Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 9: 8. Membahas Cara Mengembangkan Hasse

 


8. Membahas Cara Mengembangkan Hasse



Dengan bisnis restoran Italia yang telah diurus, aku ingin fokus mengurus misiku di Hasse. Dan karena Perusahaan Gilberta sudah berada di ruang tersembunyiku, sekarang adalah waktu yang tepat untuk meminta bantuan mereka.

"Menurut kalian semua dari mana aku harus mulai?" Aku bertanya. “Sekarang aku tahu Hasse bisa dibakar kapan saja, aku mengalami sedikit kesulitan untuk fokus pada hal lain.”

Benno menurunkan mata merah gelapnya sejenak sambil menggosok dagunya. “Masalah terbesar dengan Hasse adalah warga di sana tidak cukup tahu tentang bangsawan; mereka tidak mengerti betapa berat dosa yang telah mereka lakukan. Langkah pertamamu adalah memperbaiki hal itu.”

Orang-orang yang tinggal di kota Ehrenfest tahu untuk tidak mengeluh bahkan jika seorang bangsawan membunuh putri mereka, jadi mereka pasti tidak akan berani mengambil tindakan demi beberapa anak yatim piatu tidak penting bagi mereka dibawa pergi. Dan dalam ratusan tahun pun mereka tidak akan cukup bodoh untuk menyerang sebuah bangunan yang dimiliki oleh archduke.

“Tapi untuk memperjelas— kamu juga mengacau. Jika walikota di sana sudah memiliki kontrak untuk menjual anak yatim itu kepada para cendekiawan, maka insiden kecil ini akan membuatnya mendapat banyak keluhan dari bangsawan. Koneksinya sama saja sudah mati.”

"Dengan asumsi dia menjualnya untuk menyokong kota selama musim dingin, itu adalah uang yang dia tidak boleh hilang," tambah Mark. "Untuk rakyat jelata, baik seseorang memiliki hubungan dengan bangsawan atau tidak bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati."

Melihat situasi dari sudut pandang baru, mau tak mau aku sedikit berempati terhadap Hasse. Mungkin aku benar-benar seorang tiran brutal karena mencuri anak yatim dari mereka.

“Aku mungkin hanya bisa menceritakan semua ini karena aku sudah sering pergi ke panti asuhan gereja, tapi...” Lutz memulai, sebelum melanjutkan untuk menjelaskan betapa berbedanya anak yatim yang tumbuh besar di gereja dengan anak yatim lainnya.

Di sini, anak-anak yang lahir dari gadis suci abu-abu tumbuh besar di gereja, bersama dengan anak-anak yang kehilangan orang tua sebelum dibaptis. Tetapi panti asuhan di luar gereja adalah bagian dari komunitas mandiri—komunitas di mana anak-anak yatim masih menjadi bagiannya, hanya saja mereka dibesarkan oleh otoritas kota daripada orang tua mereka. Karena alasan ini, mereka juga dipandang sebagai milik masyarakat—mereka diberi makan dari uang kota, kemudian dipaksa bekerja untuk mengembalikan uang itu. Jika perlu, mereka bahkan bisa dijual ke orang luar.

“Aku sudah dengar dari Ferdinand. Dia bilang walikota memiliki hak untuk menjual anak yatim karena dia membawa mereka dan membesarkan mereka. Di gereja, itulah yang Uskup Agung lakukan.”

Yang artinya gereja tidak peduli dengan apa yang aku lakukan dengan panti asuhan gereja. Aku bisa memberi anak-anak yatim dengan kenyamanan yang tidak pantas, atau aku bisa bekerja keras untuk menghemat uang—dengan cara apa pun, Ferdinand takan bisa melakukan apa-apa selain mengeluh. Keputusan terakhir jatuh kepada diriku, Uskup Agung. Itulah tepatnya mengapa Ferdinand secara umum tidak dapat melakukan apa pun ketika dia menjabat di bawah Uskup Agung terdahulu.

“Ditambah lagi,” Lutz melanjutkan, “anak yatim gereja berakhir sebagai pendeta abu-abu dan gadis suci, tetapi mereka tetap tinggal di panti asuhan bahkan setelah dewasa, kan? Nah, para pria di Hasse diberi ladang begitu mereka dewasa.”

Di gereja, beberapa anak yatim dijual sebagai pelayan kepada bangsawan dan sisanya menjadi pelayan pendeta biru dan gadis suci, tetapi sebagian besar memang tinggal di panti asuhan.

Di Hasse, bagaimanapun juga, anak yatim diberikan kemerdekaan sebagai warga negara ketika mereka dewasa. Tetapi perempuan diberi sepetak tanah yang teramat kecil sehingga mustahil mereka gunakan untuk bertahan hidup sendirian, memaksa mereka mencari pasangan hidup. Pria tanpa orang tua dianggap sebagai tangkapan besar karena keluarga wanita dapat menambahkan dia ke dalam milik mereka sendiri tanpa kehilangan anak perempuan mereka, tetapi karena wanita tanpa orang tua tidak memiliki dana untuk menacari mahar, mereka cenderung berakhir dalam pernikahan menyedihkan. Menurut Lutz, mereka berakhir sebagai istri kedua pria paruh baya yang perlu dirawat, atau terjebak dalam pernikahan kejam.

“Di berbagai tempat di dunia ini, orang-orang tanpa dukungan akan selalu berakhir menderita,” sembur Benno, menggelengkan kepala seolah secara simbolis mengibaskan masa lalunya yang menyakitkan. “Kamu adalah putri Archduke jadi, secara diplomatis, kamu berhak mengambil anak yatim. Tetapi jika Kau menganggap anak yatim sebagai produk, ini pada dasarnya terlihat seperti bangsawan yang menggunakan otoritas mereka untuk merampas barang dagangan hasil dari investasi masyarakat. Mereka tidak bisa mengeluh di depan umum, akan tetapi Kau bisa yakin mereka akan memendam dendam. Kau harus mengikat ujung yang longgar di sini sehingga mereka tidak kembali menggigitmu kelak.”

Benno melanjutkan dengan mengatakan bahwa aku perlu memanfaatkan posisiku sebagai putri archduke untuk berbicara dengan cendekiawan, membatalkan kontrak, dan kemudian membayar walikota sesuai harga anak yatim untuk mencegah agar dia dan warga kota membenciku. Aku menulis semua itu di diptych; ini adalah nasihat yang jauh lebih praktis dan dapat dimengerti daripada apa pun yang Ferdinand berikan kepadaku.

“Juga, jangan hanya tersiksa sendirian karena semua hal ini. Jika Kau tidak yakin tentang sesuatu, tanyakan pada Pendeta Agung. Katakan padanya kesimpulan yang Kau tuju dan dia akan memberimu saran dan koreksi konkret, tidak diragukan lagi. Dia memang mengatakan bahwa dia akan mengajarimu, bukan?”

Aku mendongak dari diptychku, pandanganku beralih dari Benno ke Lutz ke Mark, lalu mengangguk perlahan.

“Di atas semua itu, hatimu terpaku sebagian besar hidupmu sehingga Kau kehilangan banyak akal sehat. Plus, pola pikirmu miliki berasal dari sejumlah gaya hidup yang bertentangan—pengalamanmu sebagai pedagang, gadis suci, dan sekarang seorang bangsawan kesemuanya berjuang untuk mendominasi, yang membuat perspektifmu tentang hal-hal aneh di mata orang lain. Jika Kau tidak menjelaskan proses pemikiranmu, maka Pendeta Agung tidak akan mengerti apa yang ada di kepalamu.”

Sama seperti yang lain, Ferdinand tidak bisa memahami isi pikiranku. Dia hanya tahu kehidupan seorang bangsawan, jadi Benno menyuruhku menggunakan kata-kataku untuk menjembatani kesenjangan itu. Akan tetapi mustahil kami bisa melakukan percakapan seperti itu memakai eufemisme bangsawan yang membingungkan; kami harus bicara empat mata di ruang tersembunyi.

“Apapun itu, kamu harus memastikan berapa banyak waktu yang kamu miliki untuk melakukan sesuatu di Hasse. Tanyakan apakah Kau dapat menyelamatkan seluruh kota dengan hanya mengeksekusi walikota, dan apakah itu yang dia harapkan darimu. Bicaralah dengan cendekiawan yang mencoba membeli anak yatim, berikan uang kepada walikota untuk menebus mereka, dan kemudian bicaralah dengan warga kota itu sendiri setelah semuanya selesai.”

Aku mengangguk setuju, menulis semua yang dikatakan Benno di diptych.

“Dan satu hal lagi—tanyakan padanya apakah kamu bisa menyebarkan desas-desus memakai pedagang,” lanjutnya.

“Rumor macam apa?”

"Pikirkan baik-baik... desas-desus bahwa Uskup Agung yang penyayang dan murah hati berduka atas Hasse, karena serangan terhadap biara telah membahayakan seluruh kota dan bahkan memungkinkan orang-orang yang tidak terlibat akan dieksekusi," kata Benno .

Mark tersenyum. “Itu tidak hanya akan menekankan sifat penyayangmu, tetapi juga membuat warga sadar akan kebodohan walikota dan betapa mengerikannya bangsawan sebenarnya. Berita bahwa orang luar menjauhkan diri dari kota akan membuat mereka khawatir, dan mereka akan menekankan siapa dalang dibelakang serangan itu. Kita akan membangkitkan rasa takut dan ketidakpuasan, memupuk ketakutan yang mendalam dan pada akhirnya bertahan lama terhadap para bangsawan di antara masyarakat.”

Anehnya, memikirkan rumor apa yang akan disebarkan tampaknya membuat Mark lebih hidup dari biasanya.

“Jika kita menyebarkan desas-desus ini ke saudagar toko besar dan memperingatkan karavan yang pergi melalui gerbang timur untuk berhati-hati terhadap Hasse, setiap pedagang di kota akan tahu pada penghujung hari. Jika ada sesuatu yang dimiliki pedagang, itu adalah jaringan informasi yang bagus,” tambah Lutz, meletakkan tangan kontemplatif di dagunya. “Cukup yakin mereka semua akan percaya, karena mereka baru saja bertemu denganmu dan— Tuan Benno di restoran Italia. Apa pun yang Perusahaan Gilberta katakan tentang Uskup Agung akan memiliki cukup kredibilitas.”

Aku tidak menyangka bahwa hubunganku dengan pemilik toko akan terbukti begitu berharga begitu cepat. Mataku mulai bersinar karena kegembiraan, tapi Benno mengangkat tangan untuk menenangkanku.

“Lutz benar, dan menyebarkan desas-desus ini akan mudah. Masalahnya, mereka juga akan mengumumkan bahwa Hasse menyerang biara. Tidak yakin apakah Pendeta Agung ingin informasi itu keluar.”

“Tolong segera hubungi kami setelah Pendeta Agung memberimu jawaban; perang informasi semacam ini adalah spesialisasiku. Walikota itu tidak pantas mendapatkan belas kasihan atau ampunan, dan ini adalah kesempatanku untuk menghancurkannya menggunakan semua yang aku miliki,” kata Mark. Matanya berkilau penuh dengan kehidupan, dan senyum gelap menyebar di wajahnya.

Dia biasanya kepala pelayan yang baik sehingga aku sedikit terkejut, dan ketika aku menatapnya dengan mata terbuka lebar, Benno tertawa dan bergumam bahwa Mark tersinggung oleh betapa kasarnya walikota kepada mereka.

Benar. Mereka memang mengatakan bahwa walikota dan cendekiawan telah memperlakukan mereka dengan sangat buruk. Kurasa ini adalah kesempatan balas dendam sempurna bagi Mark.

Dengan berakhirnya diskusi tentang Hasse, kami beralih ke pembicaraan tentang persiapan musim dingin tahun ini.

“Aku ingin melakukan persiapan musim dingin panti asuhan bersama dengan Perusahaan Gilberta. Apakah itu baik-baik saja?”

"Kami tidak keberatan, tetapi bukankah kalian harus mengurus persiapan musim dingin panti asuhan lebih awal?" Benno bertanya, membelai dagunya dan mengingat kembali tahun lalu.

Aku menggelengkan kepalaku. “Tahun lalu kami harus menyembunyikan banyak hal dari para pendeta biru dan Uskup Agung, dan kami baru saja selesai sebelum Festival Panen berakhir. Tapi tahun ini aku adalah Uskup Agung, jadi kita tidak perlu lagi mengkhawatirkan tanggal. Kita bisa melakukan semuanya pada saat yang sama dengan kalian.”

Mark mengangguk dan mulai menuliskannya di diptych-nya. “Orang yang bekerja di workshop adalah pekerja keras, dan bantuan mereka akan lebih dari sekadar menebus kerja ekstra yang dibutuhkan. Jika Kau dapat membuat daftar kebutuhanmu, disesuaikan dengan populasi panti asuhan saat ini, maka kita dapat membuat penyesuaian sekaligus.” Dia cepat dan kompeten seperti biasa, dan aku yakin semuanya akan baik-baik saja jika kami menyerahkannya padanya.

"Terima kasih. Juga, tolong kirimkan kereta ke biara menjelang waktu Festival Panen. Para pendeta di Hasse juga akan tinggal di gereja selama musim dingin, dan kami ingin membawa mereka kembali ke sini sebelum persiapan musim dingin benar-benar dimulai. Kami akan kembali meminta prajurit untuk mengawal kalian.”

“Kalau begitu Kita akan sibuk, tapi tentu saja,” jawab Benno setelah dia memikirkan semuanya. “Pekerjaan di biara dan restoran Italia telah selesai sekarang, jadi semuanya cukup tenang dibandingkan dengan betapa sibuknya aku akhir-akhir ini.”

Dia jelas tampak tidak terlalu banyak bekerja daripada sebelumnya. Tampaknya puncak kesibukannya akhirnya telah berlalu.

____________

Dengan hasil pembicaraanku dengan Perusahaan Gilberta yang tercatat di diptych-ku, aku membuat daftar segala hal yang perlu aku lakukan. Ketua mereka sedang mendiskusikan berbagai hal dengan Ferdinand.

“Bolehkah kita mengadakan diskusi di tempat lain hari ini?” Aku bertanya, melihat ke arah ruang tersembunyi. Ferdinand menurunkan pandangannya sejenak, lalu berdiri dan berkata "Baiklah" sebelum membuka pintu.

Begitu kami berada di dalam, aku duduk di bangku yang biasa dan melihat daftar-ku.

"Kamu terlihat jauh lebih baik daripada yang ada dalam laporan Fran," kata Ferdinand, alisnya sedikit berkerut. Fran tampaknya sangat mengkhawatirkanku sehingga dia melaporkannya kepada Ferdinand.

“Dia tidak melebih-lebihkan—aku benar-benar tidak bisa tidur selama beberapa hari terakhir, dan aku terlihat sangat tersiksa sehingga bahkan pengawalku menyarankan agar aku membatalkan rencana. Aku hanya berhasil kembali tidur setelah bertemu dengan Perusahaan Gilberta, membicarakan situasi, dan mendapatkan perspektif baru tentang berbagai hal.”

“Begitu,” gumam Ferdinand tanpa banyak energi.

Sejujurnya, dia terlihat jauh lebih pucat daripada aku. Ferdinand menggunakan ramuan yang sama yang sering dia buat untukku minum sendiri, memaksa dirinya untuk tetap aktif setiap saat. Dia selalu berpendapat bahwa kelemahan apa pun yang Kau perlihatkan akan dimanfaatkan oleh orang lain, jadi dia jarang terlihat mencolok.

“Sepertinya saat ini kaulah yang kelelahan, Ferdinand.”

"Itu karena aku tidak pernah mendengar keluhan tentang bagaimana aku terlalu keras padamu."

Dia rupanya telah mendiskusikan kelelahanku dengan orang lain, hanya untuk membuat Karstedt dan Sylvester meneriakinya karena bertindak terlalu jauh. Bahkan Fran sempat mengeluh, meski secara tidak langsung.

“Mereka memberiku permintaan yang tidak masuk akal untuk menghiburmu dengan sesuatu selain buku, akan tetapi sekarang setelah kamu pulih, kurasa itu tidak lagi perlu,” Ferdinand melanjutkan dengan acuh, mengalihkan pandangan. Tampaknya dia tidak bisa memikirkan sesuatu yang aku inginkan selain.

Ferdinand biasanya mampu melakukan apa saja dengan ekspresi dingin dan tidak terpengaruh, tetapi di sini dia berada di ujung tanduk. Itu benar-benar pemandangan yang langka.

Ohoho... Jauh dari aku untuk melewatkan kesempatan bersenang-senang ini.

“Oh, itu akan diperlukan—misimu adalah menghiburku. Lanjutkan. Lakukan."

“Aku telah memutuskan itu sama sekali tidak perlu. Meski jika Kau memiliki semacam ide tertentu dalam pikiran, beritahu aku sekarang juga,” katanya dengan tatapan tajam.

Aku dengan tajam mengerutkan bibir sebagai balasan, sebelum melanjutkan untuk mengatakan Benno dan Mark telah menjelaskan kepadaku betapa berbahaya situasi Hasse, dan Lutz telah memberitahuku bagaimana panti asuhan gereja berbeda dari panti asuhan di kota.

"Tunggu, apakah Kau mengatakan kepadaku bahwa Kau tidak mengerti gentingnya serangan biara?" Ferdinand bertanya, benar-benar terkejut.

“Maksudku, itu hanya sebuah bangunan.. Mereka bahkan tidak menggoresnya. Kau tau, aku tahu bahwa kita perlu melindungi anak yatim, tetapi aku tidak berpikir bahwa serangan terhadap biara akan dianggap sebagai penghasutan” kataku, menggelepar ketika aku berusaha menjelaskan apa yang baru saja aku lakukan dengan Perusahaan Gilberta. “Benno sudah memberitahuku, tetapi apa yang kita pandang sebagai akal sehat terlalu berbeda.”

"Maksudmu?"

“Benno bilang aku memiliki pola pikir warga miskin, pedagang, gadis suci, dan bangsawan yang semuanya bentrok di kepalaku, tapi... sebagian besar perspektifku sebenarnya didasarkan pada kehidupan terdahuluku. Sebelum aku datang ke sini.”

Ferdinand telah menggunakan alat sihir untuk melihat ingatan hidupku semasa Urano, jadi ku pikir dia akan paham bahwa budayaku sama sekali berbeda dengan budaya di dunia ini.

“Sudah sekitar tiga tahun sejak aku bangkit di sini dan memulai hidup di dunia ini,” aku melanjutkan, “tetapi pada waktu itu aku hidup sebagai anak seorang prajurit, calon magang seorang pedagang, dan kemudian seorang gadis suci magang. Sekarang aku adalah seorang bangsawan dan putri angkat archduke, akan tetapi aku tidak memiliki pemahaman penuh tentang budaya bangsawan. Dan seolah membuat segalanya menjadi lebih rumit, perspektif dan pola pikirku secara keseluruhan tidak seperti orang yang lahir di dunia ini.”

“Aku tidak sepenuhnya mengerti. Apa yang coba kamu katakan?" tanya Ferdinand. Dia telah menghabiskan seluruh hidupnya di masyarakat bangsawan, jadi masuk akal jika dia tidak akan langsung memahami konsep adanya perspektif dan nilai-nilai yang berbeda. Aku terdiam sejenak, berusaha memikirkan contoh yang bagus, lalu teringat Ferdinand yang meringis pada anak-anak yatim di biara.

“Ferdinand, pikirkan apa yang akan terjadi jika kamu tiba-tiba dibuang ke kota bawah dan terpaksa tinggal di sana. Kamu tersenyum jijik ketika melihat anak yatim makan tanpa menggunakan alat makan, kan? Well, Kau harus melihat sekeliling dan menirunya, sambil berpikir bahwa sopan santun dan semua yang Kau tahu itu keliru.”

Berpikir kembali ke anak yatim, Ferdinand mengerutkan kening dengan tidak senang. “Kau akan berpikir tentang betapa kotornya itu dan betapa Kau benci harus meniru orang-orang di sekitarmu, bertanya-tanya mengapa mereka bertindak seperti itu dan mengapa Kau yang aneh. Tapi tidak peduli bagaimana perasaanmu, Kau harus mulai memakan makanan dengan tangan dan menyesuaikan ucapan dan gaya hidupmu agar sesuai dengan mereka. Setidaknya, itulah yang harus aku lakukan untuk bertahan hidup di kota bawah.”

“Itu jelas akan menjadi sebuah tantangan. Sungguh baik kau mampu bertahan,” Ferdinand mengatakannya, pujiannya membawa bobot lebih dari pujian yang pernah aku terima darinya sebelumnya. Tapi aku hanya menggelengkan kepalaku sambil tersenyum.

“Ini tetaplah tantangan, dan aku belum keluar dari masalah. Aku lebih mudah dalam bertahan hidup karena lingkunganku telah membaik, tetapi budayaku tetap sama sekali berbeda dengan budaya bangsawan. Aku tidak memiliki pemahaman yang sama denganmu.”

“Kamu sepertinya hidup dengan baik di kehidupan masa lalumu, menilai dari ingatan itu. Bukankah kamu juga seorang bangsawan di sana?” tanya Ferdinand. Yang membuatku terkejut, pengalamannya menjelajahi ingatanku membuatnya berpikir bahwa aku adalah seorang bangsawan. Padahal, sejujurnya, aku sepertinya ingat membandingkan kehidupan Jepang dengan semua orang yang hidup seperti bangsawan.

“Tidak ada struktur kelas yang kaku disana. Ada banyak perbedaan kecil jika Kau lihat dengan baik, seperti antara pemilik toko besar dan pemilik kios kecil, tetapi tidak ada bangsawan di tempat aku tinggal.”

“Itu... jelas sesuatu. Sepertinya aku perlu sepenuhnya memikirkan ulang rencana didikanmu,” kata Ferdinand sambil menghela nafas, meletakkan tangan di dahi. Dia rupanya telah merancang pendidikan-ku dengan asumsi bahwa aku sudah tahu setidaknya beberapa dari apa yang rata-rata akan diketahui seorang gadis bangsawan. Itu menjelaskan mengapa dia sejak awal sangat brutal.

“Jadi, kesimpulan apa yang kau dapatkan tentang Hasse? Jika masalah itu di luar kemampuanmu, aku bisa menanganinya sendiri.”

“Tidak, tidak apa-apa! Aku sudah memikirkan rencana dengan Benno dan yang lain,” aku mengumumkan, mengangkat daftar.

“Sulit dipercaya itu adalah kata-kata dari seseorang yang kurang tidur karenanya. Kalau begitu, kenapa aku harus menerima omelan?” dia bergumam pahit.

"Maafkan aku. Tetapi memang aku tidak ingin melakukan ini, dan aku kurang tidur karenanya.”

Ketika aku mulai mengatakan semua yanng Benno dan Mark katakan kepadaku, Ferdinand mencondongkan tubuh ke depan dengan penuh ketertarikan. "Jadi begitu. Itu solusi yang hanya bisa ditemukan oleh seseorang dengan koneksi mendalam di kota bawah. Menarik... Aku akan mengizinkanmu memanfaatkan pedagang untuk menyebarkan desas-desus; lakukan seperti saran mereka. Mengenai diskusi masalah dengan Kantna di Area Bangsawan, aku akan menemanimu untuk mengajarimu cara menghadapi bangsawan. Ini akan jadi metode tidak biasa, tetapi Kau akan tumbuh lebih kuat dengan belajar dari berbagai sumber.”

Tampaknya Ferdinand benar-benar ingin mendapatkan nilai pembelajaran sebanyak mungkin dari kekacauan Hasse ini.

“Um, Ferdinand... Tidakkah menurutmu bijaksana untuk mengajari Wilfried hal ini juga? Mengingat aku diadopsi, Wilfried akan menjadi archduke bahkan jika aku menikah dengannya, kan?”

"Benar," Ferdinand menghela napas. “Seperti yang Kau ketahui dengan baik sekarang, Wilfried sangat mirip dengan Sylvester, baik dalam penampilan maupun kepribadian. Ini artinya perlu untuk melatih seseorang yang bisa menjadi tangan kanannya—atau, dalam hal ini, tangan kanan wanita. Itulah tujuan akhir pendidikanmu. Sekarang kamu adalah putri archduke, kamu harus menjadi seseorang yang mampu menutup kelemahan archduke berikutnya.”

Pada akhirnya, Ferdinand menyuruhku untuk menjalani kehidupan persis seperti yang dia jalani. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti apakah dia telah bekerja sangat keras untuk mendukung Sylvester karena dia berusaha untuk mendapatkan tempatnya di Ehrenfest sebagai saudara tiri yang dicemooh oleh ibu tirinya, atau dia hanya berusaha memenuhi harapan yang diberikan kepadanya oleh orang-orang di sekitarnya. Tapi satu hal yang aku tahu pasti adalah aku tidak ingin dia memaksakan nilai-nilainya padaku.

"Aku tidak yakin itu sepenuhnya benar, Ferdinand."

"Apa?"

“Wilfried dan Sylvester mungkin mirip, tapi mereka bukan orang yang sama. Pada saat ini, mustahil untuk mengatakan apakah Wilfried akan tumbuh menjadi mampu melakukan tindakan archduke dewasa seperti yang Sylvester lakukan.”

Ferdinand mengerutkan kening dan sedikit menjulurkan dagunya, mendesakku untuk melanjutkan.

“Aku pikir masuk akal jika archduke mendatang akan menerima pendidikan ketat, lalu kelemahannya diimbangi oleh orang-orang di sekitarnya. Tapi apa perlunya membuat seorang anak yang lari dari studi dan meninggalkan tanggung jawabnya menjadi seorang archduke? Dia memiliki saudara kandung, jadi ku pikir posisi archduke harus diberikan kepada seseorang yang benar-benar berusaha untuk belajar dan berkembang.”

Sebagai putri angkat archduke, aku tidak keberatan berkerja keras untuk mendukung archduke mendatang yang bekerja keras setiap hari dan mendedikasikan diri dalam studi. Aku bahkan bisa menghormati seseorang seperti Sylvester, karena dia sadar diri untuk menjalankan tugas archdukenya dengan serius. Tapi Wilfried hanyalah anak manja; rasa tanggung jawabnya lebih lemah daripada anak-anak kota bawah yang mengambil pekerjaan magang setelah pembaptisan mereka. Aku tidak akan menghormati seorang anak bodoh yang menghabiskan seluruh waktunya untuk melarikan diri, dan jika Ferdinand mengharapkanku untuk berlatih hanya untuk mendukungnya maka dia memiliki hal lain yang akan datang.

“Aku pikir kau harus fokus mendidik Wilfried daripada aku, mengingat dia memiliki hubungan darah dengan Sylvester.” Dan mengingat status Ferdinand yang kira-kira sama dengan Wilfried, dia bisa mengikatnya ke kursi dan memaksanya menjalani pendidikan intensif, membuatnya semakin trauma dari hari ke hari. Tidak ada keraguan dalam pikiranku bahwa tindakan ekstrem seperti itu adalah satu-satunya cara untuk membuat Wilfried menyadari betapa lembut semua orang terhadapnya selama ini.

Tapi Ferdinand perlahan menggelengkan kepalanya. “Sayangnya, itu tidak mungkin.”

"Mengapa bisa?"

"Aku amat benci orang dungu dan tidak becus," jawab Ferdinand tegas, ekspresinya sangat serius. “Setiap kali aku melihat Wilfried dan upaya menyedihkannya untuk melarikan diri, aku berharap tidak lebih dari membekukan hatinya dan mendorongnya ke lembah keputusasaan. Aku pernah mengungkit hal ini kepada Sylvester, dan dia memohon padaku untuk menjauh sejauh mungkin dari putranya.”

Aku bisa mengerti alasan mengapa Sylvester tidak menginginkan seorang pembuat trauma berkeliaran di dekat putra kesayangannya. Aku benar-benar mengerti. Tapi archduke mendatang membutuhkan pendidikan yang ketat. Aku mulai memikirkan apa yang bisa aku lakukan untuk membuat Ferdinand setuju untuk mengajar Wilfried, hanya untuk melihatnya menyunggingkan senyum berbisa persis seperti senyum yang membuatku terjaga di malam hari.

“Tapi sangat kontras dengan Wilfried, kamu sangat berharga untuk dididik. Kau membuahkan hasil, dan sudut pandangmu selalu tak terduga sekaligus menarik. Aku dipenuhi dengan keinginan untuk membuatmu melakukan segala macam hal.”

“T-Tidak, terima kasih. Aku ingin melakukan seminimal mungkin dan menghabiskan waktu sebanyak mungkin untuk membaca buku.”

“Minimal, hm...? Benar. Aku sangat tertarik untuk melihat dari mana sumber energi tak terbatasmu untuk buku itu berasal. Lebih dari segalanya, aku ingin membedahnya.”

I-Ini tidak benar! Dia seharusnya membekukan hati Wilfried, bukan hatiku!

Ternyata, setiap kali senyum menakutkan yang dipenuhi racun itu merayap ke wajah Ferdinand, itu adalah pertanda bahwa dia dalam suasana hati yang sangat baik. Aman untuk mengatakan bahwa dia tidak akan memenangkan anak-anak ke sisinya dalam waktu dekat. Aku beringsut ke bangku untuk menjauh sejauh mungkin darinya, menggosok lenganku dengan gemetar ketakutan.

Ferdinand terlihat paling baik ketika dia menunjukkan ekspresi seperti robot dan datar di wajahnya. Dalam dirinya, senyum adalah hal paling menakutkan!

Post a Comment