Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 9: Anak-Anak Yatim Hasse

 


Anak-Anak Yatim Hasse



“Senang rasanya hari ini cerah, ya, Thore? Kita harus pergi ke hutan sekarang,” kata Rick setelah sarapan, meregangkan pakaian luarnya yang compang-camping. Kami telah menyelesaikan semua pekerjaan pembuatan kertas yang bisa kami lakukan di workshop, tetapi hujan dua hari ini membuat kami tidak dapat pergi keluar.

Aku dengan cepat mengganti pakaian sendiri dan setuju. “Astaga ya. Aku mulai benar-benar lelah hanya belajar etika seharian. Aku mengerti kita harus menguasainya, tapi tetap saja.”

Kami dari Hasse harus mempelajari ulang segala hal mulai dari tata krama hingga tutur kata, yang berarti kami selalu memiliki banyak hal untuk dilakukan di siang hari. Tetapi diharapkan untuk melakukan hal yang sama setiap hari di ruang tertutup seperti gereja Ehrenfest relatif menyesakkan.

Tetap saja, aku tahu aku beruntung karena itu menjadi masalah terburukku. Sekarang, Marthe dan kakakku tidak perlu dijual kepada siapa pun jika mereka enggan. Bahkan situasi makan pun lebih baik, karena anak-anak yang lebih kuat tidak diberi lebih banyak makanan dan tidak mencuri makanan anak lain. Di sini, semua orang diberi porsi setara, bahkan penghuni baru seperti kami. Kami bahkan tidak diganggu secara tidak adil seperti sebelumnya.

Aku senang bahwa aku telah memutuskan untuk pergi mengikuti Lady Rozemyne, dan aku berterima kasih padanya. Kami sangat beruntung dan dia adalah sosok yang luar biasa. Tetapi bahkan mengetahui hal itu, kehidupan sehari-hari di gereja sangat berbeda dari yang biasa kami lewati sehingga membuat kami tidak nyaman. Kami hanya tidak bisa terbiasa.

Tidak seperti pendeta biasa yang tinggal di gereja, kami lebih suka mengenakan pakaian compang-camping yang nyaman dan pergi ke hutan untuk memulung daripada belajar membaca dan bertutur kata dengan benar. Mungkin karena kami dibesarkan untuk melakukan pekerjaan pertanian di Hasse, tetapi kami selalu ingin pergi ke luar pada hari-hari cerah ketika terjebak di workshop. Kami menghabiskan setiap hari dengan menunggu kesempatan untuk memulung dan bekerja di hutan.

Rick dan aku menuruni tangga gedung tempat kami menemukan pelayan Lady Rozemyne, Gil, sedang membagikan keranjang dan pisau. Kami telah memberitahunya bahwa kami bisa memilih alat kami sendiri, tapi Gil mengatakan itu akan membuat lebih sulit untuk melacak semuanya.

“Ini, Thore. Dan Rick, ini milik kalian,” kata Gil.

Rick dan aku pergi ke luar dengan keranjang di punggung dan pisau di tangan. Matahari cerah, tetapi udara dingin memperjelas bahwa musim dingin akan segera tiba. Tetap saja, kami sangat bersemangat untuk pergi ke hutan sehingga udara dingin sama sekali tidak mengganggu kami.

"Thore, Rick."

Aku segera berbalik karena terkejut saat mendengar Nora menyebut nama kami. Aku tidak menyangka dia ada di sini, tetapi ada keranjang di punggungnya dan Marthe ada di sampingnya. Mereka tidak mengenakan jubah pendeta abu-abu, tetapi pakaian luar seperti kita.

"Sudah lama sejak kita semua keluar bersama."

"Ya. Itu karena anak perempuan dan laki-laki melakukan pekerjaan yang berbeda di sini,” jawabku.

Dulu di biara Hasse, kami berempat belajar, bersih-bersih, dan pergi ke hutan bersama-sama. Tapi mungkin karena panti asuhan Ehrenfest memiliki lebih banyak orang, di sini tugas dibagi antara pria dan wanita, yang artinya kami tidak bisa tinggal bersama lebih lama lagi. Laki-laki bekerja di workshop dan hutan, sementara perempuan menyiapkan makanan dan mengurus kebersihan.

“Kita hari ini akan pergi ke hutan, Rick! Wilma bilang kami membutuhkan banyak kayu bakar dan buah untuk musim dingin. Benar kan, Nara?” kata Marthe, menatap kakakku sambil tersenyum.

Karena panti asuhan sibuk membuat makanan yang diawetkan untuk musim dingin, beberapa gadis suci abu-abu magang juga datang ke hutan untuk membantu memulung.

“Aku dan Marthe masih belum terbiasa dengan cara mereka memasak dan bersih-bersih di gereja. Kita akan lebih berguna dalam memulung di hutan daripada tinggal di sini, jadi sebenarnya relatif seperti istirahat,” kata Nora.

Panti asuhan sudah penuh dengan orang, dan sekarang mereka harus mempersiapkan empat orang lagi di atas yang lain. Banyak sumber daya yang dibutuhkan untuk setiap orang, dan di sini mereka terjebak dengan kami berempat. Itulah mengapa kami harus bekerja lebih keras daripada orang lain jika kami tidak ingin merasa tidak nyaman sepanjang musim dingin. Belum lagi, jika kita mulai kehabisan makanan, kitalah yang akan mengambil bagian kita terlebih dahulu. Mereka di sini suka membicarakan kesetaraan, tetapi kami memiliki tradisi jalanan; kami tahu itu akan berakhir dengan pertumpahan darah.

Aku harus bekerja keras agar Nora dan Marthe tidak harus melalui itu, pikirku sambil mengencangkan cengkeramanku pada keranjang di punggungku.

_____________

"Wah. Senang berada di luar,” kataku.

"Huh" jawab Nara.

Gerbang selatan terbuka memperlihatkan hamparan ladang luas, pepohonan hutan, dan langit biru. Dan di atas semua itu, udara tiba-tiba menjadi jauh lebih bersih. Di luar tembok, semuanya kembali seperti kota asal kami, Hasse. Itu membantuku sedikit rileks. Aku masih belum terbiasa dengan pemandangan gereja, atau buruknya udara kota bawah.

Para pendeta abu-abu, di sisi lain, meringis begitu mereka melangkah melewati gerbang ke jalan yang berubah menjadi berlumpur karena hujan baru-baru ini. “Alangkah baiknya jika jalan batu itu berlanjut di luar kota, tetapi sayangnya kekuatan archduke terkandung di dalam temboknya,” kata seseorang.

Orang-orang yang besar di gereja terbiasa berjalan di atas batu putih, tapi aku benci bau busuk dari kota bawah ketika kelembaban semua air hujan yang menguap.

“Jalanan berlumpur tidak terlalu buruk jika kamu hanya berjalan di sisi jalan dengan semua rumput liar,” kataku.

“Gereja sangat indah sehingga orang-orang yang besar di sana tidak tahu bagaimana berjalan di jalan berlumpur,” kata Nora sambil terkikik. “Sama seperti kita merasa tidak nyaman dengan betapa bersihnya lantai gereja. Mereka tidak bisa melakukan pekerjaan lapangan seperti kita.”

Sekarang setelah dia menyebutkannya, para pendeta mungkin akan membenci gagasan mengolah ladang. Aku selalu sangat senang melakukannya karena tanah menjadi lebih lembut dari waktu ke waktu, tetapi aku tidak berpikir anak-anak di panti asuhan akan merasakan hal yang sama.

____________

"Harap berkumpul di tepi sungai saat bel keempat berbunyi," kata Gil saat kami tiba di hutan. Kami semua telah dibagi menjadi beberapa kelompok; beberapa dari kami akan membuat kertas, mengumpulkan kayu bakar, dan sisanya akan mengumpulkan bahan pangan. Kami berempat ditugaskan untuk mengumpulkan buah dan jamur. Itu adalah pekerjaan favoritku.

"Ayo pergi, semuanya!" Kataku ketika sudah waktunya untuk memulai, dengan seringai lebar di wajahku. Tapi bukan hanya Rick dan Nora yang menjawab; seorang pendeta abu-abu yang namanya masih belum kukenal.

“Thore, memulung dalam kelompok tidak efisien. Dan harap berhati-hati untuk berbicara dengan benar. Dalam situasi ini, Kau harus mengatakan 'Haruskah kita pergi?' sebagai gantinya."

Saat mengatakan 'semuanya,' aku tidakmemasukkankamu ! teriakku di dalam hati. Aku biasanya protes keras-keras, tapi karena aku tahu dia mungkin akan mengomeliku panjang lebar, aku hanya bilang aku akan lebih berhati-hati lain kali.

Saat itu, aku meraih tangan Nora dan menariknya pergi. Ketika aku berbalik, aku melihat Rick dan Marthe bergegas mengejar kami. Dan karena aku tidak ingin pendeta itu menghalangi kami memulung untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku memanggilnya untuk terakhir kali, berusaha sebaik mungkin untuk terdengar sopan.

"Kami akan mengumpulkan rafels di sana jika anda membutuhkan kami!"

“Kalian berempat pasti piawai memanjat pohon. Kalau begitu, kami akan mengumpulkan tanieh dari tanah di tempat lain,” jawab pendeta itu dengan tenang, sebelum menghilang ke pepohonan bersama yang lain.

Para pendeta baru mulai pergi ke hutan setahun yang lalu, dan jujur? Mereka benar-benar payah dalam memulung. Mereka pelari yang lambat, tidak bisa memanjat pohon, dan hampir tidak bisa membedakan jamur. Lady Rozemyne benar-benar aneh karena mengirim orang-orang seperti mereka ke hutan, dan aku bisa tebak bahwa sejak awal Lutz kesulitan mengatur mereka semua. Aku tidak akan pernah setuju untuk melakukannya.

“Oh, ada rafel!” Marthe menyatakan sambil tersenyum, bergegas mendekat ke pohon tidak terlalu jauh di depan kami.

Rafel adalah buah musim gugur yang bagus. Rafel sangat mirip dengan ranshel musim panas, tetapi lebih asam dan kenyal. Potongan rafel yang dicelupkan ke dalam madu sangat enak di musim dingin.

“Ah...” kata Marthe, tiba-tiba berhenti di tempatnya. Kami semua bergegas menghampirinya.

"Ada apa, Marthe?"

“Dua hari hujan merusak sebagian besar rafels. Dan aku berjanji pada Delia bahwa aku akan mengumpulkan banyak rafel…” kata Marthe, menurunkan bahunya sambil menunjuk semua buah hancur yang jatuh dari pohon.

Delia adalah gadis di panti asuhan dengan seorang adik bernama Dirk, dan dia adalah salah satu dari sedikit orang di gereja yang mengerti kami berempat ingin tetap bersama sebagai sebuah keluarga. Ada saat-saat dimana dia bersikap kasar, tetapi dia piawai merawat orang, jadi Marthe benar-benar ramah padanya. Aku pernah dengar bahwa mereka menjadi teman setelah Marthe berkata pada Delia betapa lucunya Dirk menurutnya.

“Aku berjanji pada Delia kita akan membuat banyak rafels yang dicelup madu bersama-sama. Dia tidak bisa meninggalkan panti asuhan, jadi aku bilang aku yang akan mengumpulkannya, tapi,,,”

Delia telah melakukan beberapa kejahatan besar pada akhir musim semi setengah tahun yang lalu, dan meskipun dia tidak dieksekusi berkat belas kasih Lady Rozemyne, dia dijatuhi hukuman untuk tidak pernah meninggalkan panti asuhan lagi. Delia sendiri mengatakan bahwa dia tidak keberatan dengan hukuman itu karena dia bisa tetap bersama Dirk, tetapi aku merasa tidak enak karena dia bahkan tidak bisa pergi ke hutan untuk mengeluarkan tenaga.

Rick menepuk punggung Marthe dan menunjuk ke pohon. “Jangan murung, Marthe. Perhatikan baik-baik; masih banyak yang tersisa. Ditambah, rafel yang belum matang sempurna adalah rafel terbaik untuk dicelupkan ke dalam madu. Kita masih bisa mendapatkan banyak rafel untuk dibawa pulang,” katanya, bersikap baik padanya seperti biasa.

Saat itu, dia mengeluarkan kain yang dimaksudkan untuk menangkap rafel. Sudah tugasku menjatuhkan mereka, dan setelah memastikan pisau terikat di pinggangku, aku mencari buah yang cukup besar untuk dicelupkan ke dalam madu. Setelah melihatnya, aku mulai memanjat pohon rafel.

"Baiklah, itu mulai berjatuhan!"

"Tunggu tunggu! Kamu mendaki terlalu cepat, Thore!” teriak Marthe, mendongak sambil tersenyum saat membuka kainnya. Ketika aku melihat dia sudah siap, aku memotong rafel dan melihatnya jatuh.

Marthe menangkap buah itu, dan Rick menjerit kegirangan saat buah itu mengenai kain. Aku bisa melihat Nora mengambil rafels dari tanah dan memotong bagian-bagian yang masih bisa dimakan. Kami bisa mencucinya di sungai dan kemudian memakannya di siang hari.

“Thore, Thore! Jatuhkan lebih banyak!”

“Ya, dimengerti!”

Bekerja sama dengan semua orang membuatku merasa seolah kembali ke Hasse. Setelah kami selesai mengumpulkan rafel, disertai dengan banyak jeritan dan kegembiraan, tiba saatnya mengumpulkan meryl. Itu hampir diluar musimnya, yang berarti tidak terlalu banyak yang tersisa.

"Oh, itu bel keempat," kataku. "Kita harus kembali ke sungai."

Sudah waktunya makan siang, jadi kami pergi ke sungai membawa keranjang yang penuh dengan barang-barang yang dikumpulkan. Sesampainya di sana, kami mendapati para pendeta sedang memasak sup dan mengukus ranting di samping kentang goreng. Kami langsung menuju sungai dan mulai mencuci rafel yang telah kami potong.

"Oh? Bolehkah aku bertanya apa yang Kau pegang di sana?” seorang pendeta mencuci tangan di sungai bertanya pada Nora.

“Ada rafel yang dihancurkan di tanah, jadi aku memotong bagian yang bisa dimakan untuk dimakan— maksudku, untuk makan siang,” jawabnya.

“Itu ide bagus. Tidak cukup untuk semua orang, jadi kami perlu memotongnya menjadi beberapa bagian untuk didistribusikan,” katanya. Tapi kami berencana membagi buah itu di antara kami berempat, jadi tidak banyak. Tidak masuk akal coba membagikannya di antara semua pendeta.

Kenapa kami harus berbagi dengan kalian semua...?!

Aku dengan marah berdiri, hanya agar Rick menahanku. “Thore, kamu juga punya pisau, kan? Nora, kami akan bantu kamu memotongnya,” katanya, sebelum langsung memotong rafel menjadi beberapa bagian.

Aku melihat pendeta itu berjalan mendekat ke panci, lalu memelototi Rick. “Kenapa kamu menerimanya begitu saja, Rick?! Kita mengumpulkannya sendiri! Kita bahkan tidak akan mendapatkan seteguk jika membaginya ke semua orang sebanyak ini.”

“Maksudku, begitulah cara mereka melakukan sesuatu di gereja. Kita mendapatkan makanan dengan porsi yang sama seperti orang lain meskipun kita pendatang baru. Masuk akal jika kita juga membagikan makanan kita dengan mereka. Kau ingin mereka mengurangi jatah makanan musim dingin yang kita dapatkan karena menyimpan rafels ini dari mereka?” Rick bertanya.

Pada saat itu, semuanya terhubung. Di sini semua orang diperlakukan setara. Kami juga harus mematuhinya.

Aku mengambil pisau dan mulai memotong rafel. “Kita bersenang-senang yang aku pikir kita kembali di Hasse. Aku relatif marah padanya, seolah seperti mereka membawa pergi kesenangan kita lagi.”

“Aku mengerti perasaanmu, Thore. Bohong kalau aku bilang aku juga tidak sedikit frustrasi,” kata Rick sambil menghela nafas, memperhatikan saat rafel dipoting menjadi bagian-bagian kecil.

“Mungkin lain kali kita harus bersembunyi dan memakannya sendiri,” kata Nora sambil tersenyum nakal, membuat kami semua tertawa. Semua kemarahanku memudar saat kami dengan bercanda merencanakan bagaimana cara menyelundupkan rafel kedalam air untuk mencuci rafels agar tidak terlihat oleh orang lain.

_________________

“Kalian bersenang-senang saat keluar dengan semua orang lagi?” aku bertanya, menjatuhkan diri ke tempat tidur di samping Rick begitu tiba waktunya jam tidur.

"Ya... Tapi menurutmu apa yang akan terjadi pada kita sekarang?"

“Maksudnya?”

“Eh, kau tahu... di Hasse, kita terus begitu karena kita akan mendapatkan tanah ketika dewasa, kan? Tetapi anak yatim di gereja benar-benar berbeda. Aku senang Nora dan Marthe tidak dijual, tapi apa yang akan terjadi pada kita sekarang?” tanya Rick, mengkhawatirkan hal yang sama persis denganku.

Tentu. Aku senang Lady Rozemyne menyelamatkan kami, dan aku berterima kasih padanya. Setiap hari aku senang karena Nora dan Marthe tidak dijual oleh walikota. Jika kita bisa kembali ke masa lalu dan mengulanginya lagi, aku akan tetap bersama Lady Rozemyne untuk melindungi Nora setiap saat.

Tapi seperti apa masa depan kami nanti? Aku berasumsi bahwa anak yatim diperlakukan hampir sama di mana-mana, tetapi aku salah besar. Orang-orang di gereja tidak diberi tanah ketika mereka dewasa, dan mereka bahkan tidak bisa meninggalkan panti asuhan. Pendeta abu-abu magang menjadi pendeta abu-abu, dan hanya itu. Satu-satunya cara bagi mereka untuk meninggalkan panti asuhan adalah dengan diterima sebagai pelayan pendeta biru, dijual ke bangsawan, atau mati.

Semua rencana hidup yang aku pikirkan di masa lalu hancur dalam sekejap. Aku tidak tahu seperti apa masa depan kami nanti.

“Aku benar-benar tidak menyangka kita bahkan tidak bisa pergi ke Festival Panen,” gumamku. Itu adalah festival terbesar tahun ini—hari yang menyenangkan di mana semua orang bisa menggila, bahkan anak yatim. Kami semua telah menantikannya, jadi ketika kami diberitahu bahwa kami tidak akan dapat bergabung meskipun diadakan begitu dekat, kami tidak dapat memahami apa yang kami dengar.

Tapi para pendeta juga tidak memahami kami. Mereka hanya terlihat bingung, dan dengan ekspresi yang sangat serius bertanya mengapa kami diizinkan untuk menghadiri festival.

“Kami tidak terlibat dalam pekerjaan pertanian, dan kami tidak membayar pajak apa pun. Lebih jauh lagi, biara ini bukan bagian dari Hasse; itu milik Lady Rozemyne. Mengapa kita diizinkan untuk bergabung dengan Festival Panen Hasse dimana kita bukan warganya? Pendeta biru dan gadis suci menerima pajak dan melakukan upacara keagamaan, tetapi tidak ada upacara keagamaan yang mengharuskan kehadiran kami,” aku ingat seorang pendeta berkata.

Itu saja sudah cukup bagiku untuk merasa seperti aku telah terputus dari dunia yang ku tahu dan dikirim ke tempat entah berantah. Aku senang telah lolos dari walikota Hasse, tetapi aku juga gugup memikirkan masa depanku.

Lady Rozemyne menyelamatkan kami ketika kami tidak ingin dijual karena dia adalah orang yang baik. Tetapi semua anak yatim diperlakukan setara, dan dia tidak mengatakan apa-apa tentang para pendeta yang mengharapkan kami semua bersikap seperti keluarga tetapi tidak cukup. Dia tidak mengizinkan kami untuk menjaga keluarga kecil kami sendiri di dalam gereja, karena semua orang di sana harus setara.

“Aku hanya berharap musim semi segera datang… Setidaknya aku ingin kembali ke biara,” gumamku sambil bersembunyi di balik selimut.

Rick sependapat. Dulu di biara, beberapa pendeta di sana sedikit menyesuaikan diri untuk membuat segalanya lebih nyaman bagi kami berempat karena kami membiasakan kehidupan baru kami. Tapi di sini, kamilah yang harus menyesuaikan diri dengan orang lain. Lebih buruk lagi, kami berada di kota yang sepenuhnya berbeda, dan satu-satunya waktu kami bersama saudara perempuan kami adalah saat makan.

Aku merindukan Hasse dan ladangnya yang luas, hutan di dekatnya, dan langit yang terhampar. Ini bahkan belum musim dingin dan aku sudah homesick. Tidak ada yang aku inginkan selain melarikan diri dari gereja, dengan semua tembok tinggi yang menutupi sebagian besar langit. Kami bukan yatim piatu Ehrenfest. Kami adalah anak yatim Hasse.

Aku ingin kembali ke Hasse dalam mimpiku, setidaknya

, pikirku sambil memejamkan mata.

Post a Comment