Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 19; 6. Ini dan Itu di Istana

Setelah aku menyelesaikan Ritual Persembahan, yang telah Kampfer dan Frietack persiapkan, keseharianku yang dihabiskan dengan membaca di gereja berakhir. Aku akan kembali ke kastil bersama Ferdinand di tengah amukan badai salju yang bertambah semakin parah. Tidak akan terlalu lama sebelum kami identifikasi Lord of Winter tahun ini.



Bisakah aku kembali ke Akademi Kerajaan segera setelah kita kembali ke kastil?” aku memohon. “Aku ingin menggelar pesta teh dengan Lady Hannelore—untuk membicarakan buku dengannya.”

Ferdinand merespon dengan ekspresi ketidaksenangan luar biasa. "Aku mengerti perasaanmu," jawabnya, "tapi kurasa semangatmu akan terbukti terlalu berlebihan untukmu tidak peduli berapa banyak feystones yang kami berikan."

“Tapi kita baru saja mengosongkan banyak feystone untuk Ritual Persembahan. Bagiku seperti timingnya sangat sempurna.”

“Astaga... Itu jelas bukan pilihan. Pertimbangkan kesulitan yang akan Kamu bebankan pada orang lain. Dan bagaimanapun juga, masih banyak yang perlu didiskusikan sebelum kamu bisa kembali ke Akademi Kerajaan.”

Dan begitulah, tetapi aku tidak dapat membayangkan apa lagi yang harus dibicarakan, mengingat berapa banyak pertemuan makan siang yang telah kami lakukan bersama di gereja.

Aku membicarakan ternisbefallen, dia bergumam pada dirinya sendiri perihal penelitiannya tentang bahan-bahan yang Hartmut kirim... Maksudku, apa lagi yang ada di sana?

"Erm, apa yang akan kita bahas?" Aku bertanya.

Ferdinand menatapku dengan tatapan tajam. Rupanya, kami masih perlu mengevaluasi kekuatan pistol airku, melihat informasi tentang Roderick yang telah Justus kumpulkan, dan mendiskusikan apa yang Sylvester temukan tentang panggung upacara Doa Musim Semi—semua hal yang perlu dilakukan di kastil.

Jadi, aku mengikuti Ferdinand ke kastil di tengah badai salju yang mengamuk. Norbert dan Rihyarda membukakan pintu untuk kami ketika kami tiba. Cornelius dan Leonore juga ada di sana, setelah kembali setelah menyelesaikan kelas. Aneh—sekarang aku melihat mereka bersama setelah mengetahui situasi mereka, sulit untuk tidak memandang mereka sebagai pasangan. Keduanya tidak diragukan lagi pergi ke rumah Leonore dan meresmikan permasalahan.

“Selamat datang kembali, Lady Rozemyne.”

"Aku pulang," kataku. “Cornelius—kulihat partner misteriusmu adalah Leonore. Apa hanya aku yang tidak tahu?”

"Bukan hanya kamu, aku yakin," jawab Cornelius, tapi ekspresinya mengatakan sebaliknya. Leonore hanya tersenyum, mundur selangkah.

“Jadi, apakah kamu sudah selesai menyapa orang tuanya?” Aku bertanya. "Apakah mereka protes?"

"Semuanya sudah ditangani," katanya tenang. Getaran "ya, aku pria sejati" entah mengapa agak menggangguku. Pada awalnya, aku pikir itu mungkin karena aku adalah satu-satunya yang tertinggal, tetapi kemudian aku melihat senyum Damuel berkedut. Itu saja menenangkan frustrasi yang menyerbu dalam diriku.

Damuel pasti kesal karena dia berjuang keras untuk menemukan pasangan sementara Cornelius, yang lebih muda darinya, tidak kesulitan dalam menemukan seseorang yang hampir seusianya dengan jumlah mana dan status yang sama. Aku mengerti perasaanmu, Damuel. Aku mengerti perasaanmu.

"Baiklah, kalau begitu—pergantian pengawal," kata Norbert, mendorong para pengawal untuk bertukar tempat. Angelica dan Damuel akan memiliki beberapa hari libur setelah menjagaku tanpa henti di gereja, dan mereka akan memanfaatkan waktu ini sebagian untuk bersiap menghadapi Lord of Winter. Cornelius dan Leonore akan diberi kepercayaan untuk menjagaku di kastil.

Setelah melihat Angelica dan Damuel pergi ke asrama ksatria, aku berbalik menghadap Cornelius dan Leonore. Begitu mata kami bertemu, aku melihat Cornelius sedikit tegang.

Kesinilah, sekarang. Kamu tidak perlu takut. Aku tidak akan menggertak atau menggodamu.

"Bisakah aku mendengar tentang Akademi Kerajaan?" Aku bertanya. “Aku memeriksa pertanyaan-pertanyaan yang dikirimkan kepadaku ketika aku berada di gereja, tetapi aku hanya tahu sedikit tentang apa yang telah terjadi di sana.”

"Tentu saja."

Dalam perjalanan kembali ke kamar, aku menyimak Cornelius dan Leonore melaporkan tentang Akademi Kerajaan. Tidak seperti tahun lalu, Ehrenfest rupanya telah menyelenggarakan beberapa pesta teh sendiri melalui Charlotte, dan salinan bersama Kisah Asmara Akademi Kerajaan bertambah semakin populer di kalangan siswa perempuan dari kadipaten peringkat atas.

“Aku ingin segera kembali ke Akademi Kerajaan untuk berbicara dengan mereka,” kataku.

"Kumohon jangan," jawab Cornelius, menghentikanku dengan kekhawatiran yang sama seperti yang kulihat dari Ferdinand. “Kamu hanya akan pingsan lagi. Pertimbangkan seberapa jauh kau akan membuat pengikutmu menderita.”

Barang-barangku dari gereja dibawa ke kamar, dan aku menghabiskan waktu membacaku sambil menonton Rihyarda dan Ottilie membongkar semuanya.

______________

 

Malam itu, aku makan malam bersama Ferdinand dan suami-istri archduke. Topik utama diskusi adalah pembaptisan Melchior. Itu akan dilakukan bersamaan dengan pesta musim semi, karena ia lahir di musim semi, dan idealnya perlu dilakukan sebelum semua bangsawan kembali ke provinsi mereka.

“Jadi,” kataku, “baptisan ini akan serupa dengan pembaptisan musim dingin, hanya saja tidak akan ada pertunjukan di mana dia memainkan harspiel.” "Ya," jawab Sylvester.

Aku jadi teringat—apakah kamu menemukan sesuatu tentang panggungnya?”

Sylvester menelusuri arsip archduke eksklusif untuk mencari dokumen yang berhubungan dengan panggung Doa Musim Semi, karena giebe lain sekarang ingin memperbaikinya. Dia menjelaskan bahwa dia telah menemukan dokumen di lingkaran sihir itu sendiri, tetapi tidak menemukan sesuatu tentang panggung.

"Ada banyak sekali dokumen," katanya. “Terlalu banyak untuk aku lihat sendiri. Semuanya akan jauh lebih mudah jika kita mengetahui nama resmi panggung itu—atau periode saat pertama kali dibuat, setidaknya. Masalahnya, semua informasi itu telah hilang.”

Sylvester kelelahan karena pencarian selama beberapa hari berturut-turut. Ada banyak sekali dokumen tentang ritual dan lingkaran sihir sehingga dia tidak dapat menemukan dokumen yang benar-benar penting. Ini kesempatanku. Aku mengangkat tangan tinggi-tinggi ke udara.

"Aku akan membantumu, ayahanda!"

"Tidak. Hanya aub yang bisa masuk ke arsip itu,” katanya, menembakku dalam sekejap dengan gelengan kepala. Hidup yang kejam.

"Kenapa?" Aku bertanya. "Apakah kamu mengatakan aku tetap tidak bisa masuk, meskipun aku hanya ingin membantu?"

"Ya."

"Jadi, bahkan kamu tidak bisa meminta Florencia membantu?"

"Tidak."

Arsip yang hanya bisa dimasuki aub, yang tidak bisa dimasuki istri atau anak angkatnya... Hanya aub yang bisa masuk... Hanya aub... “Rozemyne, kuharap kamu tidak berpikir untuk menjadi aub berikutnya hanya agar Kamu bisa masuk ke arsip,” kata Ferdinand tajam. Aku langsung mundur; dia seperti membaca pikiranku.

“Apa maksudmu, Ferdinand? Aku gk akan pernah... Ohohohohoho...” Aku mencoba meredakan ketegangan dengan tertawa, tapi matanya tetap setajam biasanya.

Dengar, kau tidak perlu menatapku seperti itu. Aku sudah tahu aku tidak bisa menjadi aub. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang akan memaksamu untuk membunuhku.

Ferdinand terus memelototiku selama sisa makan malam. Setelah kami semua makan, Melchior datang untuk mengucapkan selamat malam. Aku melakukan hal yang sama dan kemudian beranjak pergi, tetapi sebelum aku bisa melarikan diri, Ferdinand memanggilku.

"Rozemyne, datanglah ke medan latihan Knight Order pada bel ketiga besok," katanya. "Aku ingin mengamati kekuatan senjata barumu."

_____________

Seperti instruksi, aku pergi ke medan latihan para ksatria di bel ketiga. Aku mulai dengan beberapa latihan, dan Ferdinand tiba saat aku sedang membangun staminaku. Dia bersama Karstedt, Bonifatius yang bersemangat, dan Sylvester, yang selalu ingin tahu tentang hal-hal baru. Mereka semua membawa pengikut, jadi kelompoknya cukup besar.

“Sekarang, Rozemyne—perlihatkan pada kami senjata barumu,” kata Bonifatius.

"Seperti kehendak anda, Kakek." Aku mengeluarkan schtappe dan meneriakkan "pistol air " untuk mengubahnya.

Gk pernah dengar rapalan itu sebelumnya. Gk pernah lihat senjata semacam ini juga...” kata Sylvester. Dia menatap Ferdinand untuk meminta pendapatnya.

Ferdinand mengangguk dengan menyilangkan tangan, matanya terpaku pada pistol airku. "Rapalan itu juga tidak familiar bagiku," katanya. “Seperti senjatanya. Bagaimana kamu menggunakannya?"

“Pemahamanku adalah mana di dalamnya,” kataku, menggoyangkan pistol air tembus pandang itu untuk memperlihatkan cairan yang ada didalamnya. Hal ini tentu membuat Ferdinand penasaran, seraya mendekatkan wajahnya dengan alis berkerut. “Itu bukan sesuatu yang bisa berfungsi sebagai senjata kecuali kamu benar-benar fokus menggunakannya sebagai senjata.”

"Apa maksudmu?" tanya Ferdinand.

“Itu mainan, awalnya. Itu bisa menyemburkan air, tapi itu tidak akan merusak apapun.” Aku secara demonstratif menembakkan pistol air, yang menyebabkan aliran kecil air memercik ke tanah dan menghilang. Ferdinand mengangguk sebagai jawaban.

Mata Sylvester berbinar pada demonstrasiku. "Baik. Sekarang gunakan itu sebagai senjata, Rozemyne,” katanya sambil menunjuk boneka target. “Aku ingin melihat sisi itu. Kamu bilang itu berfungsi seperti panah Ferdinand, kan?”

Aku mengangguk dan kemudian membidik boneka itu dari jarak yang cukup dekat. Dengan mata terpejam, aku membayangkan anak panah Ferdinand... dan menarik pelatuknya.

“Oh!”

Tembakan cairan dari pistolku dibagi menjadi beberapa aliran, mengambil bentuk panah, dan kemudian dengan berisik menembus boneka itu.

"Luar biasa!" Karstedt dan Bonifatius meraung sependapat.

Mata hijau tua Sylvester melebar. "Itu sangat berbeda..." gumamnya pada dirinya sendiri.

Mereka bertiga tampak terkejut, tetapi hanya Ferdinand yang mendekat dengan ekspresi serius, meraih tanganku, dan memeriksa pistol air dengan cermat. Dia tampaknya telah menandainya sebagai subjek untuk diteliti.

“Hm. Begitu... Bagian ini bergerak untuk mengeluarkan mana, kalau begitu?” tanya Ferdinand, memutar pergelangan tangan dan lengan bawahku untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih baik dari bagian dalam pistol air. Dia tampak sangat tertarik sehingga dia mungkin bahkan tidak menyadari bahwa dia melakukannya.

Aduh, aduh, aduh, aduh!

"Ferdinand, bisakah kamu tidak memelintir lenganku seperti itu?" Aku bertanya. “Ini benar-benar menyakitkan.”

“Ah, maafkan aku. Tapi yang lebih penting—tampaknya jumlah cairan di dalam senjata ini menentukan berapa banyak mana yang bisa kamu tembakkan sekaligus. Jika Kamu membuat versi yang lebih besar, tidak bisakah Kau meningkatkan kekuatanya?” Dia tidak mendengarku! Dia sama sekali tidak mendengarkan!

Dia benar-benar mengabaikan lenganku yang kesakitan dan mulai bergumam tentang cara meningkatkan daya tembak senjata dan jumlah mana yang dibutuhkan untuk menembakkannya. Aku tahu dari pengalamanku mendiskusikan penelitian dengannya saat makan siang bahwa ketika dia menjadi seperti ini, dia sepenuhnya menutup diri dari sekelilingnya. Dia akan tetap berada di dunia kecilnya sendiri sampai dia mencapai kesimpulan yang dia anggap memuaskan.

Tentu saja, aku tidak mau menunggu selama itu, jadi—“Rucken!”—Aku dengan cepat melepaskan pistol airku.

Ferdinand mendongak dengan kaget, subjek penelitiannya tiba-tiba menghilang. "Aku belum selesai," katanya dengan tatapan tidak senang.

Aku balas menatapnya dengan intensitas yang sama. “Dengarkan apa yang orang katakan padamu. Sudah kubilang kau menyakiti lenganku. Meminta maaf tidak berarti Kau dapat terus memelintirnya.”

Kami terus saling tatap, tapi sesaat kemudian—perhatianku teralih dari Ferdinand saat Bonifatius tiba-tiba meraung, “Vvistol hair!” Dia telah berpikir untuk mencoba senjata baru untuk dirinya sendiri, tampaknya, tetapi schtappe-nya tidak berubah.

“Hm? Itu tidak berhasil...” kata Bonifatius, menatap schtappe-nya dengan bingung.

"Pengucapanmu tidak tepat," kataku. "Tiru aku: (pistol air)."

pistol pair?”

"Tidak. (Pistol air).”

Orang-orang di dunia ini sepertinya selalu kesulitan mengucapkan kata-kata Jepang. Saat Bonifatius dan aku mulai berlatih, Ferdinand menyilangkan tangan dan mengetukkan jari secara berirama, menggumamkan setiap suku kata yang menirukanku. Kemudian, dia mengeluarkan schtappe.

"Pistol air," kata Ferdinand, dan senjata transparan muncul di tangannya. Mainan murahan dan terlihat lucu itu sangat tidak cocok untuk wajahnya yang tanpa ekspresi sehingga aku ingin menyalahkan diriku sendiri karena telah membuatnya. Itu benar-benar nyata, seperti protagonis dari film detektif yang mempersenjatai diri dengan pistol semprot.

“Aku hanya perlu menembaknya seperti halnya panah, kan?” tanya Ferdinand. Dia tidak tergerak untuk mempertanyakan penampilan senjata itu dan hanya membidik boneka latihan dengan pistol airnya. Mana yang ditembakkan lebih besar dari manaku, berubah menjadi panah yang lebih banyak, dan melesat jauh lebih cepat.

“Hm. Ini alat yang cukup berguna.”

Dia mencabik-cabik boneka itu dengan satu serangan.

Ferdinand menatap pistol air di tangannya dan merenungkan sesuatu. Mungkin dia bermaksud menggunakannya sebagai senjata utama mulai sekarang. Karena kamu bisa menggunakannya dengan satu tangan, itu sempurna untuk dipakai saat mengendarai highbeast. Judithe telah menyerah untuk menggunakannya karena membutuhkan banyak mana, tetapi Ferdinand yang memiliki mana berlimpah sama sekali tidak akan kesulitan.

Namun, ada satu masalah yang tersisa—pistol itu tampak sangat timpang. Aku menggelengkan kepala berdasarkan insting saat membayangkan Ferdinand menjadikannya senjata utama.

"Ferdinand, jangan gunakan pistol air," kataku. "Itu sama sekali tidak cocok untukmu."

“Apapun maksudmu?”

Itu tidak keren. Aku ingin Kamu menggunakan sesuatu yang heroik, bukan mainan anak kecil. Kamu terlihat jauh lebih mencolok dengan busur.”

Aku berharap aku memiliki kekuatan untuk membuat senjata keren! Maka, ini tidak akan terjadi ...

Terlepas dari siksaan emosionalku, Ferdinand memperhatikanku dengan tatapan bosan. “Kamu harus menghargai penggunaan dan kekuatan senjata terlepas dari penampilannya, Rozemyne.”

"Penampilan sangat penting!" Aku membalas. “Paling tidak, kamu perlu membuatnya lebih besar, atau membuatnya menjadi hitam sehingga kamu tidak bisa melihat ke dalam. Lakukan sesuatu! Aku tidak akan tahan jika tidak.”

"Aku mengerti. Rozemyne menyukai hal-hal heroik...” Bonifatius bergumam dan kemudian bertanya padaku apakah senjatanya memiliki segel persetujuanku.

Pada titik ini, Kakek, aku akan menyetujui apa pun yang bukan pistol air.

___________

Setelah demonstrasi pistol airku selesai, kami beralih ke kantor archduke untuk mendiskusikan pembuatan versi yang tidak terlihat terlalu menggelegar untuk Ferdinand pakai. Sylvester setuju bahwa sisi keren itu penting— rupanya, dia juga ingin menggunakannya.

Kami membersihkan ruangan, dan aku mengambil tempat duduk di seberang meja waliku. Aku hanya bisa menghela nafas, dan saat itulah Ferdinand berubah menjadi sangat serius. “Rozemyne, dari mana kamu mempelajari senjata air? Kamu terus-menerus merujuk bahwa itu adalah mainan anak kecil, tetapi aku belum pernah mendengar atau melihat sesuatu seperti itu. Aku hanya dapat menyimpulkan bahwa itu tidak dapat ditemukan di Ehrenfest.”

“Awalnya, aku membuatnya tanpa pikir panjang,” aku menjelaskan. “Aku hanya menggumamkan '(pistol air)' dalam (bahasa Jepang)—bahasaku dan bukan bahasa kalian—dan terjadi begitu saja. Tapi kata 'printer', '(mesin fotokopi),' dan '(gunting)' sama sekali tidak berpengaruh apa-apa.”

“Mesin fotokopi? Gunting?" ulang Ferdinand. Pengucapannya jelas, tetapi ekspresinya menunjukkan bahwa dia masih bingung. Mesin fotokopi sulit dijelaskan, tetapi gunting sudah ada di dunia ini.

“Erm, (mesin fotokopi) tidak ada di sini, tapi (gunting) adalah, um, gunting. Itu normal, bukan? Tapi entah mengapa mereka tidak bekerja sebagai mantra.”

"Schere," kata Ferdinand, membuat schtappe-nya berubah menjadi gunting. Ternyata, mantra untuk itu sudah ada; mungkin itu sebabnya berbicara dalam bahasa Jepang tidak menghasilkan apa-apa. “Untuk gunting, Kamu mengucapkan 'schere.' Jika mesin fotokopi tidak ada di sini, mungkin imajinasimu belum cukup? Jika Kamu tidak dapat membayangkan struktur internal dengan kejelasan sempurna, schtappe tidak akan dapat membuatnya. Ingat bagaimana aku dengan hati-hati menganalisis struktur internal pistol air sebelumnya.”

Singkatnya, tidak mudah bagiku untuk membuat ulang mesin fotokopi atau printer dengan schtappe.

Tidak! Aku tidak mungkin bisa membayangkan dengan sempurna setiap bagian dari mesin fotokopi. Ini menyebalkan. Itu akan sangat nyaman!

Waliku mengabaikan kekecewaanku tentang kegunaan terbatas schtappe dan memfokuskan pertempuran mereka dalam mengubah tampilan pistol air. Melihat itu, aku kembali menyadari bahwa Sylvester dan Wilfried benar-benar ayah anak.

Pada akhirnya, Ferdinand memilih pistol air yang agak lebih besar dan hitam murni, membuatnya mirip dengan pistol yang sebenarnya. Sayangnya, aku tidak bisa menepis gagasan tentang senjata air yang transparan dari pikiranku, jadi aku tidak dapat mengubah penampilanku sendiri.

Alih-alih aku, sekarang Ferdinand berakhir dengan keras kepala. Hmph!

____________

 

Kehidupan di kastil berlanjut secara normal sejak saat itu dan seterusnya. Aku terus menolak pertemuan yang berkaitan dengan Keajaiban Haldenzel sementara Elvira, Henrik, dan yang lain menghadiri sebanyak mungkin pertemuan tentang industri percetakan dan kertas, berusaha memaksimalkan jumlah workshop percetakan.

Sudah menjadi ritual pagiku untuk melihat-lihat ruang bermain, di mana aku mencari kandidat yang sesuai untuk menjadi pengikutku, dan kemudian pergi ke medan latihan para ksatria untuk berlatih. Kadang-kadang aku melakukan kontak mata dengan Nikolaus, tetapi dia tidak berbicara kepadaku sekali pun. Aku tahu Cornelius sedang mewaspadainya, jadi aku juga tidak ingin mendekatinya.

Kami juga mendiskusikan sumpah nama Roderick. Menurut informasi intelijen yang Justus kumpulkan, hubungan Roderick dengan orang tuanya benar-benar memburuk sejak insiden Menara Gading menodai namanya.

"Lady," kata Justus dengan suara pelan, "tolong izinkan Roderick berpisah dari orang tuanya, jika dia memintanya." "Tapi kenapa...?" tanyaku, mengerjap karena terkejut.

“Lord Ferdinand melarangku memberi tahukan detailnya, Lady, karena itu akan membuatmu meluapkan kemarahan hingga tak terkendali. Kamu selalu terlalu lunak pada orang yang Kamu anggap sebagai keluarga dan terlalu keras pada orang yang mengancam mereka. Jika Kamu masih nekat untuk mengetahuinya, Kamu dapat mencoba agar para cendekiawanmu sendiri mencaritau kebenarannya. Dan setelah Roderick bersumpah nama padamu, akan mudah untuk memaksanya memberi tahukan semuanya padamu.”

“Aku tidak ingin melakukan sesuatu semacam itu,” kataku, bibirku mengerucut.

Justus terkekeh dan menekankan bahwa dia sudah mengira aku akan mengatakan itu.

“Lady, orang yang siap bersumpah nama maka dia akan siap untuk memperiorotaskan lord atau lady-nya di atas dirinya sendiri atau orang tuanya,” Justus menjelaskan. “Akan tak tertahankan bagi keluarga kami untuk membawa penderitaan apa pun kepada mereka yang kami layani. Jika Kamu ingin memahami perasaan Roderick, aku sarankan untuk mengamatinya dari kejauhan.”

"Dimengerti. Terimakasih banyak karena sudah memberitahuku, Justus. Ini akan menambah pertimbanganku dengan baik.”

Setelah mendiskusikan masalah dengan Sylvester, diputuskan bahwa Roderick akan menerima kamar di asrama ksatria setelah bersumpah nama. Aku akan memberinya kamar pelayan di gedung utara —seperti halnya Philine—tetapi dia laki-laki dan karena itu dilarang memasukinya. Kastil tidak memiliki asrama untuk cendekiawan, dan karena mereka sudah tinggal di asrama ksatria bila perlu, aku memilih untuk melakukan hal yang sama pada Roderick.

___________

Lord of Winter muncul sehari sebelum aku dijadwalkan untuk kembali ke Akademi Kerajaan, jadi aku harus bersembunyi di gedung utara. Tentu saja, aku memberkahi Knight Order dengan berkah Angriff sang Dewa Perang sebelum bersembunyi. Aku adalah satu-satunya orang di gedung utara—tidak termasuk pengikut—jadi jam makan agak sepi.

Ottilie tampak khawatir saat melayaniku, jadi aku mengalihkan perhatiannya dan bertanya tentang Hartmut. "Pasangannya, kata anda?" dia menjawab dengan senyum bermasalah.

"Takutnya aku tidak memiliki petunjuk samar."

"Sungguh?" Aku bertanya. “Tapi upacara kelulusannya tahun ini. Dia mestinya mendampingi seseorang kan?”

“Dia memang menyebutkan bahwa dia berencana mendampingi seorang gadis dari kadipaten lain untuk membantu mengumpulkan intelijen. Namun... Ah. Dia menyebutkan banyak sekali nama gadis tahun ini sehingga aku tidak bisa mengatakan mana yang dia putuskan. Dia mengatakan dia akan membuat keputusannya saat menghadiri...”

"Hartmut pacaran banyak gadis sekaligus ?!"

Tolonglah, Hartmut! Setidaknya berikan salah satu dari mereka ke Damuel!

Ottlie buru-buru menggelengkan kepalanya. “Tidak, tidak, Lady Rozemyne. Hartmut belum cukup meningkat ke pacaran tahun lalu. Ketertarikannya pada hal-hal semacam itu—pada kenyataannya, dalam segala hal—umumnya tidak ada. Sekarang, dia tampaknya mengarahkan semua ketertarikann pada anda, Lady Rozemyne, jadi mungkin dia telah menyebarkan jerat asmara secara luas dan dangkal demi mengumpulkan informasi untuk anda?

Tunggu sebentar... Bukankah itu berarti semua gadis mengira mereka berkencan dengan Hartmut, padahal kenyataannya, dia tidak memiliki perasaan apa-apa untuk mereka? Dia akan beruntung bahkan mencapai kelulusannya!

Saya merasa terganggu karena dia mirip dengan ayahnya,” kata Ottilie, “tetapi saya tidak terlalu khawatir. Saya yakin dia akan menemukan seorang gadis yang membutuhkan dirinya sebanyak dia membutuhkannya. Dia akan memperkenalkanku kepada seseorang yang dia putuskan di Turnamen Antar Kadipaten, dan aku sangat menantikannya,” dia menambahkan dengan tawa halus.

Aku tidak bisa memaksa diriku untuk memegang bahu ibu yang tersenyum ini dan mulai berteriak bahwa kami harus turun tangan sebelum dinding Akademi Kerajaan berwarna merah dengan darah putranya. Akan lebih mudah bagiku untuk bergegas ke sana sendiri dan menangani berbagai hal. Aku perlu memastikan bahwa Hartmut selamat dari ganjaran yang pasti akan dia terima.

___________

Aku fokus membaca sambil berdoa agar Hartmut belum menemui ajal terlalu dini, dan hal berikutnya yang aku tahu, Lord of Winter telah dibunuh. Akhirnya, langit cerah kembali ke Ehrenfest. Aku telah menikmati hari-hariku dengan tenggelam dalam buku-buku dan sudah merasa enggan untuk kembali ke Akademi Kerajaan.

Aku mengenakan jubah dan bros kuning tua, lalu berjalan ke ruang teleportasi saat Rihyarda mempercepatku. Lessy bergerak lesu untuk mencerminkan suasana hatiku.

“Cepat, Rozemyne. Cornelius dan Leonore sudah kembali,” kata Ferdinand, berdiri dengan gagah di depan pintu ruang teleportasi.

"Apakah aku sungguh tidak bisa tinggal di kastil sampai Turnamen Antar Kadipaten?" Aku bertanya. “Aku lebih memilih untuk terus membaca sedikit lebih lama.”

"Bodoh. Apakah Kamu mendengar apa yang Kamu katakan? Kamu memiliki banyak hal yang harus dilakukan; penyelidikan yang salah dan pesta teh dengan Drewanchel tidak akan selesai dengan sendirinya.”

"Aku tidak perlu terburu-buru—pesta teh Drewanchel tidak akan terjadi sampai Perusahaan Gilberta memberikan jepit rambut, kan?"

Aku kembali ke Akademi Kerajaan lebih awal dari biasanya tahun ini, jadi Perusahaan Gilberta akan mengirimkan jepit rambut ke kastil, yang kemudian akan dikirimkan kepadaku melalui teleporter. Dengan demikian, pesta teh dengan Drewanchel direncanakan akan diadakan ketika tiba.

“Bukankah kamu yang terobsesi mengunjungi perpustakaan Akademi Kerajaan?” tanya Ferdinand.

“Ya, tetapi pada titik ini di tahun ini, aku tidak akan pernah berhasil mengamankan carrel. Selain itu, bukankah kamu yang bilang kembalinya aku ke Akademi akan merepotkan semua siswa yang belum menyelesaikan kelas mereka?”

Aku tidak bisa pergi ke perpustakaan, dan kecenderunganku untuk pingsan berarti aku dilarang menghadiri pesta teh bersama Hannelore. Dengan kata lain, sama sekali tidak ada yang bisa aku harapkan di Akademi Kerajaan. Waktuku jauh lebih baik dihabiskan di kastil, membaca buku.

Aku tidak ingin berurusan dengan penyelidikan ternisbefallen atau pesta teh dengan Drewanchel yang benar-benar akan melibatkan kerajaan. Aku akan dimarahi karena kedua hal itu.

Saat aku menurunkan bahu, Ferdinand mengangkatku dan menjatuhkanku ke lingkaran teleportasi. Dia kemudian melihat ke arah bawahku, alisnya menyatu dalam kerutan. "Pangeran tidak akan lagi berkeliaran di Akademi," katanya. “Kamu bersenang-senang lebih dari sekadar banyak membaca untuk tahun ini. Sekarang, gunakan waktumu untuk mencari pengalaman bersosialisasi yang sangat kamu dibutuhkan. Kekuranganmu berdampak pada pembelajaranmu. Terimalah takdirmu.”

“Baik...” jawabku dengan anggukan tidak antusias, tidak punya pilihan selain menyerah. "Selamat tinggal."

Post a Comment