pandangan duniaku dan sikap tanpa beban. Rasanya seperti bagian mendasar lain dalam diriku sedang dicabik-cabik dan dipaksa untuk berubah, yang membuatku ingin menangis.

“Aku tidak menyangka kita akan memiliki pemahaman yang berbeda secara fundamental tentang kejahatan,” kata Ferdinand. “Lalat ini tidak diragukan lagi akan menjadi pengalaman belajar yang produktif bagimu. Dengan ini aku menginstruksikanmu untuk membuat faksi yang menentang walikota, memperluas, dan kemudian mengisolasinya secara politis.”

"Maaf...?"

“Aku memintamu untuk menghasilkan pengganti walikota sehingga Hasse dapat terus berjalan tanpanya. Jika Kau bisa memperoleh pion patuh yang akan mematuhi setiap keinginan kita, menyingkirkan walikota saat ini tidak akan menimbulkan masalah apa pun. Lakukan yang terbaik. Mengingat kita hampir pasti akan mengeksekusinya, kita juga mungkin bisa mengeksploitasinya sepenuhnya selagi kita masih bisa.”

Ferdinand berbicara dengan santai, tetapi aku diliputi teror. Gigiku bergemeletuk ketakutan saat aku merenungkan tugas yang baru saja diberikan kepadaku—merencanakan kehancuran hidup orang lain. Aku mungkin tergila-gila pada buku di masa lalu dan mengambil tindakan yang pada akhirnya membebani orang lain, tetapi sebelumnya aku tidak pernah secara aktif bersekongkol untuk melawan seseorang. Aku dibesarkan untuk percaya bahwa tindakan seperti itu keliru, dan itu adalah sesuatu yang tidak boleh aku lakukan.

Aku takut. Aku tidak ingin melakukannya. Akutidak bisa melakukannya. Tidak mungkin.

Aku menggelengkan kepalaku, gemetar saat aku mundur ketakutan. Tapi Ferdinand hanya memberi kepalaku jentikan ringan seolah mencoba menghibur anak yang egois.

“Rozemyne, jika kamu tidak menangani situasi ini dengan benar, anak yatim di biara tidak akan bisa pergi ke hutan. Itu akan mencegah mereka bekerja di workshop, dan pada akhirnya membuat mereka menjadi beban yang tidak bisa melakukan apa-apa selain mengonsumsi berkah suci. Mereka akan dikucilkan tidak hanya oleh Hasse, tetapi juga oleh orang-orang lain di panti asuhan. Kau tidak ingin mencuri mereka dari rumah mereka, hanya untuk menempatkan mereka di tempat di mana mereka akan dijauhi oleh semua orang bukan?”

“Tapi aku tidak tahu bagaimana mengelabui dan menipu seseorang....” Aku memprotes sebisa mungkin, tapi Ferdinand hanya berlutut untuk melakukan kontak mata denganku.

“Segala sesuatu memiliki yang pertama kali. Aku akan ajari caranya,” katanya, menyunggingkan senyum yang sangat manis sehingga aku bisa merasakan racun mengalir ke dalam diriku. Itu adalah sensasi yang membuatku tegang dan menggertakkan gigiku.

Malam itu, aku terserang racun Ferdinand sehingga aku hampir tidak bisa tidur. Dan ketika tiba saatnya untuk pergi ke kastil keesokan harinya, rasa lelahku membebaniku sama seperti rasa takut itu.

Badanku perlu diukur agar pakaian bisa dipesan dan selesai sebelum musim dingin, dan itu sangat mendesak sampai-sampai Rihyarda mengirimiku tiga ordonnanz berbeda kemarin. Ferdinand menyerah di bawah tekanannya, jadi pada akhirnya aku akan diseret ke kastil di luar keinginanku. Aku merasa sangat menderita sampai-sampai aku hanya ingin beristirahat, tapi mereka tidak akan membiarkan itu.

Kutukan Ferdinand dan standarnya yang sangat tinggi...

Sementara aku di sana, aku berencana untuk mengambil Hugo juga. Aku tidak bisa memperkirakan akan ada masalah dengan itu karena sudah melewati tanggal yang telah kami sepakati.

“Gil, kita akan pergi ke kastil hari ini. Beri tahu Lutz bahwa aku akan kembali bersama Hugo.”

"Sesuai kehendak anda. Kami akan segera menyelesaikan buku bergambar, jadi mohon bergembiralah.”

“Terima kasih, Gil. Aku harap Kau terus tumbuh menjadi orang yang baik dan jujur.”

Senyum tulus dan polos Gil menyembuhkan hatiku; itu tidak mungkin lebih berbeda dari senyum palsu dan beracun seseorang. Semua pelayanku benar-benar sangat imut.

____________

“Rozemyne, apakah ada yang salah? Kau tidak terlihat baik," kata Ferdinand.

"Aku tidak bisa tidur karena terjaga sepanjang malam, menderita karena fakta bahwa aku harus merencanakan kejatuhan seseorang." Dan kau pikir itu salah siapa? Aku menambahkan di dalam hati, menatap Ferdinand dengan tatapan tajam saat dia berkedip karena terkejut.

“Dengan hati selemah itu, kamu tidak akan pernah bisa bertahan sebagai putri Archduke. Apakah aku salah?"

“Ini mungkin tugas tingkat pemula bagimu, Ferdinand, tapi bagiku ini adalah salah satu masalah terberat yang pernah kuhadapi. Aku tidak berpikir aku akan pernah tidur lagi pada saat aku menyelesaikan ini.”

“Sesuatu sesepele ini akan membuatmu insomnia? Hm... Kamu benar-benar lemah, Rozemyne.”

Aku tahu bahwa aku lemah, baik secara fisik maupun psikologis, jadi aku hanya mengangguk. Ferdinand menghela nafas, lalu menunduk untuk berpikir sejenak.

“Kurasa tidak ada gunanya memikirkan ini sekarang. Mari kita berangkat.”

Aku menuju ke kastil dengan Pandabus-ku, sekarang terbiasa dengan sedikit seringai di wajah Norbert setiap kali dia keluar untuk menyambut kami.

"Aku akan memberi tahu Aub tentang para koki, karena kau akan terlalu sibuk untuk melakukannya sendiri," kata Ferdinand, terang-terangan berbaring dengan senyum percaya diri di wajahnya sebelum mengembangkan jubahnya dan melangkah pergi. Dia pasti hanya melarikan diri dari Rihyarda.

___________

“Lady Rozemyne, selamat datang di rumah. Penjahitnya sudah tiba, ”kata Rihyarda ketika aku tiba, bergegas untuk menemui mereka di ruang tamu.

Ruangan itu dipenuhi dengan tumpukan kain yang tampak hangat, ditambah seikat bulu mewah. Ini pertama kalinya aku memilih bahan untuk pakaianku, dan meskipun aku tahu aku seharusnya bersemangat, suasana hatiku tidak membaik sedikit pun.

“Ini akan menjadi pertama kalinya anda dan Lord Wilfried berpartisipasi dalam jamuan musim dingin. Kita harus hati-hati dalam mempertimbangkan apa yang akan anda kenakan,” katanya, jelas antusias untuk terlibat dalam mendandani seorang gadis setelah bertahun-tahun secara eksklusif mendandani anak laki-laki. Dia rupanya sudah memesan beberapa pakaian musim dingin untukku bersama Elvira dan Florencia. "Kami memesannya agar sesuai dengan ukuran musim panas anda, tetapi anak kecil tumbuh dengan cepat sehingga kami akan menginginkan ukuran anda yang lebih baru." Yah, aku tidak tumbuh terlalu banyak, tapi jelas tumbuh...

Teori Ferdinand adalah bahwa kebutuhanku dalam menjaga tubuhku dipenuhi dengan mana setiap saat membuat diriku sulit untuk tumbuh. Aku ingin percaya bahwa aku telah tumbuh setidaknya sedikit akhir-akhir ini karena aku makan lebih banyak dan sekarang memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan manaku.

Dan pengukuran menunjukkan bahwa aku sebenarnya sedikit tumbuh. Meskipun itu hampir tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan anak kecil lain seusiaku.

“Pakaian seperti apa yang Kau inginkan, Lady? Ini salah satu yang hendak dipakai Lord Wilfried. Saya sarankan kami memberi Anda sesuatu yang terlihat seperti itu,” kata Rihyarda, menunjukkan kepadaku papan kayu dengan desain salah satu pakaian Wilfried yang tergambar di atasnya sambil menunjukkan berbagai warna dan jenis kain.

Aku tahu menghangatkan hati melihat kakak beradik dalam pakaian seragam, tapi aku sendiri tidak merasa terlalu antusias berada dalam situasi itu. Bagaimanapun, tampaknya Rihyarda sudah secara emosional menentukan warna dan kainnya. Yang tersisa hanyalah desain, yang juga telah dia persempit menjadi beberapa kandidat.

"Lady Rozemyne, yang mana dari keduanya yang anda sukai?" dia bertanya.

Aku sendiri sebenarnya tidak terlalu peduli dengan pakaian, dan akan baik-baik saja dengan hampir semua hal yang membuat orang lain bahagia selama itu tidak memalukan jika kupakai.

"Aku mau yang ini, tolong," kataku, menunjuk salah satu secara acak. Aku berasumsi bahwa itu akan menyelesaikan masalah, tetapi Rihyarda tidak akan membiarkanku lolos sampai aku juga memesan satu set pakaian dalam dan sepatu untuk menyertainya. Dan tidak ada ruginya, aku mengambil kesempatan ini untuk sekalian memesan beberapa pakaian dan karpet untuk membuat hidup di gereja lebih nyaman. Itu akan sangat membantu karena mendapatkan pakaian untuk musim dingin tahun lalu adalah tugas yang sulit.

“Rihyarda, aku harus segera pergi untuk membahas para koki dengan Sylvester.”

“Koki yang anda bawa sangat populer di kastil, milady. Aku diberitahu bahwa, meski semua orang ingin mengetahui resepnya, bibir Lord Sylvester tertutup serapat mungkin.”

Tampaknya Hugo semakin populer di kastil. Aku tersenyum saat Rihyarda mengeluh tentang dia tidak membiarkan semua orang berbagi makanan lezat, merasa sedikit bangga.

“Sylvester menggunakan uang pribadinya untuk membeli resep; tidak mengherankan jika dia takan mengajarkannya kepada orang lain dengan mudahnya. Kurasa dia ingin mengejutkan para bangsawan saat musim dingin.”

“Lord Sylvester mengundang saya makan siang suatu hari, dan saya hampir tidak percaya dengan apa yang saya cicipi. Sepertinya aku memiliki musim dingin yang cerah untuk dinanti-nantikan,” jawab Rihyarda.

Well... Aku akan membawa pulang koki itu hari ini. Maaf!Aku dalam hati meminta maaf kepada Rihyarda sebelum memintanya mengatur pertemuan dengan Sylvester untukku.

“Kurasa itu akan sulit dalam waktu sesingkat itu.”

“Lord Ferdinand pasti telah mengatur untukku. Mungkin coba tanyakan pada Sylvester.”

“Sesuai kehendak anda, Lady. Mungkin perlu waktu sebelum saya kembali. Silakan baca ini untuk sementara, jika Anda berkenan.” Rihyarda mengeluarkan sebuah buku dan meletakkannya di depanku. Aku bisa merasakan senyum berseri-seri langsung menyebar di wajahku; semua petaka dan kesuramanku tersingkir dari pandangan dan pikiran saat kegembiraan membaca menyapuku.

“Terima kasih, Rihyarda.”

"Sekarang, jadilah gadis yang baik dan tunggu saya."

Aku membalas dengan anggukan dan senyum sebelum mengambil buku itu dan segera mulai membaca. Itu adalah buku tentang sihir yang telah disiapkan Ferdinand untukku, berisi deskripsi warna feystone dan bagaimana hubungannya dengan para dewa. Tampaknya warna-warna itu terhubung dengan warna suci para dewa, dan batu feystone berwarna tertentu bekerja lebih baik dengan jenis sihir tertentu. Misalnya, dikatakan bahwa ketika menggunakan sihir yang berhubungan dengan Dewi Air atau bawahannya, mana paling efisien menggunakan feystones hijau.

Itu adalah buku yang relatif mudah untuk kubaca karena aku sudah tahu nama-nama dewa dan hubungan mereka dari Alkitab, tetapi mengingat bahwa kesemua Lima Abadi dan pengikut mereka disebutkan sekaligus, aku bisa membayangkan bahwa seseorang yang memulai belajar dengan buku ini akan segera mundur. Itu mungkin ditujukan untuk orang dewasa; kalimatnya terkadang rumit, dan sering kali panjang dan berliku. Di atas semua itu, gaya penulisannya sendiri kuno dan sulit dibaca, menggunakan banyak kosakata kuno. Terdapat ilustrasi di sana-sini, akan tetapi tidak ada hubungannya dengan isi buku, jadi aku merasa itu tidak terlalu penting.

Jika buku semacam ini digunakan untuk mengajarkan informasi penting para bangsawan, maka aku merasa buku bergambar yang ku buat akan benar-benar diminati, pikirku, terus membaca buku itu dengan keyakinan baru untuk mendapatkan banyak uang dari penjualan musim dingin.

Pada titik tertentu, Rihyarda menepuk bahuku dan memberitahuku bahwa pertemuan telah diatur saat minum teh pada bel kelima. Aku memutuskan untuk melanjutkan membaca—sejujurnya, aku lebih suka untuk sepenuhnya melewatkan pertemuan dan tetap membaca bukuku.

Ketika bel kelima berbunyi, aku mulai berjalan ke depan gedung utama kastil tempat ruangan Sylvester berada. Wilfried mendekati kami di sepanjang jalan, tampaknya tertangkap basah oleh Lamprecht di salah satu upaya pelariannya yang biasa.

“Rozemyne! Aku tidak tahu kamu kembali ke kastil.”

"Selamat siang, Wilfried."

“Mau kemana?”

“Pertanyaan bagus. Ya, pertanyaan yang bagus memang,” kataku, sengaja berusaha menghindari menjawab. Wilfried sudah berpikir bahwa tidak adil hanya aku yang harus bicara dengan Sylvester, jadi aku tidak ingin mengatakan bahwa aku sedang dalam perjalanan untuk minum teh dengannya.

Tapi Rihyarda menjawab untukku. “Kita akan pergi ke ruang istirahat di lantai dua gedung utama, Lord Wilfried.”

“Kenapa Ayah hanya menaruh perhatian padamu?” Wilfried menggerutu, menggigit bibirnya dan memelototiku dengan kemarahan di matanya. "Tidak adil! Dasar bodoh! Aku membencimu, Rozemyne!”

Biasanya aku akan memendam ekspresi kosong dan mengabaikannya, akan tetapi aku sangat terganggu secara emosional dengan tugas yang Ferdinand berikan kepadaku sehingga aku tidak bisa membiarkan rengekan Wilfried meluncur begitu saja kali ini. Dia melewatkan pelajarannya dan melakukan apa pun sesuka hati yang mengingatkanku pada hari-hari awalku sebagai Myne ketika aku hanya peduli pada diriku sendiri, yang cukup menyebalkan tanpa dia menghinaku juga.

“Kamulah yang 'bodoh', Wilfried. Kau punya kesempatan untuk membaca buku dengan bebas, namun Kau malah menghabiskan waktu dengan melarikan diri dari studimu dan menjadi beban bagi semua orang di sekitarmu. Dibagian mana Sylvester dengan tidak adil memperlakukanku secara tidak adil? Kau hanya mendapatkan apa yang pantas Kau dapatkan. Jika kau baik hati, sekarang, cepat belajar membaca. Aku sangat tidak sabar menunggu kesempatan belajar, dan Kau menolaknya. Jika kau tidak ketinggalan bertahun-tahun dalam belajar membaca, aku sekarang akan belajar bukannya bertanggungjawab atas suatu nyawa dengan tanganku untuk Ferdinand!”

Bagian terakhir itu sama sekali bukan salah Wilfried, tapi aku sangat marah sampai aku harus mengatakannya. Aku tidak ingin mendengarnya mengeluh padaku lebih jauh.

Wilfried melebarkan mata hijau tuanya dan menatapku dengan sangat terkejut, tidak pernah membayangkan bahwa aku akan balas berbicara padanya. Penjaganya, Lamprecht, tampak sama-sama terbelalak, dan Rihyarda berkedip cepat.

“A-Ap... Apa yang memberimu hak untuk berbicara denganku seperti itu?!” Wilfried tergagap.

“Tolong ingat bahwa kamu adalah seorang pengecut yang menghabiskan waktu untuk melarikan diri dari pekerjaan yang diharapkan dari putra archduke. Jika Kau tidak ingin aku menunjukkan kegagalanmu, maka aku sarankan Kau mendedikasikan diri untuk meningkatkan dirimu sendiri.”

Aku sangat marah karena keadaan semakin buruk bagiku dari hari ke hari, sementara Wilfried hanya keluyuran bebas melakukan apa pun yang dia inginkan meskipun juga menjadi salah satu anak archduke. Aku ingin meneriakinya untuk coba melakukan apa yang baru saja Ferdinand perintahkan kepadaku.

“Lady Rozemyne! Tolong, kendalikan diri anda!” teriak Damuel, mengguncang bahuku dan membuatku kembali tersadar. Tampaknya, dalam kemarahanku, aku sedikit meng-crushing Wilfried. Pergi sekarang mungkin adalah yang terbaik; bukan ide yang baik bagi kami untuk tetap bertatap muka.

"Karena aku sibuk dengan segunung pekerjaan, aku akan pamit sekarang." Aku berbalik dan berjalan pergi, yang baik-baik saja, tetapi kastil archduke sangat besar dan jarak antara kamarku dan ruangan Sylvester tidak masuk akal. Sebagian karena kurang tidur, aku akhirnya kehabisan napas di sepanjang jalan.

Wajah Cornelius mendung saat dia melihat langkahku berjalan melambat.

“Rihyarda, Lady Rozemyne ​​sepertinya tidak enak badan,” katanya.

Cornelius selalu memanggilku “Lady Rozemyne” saat menjagaku sebagai ksatria di kastil archduke, akan tetapi ekspresinya seperti kakak yang khawatir.

Rihyarda mengintip wajahku, lalu mengangkatku dan kembali berjalan. Itu tidak baik. Sekarang kepalaku terasa berputar.

"Lady, harap berhati-hati untuk tidak pingsan sebelum pertemuan."

"Maaf. Segalanya akan jauh lebih mudah jika aku bisa mengendarai Pandabus kecil melewati kastil.”

“Well, maksudku kami menyarankan itu kepada Lord Sylvester.”

Ketika kami tiba di ruang istirahat, jamuan teh sudah dimulai. Sylvester sedang minum bersama para pengikutnya dan Ferdinand.

"Kau terlambat, Rozemyne," katanya.

“Kamar ini sangat jauh dari kamarnya sehingga dia hampir pingsan di tengah jalan. Bolehkah aku menyarankan agar Kau memberinya izin untuk mengendarai highbeastnya di kastil?” Rihyarda memintanya mewakiliku.

Sylvester menyilangkan tangannya sambil berpikir. "Bukankah sayapnya akan menabrak dinding dan sebagainya?"

“Highbeast Milady tidak memiliki sayap, dan dia bisa mengubah ukurannya sesuka hati. Itu tidak akan mengganggu siapa pun.”

Mendengar itu, mata hijau tua Sylvester bersinar dengan rasa ingin tahu. “Biarkan aku melihatnya. Aku belum pernah melihat highbeast tanpa sayap sebelumnya. Jika itu terlihat cukup lucu, aku akan memberinya izin.”

"Oke. Aku akan menaikinya seorang diri di kastil, jadi dia akan sebesar ini...” kataku, mengeluarkan feystone-ku dan membuat Pandabus berukuran satu orang. Dan karena satu orang itu adalah aku, itu sekecil mainan anak-anak yang bisa dinaiki. Aku masuk ke dalam dan melaju di sekitar ruangan dengan langkah berjalan kaki.

“Itu highbeast?! Apaan itu?! Bwahaha! Sekarang itu lucu! Aku tidak mengharapkan apa-apa darimu, Rozemyne—kamu selalu memikirkan sesuatu yang tidak bisa dipikirkan orang lain,” Sylvester tersedak, tertawa terbahak-bahak sambil menunjuk Lessy. “Baiklah, aku akan menepati janjiku. Jangan ragu untuk menggunakannya di seluruh kastil.”

"Tidak tidak! Sylvester!” seru Ferdinand.

"Apa, Ferdinand? Lebih baik ini daripada meminta pelayan dan ksatria membawanya kesana-kemari setiap saat, kan?”

Dengan archduke memihakku, aku tidak perlu takut. Aku menghela napas lega, setelah diizinkan menggunakan Lessy di kastil dan estatenya, dan duduk. Saat aku menyesap tehku, Sylvester melirik ke arahku.

“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?”

“Aku membayangkan Ferdinand telah memberi tahumu, tetapi aku di sini untuk membawa kembali Hugo,” kataku.

Sylvester mengalihkan kepala ke samping untuk melihat Ferdinand. “Kamu tidak menyebutkan ini, Ferdinand.”

“Tunggu, benarkah? Lantas, apa yang dia bicarakan denganmu?”

“Ada hal-hal yang lebih mendesak daripada koki. Dan Sylvester, Kau harus tahu bahwa tenggat waktu pinjaman yang disepakati sekarang sudah berakhir. Seharusnya tidak ada masalah jika dia membawanya pulang,” kata Ferdinand, mengetukkan jari ke pelipisnya.

Meski itu benar bagiku, tampaknya Sylvester memang memiliki beberapa masalah dengan itu. "Tidak mungkin. Makanan akhirnya benar-benar enak. Biarkan dia tinggal sedikit lebih lama.”

"Tidak. Aku tidak bisa memberimu waktu lagi; kita tidak akan bisa membuka restoran Italia tanpa dirinya.”

Saat Sylvester dan aku saling melotot, Ferdinand melambaikan tangannya. “Panggil koki. Kita bisa membiarkan dia yang memutuskan.”

Itu mungkin ide yang masuk akal jika bukan karena fakta bahwa tidak ada koki jelata yang bisa menentang perintah archduke. Hugo tidak akan bisa mengungkapkan pikirannya sama sekali.

Itu tidak diragukan lagi mengapa dia memiliki ekspresi dingin di wajahnya yang paling pucat ketika dia dibawa ke dalam ruangan. Koki adalah pelayan biasa, dan biasanya tidak akan pernah mengunjungi kamar bangsawan seperti ini. Dan seperti yang bisa Fran katakan yang tidak menyukai gagasan aku mengajari resep Ella secara langsung, jarang orang biasa meninggalkan lantai dasar.

“Kamu sudah melayaniku dengan baik,” kata Sylvester kepada Hugo yang berlutut, yang menghadap ke lantai dengan cara menyembunyikan ekspresinya dari pandangan. “Bagaimana pendapatmu jika aku menawarimu pekerjaan di kastil? Aku akan senang memiliki koki istana sepertimu.”

"Tuanku, saya..." Hugo memulai, dengan ragu-ragu menghilang daripada melompat kegirangan—tanda yang jelas bahwa dia ingin menolak.

“Sylvester, kita hanya meminjam Hugo dari Perusahaan Gilberta, dan kita benar-benar perlu mengembalikannya pada mereka. Setelah dia kembali, Kau bebas mengundangnya kembali sebanyak yang Kau mau. Semoga Kau memberinya waktu untuk melatih penerusnya terlebih dahulu, tetapi bagaimanapun juga, tolong jangan mencoba mencurinya di sini dan sekarang,” kataku.

Sambil masih menunjukkan ekspresi serius archduke, Sylvester mengangkat bahu ringan. "Sayang sekali. Kalau begitu, aku harus mengunjungi restoran itu lagi kapan-kapan.”

"Saya akan menunggu anda, Tuanku," kata Hugo dengan hormat.

Aku memutuskan untuk membawa Hugo ke kereta yang meninggalkan kastil, dan keluar dari ruangan setelah kami mengucapkan perpisahan kepada archduke. Begitu kami keluar di aula, Hugo menghela nafas pelan.

“Terima kasih, Lady Rozemyne. Saya memiliki pasangan yang ingin saya nikahi, dan akan menjadi masalah jika saya menjadi koki istana secara tiba-tiba.”

Hugo melempar taue bersama orang-orang lajang lain di Festival Bintang tahun lalu, tetapi sepertinya dia akhirnya menemukan seorang gadis. Itu menjelaskan mengapa dia sangat ingin kembali ke kota bawah; tidak ada cara mudah bagi rakyat jelata untuk menyampaikan pesan antara kota bawah dan Area Bangsawan, jadi itu akan lebih sulit daripada hubungan jarak jauh biasa.

"Jadi, apakah kamu akan pindah ke Area Bangsawan setelah kamu menikah, Hugo?"

“Itu tergantung padanya, tapi jika bintangnya sejajar, saya ingin menjadi koki istana setelah Festival Bintang berikutnya,” gumam Hugo sambil menyeringai.

Post a Comment