Aku keluar dari kamar dan berjalan dengan susah payah ke bawah dengan Pandabus, bahuku merosot, masih bingung karena aku telah membuat aneh teman kutu bukuku yang berharga. Aku diminta untuk menunggu di ruang bersama sampai makan siang disiapkan, dan ketika aku tiba, aku mendapati Wilfried dan Charlotte sudah ada di sana, sedang membaca buku.
“Kakak,” kata Charlotte, mendongak ketika dia
mendengar kedatanganku, “kita ada latihan pusaran siang ini, yang artinya kita bisa sekelas.”
Aku mengangguk sebagai jawaban, memasang
senyum yang menyenangkan... tapi kemudian darah terkuras dari wajahku. Aku
telah sampai pada kesadaran yang menakutkan. Dalam keadaanku saat ini, sangat
jelas bahwa berkah praktis akan meledak dariku saat aku mulai melakukan pusaran
dedikasi. Dan, mengingat bahwa aku telah melakukan kesalahan yang sangat tragis di kelas pagi, itu pasti
akan membuat Hannelore melarikan diri dariku.
Apapun
selain itu! Aku perlu mengandalkan orang lain
selain dewa-dewa!
“Wilfried, Charlotte, aku tidak bisa lagi
mengontrol manaku dan hampir pasti akan menembakkan satu demi satu berkah ditengah kelas,” kataku. "Ngomong-ngomong, apakah kamu tahu bagaimana aku bisa menghindarinya?"
Kedua saudaraku —dan hampir semua orang di
ruang bersama—
mulai memikirkan pertanyaanku dengan serius. Ternyata, mereka yang menerima berkahku ditengah kelas juga mulai menuai tatapan aneh dari
siswa lain. Itu sekarang menjadi masalah seisi asrama.
“Profesor Hirschur bilang kamu hanya perlu
menggunakan mana, bukan?” Wilfried bertanya.
Aku menggelengkan kepala, setelah memeras otak
untuk solusi seperti itu. “Aku menghabiskan sebagian manaku di tempat mengumpulkan kemarin, tapi
tidak menghasilkan apa-apa.”
“Oh, benar. Aku ingat terkejut tentang itu,
tapi sekarang aku tahu kamu berusaha untuk membuang mana...”
Charlotte selanjutnya bicara, mata indigonya
berbinar heran.
"Kamu menggunakan mana sebanyak itu dan
itu masih tidak mengubah banyak hal, Kak?!"
“Tidak sedikit pun,” jawab Wilfried mewakiliku. “Itu sangat
membantu sehingga Rozemyne akhirnya menjadi satu-satunya yang hampir
menyelesaikan seluruh kelas pagi ini. Dia benar-benar malu ketika Lady
Hannelore ketakutan, yang duduk tepat di sampingnya. Dia bahkan mulai
melampiaskan amarahnya padaku, mengatakan bahwa tidak adil betapa sedikitnya
aku berjuang meskipun aku juga mendapat banyak perlindungan suci.”
Charlotte menatapku dengan simpatik, lalu
berpikir. “Kalau begitu, bisakah kamu tidak mencoba menggunakan lebih banyak
mana? Bahkan, jika Kamu menyurati rumah yang mengatakan bahwa Kau ingin menuangkan mana ke dalam
feystone dan alat sihir sebanyak mungkin sebelum kelas sore, maka Kamu mungkin
akan menerimanya pada saat kita selesai makan...” Matanya beralih ke anak-anak
dari mantan faksi Veronica. "Karena Lord of Winter akan segera muncul, aku yakin Knight Order akan menghargai bantuan
itu."
Aku tahu dia ingin menambahkan, "Ditambah
lagi, Ehrenfest pasti kekurangan mana karena pembersihan," tapi dia dengan
bijak tetap diam.
"Jika kau ingin membantu perburuan Lord of Winter, bagaimana jika mengirim
ramuan?" saran Wilfried. “Orang-orang di tempat mengumpulkan kita memiliki
lebih banyak mana dan elemen karena kau menyuburkannya dengan mana kan? Tidak bisakah kamu
mengeluarkan banyak mana jika kita memetik semua herbal, kemudian kamu memulihkan tempat itu berulang kali?”
“Itu tidak akan banyak berguna hari ini,
karena itu terlalu banyak untuk kita lakukan dalam satu sore, tapi idenya masuk
akal. Ehrenfest dan aku sama-sama akan mendapat manfaat.”
Kami tidak dapat mencari solusi lain, jadi aku
menginstruksikan Philine untuk menulis surat darurat ke Ehrenfest. Dikatakan, “Aku
menerima banyak sekali perlindungan suci sehingga aku tidak dapat mengendalikan mana, dan
kemungkinan besar aku akan meledakkan berkah di kelas pusaran sore ini. Tolong kirimkan feystone kosong dan alat sihir yang kalian miliki —entah itu untuk Ritual Persembahan, perburuan Lord of Winter, atau apa
pun itu.”
“Roderick,” kataku, “tolong kirimkan ini ke
Ehrenfest—dan tekankan bahwa ini mendesak.”
"Dimengerti."
Aku menyaksikan Roderick dengan cepat keluar
dari ruangan.
“Um, Lady Rozemyne...” kata Judithe kepadaku
dengan suara pelan. "Jika kamu memiliki banyak sekali mana untuk
disisihkan, bisakah kamu mengisi feystoneku juga?"
"Tentu saja. Ahem ... Dan bukan hanya feystonemu, Judithe! Siapa pun yang butuh mana, kesini! Aku akan
memberikan manaku dengan bebas sampai pusaran
dedikasi dikelas. Ini darurat!”
Kehebohan pecah di ruang bersama, tetapi sebagian besar masih tampak ragu
untuk menerima mana dari kandidat archduke. Di tengah semua itu, terdengar suara
dentingan pelan saat Leonore mengeluarkan beberapa feystone dan alat sihir dari
tas di pinggangnya.
“Kalau begitu, aku akan mengisinya dengan
mana,” katanya. “Aku menggunakannya saat latihan dan baru saja akan mengisi ulang.”
“Terima kasih banyak,” kataku, lalu mulai
menyalurkan manaku ke item yang dia berikan padaku.
Yang maju setelahnya
adalah Alexis, salah satu laki-laki yang melayani Wilfried
sebagai ksatria pengawal. Dia dengan terbata-bata bertanya kepadaku apakah
feystone-nya juga diperbolehkan.
"Tentu saja. Aku akan menerima batu dari siapa saja,
baik itu Kamu, Natalie, Matthias, atau Laurenz,” kataku sambil melihat ke
sekeliling ruang bersama.
Para ksatria magang segera berlari ke kamar
mereka untuk mengambil feystones dan alat sihir mereka, meninggalkan penjaga
dalam jumlah minimum yang diperlukan. Para cendekiawan magang dan pelayan mengikuti tepat di
belakang mereka.
“Lady, aku tidak bisa mengatakan aku
menyetujui Kamu memberikan manamu seperti itu…” kata Rihyarda.
"Aku mengerti, tapi ini saat-saat yang
mengerikan," jawabku, mengerucutkan bibir saat aku mulai mengisi feystone ksatria
pengawalku. Aku tidak sedermawan
ini karena memilihnya
sendiri; sebaliknya, aku tidak ingin menjadi bom waktu ditengah pelajaran kelas.
"Silahkan dan terima kasih!"
Feystone yang berbaris di depanku bervariasi
dalam ukuran dari kecil hingga besar. Aku menunjuk ke beberapa di antara mereka
dan berkata, "Ada risiko feystone yang lebih kecil seperti ini berubah
menjadi debu emas, jadi berhati-hatilah."
Mereka yang ingin tetap menggunakan feystone
kecil mereka dengan tergesa-gesa mengambilnya kembali... sementara beberapa cendekiawan
magang benar-benar semakin maju, mata mereka berbinar melihat prospek mendapatkan debu emas. Tak
lama kemudian, meja di depanku benar-benar dipenuhi batu feystone. Aku mengulurkan tangan dan
mulai mengisinya satu per satu.
“Terimakasih
banyak, Lady Rozemyne.”
Mereka yang menerima batu yang baru diisi berterimakasih dengan
senyum cerah, sementara yang lain mulai mengumpulkan debu emas segar mereka.
Saat itu berbunyi bel yang
menandakan makan siang sudah siap.
“Sisanya
akan ku isi setelah makan,” aku mengumumkan —dan begitulah. Bahkan saat aku
terus berusaha mengisi feystone yang tersisa, semua perlindungan suciku berarti aku hampir
tidak bisa merasakan mana yang meninggalkanku.
“Berapa banyak yang harus aku gunakan untuk
dapat memuat
berkah?” Aku
bertanya.
"Tak satu pun dari kami yang bisa
menjawabnya, takutnya."
Tidak lama setelah kami makan, gelombang
pertama feystone kosong tiba dari Ehrenfest; gelombang kedua tampaknya akan
dikirim pada malam hari. Aku langsung mengisinya dengan mana sehingga kami
dapat mengirim semua itu kembali
ke Ehrenfest. Banyak dari mereka yang dikirim Sylvester
berukuran cukup besar, dan itu menguras mana dalam jumlah yang mengejutkan.
"Apakah ini cukup...?" Aku
bertanya-tanya dengan suara keras.
“Jika kau masih mengeluarkan berkah, lalu
bagaimana kalau berpura-pura pingsan dan membuat kekacauan umum sehingga orang
terlalu terganggu untuk menyadarinya?” kata Wilfried. “Setelah mendapatkan
nilai lulus, maksudku.”
Charlotte mengangguk. "Jika kami
mengatakan bahwa kau hanya ingin memberkahi semua orang, bahkan dengan biaya
menghabiskan semua manamu, maka mereka tidak akan tahu berapa banyak mana yang
kamu miliki."
"Lady Charlotte," sela Brunhilde,
"itu mungkin menyamarkan kapasitas mana-nya, tapi itu hanya akan membuat legenda tentang
kesuciannya menyebar semakin cepat."
"Aku tidak menginginkan itu," aku sependapat.
Charlotte meletakkan tangan bermasalah di
pipinya. “Tapi sudah terlambat untuk menyangkal kesucianmu lagi, bukan? Kamu
menerima banyak sekali perlindungan suci sehingga Kau menolak untuk memberitahu kami jumlah tepatnya, dan berkah
tampaknya melimpah ruah dari setiap tindakanmu, entah apapun yang kau niatkan.” “Ngh...”
“Fokus kita harus pada bagaimana kita dapat menyamarkan
perlindunganmu dan mengendalikan
image-mu di mata
orang-orang
lain. Sudah dikenal luas bahwa Kamu memiliki banyak mana dan sering kali doamu
akan memberikan berkah, jadi menyangkal kesantaan ini secara langsung bukan
lagi menjadi pilihan.”
Tentu saja, aku sebenarnya bukan santa... tapi Charlotte
sepenuhnya benar.
“Kita bisa membicarakan manipulasi reputasi Rozemyne nanti,”
kata Wilfried. “Kelas pusaran dedikasi sore ini didahulukan, dan kita tidak punya banyak waktu lagi.
Rozemyne, mungkin kau harus memakai semua jimat yang Paman berikan padamu untuk
menjauhkan berkah dan menyusun
rencana agar bisa menumpahkan mana seminim mungkin.”
"Aku akan melakukannya," jawabku,
lalu bergegas ke kamar. Selain semua jimat dari Ferdinand, aku juga mengenakan kalung
dari beberapa batu permata yang dirangkai dengan ukuran yang baik. Bagi orang yang tidak
sadar, kelihatannya aku tidak memakai banyak jimat, tapi aku benar-benar
mengenakan baju armor di balik pakaianku.
“Seharusnya begitu,” kataku setelah kembali.
"Wilfried, Charlotte —jika yang terburuk semakin
memburuk, seret aku keluar dari Aula Kecil." Karena
kelas kami akan terdiri dari kandidat archduke, hanya mereka yang bisa kuandalkan.
Adik-adikku menjawab dengan anggukan tegas dan keras, sementara Rihyarda dengan sukarela
berdiri siap di luar pintu.
Setelah memacu semangat kami, Wilfried, Charlotte, dan aku masuk ke dalam Aula
Kecil. Ini pertama kalinya aku merasa sangat tegang tentang latihan pusaran dedikasi. Wilfried
mendekati
Ortwin, sementara Charlotte menyapa temannya, Luzinde. Aku menyapa Luzinde
juga, kemudian mencari-cari satu orang secara khusus.
Itu dia.
Lady Hannelore.
Aku benar-benar membuatnya aneh hari ini;
apakah aman bagiku untuk menyapanya di sini adalah masalah serius. Jika menghindariku, aku bisa tau diriku menjadi sangat
tertekan sehingga aku tidak ingin meninggalkan ruangan tersembunyiku selama berhari-hari.
Tiba-tiba, mataku bertemu dengan mata
Hannelore. Dia melambai padaku sambil tersenyum.
Dia
tidak menghindariku! Aku senang sekali! Terima kasih,
dewa!
Aku segera menyapa Hannelore, akan tetapi Charlotte
menarik lengan baju untuk menghentikanku. “Kakak, kamu tampak sedikit
bersemangat. Apa kamu tidak apa-apa?"
"Aku... aku baik-baik saja."
Benar,
benar. Tidak boleh bersemangat. Tahan
semuanya. Tahan semuanya.
Aku menekankan tangan ke dadaku dan menarik
napas dalam-dalam beberapa kali —yang membuat Luzinde menatapku dengan
prihatin. "Apa kau merasa tidak enak badan hari ini, Lady Rozemyne?"
dia bertanya.
"Dia baik-baik saja, tetapi pusaran
dedikasi selalu membebaninya," jelas Charlotte. “Pertama, itu melibatkan olahraga, yang tentu saja dia sudah kesulitan —tetapi sebagai Uskup Agung, dia juga tidak boleh
tidak melakukan upaya ekstra untuk menari untuk dewa-dewa.” Dia terdengar agak
khawatir, tetapi dukungannya sempurna. Itu cover yang sangat bagus karena jika tarianku
menghasilkan berkah, dan itu membuatku aman untuk berpura-pura pingsan.
Adikku memang hebat!
Aku dalam hati menghujani Charlotte dengan pujian, lalu
menyadari bahwa Hannelore sedang menuju ke arah kami. Matanya berkedip-kedip
karena khawatir, kemungkinan besar karena Lestilaut menemaninya.
"Selamat siang, Lady Rozemyne,"
katanya.
Charlotte dan Luzinde dengan anggun menjauhkan diri.
Salam ini saja sudah cukup bagi mereka untuk menyimpulkan bahwa ini adalah
masalah pribadi.
Aku tersenyum pada kedua murid Dunkelfelger
itu. “Selamat siang, Lady Hannelore, Lord Lestilaut. Mungkinkah kalian memiliki sesuatu denganku?”
"Kapan Kau berniat mengadakan pesta teh
antara dua kadipaten kita?" Lestilaut bertanya dengan lumayan blak-blakan. “Tergantung kualitas jepit
rambut, aku mungkin perlu memesan lagi. Aku lebih suka itu dilakukan lebih cepat daripada nanti.”
Apakah dia menyindir bahwa jepit rambut dari
Tuuli manisku mungkin saja tidak cukup? Aku bisa merasakan sesuatu dalam diriku
akan patah—tapi kemudian Hannelore meletakkan tangan di pipinya dan
menggelengkan kepala. "Kakak, tidak bisakah kamu jujur saja dan mengatakan bahwa kamu tidak sabar untuk menantikan
bagaimana jepit rambut Ehrenfest
itu?" dia berkata.
“Aku hanya tertarik pada apa yang bisa diciptakan kadipaten
terpencil seperti Ehrenfest; Aku tidak akan mengatakan aku menantikan sesuatu.”
“Bukankah
kamu yang meminta untuk datang ke sini bersamaku karena
kamu ingin mengatur jadwal untuk pesta teh kita? Lady Rozemyne selalu lulus kelas dalam putaran pertama, dan,
seingatku, Kamu ingin memanfaatkan kesempatan langka ini untuk bicara
dengannya.”
Lestilaut memalingkan muka dan mencemooh
arogan, seolah sepenuhnya menyangkal tuduhan itu, sementara Hannelore terus
melakukan yang terbaik untuk memuluskan semuanya. Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang harus kupercayai—jawabannya
sederhana. Hannelore adalah temanku.
“Lord Lestilaut, aku senang Kamu menantikan jepit rambut,” kataku. “Namun,
karena aku juga berencana untuk mengambil program cendekiawan tahun ini, aku
tidak akan punya waktu untuk sosialisasi dalam waktu dekat. Hm... Mungkin kita bisa
meninjau jadwal kita sepuluh hari dari sekarang? Kita mungkin saja berada dalam posisi
yang lebih baik untuk membuat janji
temu.”
“S-Sepuluh hari...? Baiklah,” jawab Lestilaut dengan anggukan.
Hannelore menghela nafas, lega bahwa kami
telah mencapai kesepakatan, dan senyum lembut muncul di wajahnya. Itu pemandangan
yang menyenangkan, dan yang secara tragis terputus ketika suara lain sampai ke telingaku.
"Astaga. Kamu juga memesan jepit rambut
dari Ehrenfest, Lord Lestilaut? Tunanganku berasal dari Ehrenfest, jadi aku
juga memesan dari mereka.”
Itu Detlinde, memaksakan tawa yang sangat ala bangsawan saat dia
berjalan mendekat.
Bibir Lestilaut meringis. “Aku hanya ingin
memastikan yang terbaik yang bisa dilakukan kadipaten terpencil seperti
Ehrenfest.”
“Ah, begitukah? Tapi Kamu tetap berniat
menghadiahkan tusuk rambutmu kepada seseorang yang
menjadi escort-mu, bukan? Aku pun juga sama.”
Oh,
benar! Aku perlu menekankan bahwa Ferdinand tidak ada hubungannya dengan
mendesain tusuk rambut Detlinde!
Mengingat salah satu tugas suciku, aku segera
tersenyum. “Lady Detlinde pergi jauh-jauh ke Ehrenfest untuk bersosialisasi
dengan tunangannya. Di sana, dia memilih tusuk rambut yang dia inginkan.”
"Tunanganmu tidak memilihkannya
untukmu?" tanya Lestilaut, terdengar agak kaget.
Senyum Detlinde melebar. "Dia hanya akan
menghadiahkannya padaku."
“Hm... Aku sulit percaya bahwa selera estetika
Lord Ferdinand seburuk itu,” gumam Lestilaut, melihat antara Detlinde dan tusuk rambutku. "Apa
sebenarnya yang kamu suruh dia pesan untukmu?"
“Aku belum menerimanya, jadi aku tidak dapat
memberi tahumu bagaimana tampilannya,” jawab Detlinde, menekankan bahwa itu
adalah hadiah dan bukan pembelian yang dia lakukan untuk dirinya sendiri. Dia
kemudian menatapku dengan tatapan yang sepertinya mengatakan, "Jelaskan."
“Lady Detlinde akan diberi hadiah lima jepit
rambut yang ditata seperti bunga schentis. Mereka semua berada di sisi yang
lebih kecil, tetapi jika Kamu membayangkan jepit rambut Lady Adolphine, maka
itu akan memberimu gambaran yang bagus tentang penampilan mereka. Yang paling
menonjol adalah bagaimana mereka membentuk gradien lembut dari merah ke putih.”
Hannelore berkedip karena terkejut, sementara
Lestilaut menunjukkan ekspresi putus asa. "Kamu memesan lima tusuk rambut hanya untuk upacara kelulusanmu?"
Dia bertanya.
“Dengan kata lain, tunanganku memberiku jepit
rambut yang paling menakjubkan.” Bibir merah Detlinde melengkung menjadi
seringai yang lebih lebar. “Aku tidak sabar menantikannya.”
Dengan nada yang menjengkelkan, Detlinde tidak
memberikan konfirmasi verbal bahwa dia telah mendesain jepit rambut itu
sendiri. Satu-satunya pilihanku adalah mengubah pendekatan. Desain bunga itu sendiri sangat mirip
dengan tusuk
rambut Adolphine, artinya sama sekali tidak ketinggalan zaman. Dengan kata
lain, ketika tiba saatnya bagi Detlinde untuk memakai tusuk rambut itu, kita
bisa menyalahkan dirinya sendiri karena telah memutuskan untuk memakainya
sekaligus.
“Jumlahnya mungkin mengejutkan,” kataku,
“tetapi tidak ada yang terbuang
percuma. Masing-masing memiliki warna unik tersendiri, dan pemakainya
dapat memilih mana dan berapa banyak yang akan digunakan saat waktunya tiba,
agar sesuai dengan suasana atau pakaian apa pun yang dibutuhkan.”
“Begitu,” gumam Lestilaut. “Mencampur dan
mencocokkan untuk membuat variasi yang tak terhitung lumayan cerdik.”
Detlinde membusungkan dada. "Benar, dan akulah yang menyarankan sistem ini, asal kau tau."
“Aku yakin Ehrenfest telah memenuhi permintaan
Lady Detlinde dengan sempurna. Desainnya benar-benar bagus,” kataku, melakukan
yang terbaik untuk menopangnya.
Detlinde mengangguk dengan senyum puas.
“Mereka, memang begitu kan? Aku jelas tidak bisa mempercayakan semuanya kepada para pengrajin Ehrenfest.
Tidak ada yang tahu apa yang lebih cocok untukku daripada diriku sendiri.”
Brunhilde
dan yang lain yang memikirkan semua ini, tapi, well...
terserahlah. Aku akhirnya membuat Detlinde mengakui bahwa dia merancangnya, dan
itu cukup baik untukku.
“Harus kukatakan, aku menantikan untuk melihat
jepit rambut ini di wisuda kita,” kata Lestilaut.
“Benar,” jawab Detlinde. “Aku yakin Kamu akan mendapati dirimu tertegun tidak bisa berkata-kata.
Ohohoho.”
Saat kami melanjutkan percakapan, para
profesor masuk. Eglantine ada di antara mereka.
"Lady Eglantine menawarkan untuk
mendemonstrasikan pusaran pada kita hari ini,"
guru pusaran dedikasi kami mengumumkan. “Perhatikan baik-baik, anak-anak, entah kalian junior atau
senior.”
Lady Eglantine melepas jubah hitamnya sambil
tersenyum dan memberikannya pada seorang wanita yang mungkin adalah pelayannya. Dia kemudian
berjalan ke tengah ruangan, setiap langkah sangat anggun sehingga orang mungkin mengira tarian
sudah dimulai, lalu dia berlutut.
Setelah hening sejenak, dia mengangkat kepala,
lalu mulai bergerak seperti daun di atas angin. Lengan rampingnya terentang ke
langit-langit seolah-olah dia meraih ketinggian yang jauh.
Dia... sangat cantik!
Mau tak mau aku menghela nafas kagum,
memperhatikan dengan penuh perhatian agar tidak melewatkan satu detik pun dari pusaran Eglantine. Semuanya sempurna—bagaimana jari-jarinya menari-nari di udara,
pakaiannya berputar-putar di sekelilingnya, tatapannya yang benar-benar
terfokus... Hanya dengan melihatnya membuatku merasa dipenuhi kebahagiaan.
Saat aku berdiri di sana, terpesona, Detlinde
menghela nafas berlebihan; dia akan berperan sebagai Dewi Cahaya upacara
kelulusan tahun ini. “Aku tidak membayangkan dia memiliki niat buruk, tetapi aku
tidak dapat menyetujui sikap terlalu percaya diri ini. Apakah pusaran setelah kelulusan
tidak sama dengan Dewi Kekacauan yang mendorong Dewa Musim Dingin?”
Alih-alih
mengeluh tentang demonstrasi Lady Eglantine yang tidak perlu atau arogan,
bagaimana kalau Kamu menyaksikan dengan
hati-hati dan mencoba belajar darinya? Pada tingkat ini, kinerja Lord Lestilaut
sebagai Dewa Kegelapan akan membuatmu malu.
Charlotte, menyaksikan demonstrasi di sampingku, tersenyum
pada Detlinde. "Profesor Eglantine sudah lulus pada saat aku bergabung
dengan Akademi Kerajaan, jadi aku sangat senang memiliki kesempatan untuk
menyaksikan pusaran dedikasi
indahnya."
Eglantine segera selesai, pada saat itulah
kami berlatih sendiri. Murid baru hanya akan menonton, tapi kami semua akan
berdansa dengan teman sekelas kami.
Saat aku menuju ke tempat untuk tahun ketiga,
Eglantine tersenyum padaku.
“Kamu melakukan pusaran yang luar biasa di
tahun pertamamu, Lady Rozemyne. Aku tidak sabar untuk menantikan seberapa jauh perkembanganmu.”
“Aku sudah bisa merasakan beratnya harapanmu,
Profesor Eglantine,” aku menjawab. Mungkin benar bahwa dia menantikan untuk melihat penampilanku, karena dia
benar-benar menyukai pusaran
dedikasi sebagai bentuk seni, tetapi kemungkinan besar dia
ingin mengekstrak informasi sebanyak mungkin dariku. Kalau tidak, dia tidak
akan datang jauh-jauh ke kelas yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.
Jangan. memberkahi. Jangan. memberkahi. Jangan. memberkahi.
Aku berkontak mata dengan Charlotte, yang sedang
menonton di dekat dinding. Jari-jarinya terjalin erat, dan dia tampak tegang.
Kami bertukar anggukan.
Ini
cukup menegangkan.
Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian berlutut; Aku
harus menyelesaikan pusaran dedikasiku tanpa mengeluarkan berkah.
“Aku berdoa dan bersyukur pada dewa-dewa yang telah menciptakan
dunia,” Hannelore memulai. Dia memimpin doa sebagai kandidat archduke dengan
peringkat tertinggi di kelas kami, dan kami semua harus menirunya. Tentu saja,
karena aku sangat berhati-hati, aku mengucapkan kata-kata itu dan tidak lebih.
Dan
sekarang untuk pose doa.
Bagiku, pusaran dedikasi adalah tarian yang sangat
berbahaya dengan risiko berkah dadakan. Aku mengasah indraku sedemikian rupa
sehingga aku bisa merasakan setiap saraf di ujung jariku dan memfokuskan
pikiranku untuk mencegah satu tetes pun manaku terlepas keluar. Aku bisa mengatakan dengan
penuh keyakinan bahwa aku tidak pernah menari seserius ini seumur hidupku.
Bahkan saat tahap pembukaan tarian yang lambat, tubuhku
menjadi panas dan diselimuti keringat. Bernafas mulai terasa sedikit sakit.
Menyerah pada berkah akan datang sebagai pelepasan yang luar biasa dari
siksaanku, tetapi aku tidak bisa mengambil risiko untuk menonjol lebih dari
yang sudah kulakukan. Aku mengulurkan tangan dan berputar, rambutku berputar di
sepanjang lengan baju panjangku.
Sedikit
lagi.
Semakin cepat aku berputar, semakin berat
napasku. Aku fokus untuk menjaga keseimbanganku dan menekan mana yang
menggeliat di dalam diriku saat itu berubah menjadi panas yang mendidih.
Ujung jariku memotong udara untuk beberapa
saat lagi, lalu aku kembali berlutut. Aku bisa merasakan udara dingin di
pipiku, dan aku berkeringat deras... tapi sudah selesai. Aku tidak mengeluarkan berkah.
Aku...
aku menang! Aku bekerja sangat keras, dan semuanya terbayar. Siapapun
itu cepat puji aku!
Tapi saat aku mengembuskan napas lega,
tiba-tiba terpikir olehku—ada yang tidak beres.
Apa
apaan ini?! Seluruh tubuhku berkilau!
Feystone yang aku kenakan semuanya telah diisi
dengan mana, dan itu sekarang bersinar dengan marah seolah-olah menekankan kehadiran
mereka. Gelang, kalungku— setiap jimat memancarkan cahaya menyilaukan. Aku
jatuh kembali ke belakangku dan mencoba menutupinya dengan tanganku, tapi aku
tidak bisa berbuat apa-apa.
Apakah
ini ... hal yang baik? Hal buruk? Apa aku masih
berhasil melakukannya?
Aku menatap Charlotte, tidak dapat menentukan
apakah ini lebih baik atau lebih buruk daripada berkah. Dia memucat dan segera
berlari ke arahku.
"Kakak, berapa banyak mana yang kamu coba
masukkan ke dalam berkah itu ?!" Seru Charlotte, berbicara lebih keras dari yang
seharusnya. “Kalau begini terus, kamu akan pingsan lagi!”
"Aku... aku tidak memberikan berkah,
kan?" Aku meminta untuk memeriksa ulang.
Charlotte menggelengkan kepala. “Itu tidak
menjadi berkah, tapi, meski begitu, niatmu untuk berdoa kepada dewa-dewa
diketahui semua orang. Itu lebih dari cukup. Kakak, mari kita bawa kakak kita ke asrama.”
“Belum, Charlotte… aku masih harus lulus…”
jawabku. Setelah semua kerja kerasku, aku tidak tahan untuk pergi sekarang. Aku
mengalihkan perhatianku ke profesor, yang kemudian tampak kembali ke kenyataan.
“Aku telah mengamati pusaranmu yang paling
tulus, Lady Rozemyne. Kamu lulus, tentu saja. Sekarang aku harus memintamu
beristirahat. Tolong jaga dirimu baik-baik.”
"Terimakasih banyak."
Saat itulah aku melihat banyak mata terpaku
terpaku padaku; sulit untuk tidak menjadi pusat perhatian ketika aku
benar-benar berkilau. “Semuanya, aku minta maaf karena sudah mengganggu kelas,”
kataku, menahan keinginan untuk menangis.
Aku berusaha sangat keras untuk menghindari ini dan melakukan semua yang aku bisa,
tapi... aku tetap saja gagal.
Wilfried dan Charlotte membantuku berdiri dan
mengantarku keluar dari Aula Kecil. Aku masih ingin menangis, dan badanku masih
terasa panas tidak nyaman.
“Lady Rozemyne…” kata Rihyarda saat melihat
kami. “Wilfried, anakku, bawa Charlotte dan kembali ke kelas. Aku akan mengurus
semuanya dari sini.” Dia telah mengetahui segalanya dari keadaan feystoneku,
dan dia tidak menyia-nyiakan waktu untuk membawaku kembali ke asrama.
Kami tiba untuk mendapati bahwa kumpulan feystone dan alat sihir
kedua telah tiba dari Ehrenfest. Mengisinya menghilangkan sebagian panas di
dalam diri tubuhku, yang terasa menyenangkan.
“Rihyarda, apa ini?” Aku bertanya.
“Surat dari Aub Ehrenfest,” jawabnya. Selain
mengirimiku banyak feystone dan alat sihir, Sylvester telah menetapkan tanggal
pertemuannya dengan Hirschur.
Post a Comment