Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 14; 6. Jamuan teh dengan Profesor Musik


Rencanaku adalah kembali ke perpustakaan pada sore hari, tetapi para pengikutku tidak mengizinkannya, karena mendiskusikan jamuan teh dan merencanakan jamuan teh berikutnya tampaknya lebih penting. Aku akhirnya mengalah ketika mereka mengatakan bahwa jika kami menyelesaikan persiapan sore ini, aku bisa menghabiskan seluruh hari esok untuk membaca sepuasnya.
 

“Sepertinya para bangsawan Kedulatan terbiasa dengan kudapan yang dibuat dengan banyak gula. Mungkin akan lebih bijaksana jika kita menyediakan kue pon madu yang manis untuk profesor musik,” saranku.

Brunhilde mengangguk. “Kalau begitu, aku akan merekomendasikan memasangkannya dengan jenis teh lain.”

Kami mengadakan pertemuan kecil kami di ruang rehat asrama bersama Wilfried, para pengikutnya, dan semua orang yang ingin mengumpulkan informasi untuk tujuan mereka sendiri.

“Profesor Solange memiliki beberapa reaksi terhadap rinsham dan hiasan bunga, tetapi dia tampaknya paling tertarik dengan kertas pohon,” kataku.

“Kertas pohon, ya? Kita tidak bisa menggunakan barang itu sebebas kamu,” gumam Wilfried. “Kami tahu bahwa kita perlu memasarkannya sebagai produk industri baru kadipaten kita, tetapi kita tidak mengerti bagaimana melakukannya.”

“Aku kira kita cukup menggunakan kertas pohon saat menyalin buku di perpustakaan. Siswa dari kadipaten lain akan melihat bahwa kita menggunakan jenis kertas yang berbeda. Plus, kita tahu dari apa yang Profesor Solange katakan bahwa dia berhubungan dengan profesor lain, jadi berita mestinya menyebar dengan cepat,” kata Philine, mendasarkan asumsinya pada catatan yang dia tulis.

Aku menambahkan bahwa bagian penting dari rencana kita adalah menyebutnya "kertas baru" daripada "kertas pohon", sebagian untuk menghindari mengungkapkan metode yang digunakan untuk memproduksinya. Aku juga memberi tahu yang lain bahwa kami tidak boleh membicarakan pencetakan dan menjelaskan alasanku di balik keputusan ini.

Hartmut mengambil kesempatan itu untuk menyebutkan beberapa hal yang dia perhatikan. “Sepertinya profesor yang melakukan penelitian memiliki tanggung jawab untuk mencatat setidaknya sebagian dari penemuan mereka untuk perpustakaan. Banyak yang menulisnya di gulungan untuk menghindari pekerjaan yang membosankan seperti penjilidan buku, tetapi jika mereka mengetahui kertas baru kita yang lebih murah, mereka mungkin akan membelinya.”

Oh ya... Profesor Solange memang menyebutkan hal semacam itu. Mungkin kita bisa menjual map atau binder yang sudah diisi kertas yang memudahkan? Itu pasti akan jauh lebih mudah dalam mencatat informasi daripada buku-buku besar dan kaku. Aku mengeluarkan diptych dan dengan cepat menuliskan ide produk baruku.

“Lady Rozemyne, apa yang kamu tulis?” tanya Hartmut. "Aku merekam percakapan ini sendiri, jika Kau ingat..."

“Jangan pedulikan aku, Hartmut. Aku hanya menuliskan ide untuk produk baru.”

"Mengapa kamu menciptakan produk baru dalam rapat tentang jamuan teh...?" Wilfried bergumam.

“Aku selalu membawa diptych, karena aku tidak pernah tahu kapan aku akan memiliki ide yang bagus,” jawabku. Aku perlu mencatatnya saat itu juga atau aku kemungkinan besar akan melupakannya.

"Diptychmu memang tampak memudahkan..." kata seorang cendekiawan magang.

“Apakah Kau ingin aku memperkenalkanmu kepada Perusahaan Plantin ketika kita kembali ke rumah? Diptych hanya dibuat dari lilin yang dituangkan ke dalam rangka kayu, jadi jika Kau senang jika tanpa ukiran, Kau dapat membelinya dengan harga yang sangat murah.”

Beberapa cendekiawan magang lainnya juga melompat pada tawaran itu, ketertarikan mereka dengan baik dan benar-benar tertangkap. Kertas pohon mungkin lebih murah daripada perkamen, tapi masih cukup mahal sehingga tidak bisa disimpan untuk catatan dan memo.

“Kesampingkan bagaimana kita akan mamakai informasi yang diperoleh dari jamuan teh ini untuk merencanakan jamuan teh yang lebih baik di masa depan... Kita menetapkan tanggal untuk mengukur Schwartz dan Weiss, jadi kita perlu memberi tahu Profesor Hirschur. Rihyarda, tolong urus itu.”

Saat Rihyarda meninggalkan ruangan untuk mengirim ordonnanz, Brunhilde mengalihkan diskusi kembali ke jamuan teh yang akan datang. “Musik akan menjadi tantangan. Kau pasti akan ditanyai banyak pertanyaan tentang bagaimana lagu-lagumu diciptakan.”

“Apakah aku benar-benar siap untuk itu....? Aku hanya tahu lagu-lagu latihan yang diperintahkan untuk aku pelajari. Selain itu, aku jarang bersosialisasi, jadi aku hanya tahu sedikit tentang musik apa yang biasa dimainkan.”

“Musisimu akan tahu, jadi itu seharusnya tidak menjadi masalah. Masalah sebenarnya adalah, dari apa yang aku dengar, Lady Eglantine akan menghadiri jamuan teh bersama para profesor.”

Aku memiringkan kepalaku; nama itu terdengar agak familiar, tapi aku tidak bisa menempatkannya dengan baik. "Dan siapa itu...? Aku berasumsi dia adalah kandidat archduke dari kadipaten yang kuat, tapi aku belum bisa menyebutkan namanya.”

“Lady Eglantine memang seorang kandidat archduke—salah satu dari kadipaten besar Klassenberg,” Brunhilde menjelaskan. “Dia adalah siswa kehormatan tahun keenam yang telah terpilih untuk memainkan peran Dewi Cahaya untuk pusaran dedikasi tahun ini. Untuk ini dan banyak alasan lainnya, dia sering dibandingkan dengan dewi itu sendiri.”

Aku segera mengingat gadis di latihan pusaran dedikasi yang telah jauh lebih baik daripada orang lain. “Ah, dia whirler cakap itu, kan? Aku tersentuh ketika aku melihatnya tampil selama latihan.”

Aku jelas tidak merasa kehadirannya sebagai masalah; sebenarnya, aku sangat menantikan kedatangannya. Namun, ketika suasana hatiku mulai meningkat, Hirschur menyerbu ke ruang rehat. Mata ungunya bersinar dengan antisipasi.

“Lady Rozemyne, tanggal pengukuran telah diputuskan, ya ?!”

"Sudah dijadwalkan selama tiga hari dari sekarang untuk mengakomodasi Profesor Solange dengan sebaik-baiknya."

"Tiga hari dari sekarang... Kalau begitu, kita harus pergi pagi, karena aku ada kelas untuk mengajar di sore hari," katanya, kilatan tajam di matanya sekarang benar-benar menakutkan.

“Hanya memperjelas, Schwartz dan Weiss sudah mencuri banyak perhatian, dan ada risiko mereka dicuri. Demi mencegah pencurian atau perusakan mereka, aku hanya akan mengizinkan pelayanku untuk menyentuh mereka.”

“Aku kira itu wajar. Aku yakin hanya dengan melihat mereka akan cukup memuaskanku.”

“Ksatria pengawal, aku meminta kalian membuat formasi ketat di sekitar Schwartz dan Weiss pada hari itu dan memastikan bahwa orang-orang dari kadipaten lain tidak menyentuh mereka,” kataku, melirik Hirschur dengan sengaja. Dia telah pindah ke Kedaulatan, jadi itu berarti dia juga dilarang menyentuh mereka.

Cornelius, setelah memahami niatku saat itu juga, dengan santai melambaikan tangan dan berkata, "Sesuai kehendak anda."

__________



Sekali lagi, Brunhilde menata rambut dan pakaianku. Aku merasa sedikit lebih baik tentang jamuan teh sekarang karena sudah merasakannya dengan bangsawan Kedaulatan. Aku tidak benar-benar membutuhkan seorang cendekiawan untuk menemaniku hari ini, tapi Philine tetap datang hanya untuk membiasakan diri dengan lingkungan. Dia akan mempresentasikan lembaran musik kepada profesor musik, yang berisi lirik Mestionora dan ditulis tangan oleh Rosina daripada dicetak.

“Philine, tolong siapkan tinta dan kertas beserta lembaran musik. Pengikutku harus selalu membawa peralatan tulis, terlepas dari waktu atau tempat. Akan bermasalah jika kalian mendapati diri kalian membutuhkan lebih banyak ruang daripada yang disediakan diptych, tidak kah begitu?”

Philine mengangguk. Dia kemudian mulai menyiapkan peralatan tulis dengan senyum kecil.

Hari ini kami akan membawa kue pon yang dibuat dengan madu, yang memiliki rasa manis yang jauh lebih nyata daripada versi biasa, ditambah dengan topping yang sama yang kami sajikan selama jamuan tehku dengan Solange.

"Bisa kita berangkat?" Aku bertanya. "Tidak perlu gugup, Rosina."

Aku tahu bahwa Rosina sangat amat ketakutan. Dia menutupinya dengan cukup baik, tapi aku sudah mengenalnya cukup lama untuk mengenali emosi yang tersembunyi dalam ekspresinya yang agak kaku.

“Bahkan kami merasa cemas menghadiri jamuan teh dengan profesor yang kami lihat di kelas kami, Lady Rozemyne, jadi wajar saja jika seorang musisi merasa gugup dalam situasi ini,” kata Brunhilde.

Itu masuk akal, terlebih mengingat ini adalah jamuan teh dengan profesor musik. Ketertarikan mereka pada lagu-laguku juga berarti perhatian mereka sebagian besar akan tertuju pada Rosina, musisi pribadiku. Seorang mantan gadis suci abu-abu akan tampil untuk profesor dari Akademi Kerajaan; tekanannya pasti sangat kuat.

Kami pergi pada bel ketiga, berjalan ke lantai tiga gedung pelayan tempat para profesor musik memiliki kamar mereka.

"Kalau begitu, di mana kamar Profesor Hirschur?"

“Kamarnya berada di lantai tiga gedung cendekiawan. Dia seharusnya tinggal di Asrama Ehrenfest, dengan dia menjadi supervisor kita, tetapi kecenderungannya untuk tenggelam dalam penelitian, ditambah frekuensi pembuatan ramuan menghasilkan bau busuk dan suara yang mengganggu, yang artinya dia telah tinggal di sebuah kamar untuk asisten sejak masa sekolahnya,” Cornelius menjelaskan. "Eckhart memberitahuku semua tentang itu."

Dan sepertinya Eckhart telah mendengarnya dari Ferdinand. Mungkin yang terbaik bagi Hirschur untuk tinggal di gedung khusus jika dia cenderung menyebabkan banyak gangguan.

Brunhilde menuntun kami ke ruangan tempat jamuan teh diadakan. Di sana kami menemukan tiga profesor musik, Eglantine, dan—entah bagaimana—Anastasius.

Tidak ada yang memberi tahuku bahwa pangeran akan berada di sini juga!

Aku secara refleks menoleh untuk melihat Brunhilde, yang mata kuningnya terbuka lebar karena terkejut. Sepertinya ini juga kejutan untuknya.

Salah satu profesor memperhatikan reaksi kami, mata mereka dengan canggung berpindah-pindah antara aku dan Anastasius. “Setelah mendengar bahwa Lady Eglantine akan menghadiri jamuan teh hari ini, Pangeran Anastasius meminta untuk bergabung dengan kami. Kami mohon maaf atas perubahan rencana mendadak ini, Lady Rozemyne, tetapi kami berharap anda maklum.”

"Ya, tentu saja. Saya merasa terhormat diberkahi dengan kehadiran Pangeran Anastasius.”

Wajahku berkedut sesaat, tapi aku masih layak mendapat penghargaan karena tidak membiarkan perasaanku yang sebenarnya tergelincir dan berteriak, "Kenapa dia muncul di jamuan teh padahal tidak diundang?!" Aku lebih suka tidak ada keluarga kerajaan di sini, karena ini hanya meningkatkan risiko kesalahan langkah yang mungkin terjadi. "Anda datang, Lady Rozemyne."

Pauline, instruktur musikku, memberi isyarat agar aku duduk di kursi tertentu di meja bundar. Tempat duduk bergantian antara siswa dan profesor, artinya ada seorang profesor di kedua sisiku. Sejujurnya merupakan anugerah besar untuk memiliki beberapa perlindungan antara pangeran dan aku.

Aku menyapa pangeran dan para profesor sebelum menuju ke tempat dudukku. Eglantine memperhatikanku dengan mata jingga cerahnya menyipit dalam senyum lembut. Rambut emasnya yang bergelombang dikepang dengan gaya half-up yang rumit yang membuatku mengerti mengapa orang lain membandingkannya dengan Dewi Cahaya.

(half up kek rambutnya Asuna SAO; cek kesini)

"Lady Rozemyne," kata Eglantine. “Anda menyapa saya selama gathering, tetapi ini adalah pertama kalinya kita berbicara dengan baik. Saya sangat menantikan komposisi anda. Faktanya, saya sangat menantikan jamuan teh ini secara keseluruhan.” Dia adalah seorang siswa yang berdedikasi dalam seni, dan sepertinya dia telah meminta untuk bergabung dalam jamuan teh setelah mendengar bahwa aku hadir untuk mendemonstrasikan musikku.

"Saya juga ingin berbicara dengan lebih santai sejak melihat dedication whirl anda, Lady Eglantine."

“Anda akrab dengan Lady Christine, ya? Dia lulus tiga tahun lalu, tetapi dia adalah master harspiel. Aku menghadiri banyak jamuan teh dengannya,” katanya, sengaja membawa nama dari Ehrenfest demi aku. Tentu saja aku tidak bisa memberitahunya bahwa aku belum pernah bertemu Christine seumur hidupku.

“Seperti yang Anda tahu, saya secara tragis menghabiskan dua tahun dengan tertidur, jadi saya hanya memiliki sedikit kontak dengan Christine. Musisi pribadi saya, bagaimanapun, pernah menjadi salah satu musisi kesayangannya. Christine bahkan mengatakan dia akan mengambilnya menjadi pelayan jika saya belum melakukannya sendiri.”

"Astaga. Sampai Lady Christine menginginkannya sebagai musisi pribadi, dia mestinya benar-benar berbakat. Mungkin hanya firasat saya, tapi rasanya banyak musisi berbakat yang datang dari Ehrenfest. Bisakah kami mendengar salah satu lagumu sekarang?”

Atas dorongan Eglantine, Rosina pergi ke kursi yang disiapkan untuknya dan kemudian melirik ke arahku. Aku membalas dengan senyum dari tempat dudukku sendiri, pada saat itu dia menarik napas dalam-dalam dan menyiapkan harspielnya. Mata semua orang sekarang tertuju padanya.

“Saya mengarang lagu-lagu ini sendiri, tapi Ferdinand dan musisi pribadiku Rosina yang mengaransemennya untuk harspiel,” kataku. “Rosina, tolong mulai dengan lagu yang didedikasikan untuk Leidenschaft, Dewa Api.”

"Sesuai kehendak anda, Lady Rozemyne."

Eglantine mendengarkan permainan Rosina dengan penuh perhatian, begitu pula Anastasius. Para profesor juga menyaksikan dengan penuh ketertarikan.

Ya. Rosina aku benar-benar luar biasa.

Sementara mata semua orang tertuju pada Rosina, para pelayan dengan cepat mulai menyiapkan kudapan dan teh.

“Itu bagus sekali. Rosina tentu saja adalah pemain yang ahli. Saya dapat mengerti mengapa Lady Christine menyukainya,” kata Eglantine ketika pertunjukan berakhir. Rosina tersenyum cerah, senang dihujani pujian dengan sosok yang dulu dia layani. “Bolehkah kita menyerahkan permainan hari ini padanya? Aku ingin mendengar lebih banyak lagu-lagu ini.”

Anastasius dan para profesor mengangguk setuju. Brunhilde dan Rihyarda telah memberi tahuku sebelumnya bahwa tujuan mereka di sini adalah agar musisi mereka sendiri mempelajari lagu-lagu baru itu. Setelah kami pergi, para musisi ini akan mencoba menulis lembaran musik dari ingatan.

Pasti ada dunia di mana kami menyimpan lagu untuk diri kami sendiri untuk meningkatkan nilainya, akan tetapi siswa Ehrenfest sudah memainkannya selama pelajaran praktik. Ditambah lagi, mengingat sang pangeran turut hadir, yang terbaik bagi kami adalah meletakkan semua kartu kami di atas meja dengan harapan menjalin koneksi yang lebih langgeng.

“Rosina, sepertinya semua orang menikmati musiknya dan ingin mendengar lebih banyak lagi,” kataku. “Aku sarankan selanjutnya memainkan lagu Dewi Kebijaksanaan.”

Rosina tersenyum alami dan sekali lagi menyiapkan harspiel. Memutar lagu pertamanya telah membuatnya jauh lebih nyaman, dan tak lama kemudian, nada tingginya kembali bergema di udara.

"Oh Tuhan! Maaf, tapi aku mengabaikan tehnya,” kata profesor tuan rumah dengan malu. Dia menyesap teh dan kemudian menggigit salah satu kudapan sebelum dibagikan kepada tamu-tamunya. Aku menggigit kue pon yang aku bawa sebelum merekomendasikannya kepada yang lain.

“Ini kue pon yang dibuat dengan madu, dan kalian bisa menikmatinya dengan kombinasi topping sesuai selera,” jelasku.

“Sepertinya hidangan miskin,” kata Anastasius singkat saat melihat kue pon. Memang tidak terlihat mewah seperti kebanyakan kudapan Kedulatan, tapi aku yakin bahwa rasanya jauh lebih enak.

"Astaga!" seru Eglantine. “Mungkin terlihat sederhana, tapi rasanya cukup enak. Sangat manis dan enak untuk dimakan. Saya sangat menyukainya.”

"Jarang bagimu untuk memuji kudapan seperti itu," kata Anastasius, memasukkan satu gigitan ke dalam mulutnya dan merenungkannya. Satu-satunya reaksinya adalah mengendus, tetapi aku perhatikan dia dengan cepat meraih seteguk lagi; kue pon ternyata sesuai dengan keinginannya.

Saat jamuan teh berlanjut, memperjelas bahwa Anastasius lebih suka kue pon dengan rumtopf yang ditumpuk di atasnya. "Aku lebih suka yang ini," katanya. Dugaanku adalah bahwa rasa anggur mengalahkan manisnya.

Kesimpulannya, pria Kedaulatan mungkin paling menyukai kue rumtopf pound.

Rumtopf menggunakan banyak gula dan anggur mahal—membingkainya seperti itu mungkin akan membuat orang lain lebih mau menerimanya. Para profesor juga menyukai kue pon madu, berkomentar bahwa rasa manisnya pas.

Di Ehrenfest, anak-anak yang menyukai kue pon madu, sementara orang dewasa lebih menyukai kue pon yang dibuat dengan apfelsige parut dan daun teh. Tampaknya ada perbedaan besar dalam hal preferensi di sini.

“Lady Rozemyne, rambut anda benar-benar indah,” kata Eglantine. “Ini adalah warna malam yang paling gelap, seolah-olah diberkati oleh Dewa Kegelapan sendiri.”

“Dan rambut Anda sendiri berseri-seri seolah-olah diberkati oleh Dewi Cahaya, Lady Eglantine. Itu bersinar seperti matahari dan sangat mempesona untuk dilihat.”

“Ya ampun, pujian yang cerdas. Tapi rambut saya tidak bersinar seperti rambut anda. Apa yang anda gunakan di dunia ini?” dia bertanya.

Para profesor mencondongkan tubuh ke depan untuk mendengar jawabanku. “Semua gadis dari Ehrenfest pasti memiliki rambut yang bersinar selama upacara kenaikan tingkat,” kata salah satu dari mereka.

“Apakah Ehrenfest memiliki semacam produk rahasia?” tanya yang lain.

Jamuan teh ini tiba-tiba terasa tidak seperti jamuanku dengan Solange dan lebih seperti pertemuan dengan geng Elvira. Semua profesor tampaknya setua ibuku, dan mereka menunjukkan ekspresi antisipasi yang sama yang sudah biasa aku lihat. Aku menjelaskan rinsham kepada mereka, seperti yang aku lakukan kepada Solange, dan menyebutkan bahwa itu akan segera dijual sebagai spesialisasi kadipaten kami.

"Begitu... Jadi itu belum dijual," kata Eglantine dengan desahan kecewa, sangat kecewa sehingga dia bahkan tidak menawarkan dengan sopan, "Aku menantikannya."

"Jual beberapa sekarang," tiba-tiba Anastasius menuntut, menatapku dengan tatapan tajam.

Um... Maaf?! Apa yang harus ku lakukan dalam situasi semacam ini?! Aku bahkan tidak tahu "beberapa" itu, dan aku tidak ingin melakukan sesuatu yang akan menyebabkan masalah bisnis berkepanjangan!

Pertama, Ferdinand secara menyeluruh memeriksa semua urusan keuanganku. Bahkan diam-diam memberikan rinsham secara gratis tidak bisa dilakukan dengan mudah, karena jamuan teh dianggap sebagai platform resmi. Sikap semacam itu tidak berbeda dengan membuat penawaran kepada keluarga kerajaan, artinya aku perlu menyiapkan produk berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup besar; Aku bergidik memikirkan bagaimana reaksi orang-orang jika tersebar kabar bahwa aku telah memberi mereka botol setengah jadi.

“Sa-saya tidak bisa memberikan jawaban berdasarkan wewenang saya sendiri,” aku tergagap. “Karena ini adalah kesepakatan bisnis, saya harus meminta anda setidaknya mendapatkan izin dari Aub Ehrenfest.”

“Pangeran Anastasius, tolong jangan menggertak tahun pertama. Anda tahu bahwa transaksi bisnis hanya dapat dilakukan di Konferensi Archduke,” tegur Eglantine. Aturan ini diterapkan untuk mencegah orang-orang menindas orang yang berstatus lebih rendah ke dalam kesepakatan bisnis yang buruk atau mencuri sesuatu dari mereka.

“Tapi kamu menginginkannya untuk upacara kelulusanmu, kan? Sudah terlambat saat Konferensi Archduke diadakan,” jawab Anastasius, membuat Eglantine sedikit meringis. Sepertinya dia telah memukul paku di kepalanya. Dia menginginkan rinsham demi dirinya.

“Jika tidak keberatan, Lady Eglantine, saya dengan senang hati akan membagikan sedikit dari apa yang saya gunakan saat ini,” kataku setelah berpikir. "Saya, erm... saya memang tidak punya banyak, jadi itu benar-benar hanya sedikit."

Wajah Eglantine benar-benar berseri-seri karena gembira, tetapi Anastasius mengernyitkan keningnya dengan tidak senang. "Kau. Bocah kecil,” katanya. "Kenapa kamu menawarinya padahal kamu menolakku beberapa saat yang lalu?"

“Meminjamkan sebotol rinsham setengah bekas kepada kandidat archduke cukup sederhana, tetapi untuk menjual atau bahkan menawarkannya kepada keluarga kerajaan, aku perlu menyiapkan sejumlah besar produk berkualitas sangat tinggi, Yang Mulia. Itu jauh lebih sulit bagi saya untuk melakukannya sendiri.”

"Kamu benar-benar punya nyali untuk anak yang sangat kecil," kata Anastasius. Pada titik ini, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan tentangku. “Itu harus dilakukan, kalau begitu. Rozemyne, buat lagu yang didedikasikan untuk Dewi Cahaya sebelum kelulusan Eglantine. Aku akan membelinya darimu.”

Apa apaan...? Dari mana ini berasal? Seseorang tolong kondisikan orang ini.

Aku bahkan tidak bisa mulai memahami hubungan antara percakapan rinsham kami dan permintaan sebuah lagu baru yang mendadak itu. Para profesor melihat kebingunganku dan dengan gugup melihat antara Anastasius dan aku.

“Pangeran Anastasius,” salah satu berkata, “Saya yakin akan sulit untuk membuat lagu yang sepenuhnya baru sebelum upacara kelulusan.”

“Santa Ehrenfest yang sedang kita bicarakan di sini—membuat lagu untuk para dewa adalah keahliannya. Pasti dia bisa,” jawab Anastasius, sorot mata abu-abunya yang tegas seolah menyuruhku untuk menurut.

Lagu untuk Dewi Cahaya, hm...?

Aku melirik ke arah Eglantine, yang menatapku cemas. Dia segera muncul di benakku setiap kali aku mencoba membayangkan Dewi Cahaya, jadi lagu yang berfokus pada kecantikannya mungkin bisa digandakan sebagai lagu yang didedikasikan untuk sang dewi.

"Profesor, bolehkah saya meminjam meja di sana?" Aku bertanya.

“Silahkan, tapi....”

“Philine, siapkan tinta dan kertas. Rosina, bersiaplah untuk menulis.”

Pengikutku telah melihatku membuat lagu sebelumnya, jadi mereka segera tahu apa yang akan aku lakukan. Rosina memindahkan kursinya, dan dengan bantuan Philine, adegan itu dibereskan dalam waktu singkat.

“Kamu tidak perlu mengaransemen seluruh lagu di sini, tapi tolong rekam melodi utamanya,” kataku.

"Sesuai kehendak anda."

“Tralalala...”

Aku mulai menyenandungkan melodi dengan keras, yang diulangi Rosina dengan harspiel dan dicatat. Melodinya tidak terlalu panjang—hanya beberapa bait saja—jadi prosesnya relatif cepat selesai. Begitulah kekuatan dari tidak mengaransemen seluruh lagu saat itu juga.

"Apakah itu bisa untuk melodi?" Aku bertanya. “Dari sini, kita akan menatanya agar terdengar lebih elegan dengan harspiel dan menulis lirik yang sesuai untuk Dewi Cahaya. Namun, tahapan ini akan memakan waktu lebih lama.”

“Rozemyne, kamu...” Anastasius terdiam, tertegun. Eglantine, sementara itu, terkesiap kagum. Tidak salah lagi ada kilau di matanya.














"Sungguh lagu yang indah..." katanya. “Aku bisa merasakan kehadiran para dewa meleleh ke dalam hatiku.”

“Aku menyusunnya dengan pikiran tentang anda, Lady Eglantine. Anda telah menjadi Dewi Cahayaku sejak pertama kali melihat anda berputar,” jawabku. Aku memang malu mengatakannya dengan keras, tetapi aku ingin memujinya sebaik mungkin.

Eglantine memerah karena malu. “Saya senang anda perempuan, Lady Rozemyne. Seandainya seorang pria mengimprovisasi lagu seindah ini untuk saya, hati saya mungkin telah dicuri,” katanya sambil terkikik.

Tiba-tiba, Anastasius berdiri. “Rozemyne, berikan lagu itu pada Eglantine. Aku tidak peduli untuk itu. Sungguh menyedihkan,” ketusnya. Dan dengan itu, dia berjalan keluar dari ruangan.

Darah mengalir dari wajahku. Dia menyuruhku membuat lagu untuknya dan kemudian menyebutnya menyedihkan.

Oh tidak! Bicara tentang kesalahan sosial seumur hidup! Aku mengacau!

“Apa yang harus aku lakukan? Sepertinya aku telah membuat marah Pangeran Anastasius...” Aku bergumam dengan linglung, mataku tertuju pada pintu yang baru saja dilewati Anastasius.

Eglantine tersenyum berkonflik. “Saya tidak akan mengatakan itu marah, tepatnya. Jangan takut, Lady Rozemyne; Saya yang akan menenangkannya. Profesor, maafkan saya, tetapi saya juga harus pamit lebih awal.”

“Tentu saja, Lady Eglantine. Kami akan menyerahkan sisanya kepada anda. ”

Eglantine dan para pengikutnya dengan cepat keluar ruangan, mengejar Anastasius. Para profesor menggelengkan kepala dengan tenang dan menyesap teh mereka, jelas tidak terlalu terganggu, tetapi aku lebih pucat dari sebelumnya.

“Profesor, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah mengacaukan jamuan teh kalian,” kataku.

“Oh, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Pangeran hanya bersikap seperti itu karena dia iri dengan interaksimu dengan Eglantine,” kata Pauline.

"Benar. Tidak ada lebih dari itu. Kami lebih peduli dengan mendengar lebih banyak permainan harspiel musisimu.”

"Tapi..." Mataku beralih dari profesor kembali ke pintu, tapi Pauline hanya mengangkat bahu.

“Lady Eglantine akan menyelesaikan masalah begitu dia menyusulnya. Pangeran selalu melakukan semua yang dia bisa untuk mendapatkan perhatiannya, jadi dia bahkan mungkin berterima kasih atas apa yang telah Kau lakukan di sini hari ini; lagi pula, Kau telah memberinya kesempatan untuk berbicara berduaan dengannya.”

“Kau mungkin terlalu muda untuk memahaminya,” profesor lain memulai, “tetapi ini semua adalah semacam strategi di pihaknya.”

Para profesor melanjutkan untuk menjelaskan situasi, memberi tahuku informasi ini di bawah asumsi tak terucap bahwa aku sebagian besar akan menyimpannya untuk diriku sendiri. Eglantine rupanya putri bungsu pangeran ketiga, yang meninggal dalam perang sipil, dan ia menjadi kandidat archduke kadipaten besar Klassenberg setelah diadopsi oleh kakeknya Aub Klassenberg. Adopsi ini telah terjadi sebelum pembaptisan, jadi kebanyakan orang sama sekali tidak menyadari dia adalah seorang putri asli.

Raja saat ini memenangkan perang saudara sebagian besar karena Klassenberg bersekutu dengannya. Siapa pun yang bisa memenangkan hati gadis yang merupakan putri angkat Aub Klassenberg dan mantan putri pasti akan mengambil langkah besar untuk mengamankan takhta di masa depan. Karena itu, baik Anastasius maupun kakak laki-lakinya, pangeran pertama, mati-matian melakukan apa pun yang mereka bisa untuk mendapatkan perhatian Eglantine.

“Namun, bagiku tampaknya keputusasaan Pangeran Anastasius tidak sepenuhnya datang dari keinginan menjadi raja...” Pauline merenung. “Melihatnya mengingatkanku pada hari-hari Aub Ehrenfest di Akademi Kerajaan.”

“Lord Sylvester jelas seorang pekerja keras. Aku senang usahanya akhirnya membuahkan hasil,” salah satu profesor lain menambahkan sambil tertawa.

Ini pertama kalinya aku mendengar seseorang menyebut Sylvester pekerja keras. Mataku melebar, yang membuatku tersenyum geli dari para profesor saat mereka mulai mengenang masa lalu.

“Dia benar-benar melakukan semua yang dia bisa untuk mengawal istri pertamanya saat ini selama upacara kelulusan. Itu pemandangan yang bagus untuk dilihat.”

“Ya, melihatnya sudah cukup untuk menghangatkan hati. Masalahnya adalah mereka terpisah dua tahun di Akademi Kerajaan. Itu kesenjangan yang cukup signifikan, Kau tahu.”

Apa-apa—?! Detailnya, tolong!

Aku dengan bersemangat mencondongkan tubuh ke depan, begitu juga para pengikutku. Kami semua sangat ingin tahu lebih jauh. Para profesor bertukar pandang; kemudian mereka menyeringai nakal.

“Mengatakan terlalu jauh mungkin membuat hidup aub agak sulit untuk maju, jadi kami tidak akan membahas detailnya. Jika kita ingin membahas masalah Ehrenfest, mungkin akan lebih bijaksana untuk membicarakan Lord Ferdinand.”

"Benar. Oh, betapa kami semua putus asa ketika dia mencapai pubertas dan suaranya berubah. Dia adalah penyanyi yang sangat menawan," kata yang lain.

Setelah sedikit membicarakan masa lalu Sylvester, percakapan beralih ke lebih banyak legenda tentang Ferdinand, yang tetap menjadi topik diskusi kami sampai jamuan teh akhirnya berakhir.

Post a Comment