Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 11; 9. Kembalinya Pasangan Archduke

Beberapa hari telah berlalu sejak aku mengakhiri pertemuanku dengan Perusahaan Plantin dan kembali ke kastil. Angelica dipanggil ke luar kamar Wilfried saat dia dan aku sedang mengikuti pelajaran sore, lalu segera kembali untuk mengatakan sesuatu kepada Rihyarda dan Oswald.
 

“Lady Rozemyne, Lord Wilfried—Aub Ehrenfest akan segera kembali,” Rihyarda mengumumkan. "Mari kita pergi dan menyambut mereka."

Meskipun telah mendengar apa yang dia katakan dengan keras dan jelas, aku hanya terus membaca dan membalas dengan setengah hati, "Okaaay."

"Ayah dan Ibu kembali ?!" Seru Wilfried bersemangat ketika Rihyarda merebut buku sejarah dari tanganku dengan senyum menakutkan.

“Belajar bisa dilanjutkan saat kita kembali. Ikutlah dengan kami, Lady.”

Atas permintaan Rihyarda, Wilfried dan aku berjalan ke ruang teleporter. Ksatria penjaga yang berdiri membuka pintu untuk membiarkan kami masuk begitu kami tiba.

Tidak lama setelah kami masuk, lingkaran teleportasi mulai bersinar. Pola kompleks lingkaran sihir muncul, dan sedetik kemudian, Sylvester, Florencia, dan Karstedt berdiri di atasnya. Wilfried segera bergegas untuk menyambut mereka.

“Kami pulang, Wilfried, Rozemyne. Apakah kalian terus bekerja dengan rajin?” tanya Florencia.

“Tentu saja, Ibu. Kami menyelesaikan setiap Pengisian Mana. Benar kan, Rozemyne?”

"Benar. Wilfried bekerja keras untuk membiasakan diri memindahkan semua mana itu setiap hari.”

"Jadi begitu. Aku sangat bangga pada kalian berdua. Aku tidak bisa meminta anak yang lebih baik,” kata Florencia, melangkah maju dengan senyum ramah di wajahnya. Sepertinya mereka harus segera meninggalkan ruangan, karena para cendekiawan akan segera datang di belakang mereka.

Aku meninggalkan Florencia dengan Wilfried, yang memiliki banyak hal yang ingin dia katakan padanya, dan malah menghampiri Karstedt. Dia memutar lengannya dalam upaya untuk meregangkan bahunya.

“Selamat datang kembali, Ayah.”

Matanya melebar karena terkejut untuk sesaat, lalu mengernyit dalam senyum lembut saat dia melihat ke bawah ke arahku. “Senang melihatmu baik-baik saja, Rozemyne. Bagaimana keadaannya?”

Tapi bahkan sebelum aku bisa menjawab, Sylvester menyodok pipiku entah dari mana. Dia tampak kelelahan—matanya cekung, dan wajahnya pucat pasi.

"A-Apa ada masalah, Sylvester?" Aku bertanya dengan memiringkan kepalaku.

Ekspresinya tidak berubah, dan dia terus menyodok pipiku dengan mata seperti ikan mati sampai akhirnya aku tahu apa yang dia inginkan.

“...P-Pooey?”

"Ini semua salahmu," katanya. Dia berhenti mencolek pipiku saat itu, tapi aku masih tidak tahu apa yang sedang terjadi. Apa yang dia inginkan dariku? Aku mendongak, berkedip bingung, ketika dia tiba-tiba menjentikkan dahiku dengan jari telunjuknya.

“Aduh!”

“Kita perlu membicarakan gereja. Datang ke kantorku pada bel kelima.”

"Oke."

Aku menggosok dahiku yang perih saat mengucapkan perpisahan, lalu pergi bersama Wilfried untuk kembali ke pelajaran kami. Kami terus belajar sampai bel kelima, yang berbunyi saat aku sedang membaca.

“Kau akan menemui Ayah, Rozemyne? Aku akan minum teh bersama Ibu dan adik-adik kita,” jawab Wilfried, tampak sangat senang akhirnya kembali bisa menghabiskan waktu bersama orang tuanya. Dia mengemasi barang-barangnya segera setelah bel berbunyi dan berlari keluar ruangan ke gedung utama.

Aku punya urusan dengan Sylvester, jadi aku naik ke Pandabus-ku dan menuju ke kantornya. Hampir semua orang sudah terbiasa melihat Lessy sekarang, jadi hampir tidak ada yang menatapnya dengan terkejut saat dia lewat.

"Aub Ehrenfest, Lady Rozemyne ​​telah tiba," seorang penjaga mengumumkan.

"Biarkan dia masuk."

Aku memasuki ruangan untuk menemukan pelayan menyiapkan teh dan para cendekiawan memilah-milah dokumen yang mereka bawa pulang. Setelah aku mengambil kursi yang ditawarkan kepadaku, Sylvester mengeluarkan semua orang kecuali Karstedt, ksatria pengawalnya.

“Tunggu di tempat lain sampai aku kembali memanggil kalian semua. Hanya Karstedt yang tetap disini.”

"Sesuai kehendak anda."

Para cendekiawan berhenti bekerja seketika itu, keluar bersama para pelayan seperti ombak yang surut dari pantai.

Hanya setelah semua orang pergi dan langkah kaki mereka tidak lagi terdengar, Sylvester menghela nafas pelan. Dia segera menghentikan mode wajah archduke dan menjatuhkan kepalanya ke meja.

"Ini semua salahmu, Rozemyne."

Aku mengerti ini adalah sisi yang hanya dia perlihatkan kepada keluarganya, tetapi aku masih tidak yakin bagaimana harus bereaksi. Apa yang telah aku lakukan? Apa sebenarnya salahku? Aku tidak tahu, dan ketika aku meminta bantuan Karstedt, dia hanya mengangguk mendukung Sylvester.

“Banyak yang terjadi,” kata Karstedt.

“Um, baiklah. Sylvester, masalah gereja apa yang ingin kamu diskusikan?”

Dia sedikit mengangkat kepala, cukup untuk menatapku tanpa mengangkatnya dari meja, dan memelototiku dengan mata hijau gelapnya. “Jadi, kamu memberi tahu kakakku tentang kematian pamanku, ya?”

"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan."

"Kamu benar-benar akan pura-pura bodoh?"

"Maaf, tapi aku benar-benar tidak mengerti."

Sylvester menyipitkan matanya lebih jauh, seolah kata-kataku baru saja mengkonfirmasi sesuatu yang dia curigai. Aku memutuskan untuk mencoba memperkirakan apa yang aku bisa dari tuduhannya.

“Yah, aku tahu pamanmu adalah mantan Uskup Agung, tapi aku tidak tahu siapa kakakmu. Aku hanya pernah diberitahu tentangnya secara sepintas. Dia menikah dengan kakak Florencia, archduke Frenbeltag di barat, kan? Apakah itu yang kamu maksud?”

"Tidak. Itu yang lebih muda dari kakak perempuanku. Aku sedang membicarakan kakak perempuan tertuaku,” jawab Sylvester, melambaikan tangannya. "Dia dinikahkan dengan Ahrensbach di selatan."

“Yah, aku jelas belum pernah mendengar tentangnya. Aku bahkan tidak tahu persis jumlah saudaramu.”

Aku jelas-jelas tidak terlibat dengan seluruh diskusi ini sehingga Sylvester merasa perlu untuk menarik diri dan mulai mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja dengan frustrasi. “Kakakku mengatakan bahwa Uskup Agung yang baru telah memberitahunya. Tentu Kau ingat pernah memberitahunya sekitar musim dingin yang lalu ini.”

“Gereja menerima banyak surat yang ditujukan kepada mantan Uskup Agung, dan kami menjawab semuanya dengan mengatakan bahwa dia telah meninggal. Mungkin salah satunya dari— Oh, tunggu, apa dia mengirim surat sihir itu?! Aku menulis balasan setelah Ritual Persembahan, dan itu langsung berubah menjadi burung dan terbang! Itu benar-benar membuatku terkejut,” kataku, mengingat surat sihir tersebut.

"Itu dia!" Sylvester menyatakan, menunjuk dengan jari tajam ke arahku. Wajahnya bersinar kegirangan pada kami yang akhirnya saling memahami, tapi itu berumur pendek; beberapa detik kemudian, dia menurunkan bahunya kembali. “Benar, benar... Kau tidak tahu tentang kakakku. Well, paman sangat menyayanginya, dan ternyata mereka tetap berhubungan bahkan setelah menikah. Sepanjang Konferensi Archduke, dia terus menyebutku kejam karena tidak memberitahukan kematiannya selama hampir setahun penuh.”

Tampaknya Sylvester sangat lelah karena kakaknya memusuhinya tentang hal ini di sepanjang konferensi. Dan kemudian itu mencecarku.

“Tunggu, apakah ini mungkin kakak perempuan yang jauh lebih tua yang semua orang pikirkan akan menjadi penerus archduke sebelumnya sebelum kamu lahir? Dia benci kamu mencuri posisi darinya, dan ayahmu menikahkannya dengan kadipaten lain karena dia memperkirakan Ehrenfest tidak akan tenang jika dia tidak melakukannya, kan?”

"Ya. Dari mana kamu mempelajari semua itu?”

Well, kurasa dia bukan kekasih rahasia Bezewanst. Untung aku tidak menyebarkan desas-desus tentang itu; surat-surat itu hanya tentang keponakan yang mengeluh kepada pamannya, bukan kekasih jarak jauh yang saling mengirim pesan romantis.

“Ada surat tentangnya di dalam kotak yang Bezewanst sembunyikan. Mereka pasti sangat dekat untuk tetap berhubungan bahkan setelah dia pindah ke kadipaten lain.”

“Kakakku mengikuti ibuku dalam banyak hal, jadi dia akhirnya menjadi kesayangan pamanku.”

Dan tampaknya kakaknya benar-benar menyiksanya karena tidak mengungkapkan kematian Bezewanst, dan dia malah harus mendengar kabar itu dari gereja. Sylvester adalah archduke, jadi meskipun dia mungkin memiliki alasan untuk tetap bungkam mengingat kejahatan yang terlibat, dia masih belum melakukan apa yang diharapkan darinya. Sejauh yang aku ketahui, dia hampir tidak dalam posisi untuk mengeluh karena dimarahi habis-habisan.

“Ngomong-ngomong, intinya—dia akan datang di akhir musim panas untuk mengunjungi makam pamanku. Dia juga mengatakan bahwa dia ingin bertemu dan berterima kasih karena telah memberi tahukan tentang kematiannya.”

"Oke. Sangat menyenangkan dia akan berusaha untuk berterima kasih padaku. Dia pasti wanita yang tulus dan ramah.”

"Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan," jawab Sylvester, menggelengkan kepalanya. “Jika sejak awal dia tahu bahwa kamulah alasan pamanku tertangkap, kamu tidak akan pernah mendengar akhirnya. Dia akan memusuhimu tanpa henti sampai-sampai kata-katanya akan setajam belati yang menembus jantungmu. Aku akan tetap diam tentang detail seputar penangkapan Bezewanst, tapi jaringan informasi kakakku di Ehrenfest masih hidup. Yang diperlukan hanyalah seorang bangsawan yang mengatakan kebenarannya dan kamu akan ikut jatuh kedalam kubangan penderitaan menemaniku.”

“Bwuh?!”

“Anggap saja kau beruntung dia tidak bisa tinggal di sini selamanya. Kakakku pemendam dendam yang kejam. Lukai dia sekali dan dia takan pernah membiarkanmu melupakannya.”

Ternyata dia sama sekali bukan orang baik. Faktanya, justru sebaliknya —penuh kebencian dan tampaknya menyakitkan untuk dihadapi. Darah mengalir dari wajahku saat aku berpikir untuk menghadapinya juga, yang membuat Sylvester menyeringai jahat. Kesengsaraan suka ditemani, dan sekarang aku harus menanggung siksaan bersamanya.

“Ahrensbach, kadipaten yang kakakku nikahi, statusnya lebih tinggi dari Ehrenfest, jadi menyinggungnya bisa menyulut masalah diplomatik. Berhati-hatilah untuk tidak membuatnya menjadi kekacauan yang lebih besar dari sebelumnya.” tidaaaaakkkkkkk... Ini entah bagaimana telah berubah menjadi masalah besar.

Aku menjatuhkan bahuku putus asa dan berdiri, dengan asumsi bahwa ini adalah akhir dari percakapan kami. Tapi Sylvester memberi isyarat agar aku kembali duduk.

“Kita belum selesai. Aku ingin menggunakan Upacara Starbind tahun ini untuk membawa Ferdinand kembali ke masyarakat bangsawan. Bagaimana pendapatmu tentang ini sebagai Uskup Agung?”

“Well, aku pikir itu ide yang baik jika Kau ingin gereja hancur dalam semalam,” jawabku dengan jujur, menyebabkan Karstedt tertawa terbahak-bahak.

Sylvester, sebaliknya, memagangai kepalanya. "Bukan itu apa yang aku maksud. Kau telah menjadi Uskup Agung selama satu tahun sekarang, jadi Kau tahu bahwa Distrik Pusat telah merasakan peningkatakan panen. Saat ini, seluruh kadipaten tidak memiliki mana, yang berarti baik warga maupun bangsawan sama-sama ingin melihat orang-orang yang memiliki darah archduke melayani kadipaten.”

Itu kedengarannya tidak lebih dari alasan bagiku, tapi aku tetap mengangguk setuju.

“Belum lagi sudah setahun sejak Ibu ditangkap; tidak ada lagi orang yang akan mengeluh jika Ferdinand kembali dari gereja. Aku sedang berpikir untuk membuatnya kembali ke masyarakat bangsawan, lalu secara resmi menugaskannya ke posisi Pendeta Agung, mirip dengan apa yang aku lakukan terhadapmu.”

Itu adalah langkah dengan pembenaran politik yang kuat, dan aku tidak memiliki keluhan selama Ferdinand akan melanjutkan pekerjaannya sebagai Pendeta Agung

“Kamu hanya ingin melakukan itu agar kamu nantinya bisa membuat Ferdinand bekerja banting tulang di kastil juga, bukan? Aku akan sangat tidak senang jika Kau mencuri waktunya sekarang. Dia belum selesai membesarkan penerus.”

Tidak ada yang menyebutkan mengembalikan Ferdinand ke masyarakat bangsawan ketika—Veronica ditangkap, jadi bagiku sepertinya ini baru muncul sekarang karena aku membuatnya fokus pada pekerjaannya di gereja, daripada sering mengunjungi kastil untuk membantu di sana.

Sylvester goyah terhadap tuduhan ketidakpercayaanku. “Memang tidak banyak anggota keluarga archduke yang bisa bekerja di kastil sekarang, dan bantuannya akan sangat dihargai.”

“Sylvester...”

"Tapi, yang lebih penting, aku tidak ingin meninggalkan Ferdinand seperti yang sekarang." Sylvester menurunkan matanya. "Apakah kamu tahu mengapa Ferdinand ada di gereja?" dia bertanya dengan tenang.

Aku telah mendengar potongan informasi dari Elvira, Karstedt, Bezewanst, dan Ferdinand sendiri, tetapi tidak ada yang memberitahuku detail utuhnya.

“Berdasarkan apa yang telah diberitahukan kepadaku, aku akan mengatakan bahwa Kau mengirimnya ke sana untuk melindunginya dari penentangan Ibumu. Tapi aku tidak tahu lebih dari itu.”

"Tebakan yang bagus," jawab Sylvester, mengangguk dengan cemberut pahit. Pada titik inilah Karstedt sedikit memberitahuku lebih banyak.

“Veronica selalu kasar pada Ferdinand, tetapi menjelang akhir masa hidup mantan archduke, kebenciannya terhadap Ferdinand semakin menjadi-jadi sampai titik membahayakan nyawanya. Dia menuding bahwa dia menginginkan kematian archduke dan bertujuan mengamankan posisi untuk dirinya sendiri.”

Bicara tentang delusi. Mengapa Ferdinand menginginkan pekerjaan yang membosankan seperti itu ketika dia menghabiskan seluruh hidupnya dengan diberitahu tidak hanya untuk hidup demi sang archduke, tetapi bahwa orang-orang yang tidak berguna tidak memiliki alasan untuk hidup? Terutama ketika pola pikir ini sudah tertanam dalam dirinya sehingga dia menolak untuk menunjukkan tanda-tanda kelemahan sama sekali, memaksa dirinya untuk meminum ramuan hanya untuk terus bertahan.

“Ferdinand adalah putra selir, bukan istri sah, dan karena Ibu menolak untuk mengadopsinya, dia secara hukum tidak bisa menjadi archduke. Posisi itu hanya akan diberikan kepadanya jika setiap anggota keluarga archduke lainnya meninggal. Ibu tahu itu, tetapi meski demikian, dia semakin memusuhinya setiap hari, menjadi lebih dan lebih kejam di depan mata kami. Ini tidak berubah bahkan setelah Ayah meninggal dan aku menjadi archduke. Aku mengatakan kepada Ferdinand untuk melarikan diri ke gereja hanya untuk menjauhkan dirinya darinya.”

Tampaknya ada periode keresahan setelah Sylvester mengambil posisi itu, dan dia tidak ingin ada masalah terbuka segera. Asumsinya adalah, begitu dia menstabilkan posisi archduke, kompleks penganiayaan ibunya akan mereda. Tapi sebaliknya, dia mulai dengan ganas menentang segala upaya untuk membawa Ferdinand kembali ke kastil.

“Aku tidak pernah bermaksud agar Ferdinand tinggal di gereja dalam kurun waktu lama,” Sylvester menyimpulkan.

“Aku mengerti, tapi saat ini, Ferdinand sedang berusaha untuk mendidik penerus, dan dia menggunakan ramuan yang jauh lebih sedikit daripada biasanya. Kesehatannya meningkat secara drastis, dan aku tidak percaya mengubah lingkungannya akan menjadi yang terbaik saat ini,” jawabku. Semua perkembanganku akan sirna jika Sylvester mulai kembali mempekerjakannya banting tulang di kastil.

Karstedt terkekeh saat aku menolak melepaskan Ferdinand. “Ketika kamu mengatakannya seperti itu, sulit untuk mengatakan siapa di antara kalian yang menjadi wali di sini.”

"Ya. Hampir terdengar seperti ibunya,” Sylvester menyeringai, sebelum dengan cepat menyembunyikan mulut di belakang tangannya dan memelototiku. “Rozemyne, bahkan melihat ini dari sudut Ferdinand menjadi walimu di gereja, akan lebih baik baginya untuk kembali ke masyarakat bangsawan. Belum lagi setelah dia ditugaskan ke posisi Pendeta Agung sebagai saudaraku daripada sebagai pendeta biru, dia akan dapat mengunjungi gereja bersama dengan para cendekiawan dan pengikut ksatria pengawalnya, sama sepertimu. Bukankah itu akan membuat pekerjaannya di sana lebih mudah?”

Di antara pengikut Ferdinand adalah Eckhart dan Justus. Aku bisa mengingat bagaimana Eckhart meratapi ketidakmampuannya untuk melayani sebagai pengawal di gereja, mengingat bahwa Ferdinand pindah ke sana atas kemauannya sendiri daripada ditugaskan di sana sepertiku.

“Aku akan membicarakan hal ini dengan Ferdinand, tapi pada akhirnya, aku pikir pendapatnya harus diprioritaskan,” kataku tegas.

"Benar."

Dengan begitu percakapan sekarang benar-benar berakhir, aku keluar dari ruangan. Kastil itu penuh dengan kehidupan, penuh dengan para cendekiawan yang sibuk bergerak karena kembalinya semua orang yang dibawa oleh pasangan archduke itu ke Konferensi Archduke. Dan dengan kembalinya mereka, pekerjaanku di sini selesai; Aku bisa kembali ke gereja tanpa menghabiskan hari-hariku dengan mengkhawatirkan Pengisian Mana. Upacara Hari Dewasa di musim semi semakin dekat, dan dari sana, pembaptisan musim panas akan segera tiba.

___________



Keesokan harinya, aku mengunjungi Ferdinand setelah kembali ke gereja. Kami secara alami memasuki ruang persembunyiannya untuk membahas masalah ini, agar tidak membuat para pendeta lain panik.

Aku dapat melihat bahwa Ferdinand sekarang memiliki waktu bebas lebih banyak, mengingat ada deretan botol berisi cairan aneh di mejanya dan berkas penelitian tersebar di segala tempat. Sepertinya dia membuat kemajuan yang baik dalam meneliti alat sihir, subjek yang sangat menarik baginya.

Setelah menyingkirkan beberapa dokumen, aku duduk di bangku langgananku. Ferdinand mengambil kursi dan duduk juga, begitu kami melakukan kontak mata, dia mendorongku untuk memulai.

"Apa yang kamu dan Sylvester diskusikan?"

“Sepertinya dia ingin mengembalikanmu ke masyarakat bangsawan,” aku memulai, melanjutkan untuk memberinya inti dari apa yang telah aku dan Sylvester bicarakan.

Ferdinand menghela nafas. “Apakah dia masih emosional karena itu? Sungguh menyakitkan.”

“Namun, kurasa dia benar. Ada banyak keuntungan dalam melakukan ini.”

“Dan banyak kerugian yang aku yakin dia anggap paling baik untuk tidak disebutkan,” kata Ferdinand sambil tersenyum pahit sebelum sedikit mengernyitkan alis dan menekan-nekan pelipisnya. Aku dapat membayangkan bahwa kebanyakan orang gereja akan sangat senang pada kesempatan untuk kembali ke masyarakat bangsawan, tetapi Ferdinand tampaknya mendapati hal tersebut lebih sebagai ketidaknyamanan daripada apa pun.

Merasakan keengganannya, aku mengepalkan tangan dengan tekad. “Apa yang ingin kamu lakukan? Jika Kau lebih suka tinggal di sini, aku akan memberi tahu Sylvester untuk tidak perlu repot-repot.”

“Itu tidak diperlukan. Kau berpijak hanya demi mendapatkan keuntungan dari ini selama aku mendapatkan janji bahwa posisiku sebagai Pendeta Agung tidak akan berubah, dan Kau harus menganggap bijaksana untuk tidak memprotes keputusan seorang archduke kecuali situasinya benar-benar menuntutnya. Lebih jauh lagi, seperti yang Sylvester katakan, aku akan lebih baik dalam berbakti pada negara dengan memiliki lebih banyak pria untuk membantuku. Dan mungkin yang paling penting dari semuanya, Eckhart dan Justus mendapatkan kemarahan yang tidak berguna karena tetap berada di sisiku, dan kembali ke masyarakat bangsawan akan mengembalikan kehormatan mereka.”

Aku tidak dapat menemukan sesuatu di dalam diriku untuk menginterupsi Ferdinand saat dia dengan datar menyebutkan setiap manfaat kembalinya dirinya. Setelah dia selesai, aku mengerucutkan bibir dan memelototinya; dia berbicara sepenuhnya seolah-olah ini bukan urusannya. Siapa yang peduli seberapa besar keuntungannya bagi Eckhart, Justus, atau bagiku? Yang sekarang dibicarakan adalah hidupnya sendiri.

“Aku tidak bertanya bagaimana kepulanganmu akan bermanfaat bagi orang lain. Aku menanyakan apa yang ingin Kau lakukan, Ferdinand.”

Dia melebarkan matanya seolah terpana dengan kata-kataku, mengerjap beberapa kali, lalu menggelengkan kepala perlahan. “Terlepas dari apakah aku kembali ke masyarakat bangsawan atau tidak, aku akan dipanggil ke kastil untuk membantu mengurus dokumen. Jadi, yang terbaik bagiku adalah memilih opsi mana pun yang memberi manfaat paling banyak bagi orang lain.”

Aku meminta untuk mendengar apa yang ingin dia lakukan, bukan apa yang ia pikir merupakan tindakan terbaik, tetapi sulit untuk membayangkan Ferdinand bergerak di sini. Jika dia bertekad membuat keputusan yang membawa keuntungan paling besar secara keseluruhan, maka aku hanya harus menghormatinya.

“Tampaknya Sylvester akan menyatakan kepulanganmu ke bangsawan yang berkumpul untuk Upacara Starbind. Kau akan kembali ke masyarakat bangsawan, ditugaskan kembali ke posisi Pendeta Agung atas perintahnya, dan kemudian secara resmi menjadi waliku,” kataku.

Ferdinand mengangguk bersamaan dengan penjelasanku, tetapi ketika aku menyebutkan dia menjadi waliku, dia mengangkat alis dan menyeringai geli. “Walimu, hm...? Mungkin aku berbicara terlalu cepat.”

“Dan apa sebenarnya yang kamu maksud dengan itu? Apa menjadi waliku merupakan kerugian besar hingga melebihi semua manfaat yang Kau bicarakan?” tanyaku, menembaknya dengan tatapan tajam.

Ferdinand mengejek, mata emasnya menyipit geli. “Tepat sekali —kamu tidak melakukan apa pun selain memperkenalkan masalah demi masalah yang tidak dapat diprediksi. Mengabdi sebagai ajudan Sylvester sudah sama sulitnya dengan menjadi walimu.”

Sebanyak itu menggangguku, aku benar-benar tidak bisa mendebatnya.

Tetap saja, tak habis pikir Ferdinand menganggapku sebagai pembuat ulah seperti Sylvester. Ini pertama kalinya aku mendengar tentang ini. Aku agak tersinggung karena dia mengira aku berada di level yang sama dengan seseorang yang mencolek pipi orang secara acak untuk membuat mereka berkata "pooey."

Post a Comment