Setelah aliran cahaya hitam dan emas menghilang dan dunia berhenti berputar di sekitarku, aku kembali ke Akademi Kerajaan. Dengan enggan aku keluar dari lingkaran sihir atas perintah para ksatriaku.
“Selamat datang kembali, Lady Rozemyne,” kata
para pengikutku, menyapaku serempak.
Aku tersenyum pada mereka semua. Tentu saja,
pada titik ini, aku tidak bisa membiarkan wajahku memperlihatkan bahwa aku sama
sekali tidak ingin kembali. "Aku kembali," kataku. "Tolong laporkan apa yang terjadi saat kepergianku."
Rihyarda dan Lieseleta mulai meletakkan barang
bawaanku dari kastil sementara aku menaiki Lessy dan berjalan ke ruang umum bersama para pengikutku yang lain. Aku meminta
mereka memulai laporan sembari
berjalan, dengan buku yang akan aku tambahkan ke rak buku
asrama beristirahat dengan aman di pangkuanku.
“Aku menghadiri pesta teh Lady Charlotte bersama Lieseleta dan
mengajari pelayan Lord Wilfried banyak hal tentang kudapan dan topik diskusi yang direkomendasikan,”
kata Brunhilde. “Kadipaten lain sangat tertarik pada Tren Ehrenfest.”
Sepertinya sama seperti tahun lalu, siswa dari
kadipaten lain menunjukkan minat pada kudapan dan jepit rambut Ehrenfest.
Selain itu, buku Ehrenfest yang Hannelore rekomendasikan sekarang menjadi buah bibir, dan pesta teh
dipenuhi dengan kisah-kisah asmara.
Aah,
kedengarannya sangat bagus... Aku berharap aku ada disana.
Aku tidak bisa membayangkan pesta teh yang
lebih menarik dari pesta yang dipenuhi gadis-gadis yang mengoceh tentang
buku-buku Ehrenfest dan bertukar cerita tentang ksatria dan asmara. Sayangnya, itu
juga membuat kehadiranku beberapa kali lebih berbahaya. Risikonya terlalu
besar, dan fakta itu membuatku menghela napas kecewa.
Philine mengintip ke arahku dan tersenyum,
binar berbeda di matanya yang hijau rumput. “Lady Rozemyne, aku menghadiri
pesta teh Lady Charlotte untuk mengumpulkan kisah asmara dan sukses besar,” katanya. “Selain
itu, banyak cendekiawan magang dari kadipaten lain menceritakan kisah-kisah
yang telah mereka transkrip sendiri. Kamu mungkin ingin memeriksanya sehingga kami dapat
mendistribusikan pembayaran.”
“Bagus, Philine.”
Gagasan untuk membaca cerita yang dikumpulkan
dari kadipaten lain menyebabkan suasana hatiku berubah drastis dari melankolis menjadi luar biasa gembira. Setelah berpikir
sejenak, aku menepuk tanganku.
Aku
tidak bisa bersembunyi di kastil, jadi aku hanya perlu bersembunyi di asrama
ini!
Karena aku dilarang pergi ke perpustakaan dan
menghadiri pesta teh yang mungkin
terdapat pembahasan buku, ini adalah kesempatan sempurna
bagiku untuk membaca sendirian di kamar. Ada banyak cerita baru dan tidak ada
Ferdinand yang terus-menerus mencecarku dengan kritik. Sekarang setelah
dipikir-pikir, asrama mungkin lebih baik dari kastil.
Tidak
tidak. Aku tidak bisa berpikir seperti itu. Ini adalah tugasku! Aku perlu
membaca cerita yang diberikan kepada kami oleh cendekiawan kadipaten lain dan
mencari tahu berapa banyak yang harus dibayar untuk itu. Kemudian, aku perlu
menulis ulang cerita-cerita itu menjadi
manuskrip yang layak untuk diterbitkan. Ah, aku sangat sibuk! Ohoho!
Kegembiraanku yang meningkat membuat Lessy mempercepat
perjalanan kami kembali ke ruang umum, dan tak lama kemudian, kami pun tiba. Aku turun dari Pandabus dan masuk ke
dalam, menemukan siswa yang telah menyelesaikan kelas mereka melewati waktu
yang mereka inginkan. Wilfried dan Charlotte sedang menunggu di antara mereka.
“Kamu benar-benar kembali awal tahun ini,
Rozemyne.”
“Selamat datang kembali, kakak.”
“Aku kembali,” kataku, sekarang sangat terinspirasi sehingga aku pun tersenyum tulus bukan senyum palsu.
"Tolong, beri tahu aku apa yang terjadi selama kepergianku."
Charlotte menjelaskan bahwa dia menghadiri
beberapa pesta teh untuk mengisi kekosongan yang disebabkan oleh kembalinya aku
ke Ehrenfest. Dia telah menyelesaikan kelasnya dengan kecepatan wajar dan
memperkenalkan simbol keibuan kepada gadis-gadis lain, seperti yang aku
sarankan.
“Berkat perkenalan dari orang-orang seperti
Lady Hannelore dan Lady Adolphine, aku dapat menjalin banyak koneksi dengan
bangsawan lain selama pesta teh,” lanjut Charlotte. “Lady Adolphine tampaknya
sangat tertarik dengan ide berbagi buku ketika aku menyebutkannya, tetapi
karena aku tidak memiliki apa-apa untuk diberikan kepadanya, aku berjanji bahwa
kita akan menyiapkan sesuatu di kemudian hari.”
Kami masih dilarang memberi tahu orang luar
tentang teknologi pencetakan, jadi saat ini, Charlotte meminjamkan buku yang
sama kepada setiap orang.
“Kalau begitu,” kataku, “Aku baru saja
menerima buku baru dari Haldenzel. Kamu dapat meminjamkannya kepada
Drewanchel.”
"Buku baru? Kakak, kita harus membacanya dulu,” Charlotte
memperingatkan. “Kita tidak pantas meminjamkannya jika
kita saja tidak tau isinya.”
“Poin bagus...” Aku menjawab dengan anggukan
dan mengeluarkan tiga buku. Dua diantaranya
adalah buku yang baru dicetak yang aku terima melalui sistem legal deposit, sedangkan buku ketiga diberikan padaku melalui kemurahan hati Giebe
Haldenzel. “Akan ku tinggalkan dua buku di ruang umum sehingga siswa Ehrenfest dapat membacanya. Buku ketiga adalah bukuku,
jadi aku akan memutuskan kepada siapa itu akan dipinjamkan.”
“Aku sangat berterima kasih padamu, Kakak. Kalau begitu bisakah aku meminjamkannya
kepada Lady Adolphine di pesta teh dua hari lagi?” Tampaknya Adolphine sangat bersinar bagi
Charlotte—sehingga dia segera mengundangnya ke pesta teh lagi.
Aku
senang semuanya berjalan baik untuknya, tetapi sekarang aku kehilangan
kesempatan untuk menjadi kakak yang luar biasa ...
Aku telah berpikir untuk berusaha
bersosialisasi demi Charlotte, meskipun hampir tidak memiliki bakat untuk itu,
tetapi tampaknya sejak awal dia tidak membutuhkan bantuanku. Aku tersenyum dan
mengangguk, merasa sedikit sedih tentang seberapa cepat adikku tumbuh dewasa.
"Tapi tentu saja," jawabku.
“Ingatlah untuk meminjam buku dari Drewanchel pada saat yang sama.”
“Buku dari Drewanchel...?” Charlotte
mengulangi, mengedipkan bulu matanya.
"Benar. Buku sangat mahal, jadi sama seperti kita
meminjam buku dari Dunkelfelger sembari meminjamkan buku kita sendiri, kita juga harus meminjamnya dari
Drewanchel. Jika tidak, bukankah sepertinya kita memiliki ketidakpercayaan pada
Dunkelfelger saja?” tanyaku, dengan cekatan menyusun alasan bagus untuk
mendapatkan buku dari kadipaten lain.
Charlotte memucat. "Maafkan aku,"
katanya. "Aku tidak meminjam buku apa pun dari Gilessenmeyer."
Gillessenmeyer Keempat adalah kadipaten tengah
dan tempat lahir istri pertama raja—ibu Sigiswald dan Anastasius. Itu merupakan salah satu kadipaten
yang naik status karena perang saudara, dan memiliki kandidat archduke seusia dengan
Charlotte.
"Apakah Hartmut atau Philine tidak
menyarankanmu untuk meminjam buku secara bergantian saat meminjamkan?" Aku
bertanya, melihat ke pengikutku. Aku telah memberi tahu mereka bahwa mereka
perlu membimbing pesta teh Charlotte.
Charlotte menggelengkan kepala dengan
tergesa-gesa sebelum pengikutku bisa mengatakan apa pun. “Pengikutmu
memberitahuku tentang pertukaranmu dengan Dunkelfelger, Kakak, tetapi aku telah
menafsirkan itu sebagai sesuatu yang istimewa antara kamu dan Lady Hannelore,
yang juga menyukai buku. Seperti yang Kamu katakan, buku sangat mahal dan
tidak dapat dibawa keluar dari kadipaten dengan sembrono. Karena alasan itu, aku
tidak pernah berpikir untuk bertukar buku dengan semua kadipaten.”
Aku meletakkan tangan di pipiku. Sebagian dari
diriku ingin menyarankan agar Charlotte membiarkan apa adanya jika mendorong
Gilessenmeyer untuk sebuah buku akan terbukti terlalu merepotkan, tetapi pada
saat yang sama, aku tidak ingin semua orang berpikir mereka dapat mengambil
buku kami kapan pun mereka mau tanpa balas menawarkan sesuatu. Hasil semacam itu akan
meremehkan buku-buku Ehrenfest dan berdampak negatif terhadap rencanaku untuk
mengumpulkan buku sebanyak mungkin.
“Gilessenmeyer meminjamkan kita buku-buku
berharga mereka tentu bukan masalah sepele, tapi itu juga bukan untuk
Dunkelfelger,” kataku. “Tolong
saat pesta teh jelaskan bahwa buku-buku kita hanya dapat diberikan sebagai bagian dari pertukaran. Selanjutnya,
hubungi Gilessenmeyer dan pastikan mereka meminjamkan kita sebuah buku sebagai pertukaran. Aku tidak
keberatan jika mereka membutuhkan waktu untuk mempersiapkannya, tetapi kita
tidak dapat menjadikan mereka satu-satunya kadipaten yang meminjam buku secara
gratis. Maafkan aku, Charlotte—seharusnya aku memperjelas masalah ini.”
“Oh, tidak, Kakak. Ini semua salahku karena
tidak memeriksanya dengan benar. Aku akan segera menghubungi Gilessenmeyer,” jawab Charlotte
dan kemudian berdiri untuk membahas masalah ini dengan para pengikutnya.
Aku menoleh ke Wilfried. “Jadi, bagaimana kamu
menghabiskan waktumu? Apa kau sudah menyelesaikan pelajaranmu?”
"Ya. Semuanya sudah. Aku juga banyak
bersosialisasi—walaupun kebanyakan bersama Ortwin.”
Tampaknya dia berbicara dengan kandidat archduke
Klassenberg secara teratur juga. Produk Ehrenfest telah tiba di sana pada akhir
musim gugur. Para wanita bersukacita atas rinsham, sementara lagu yang Anastasius persembahkan kepada
Eglantine telah menyebar ke publik seperti api. “Oh, aku jadi ingat—dia
menyebutkan Pangeran Anastasius dan Lady Eglantine akan menghadiri Turnamen
Antar Kadipaten tahun ini,” lanjut Wilfried. “Mereka ingin tahu apakah Kamu
akan hadir,
jadi aku katakan itu akan tergantung pada kesehatanmu. Apakah Kamu berniat
untuk pergi?”
“Sylvester tidak bilang aku tidak boleh pergi,
tetapi aku tidak tahu kesehatanku nantinya, jadi aku tidak dapat memberikan
jaminan. Semua waliku tampaknya sangat menentang gagasan aku melakukan kontak
lebih lanjut dengan kerajaan, jadi aku bahkan mungkin akan diminta untuk duduk
manis lagi tahun ini.”
Aku tidak tahu alasan apa yang akan mereka
kemukakan, tetapi kemungkinan besar mereka akan mengumumkan ketidakhadiranku
pada tahun kedua.
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan memberi tahu Ayah dan
Paman bahwa Klassenberg menanyakanmu,” kata Wilfried. “Kau ingin hadir, kan?”
"Ya."
Sebagai pesanan bisnisku berikutnya, aku
memberikan tugas baru Raimund kepada Hartmut dan memintanya untuk memberi tahukan
kedatanganku kepada Hirschur saat dia mengantarkannya. Dia mungkin akan memberi
tahu Kedaulatan sehingga mereka dapat menjadwalkan tanggal penyelidikan.
"Apakah Kamu tidak mengambil risiko besar
dengan menyerahkan sesuatu ke Profesor Hirschur?" tanya Hartmut. “Besar kemungkinan dia lupa atau terlalu apatis
untuk menghubungi professor lain.”
“Jika itu memungkinkanku untuk menghindari
penyelidikan, maka aku menyambutnya,” jawabku. Sebenarnya, aku berharap
profesor lain cukup sibuk untuk sepenuhnya melupakanku.
"Itu tidak akan pernah terjadi, Lady
Rozemyne—tidak ada yang bisa melupakanmu," kata Hartmut dengan wajah
datar. Aku memberinya beberapa pekerjaan untuk mengalihkan perhatiannya
sehingga aku akhirnya bisa melihat-lihat tumpukan kertas yang telah disiapkan
Philine untukku.
"Ini yang aku kumpulkan," Philine
menjelaskan, menunjukkan kumpulan kertas tertentu. "Ini dari Hartmut, dan
ini dari Roderick."
"Kalian bertiga sudah bekerja dengan
baik," kataku. “Sekarang, aku akan pamit ke kamarku dan mulai memeriksa cerita-cerita
ini. Aku ingin memberikan imbalan
kepada para pengumpul kisah-kisah ini sebelum hari
terakhir sekolah.”
____________
Aku menghabiskan beberapa hari berikutnya
meninggalkan kamarku untuk dan hanya
untuk makan. Aku membaca cerita yang terkumpul, memperbaikinya
menjadi manuskrip, kemudian melakukan pemeriksaan akhir. Di sela-sela cerita, aku
membaca dan menyalin buku dan dokumen yang aku pinjam dari Hannelore dan
Solange, yang membuat hari-hariku cukup produktif.
Dan kemudian tibalah hari dimana Brunhilde
tiba dengan berita tidak menyenangkan. "Kamu mendapat undangan pesta teh,
Lady Rozemyne," katanya.
“Tolong kirimkan ke Charlotte. Aku dilarang
menghadiri pesta teh di mana buku cenderung menjadi topik diskusi, karena
pengikutku akan sangat menderita karenanya.”
“Hm? Tapi Kamu kembali selama musim
bersosialisasi. Tentunya Kamu jelas diizinkan menghadiri pesta teh,” kata Brunhilde, berkedip tak percaya.
Aku mendongak dari bukuku dan tersenyum. “Aku
diberitahu untuk menghadiri pesta teh dengan Drewanchel setelah jepit rambut
tiba, tetapi karena Kisah Asmara Akademi
Kerajaan telah menjadi buah bibir, aku tidak dapat menghadiri pesta teh
lain. Aku tidak ingin mengganggu pengikutku lebih jauh, seperti yang telah
Ferdinand dan Cornelius peringatkan padaku. Sebaliknya, aku berniat memfokuskan tenagaku untuk membuat
buku-buku baru, guna membantu penyebaran tren kadipaten kita.”
Menggunakan logikaku yang sangat masuk akal
sebagai alasan untuk bersembunyi di kamar, aku menolak semua undangan pesta teh
dan fokus pada buku. Hal itu berlangsung selama tiga hari hingga akhirnya
kesabaran Rihyarda habis. “Demi kesehatanmu, kamu harus keluar sesekali,”
gerutunya saat aku mencoba membaca pada suatu malam. "Ayo kita jalan-jalan
besok."
“Tapi kemana kita akan pergi, Rihyarda?” Aku
bertanya. "Aku juga dilarang pergi
ke perpustakaan."
“Salah satu bagian dari bersosialisasi adalah
berjalan-jalan dan menyapa orang-orang yang Kamu temui, sayang.”
Apa...? Padahal akhirnya aku punya waktu untuk diriku sendiri. Aku ogah pergi jalan-jalan.
Berhati-hati untuk tidak mengungkapkan
perasaanku yang sebenarnya, aku memasang wajah "gadis sedih" terbaik
yang bisa aku lakukan, mengambil inspirasi dari Angelica. "Aku diberitahu
untuk menghindari pertemuan lebih lanjut dengan kerajaan dengan cara apa pun yang diperlukan,"
kataku.
“Tinggal di asrama adalah satu-satunya pilihan
aman, kurasa.”
“Gaya hidup ini sama sekali tidak sehat
untukmu,” jawab Rihyarda. "Aku seharusnya berkonsultasi dengan Lord
Sylvester tentang masalah ini.”
Aku ingin berteriak, “Jangan, jangan lakukan
itu!” tetapi menahan lidahku—ledakan semacam itu hanya akan mengkompromikan raut muramku. Sebaliknya, aku
meminta izin untuk pergi ke perpustakaan dipulihkan dan melanjutkan membaca.
Bagus,
bagus... Tetap seperti ini.
Sayangnya, gaya hidup tertutupku yang indah tidak berlanjut lebih lama setelah
itu. Ordonnanz
dari Hirschur tiba, memberi tahu kami bahwa sekarang tanggal penyelidikan telah
diputuskan.
Tiga
hari dari sekarang, di bel ketiga... Cih. Bagaimana aku bisa fokus membaca jika seperti
ini?
Surat
dari waliku tiba pada hari yang sama, menjelaskan bahwa mereka memang ingin aku
menghadiri pesta teh. Sepertinya aku
tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengubah nasibku... tetapi dalam upaya putus
asa untuk menunda hal yang tak terhindarkan, aku mengirim balasan yang
mengatakan, “Baiklah. Aku menyerahkan keputusan pesta teh mana yang akan aku
hadiri kepadamu.”
___________
Saat aku menunggu kabar dari waliku, hari
penyelidikan tiba. "Aku ingin membaca di kamar, mandi di bawah hangat
sinar matahari yang mengalir ke jendelaku," kataku, "tapi apa boleh buat, professor memanggil ..."
Langit di luar berwarna biru memikat,
menawarkan lebih dari cukup cahaya bagiku untuk membaca buku. Sungguh menyesalkan
aku harus meninggalkan kamar hari ini. Aku menjatuhkan bahu karena kecewa, dan
pada saat itu Hartmut dan Philine mencoba menghiburku dengan mengatakan bahwa
aku bisa kembali membaca buku setelah penyelidikan selesai.
Cornelius menyaksikan semua ini dengan mata
terbelalak. "Apa Kamu masih belum puas, Lady Rozemyne?" Dia bertanya.
"Kamu telah membaca tanpa henti selama hampir sepekan dan keluar dari
kamarmu hanya beberapa kali."
“Aku bisa membaca selama-lamanya dan masih
belum puas,” kataku, berbicara dengan sangat tulus. “Bahkan setelah mati pun, aku ingin terus
membaca.”
"Sungguh..." Cornelius menghela nafas. "Seberapa
serius obsesi bukumu itu?"
___________
Penyelidikan diadakan di Aula Kecil gedung
pusat. Hirschur berdiri di luar pintu ketika kami tiba, tidak diragukan lagi tengah menungguku.
“Pengikutmu bisa menunggu di ruang tunggu
atau kembali ke asrama,” katanya. "Mereka akan menerima ordonnanz yang memberi tahukan bahwa
kita telah selesai."
Cornelius tampak khawatir mendengar itu dan berkata, "Aku
yakin bahwa
ksatria diizinkan untuk menghadiri pertemuan."
“Ya, tapi ini bukan pertemuan—ini
penyelidikan. Kalian semua diminta untuk memberikan interpretasi kalian tentang peristiwa
secara individu bukan? Berbicara kepada Lady Rozemyne secara terpisah
diperlukan untuk mencegah isyarat tersembunyi dan bentuk penghalang lain yang akan mencegah kami dari kesaksian
referensi silang.”
“Hirschur, kami percayakan Lady padamu,” kata
Rihyarda. "Aku akan menunggu di sini, jadi kamu tidak perlu mengirim
ordonnanz."
"Dimengerti."
Aku masuk ke dalam dan melihat bahwa meja-meja
diatur dalam semacam formasi "U" terbalik, dengan bukaan paling dekat denganku.
Beberapa orang duduk di ujung
jauh, Rauffen, pria asing dengan tubuh ksatria Kedaulatan, pendeta biru,
dan Hildebrand, ditemani Arthur yang berdiri di belakangnya. Di sepanjang sisi kiri dan kanan adalah
profesor dari Akademi Kerajaan, tidak semuanya aku kenali.
“Silahkan, Lady Rozemyne,” kata Hirschur, mengarahkanku ke kursi yang terletak
di tengah semua meja. Aku duduk, merasa sangat seperti seorang terdakwa di
ruang sidang, dan dia berdiri di sebelahku.
“Aku senang melihatmu baik-baik saja,
Rozemyne,” kata Hildebrand sambil tersenyum.
"Apakah kamu sudah pulih?"
Aku balas tersenyum dan berkata, “Aku baik-baik saja, selama aku
tidak memaksakan diri.” "Senang mendengarnya."
Rauffen mengangguk setuju. "Jadi, kamu sudah cukup sehat untuk
diinterogasi hari ini?" dia meminta konfirmasi. Aku mengangguk, yang
mendorong Hirschur untuk memperkenalkan orang-orang yang duduk di sepanjang barisan meja
terjauh.
“Lady Rozemyne, ini Raublut, komandan ksatria kedaulatan, dan Immanuel, Pendeta Agung Kedaulatan.”
Raublut
memancarkan getaran KUAT yang sama seperti Ayah dan Kakek, tetapi Pendeta
Agung Kedaulatan sama sekali tidak tampak seperti Pendeta
Agung kami. Dia terlihat sedikit angkuh, tetapi dia juga terlihat sangat lemah.
Mungkin Pendeta Agung Kedaulatan hanya gugup
berada di hadapan bangsawan sebanyak ini, karena dia mungkin tidak akan bisa
menghadiri Akademi Kerajaan sebagai pendeta biru. Aku memutuskan untuk
menafsirkan ekspresi kakunya dengan cara yang menguntungkan.
Setelah perkenalan, Rauffen menjelaskan gambaran umum
tentang alur insiden, dari penemuan ternisbefallen hingga saat kami mengalahkannya.
Ini mungkin demi profesor lain—Rauffen sendiri
tampaknya mengerti dengan baik apa yang terjadi, setelah mendengar detail dari setiap siswa
Ehrenfest, termasuk siswa yang tidak berpartisipasi.
“Perubahan perspektif telah memberi kami
sejumlah cerita yang berbeda, tetapi inti dari masing-masing cerita tetap sama. Aku
telah memutuskan bahwa kami dapat memercayai kesaksian mereka,” kata Rauffen kemudian menatapku.
Aku menatap profesor dan kemudian menarik
napas dalam-dalam. Aku hanya perlu mengikuti saran yang Ferdinand berikan
kepadaku. Didikan gerejaku berarti bahwa satu-satunya senjata dan alat yang familiar bagiku adalah
instrumen suci. Pendidikanku juga merupakan alasan mengapa aku banyak mengetahui
berkah dan juga para dewa, dan karena senjata hitam sama sekali tidak diajarkan
di Akademi Kerajaan, aku tidak tahu bahwa kami tidak diizinkan untuk
menggunakannya. Aku sadar terdapat perbedaan antara mantra dan doa untuk
menghasilkan senjata hitam, tapi itu akhirnya tidak berarti banyak bagiku,
karena sejak awal aku bahkan tidak tahu mantranya. Itulah poin-poin yang waliku
katakan untuk aku fokuskan, dan untuk setiap pertanyaan yang tepat, aku harus
menjawab dengan salah satu dari tiga alasan.
"Aku
adalah Uskup Agung."
“Begitulah
situasi di gereja Ehrenfest.”
"Lord
Ferdinand mengajariku banyak hal."
Saat aku melafalkan frasa di kepalaku, Rauffen
melanjutkan. “Hanya ksatria kadipaten yang butuh senjata hitam yang diizinkan
untuk menggunakannya, dan mantranya tidak diajarkan bahkan di Akademi Kerajaan.
Meski begitu, Lady Rozemyne, entah bagaimana Kau memberikan senjata hitam kepada semua siswa. Kamu
mengatakan bahwa Kamu menggunakan berkah kan?”
“Benar,” jawabku. “Aku meminta semua orang
untuk mengulangi berkah Dewa Kegelapan, karena aku tahu itu diperlukan untuk
mengalahkan makhluk pencuri mana seperti trombe.”
“Dan mengapa kamu tahu berkah tersebut?” Rauffen
bertanya, melanjutkan pertanyaannya dengan ekspresi tegas.
“Sebagai Uskup Agung Ehrenfest, aku berkepentingan untuk memulihkan tanah pasca perburuan trombe. Ditengah perburuan ini, aku
menyaksikan Knight Order melawan trombe, feyplant yang mencuri mana mirip
dengan ternisbefallen.” Ferdinand memberi tahuku bahwa trombe hanya muncul di
Ehrenfest, itu awal mula penyebab kami diizinkan menggunakan senjata hitam.
“Kamu menemani Ordo Ehrenfest? Mengapa mereka
tidak memanggilmu saja setelah pertempuran?” Rauffen bertanya. Aku bisa tau bahwa dia bukan
satu-satunya yang bingung dengan penjelasanku—Raublut si komandan ksatria dan
Immanuel Pendeta Agung kedaulatan
juga berkedip karena
terkejut. Di kadipaten lain, ternyata pendeta dan gadis suci dipanggil setelah
perburuan selesai.
“Di gereja Ehrenfest, Pendeta Agung kami, Lord
Ferdinand, berpartisipasi dalam pertempuran,” jawabku. “Ini menghemat waktu
bagi kedua kelompok untuk bepergian bersama.”
"Pendeta Agung Ehrenfest berpartisipasi dalam
pertempuran ?!" teriak Immanuel, menggelengkan kepala tidak percaya. “Itu tidak terpikirkan!”
“Lord Ferdinand adalah anggota keluarga archduke,
tetapi dia juga mengambil kursus ksatria,” kata Rauffen. “Sama sekali tidak ada yang
aneh jika dia
berpartisipasi dalam pertarungan. Faktanya, mengingat keterbatasan tenaga kerja
Ehrenfest, itu masuk akal. Namun... Lady Rozemyne, apakah Kamu ikut serta dalam pertempuran?”
"Tidak, tentu saja tidak. Aku hanyalah
siswa tahun kedua di Akademi Kerajaan, dan aku tidak berniat mengambil kursus
ksatria. Aku hanya meminta salah satu pengikutku memegang tongkat Flutrane
sementara aku menunggu di dekatnya sampai perburuan berakhir.”
Meskipun,
di kesempatan khusus ini, aku bekerja ekstra keras
untuk mendapatkan bahan untuk Roderick...
“Hmm... Aku sekarang mengerti situasi khusus gereja
Ehrenfest sedikit lebih baik...” gumam Rauffen. “Namun, Alkitab tidak berisi
doa yang mengabulkan berkah Dewa Kegelapan. Bagaimana Kau menjelaskan itu?”
"Apa? Tentu saja Alkitab mengabulkannya.
Bagaimana lagi orang akan memberikan berkah?” Aku bertanya, benar-benar
terkejut. Rauffen segera melihat ke Immanuel, yang mencoba menjelaskan.
“Terdapat doa kepada dua dewa tertinggi yang
diucapkan saat Upacara Starbind, akan tetapi tidak disebutkan berkah dari Dewa
Kegelapan akan menciptakan senjata hitam,” katanya. "Uskup Agung dapat berbicara
tentang ini juga."
“Baiklah, Lady Rozemyne?! Jelaskan!" terdengar jeritan tak tertahankan
dari Fraularm, yang duduk di belakang salah satu meja di sebelah kiriku. Aku
menahan keinginan untuk menutup telingaku, dan gelombang kekesalan merasuki diriku.
Akulah
yang menginginkan penjelasan! Tentu saja Alkitab berisi
doa-doa untuk berkah!
Saat itulah aku menyadari sesuatu—beberapa
transkrip Alkitab di ruang buku gereja memiliki doa-doa tertentu yang hilang.
Apakah Alkitab yang digunakan di Kedaulatan juga tidak lengkap?
“Alkitab yang aku gunakan berisi tentang doa,”
kataku. “Aku tau beberapa Alkitab memiliki informasi yang hilang tergantung periode kapan ditranskripsikan, jadi mungkin doa yang dimaksud
hilang dari Alkitab yang digunakan
dalam Gereja Kedaulatan.”
"Apakah Kamu mengatakan bahwa Alkitab kami keliru, Lady Rozemyne?" tanya Immanuel,
suaranya sekarang keras dan bingung. Aku yakin tidak ada yang pernah berani
menentangnya sebelumnya, tetapi apapun
yang dia katakan, aku tidak akan mengubah posisiku.
“Alkitab yang aku gunakan berisi doa, jadi itu
kesimpulanku.
Lord Ferdinand, Pendeta Agung Ehrenfest sendiri, yang mengkonfirmasi keberadaan doa.” Tanggapanku pasti membuat Immanuel
lengah, saat dia membuka dan menutup mulutnya, jadi aku mengalihkan perhatian
ke Rauffen. “Selanjutnya, menurut Lord Ferdinand, mantra untuk membuat senjata
hitam berbeda dengan doa yang digunakan untuk memberikan berkah kepada Dewa
Kegelapan.”
"Apa?! Doa dan mantranya berbeda?
Meskipun menghasilkan hal yang sama?” Rauffen bertanya, terkejut. Dapat kukatakan bahwa,
sekali lagi, para profesor lain sama herannya.
“Aku tidak bisa menjelaskan lebih dari itu—aku
tidak tahu mantra itu dan diberitahu bahwa itu tidak akan pernah diajarkan
padaku, karena aku bukan ksatria. Namun, Lord Ferdinand tahu mantra dan doanya, dan begitulah yang dia
katakan.”
Mantra dan doanya serupa karena keduanya
digunakan untuk menyerang feybeast penyedot mana, tetapi efeknya juga memiliki perbedaan kecil. Aku tidak perlu
untuk menunjukkan hal itu di sini, jadi aku memutuskan untuk tidak mengatakannya
lebih jauh.
“Aku selalu berasumsi bahwa doa dan mantra itu
sama persis...” kata Rauffen sambil menghela nafas.
Tiba-tiba, Gundolf, pengawas Asrama
Drewanchel, mengangkat tangan meminta izin untuk berbicara. Dia adalah orang
tua yang aku ajak bicara tahun lalu saat kelas pembuatan highbeast— dan juga mitra penelitian dan saingan
Hirschur, rupanya.
“Lady Rozemyne, yang paling membuatku tertarik adalah
regenerasi tempat mengumpulkan,” katanya. “Itu sangat tidak masuk akal bagiku. Ritual yang Kamu
gunakan biasanya membutuhkan banyak pendeta biru dan gadis suci—dan selama
beberapa hari, pada saat itu. Kamu, biar
bagaimanapun
juga, berhasil menyelesaikannya pada saat kami tiba.”
"Tepat!" Fraularm menjerit lagi,
berdiri dari kursinya dengan bunyi denting keras dan menghadapkan hidungnya ke
arahku. “Area mengumpulkan Ehrenfest
seharusnya dicemari oleh ternisbefallen! Jadi, apa yang Kamu lakukan, Lady Rozemyne? Katakan dengan jujur!"
Gundolf kali ini benar-benar menutup telinganya. Aku ingin melakukan
hal yang sama, tetapi dengan mata
sebanyak ini yang tertuju padaku, aku tidak bisa melakukan itu.
“Aku juga ingin mendengar bagaimana kamu bisa
melakukan ritual semacam itu dalam waktu kurang dari satu bel,” kata Immanuel, menyipitkan
matanya ke arahku dan mengerutkan alis. Dia pasti pihak yang biasanya
mengawasi ritual semacam itu di sini.
"Pendeta Agung kedaulatan benar!" Fraularm berteriak. “Semua hal yang Kamu lakukan aneh
dan tidak wajar, Lady Rozemyne! Bahkan highbeastmu juga aneh!” Dia rupanya suka
memendam dendam, saat dia mulai mengeluh tentang insiden
highbeast tahun lalu. Profesor di sekitarnya meringis kesal, tetapi mereka
tampaknya masih memiliki keraguan yang sama dengannya dan Pendeta Agung Kedaulatan.
Aku
hanya ingin pulang. Aku ingin pulang dan membaca.
Saat aku menatap profesor di sekitarku,
perasaan apatisku mulai tumbuh. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana, meskipun mereka sebanyak ini, mereka tidak dapat memahami konsep yang sesederhana itu. Gagasan tentang
perlunya menjelaskan semuanya sejak awal membuatku lelah.
“Gereja bukanlah tempat yang sering dikunjungi
bangsawan, jadi meskipun ini mungkin sudah jelas, pertanyaan yang kalian ajukan
padaku mengingatkan pada Ewigeliebe, Dewa Kehidupan apa yang paling dia
dambakan,” kataku. Itu adalah eufemisme yang pada dasarnya berarti,
"Bagaimana kalian bisa tidak memahami sesuatu yang sudah sangat jelas?"
Hirschur menekan pelipisnya. "Aku mengerti Ferdinand
sering mengeluarkan racun sambil tersenyum, tapi kumohon jangan meniru kebiasaan itu."
Hm...? Aku
tidak menyemburkan racun apapun. Yang aku lakukan
hanyalah menunjukkan betapa bodoh mereka semua.
Namun, tampaknya interpretasi Hirschur adalah interpretasi umum.
Semua orang memandang tanggapanku sebagai penghinaan berat.
“Dan apa maksudmu dengan itu?” Immanuel
bertanya pelan, mata abu-abunya yang tanpa emosi tertuju padaku. “Aku tumbuh besar di gereja,
dan aku percaya bahwa aku tahu lebih banyak tentangnya dari hampir semua orang lain.”
Ah...
Ups. Aku baru saja memberi tahu seseorang yang besar di gereja
bahwa mereka tidak tahu apa-apa tentang itu. Aku bisa melihat alasan
mengapa itu dianggap sebagai penghinaan.
“Aku sedang berbicara dengan para profesor
ketika mengatakan itu. Dalam kasusmu, kaum bangsawanlah yang mestinya kau
pahami,” jawabku, mencoba mengklarifikasi posisiku. Immanuel mengerutkan
kening, dan beberapa profesor juga tampak kebingungan, jadi aku melanjutkan. “Aku adalah
kandidat archduke yang menyabet
peringkat atas di kelas. Apakah Kamu benar-benar berpikir
bahwa kapasitas manaku dapat dibandingkan dengan para pendeta biru dan gadis suci
yang tidak pernah menghadiri Akademi Kerajaan, tidak memiliki schtappe, dan
belum belajar mengompres mana? Tentu tidak.”
Rauffen dan profesor lain melebarkan mata
mereka, pemahaman mereka terlihat jelas di wajah mereka. Immanuel membuka
mulutnya sejenak, lalu menutupnya lagi dan menggertakkan gigi. Dia jelas ingin
memprotes tetapi tidak bisa melakukannya.
“Profesor Rauffen—Kamu mengatakan bahwa
dibutuhkan banyak pendeta biru berhari-hari untuk melakukan upacara,” aku
melanjutkan, “tetapi apakah Kamu sendiri tidak memiliki akumulasi mana dari
beberapa pendeta biru?”
“Aku tidak bisa mengatakan perbandinganya
dengan pasti,”
jawab Rauffen, “tapi kurasa aku mampu menyediakan cukup mana untuk menggantikan beberapa Pendeta, ya.”
Wajar jika dia mampu; lagi pula, Rauffen adalah bangsawan kelas
atas yang telah dipilih untuk pindah ke Kedaulatan dan bekerja sebagai
profesor. Bahkan tidak masuk akal jika membandingkannya dengan seorang pendeta biru.
Saat Rauffen mengangguk, Gundolf mengalihkan
perhatiannya padaku dan mencondongkan tubuh ke depan. “Aku mengerti bahwa kami para
profesor mampu menyediakan mana yang cukup untuk ritual itu, dan kamu pun tidak
aneh dalam hal itu,” katanya, “tetapi bagaimana kamu menjelaskan bagaimana kamu
melakukannya secepat itu?”
“Bangsawan memiliki akses ke banyak hal yang tidak dimiliki para
pendeta,” jawabku. “Masalahnya sesederhana itu. Kapasitas manaku yang lebih melimpah memang berperan,
tetapi faktor penyumbang terbesar adalah ramuan peremajaanku.”
“Aah, begitu...” kata Gundolf, membelai ramuan
yang tergantung di ikat pinggangnya.
Bangsawan selalu membawa ramuan peremajaan
jika mereka secara tidak sengaja menggunakan terlalu banyak mana saat pelajaran atau semacamnya. Pendeta gereja,
sebaliknya, tidak pernah menimba
ilmu di Akademi, jadi mereka tidak pernah belajar membuat
ramuan untuk diri mereka sendiri. Mereka tidak punya pilihan selain menunggu
mana mereka pulih secara alami, yang membuat perbedaan besar dalam skema besar.
Tentu saja, Ferdinand membuatkan ramuan
peremajaan untukku, jadi ramuan itu jauh lebih efektif dari yang dipelajari di Akademi
Kerajaan, tapi aku tidak perlu menjelaskan hal itu. Yang penting adalah membuat
Gundolf mengerti bahwa bangsawan memiliki cara untuk memulihkan mana, sementara
para pendeta tidak.
“Singkatnya,” kata Gundolf, “kamu membawa
banyak ramuan peremajaan. Alhasil, Kamu tidak perlu menghabiskan waktu
berhari-hari menunggu manamu pulih, atau bertukar tempat dengan orang lain
sambil berhati-hati untuk tidak mengganggu ritual. Apakah itu benar?"
Dan dengan ringkasan singkat itu, semua
profesor sepertinya memahami situasi. Ini pertanda baik. Mudah-mudahan, mereka akan
mengizinkanku untuk meninggalkan masalah itu pada saat itu.
“Seperti yang Profesor Gundolf katakan, aku
kebetulan berada dalam situasi unik karena
mengabdi baik sebagai kandidat Archduke dan Uskup Agung,” aku menjelaskan. “Insiden hari itu sama
sekali tidak aneh. Bahkan seorang profesor dapat melakukan ritual tersebut
selama mereka memiliki instrumen suci dan dapat membacakan doa-doa yang diperlukan.”
Aku berasumsi itu akan menyelesaikan masalah
dan menghela nafas lega, hanya untuk Rauffen tiba-tiba menemukan sesuatu. "Lady
Rozemyne, aku diberitahu bahwa Kamu menciptakan instrumen suci untuk ritual
regenerasi," katanya. "Maukah Kamu menjelaskan itu?"
"Beraninya
kamu membuat instrumen suci palsu!" Fraularm menjerit. "Aku hampir tidak bisa mempercayai kelancangan itu!"
Pada titik ini dalam diskusi, semua orang sudah terbiasa dengan teriakannya sehingga
mereka meliriknya dan tidak lebih.
Aku juga melirik Fraularm, lalu menatap
Rauffen. “Seperti yang kalian semua tahu, aku besar di gereja, jadi jika menyangkut senjata dan semacamnya, aku hanya
mengenal instrumen yang digunakan dewa di gereja. Lord Ferdinand dapat dengan
mudah membuat senjata normal dan instrumen suci, tetapi yang memalukan, aku tidak mampu. Aku hanya bisa
mengubah schtappe menjadi instrumen suci, karena itu yang paling
familiar untuk aku gunakan. Kurasa jika ada pendeta biru yang memiliki
schtappe, maka mereka juga akan mengalami masalah yang sama.”
Singkatnya, bangsawan rata-rata tidak dapat
memvisualisasikan instrumen suci dengan cukup jelas untuk mengubah schtappe mereka menjadi salah satunya, karena
mereka tidak pernah berinteraksi dengan mereka.
Hildebrand menatapku, secercah cahaya di
matanya yang ungu muda. “Rozemyne, seperti apa instrumen suci itu?” dia bertanya,
memecah kebisuan yang dia pertahankan selama
ini. "Aku ingin melihatnya."
“Emm...”
Seluruh ruangan menjadi sunyi; tidak ada yang
mengharapkan kerajaan yang hadir akan berbicara. Arthur meletakkan tangan di bahu pangeran, mendorongnya
untuk menyadari kesalahannya dan menutup mulutnya dengan tangan.
"Jadi, Kamu membuat instrumen suci, Lady Rozemyne?"
tanya Gundolf. “Aku akan sangat menghargai kesempatan untuk melihat itu. Sebuah
demonstrasi, jika berkenan.”
“Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri di kelas,” kata
Rauffen, bekerja bersama rekannya untuk menutupi kesalahan sang pangeran.
“Tombak Leidenschaft miliknya berwarna biru cerah dan menarik untuk dilihat.”
Aku dengan hati-hati menatap Hirschur. Dia
berpikir sejenak dan kemudian berkata, “Kalau begitu, bisakah Kamu
menunjukkannya kepada kami? Aku yakin beberapa orang yang berada disini masih
meragukan gagasan bahwa seseorang benar-benar mampu membentuk instrumen suci. Jika Kamu
mendemonstrasikannya sekarang, itu akan membuat klaimmu jauh lebih bisa
dipercaya.”
Aku tahu dari mengikuti matanya bahwa Fraularm
yang masih meragukan setiap kata dari perkataanku. Hirschur menambahkan dengan berbisik
bahwa dengan melindungi Hildebrand, aku pasti akan mendapatkan bantuan dari
para pengikutnya.
"Baiklah," kataku. “Aku akan mengubah schtappe-ku dan mempersembahkan
instrumen suci. Mengingat di mana kami berada, tombak Leidenschaft tampaknya sedikit
terlalu berbahaya, jadi aku lebih memilih untuk membuat tongkat Flutrane, yang
aku gunakan saat ritual pemulihan. Apakah itu dapat diterima, Pangeran Hildebrand?”
Sang pangeran tersenyum lega, bingung karena
kesalahannya.
"Ya. Terima kasih, Rozemyne.”
Aku balas tersenyum dan kemudian mengulurkan tangan ke
Hirschur; Aku tidak bisa dengan anggun berdiri dari tempat dudukku tanpa
bantuan. Sesaat berlalu dalam kebisuan sebelum dia menyadari maksudku dan memenuhinya.
Setelah berdiri, aku mengeluarkan schtappe.
Desainnya sangat sederhana—aku tentu saja tidak berusaha keras untuk membuatnya
menjadi mencolok seperti milik Wilfried—tetapi semua orang tetap mencondongkan
tubuh ke depan. Bahkan jika ekspresi mereka tidak berubah, mereka sangat
penasaran untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya. Dan yang paling ingin
tahu dari semuanya adalah Raublut, komandan ksatria Kedaulatan.
Aku menghela napas saat semua mata tertuju
padaku. Schtappe tidak akan berubah kecuali aku bisa membuat gambaran mental
yang jernih dari hasil yang aku inginkan, dan jika sampai mengacau di tempat
semacam ini akan menjadi petaka. Aku memejamkan mata dan membayangkan tongkat
Flutrane.
“Streitkolben,”
kataku, dan sesaat kemudian, tongkat Flutrane ada di tanganku. Batang
panjangnya diukir dengan hiasan dan dihiasi deretan batu feystones kecil.
Sebuah karya emas yang rumit di ujungnya menyelimuti feystone hijau besar, yang
bersinar dengan cahaya yang berdenyut lembut, karena instrumen suci yang dibuat
dengan manaku dipenuhi dengan mana setiap saat.
Immanuel berdiri dengan suara gemerincing,
matanya yang semula mati kini dipenuhi dengan keterkejutan dan terpaku. "Tongkat Flutrane..." dia serak. Kepalanya
bergoyang seolah-olah dia sedang mabuk, dan dia mencondongkan tubuh lebih
dekat, mencoba untuk mengambil instrumen sebisa mungkin.
Reaksi ini tampaknya menegaskan kepada mereka semua bahwa tongkat itu benar-benar merupakan tongkat
Flutrane. Seisi ruangan itu heboh, dan mereka semua tampak terkejut atau penasaran. Hildebrand, sendirian, menatapku dengan kekaguman
dan pujian yang polos.
"Aku melihat instrumen suci sangat cantik
..." kata sang pangeran. “Aku belum pernah melihatnya. Terima kasih sudah memenuhi
keinginanku.”
“Sungguh suatu kehormatan, Pangeran
Hildebrand,” jawabku dan kemudian meneriakkan “rucken” untuk mengembalikan schtappeku; tidak perlu mempertahankan
transformasi ketika dia sudah puas.
Tidak lama setelah tongkat menghilang, para
profesor tersentak kembali ke kenyataan. Mereka menyesuaikan diri di kursi
sampai mereka kembali duduk tegak. Immanuel terus menatapku, matanya melebar, lalu
perlahan-lahan kembali duduk seperti yang lain. Dengan mata terpejam, dia
berbisik, "Jadi, seseorang benar-benar mampu membuat instrumen suci dengan
schtappe..."
“Yah, begitulah—masuk akal jika Lady Rozemyne
memiliki lebih banyak mana dari seorang pendeta biru,” kata Rauffen.
Kedengarannya seperti dia akan mengakhiri pertemuan ini, dan aku mengepalkan
tangan untuk menang.
Sempurna.
Dia sudah yakin. Aku sudah menyelesaikan semuanya. Aku
akhirnya bisa pergi!
Atau begitulah yang aku pikirkan; Immanuel
perlahan menatapku dan berkata, “Aku belum yakin.” Suaranya tenang dan santun seperti sebelumnya,
tapi sekarang, matanya tampak berbinar. “Kapasitas manamu jauh lebih besar dari
seorang pendeta biru rata-rata — sejauh itu tidak dapat disangkal. Kami juga tidak dapat menyangkal bahwa
bangsawan dapat menyelesaikan ritual lebih cepat dari biasanya dengan ramuan. Sebaliknya,
masalahku
terletak pada penjelasanmu tentang Berkah Dewa kegelapan.”
Para profesor menyadari sesuatu. Sepertinya penyelidikan kami
telah mencapai kesimpulan alaminya, akan tetapi Immanuel, berusaha menyalakan
kembali nyala api yang sayup-sayup. Aku dikejutkan dengan keinginan untuk menekan pelipisku seperti
Ferdinand dan mengerang, "Untuk alasan yang masuk akal apa kamu akan melakukan ini?"
“Lady Rozemyne—Kamu mengklaim bahwa Alkitab
yang digunakan di Gereja Kedualatan keliru, tetapi itu tidak benar,” lanjut
Immanuel. “Alkitab itu diberikan kepada kami oleh raja pertama, dan kami telah memastikan perawatannya sejak saat itu. Bukankah
sepertinya versi yang disimpan di Ehrenfest adalah Alkitab yang janggal dan
berisi bagian yang ditambahkan secara tidak perlu?”
Aku tidak bisa merespon. Meskipun doa tersebut
sebenarnya telah ditampilkan dalam Alkitab kami, Bezewanst tentu telah membuat
catatan di seluruh kitab suci, jadi tidak ada yang salah untuk mengatakan bahwa
doa kami telah rusak.
Ngh... Laknat kamu, Bezewanst!
"Kebisuanmu sudah cukup
menjelaskan!" Fraularm memekik. “Kau membuat
perubahan keji pada Alkitab! Astaga! Ya ampun! Sungguh hina!”
Saat aku menahan keinginan untuk berteriak,
"Itu adalah Uskup Agung terdahulu, bukan aku!" sebagai respon, Rauffen memelototinya. "Fraularm, apa kamu
bisa diam?" dia berkata. “Kamu tidak bisa mengendalikan
dirimu sendiri. Ini masalah
gereja—bukan masalah
kita para profesor untuk sampai terlibat di dalamnya.”
"Astaga!" Fraularm menjerit lagi; kemudian, dia
duduk dan mengerutkan bibir dengan frustrasi. Aku tahu Hildebrand menatapku
dengan panik.
Yah,
Alkitab adalah simbol
otoritas Uskup Agung, tapi... Itu cara yang agak aneh untuk menjelaskannya.
Aku meletakkan tangan di pipiku dan
memiringkan kepalaku ke Immanuel. "Itu jelas bukan perspektif yang kami
pertimbangkan," kataku. "Apakah itu berarti Ehrenfest menambahkan doa
random ke dalam Alkitab, dan kebetulan memiliki kekuatan untuk memberikan
berkah kepada Dewa Kegelapan?"
“Bu-Bukan itu yang aku...” jawab Immanuel,
tetapi kegagapannya yang gugup dipotong oleh tawa dari komandan ksatria.
Raublut, yang sejauh ini tetap membisu, berbalik untuk mengulum senyum jahat kepada Uskup
Agung Kedaulatan.
“Jika seorang pendeta di gereja Ehrenfest mampu mendapatkan berkah
dengan membaca doa acak, itu akan membuat mereka lebih baik dari kalian yang ada di gereja Kedaulatan,”
katanya. Itu merupakan komentar kritis yang menarik—aku berasumsi ketiga orang
di meja Kedaulatan berhubungan baik karena mereka semua duduk bersama, namun
ternyata bukan itu masalahnya. "Bukankah ini berarti Alkitab yang terus
kamu katakan akan menunjukkan jalan menuju raja yang sebenarnya, pada
kenyataannya, banyak bagiannya yang menghilang?" dia melanjutkan. "Apakah kamu benar-benar bisa memanggil raja terpilih dengan sesuatu yang ternyata bagiannya banyak yang hilang?"
Tunggu...
Apakah Raublut menentang fundamentalis alkitab atau semacamnya?
“Alkitab Kedaulatan adalah Alkitab yang benar,” balas
Immanuel. "Kurasa lebih baik
kau menyimpan komentar hinamu untuk diri sendiri."
"Kita lihat saja nanti. Sepertinya Santa Ehrenfest punya ide
lain.”
Pernyataanku sebelumnya kurang lebih telah
menuangkan minyak ke percikan api yang sudah terbang antara faksi yang
mendukung raja saat ini dan para fundamentalis alkitab. Dalam pikiranku, aku
berlutut dan bersujud di kaki imajiner Ferdinand.
Maafkan aku! Aku sangat menyesal! Aku mungkin baru saja membuat kesalahan yang sangat
serius! Padahal itu bukan salahku! Aku sudah bilang dari awal kalau kami memakai
berkah Dewa Kegelapan, jadi aku tidak bisa berbohong tentang di mana aku
membaca doa itu! Dan tentu saja bukan Alkitab kami yang tidak akurat!
Saat komandan ksatria Kedaulatan Raublut dan Pendeta Agung Kedaulatan
Immanuel saling melotot, Gundolf berbicara dengan senyum damai. "Apakah
aku bisa meminta kalian berdua untuk tenang?" Memiliki seorang pria yang
lebih tua di sana untuk menengahi situasi tampaknya merupakan hal yang sangat
baik, karena mereka berdua menutup mulut dan berbalik menghadap ke depan—ke
arahku.
Immanuel memperhatikanku dengan seksama,
seolah ada sesuatu yang ingin dia katakan. Raublut, sebaliknya, menunjukkan ekspresi yang
lebih seperti geli. Aku ingin lari dari mereka berdua.
“Hm...” Gundolf menatap kami bertiga satu per
satu sambil mengelus jenggot. “Mungkin akan lebih baik untuk menyatukan Alkitab
Kedaulatan dan Ehrenfest untuk membandingkannya? Kami profesor tidak memiliki
urusan dengan gereja, dan kami tidak pernah melihat Alkitab, jadi hanya sedikit
yang dapat kami sendiri pastikan.”
Meskipun dia mencoba untuk tampil sebagai
pihak ketiga yang tidak memihak, jelas bahwa Gundolf hanya ingin melihat
Alkitab dengan matanya sendiri. Sikapnya yang tampaknya baik sebenarnya adalah skema untuk
menenangkan rasa ingin tahunya yang berkobar—dia tampaknya tidak peduli apakah
raja memiliki mandat suci atau kaum fundamentalis yang benar. Sebenarnya, aku
ragu apakah dia peduli dengan perkataanku.
“Itu ide yang bagus, Profesor Gundolf. Dengan
membandingkan dua Alkitab, kita dapat melihat mana Alkitab yang benar dengan mata kepala kita sendiri,” kata Hirschur, kilauan jelas di matanya. Aku bisa tahu dari kegembiraan
dalam suaranya bahwa dia menganggap seluruh ide itu sangat menghibur.
Jika Kamu bertanya kepadaku, para ilmuwan gila
ini lebih
baik diam dan membiarkan kami yang melayani gereja untuk menangani masalah ini. Sedikit yang mereka
tahu, saran mereka sangat berbahaya. Alkitab kami sekarang berisi teks aneh dan
lingkaran sihir yang sepertinya muncul setiap kali buku itu dibuka, dan jika
orang lain melihatnya, mereka akan langsung menganggap kami menantang raja saat
ini. Apa
solusinya?
“Sayangnya, aku tidak bisa membawa kitab Ehrenfest ke sini,” kataku. “Setiap gereja
kadipaten hanya memiliki satu Alkitab bukan? Aku akan merasa jauh lebih nyaman
untuk membawa salinan yang sudah ditranskripsikan.”
"Oh! Astaga!" seru Fraularm. “Ini memberi kita
lebih banyak alasan untuk menyelidiki Alkitab Ehrenfest untuk inklusi yang
aneh! Lady Rozemyne jelas-jelas berusaha
menyembunyikan sesuatu!”
"T-Tidak, aku tidak menyembunyikan sesuatu!"
Aku memprotes, tetapi tidak ada gunanya—Imanuel sudah memiliki kilatan tekad di
matanya.
"Membandingkan Alkitab tampaknya
ideal," katanya. Ekspresinya menunjukkan sedikit emosi seperti biasa, tapi
aku bisa merasakan tekadnya. “Aku akan menanyakannya pada Uskup Agung.”
Peluangku menyelamatkan situasi telah menurun,
sementara kemungkinan aku menerima omelan lebih besar dari sebelumnya. Aku
perlu mengambil tindakan. Hanya jika aku mampu memikirkan cara untuk
menyelesaikannya secara damai dan tanpa perlu membawakan Alkitab kami, jam
bacaku akan sangat terdampak hebat.
Um, mari
kita lihat... Mungkin aku bisa memperkuat kata-kataku karena tidak bisa membawa
Alkitab kami dan mengusulkan agar kita setuju bahwa Alkitab Kedaulatan-lah yang
benar, meskipun doanya tidak ada. Tidak, itu hanya akan memperburuk keadaan.
Mereka akan menganggapku sedang mengundang perkelahian,
dan tuntutan untuk melihat Alkitab kami justru akan
meningkat. Gahhh! Ide bagus! Tolong, datanglah
ide yang bagus!
Saat aku mati-matian memeras otak, Rauffen menyatakan saran. “Uskup Agung Kedaulatan membawa
kitab suci gerejanya ke Akademi Kerajaan untuk debut kerajaan dan Upacara Starbind. Tentunya tidak
masalah bagi Kamu untuk melakukan hal yang sama.” “Benar,” Gundolf setuju.
Tidak, tidak, tidak. Ini
akan jadi masalah besar. Ferdinand pasti akan meneriakiku!
Aku mati-matian mencari pelarian, tetapi tidak
ada alasan bagus yang muncul di benakku. Dan ketika aku terus menderita,
percakapan berlanjut tanpaku.
Tunggu! Kumohon! Aku sedang berpikir!
Pada akhirnya, keputusan itu diambil tanpa masukanku—kedua
Alkitab akan diperiksa dan dibandingkan. Para profesor bangkit dari tempat
duduk mereka dan mulai mengucapkan perpisahan sampai saat itu.
"Sekarang, Lady Rozemyne—apakah Kamu
memiliki pendapat tersendiri?"
“Aku sudah puas untuk menyetujui bahwa Alkitab
Kedaulatan-lah yang benar, jadi aku tidak merasa perlunya perbandingan tersebut. Semua orang sangat sibuk. Bukankah ini hanya membuang-buang waktu
yang berharga?” Itu adalah upaya terakhir, akan tetapi bahkan sebelum aku dapat meminta
pertemuan perbandingan dibatalkan, Fraularm membentak omong kosong tentang
kesalahanku yang jelas.
Rauffen membungkam Fraularm dengan seringai dan kemudian
menoleh ke arahku. “Jangan khawatir, Lady Rozemyne—aku tidak berpikir Kamu
berbohong. Kamu bisa memberikan berkah kepada Dewa Kegelapan, jadi doa itu
pasti ada di dalam Alkitab-mu. Kami hanya ingin melihatnya.”
"Apakah kita benar-benar perlu menyetujui bahwa Alkitab Kedaulatan-lah yang benar?" Aku
bertanya, tetapi sepertinya aku satu-satunya yang menganggapnya tidak perlu.
Semua orang antusias dengan inspeksi itu—terutama para profesor dengan coretan
ilmiah.
Yang paling antusias adalah Raublut, yang
menatap Immanuel dengan seringai mengejek. “Selama ini, kami tidak bisa memastikan kebenaran Alkitab Gereja Kedaulatan.
Kami perlu
melihat keduanya dari dekat—itulah yang Raja Trauerqual inginkan. Lady Rozemyne
dari Ehrenfest, bantuanmu akan sangat dihargai.”
"Akan”?
Aku kira karena, bahkan jika aku menolak, Kamu tetap akan memerintahkanku untuk
mematuhinya.
“Dimengerti,” jawabku sambil menurunkan bahu. Saat ini, aku secara teknis
membawa Alkitab atas kemauanku sendiri. Berusaha menolak lebih lama lagi hanya akan membuat
permintaan berubah menjadi perintah, yang akan membuat waliku marah tanpa
henti.
"Baiklah, Lady Rozemyne," kata
Rauffen. "Suruh Lord Ferdinand membawa Alkitab, karena dia bisa mengerti
bangsawan dan pendeta."
Eh,
apa...? Ferdinand? Tolong katakan, mengapa namanya
muncul sekarang, entah dari mana?
Aku hanya bisa mengedipkan mata dalam
kebingungan, pada saat itu Rauffen menyeringai dan memberiku surat undangan
kayu. “Semua penjelasanmu tampaknya berasal dari Lord Ferdinand dalam satu atau
lain cara. Kuharap dia satu-satunya orang yang bisa menjelaskan perbedaan
antara mantra Kegelapan dan doa. Belum lagi... Aku ingin menggunakan kesempatan
ini untuk berbicara panjang lebar dengannya tentang kamu bergabung dengan
kursus ksatria.”
Tunggu—apa
hubungannya poin terakhir itu dengan semua ini?!
Pergi ke penyelidikan, rencanaku adalah untuk meredam protes semua orang
dan melarikan diri dengan bebas hukuman ...tapi sekarang, protesku yang teredam.
Aneh.
Seharusnya tidak seperti ini...
Aku benar-benar linglung ketika keluar dari
Aula Kecil. Yang paling bisa aku lakukan adalah menatap surat undangan di
tanganku.
___________
Segera setelah aku kembali ke asrama, Wilfried
menyuruhku untuk menceritakan penyelidikan itu. Aku menjelaskan semua yang telah terjadi saat para
pengikutku berkumpul di sekitarku.
"Apa?! Mereka memanggil salah satu walimu
?!” seru Wilfried.
“Itu biasanya tidak pernah terjadi, kecuali
sesuatu yang besar seperti seseorang yang dikeluarkan dari Akademi Kerajaan.”
Insiden ini jauh, jauh lebih buruk dari
sesuatu seperti dikeluarkan, dan melibatkan lebih banyak orang. Namun, aku memasang senyum
setenang mungkin dan berkata, “Ini hanya agar mereka dapat memeriksa kitab suci
kadipaten kita, sekaligus alasan mengapa Ferdinand yang dipanggil, bukan
Sylvester. Aku tidak menduga akan dikeluarkan dari Akademi Kerajaan atau semacamnya.”
“Bukan itu yang aku khawatirkan! Ini sejak
awal seharusnya tidak terjadi!”
"Kamu ada benarnya, tapi apa lagi yang
bisa kukatakan...?"
Bukannya aku menginginkan ini terjadi; entah mengapa semua orang
menaruh minat khusus pada Alkitab-ku. Belum lagi, aku benar-benar telah mengerahkan segala cara untuk mencari alasan
yang akan meembawaku menuju jalan keluar.
Aku hanya tidak bisa menemukan sesuatu.
“Tulis laporan menyeluruh kepada Paman.
Pertanyaan lanjutannya akan brutal.”
"Aku tahu."
Bersamaan dengan laporanku ke Ehrenfest, aku
mengirim surat undangan yang Rauffen berikan kepadaku. Pertemuan itu
dijadwalkan pagi hari tiga hari dari sekarang.
Huft... Aku bisa merasakan
jam bacaku menghilang. Pada akhirnya, itu semua
hanyalah angan semu.
Jadi, aku menjadi kandidat archduke pertama
dalam sejarah Ehrenfest yang salah satu walinya dipanggil ke Akademi Kerajaan.
Post a Comment