Update cookies preferences

Eighty Six Vol 8; Chapter 3; Bagian 2

“Armada ke-9 Mishia ke Armada ke-8 Arche. Mengkonfirmasi kedatangan di garis start operasi. Memulai serangan.”

Hari setelahnya. Dua armada pengecoh meninggalkan armada asal mereka, berlayar dalam garis lurus langsung ke pantai wilayah Legiun sebelum mengubah arah. Setiap armada menarik busur, membuat jalan menuju pangkalan Mirage Spire, dan sekarang berada di ambang memasuki jangkauan pemboman musuh.

"Dimengerti. Semoga Saint Elmo memberkatimu.”

Armada Orphan memasuki kesenyapan radio. Ester diam-diam membalas doa itu, tahu bahwa doa itu tidak akan sampai kepada mereka.

Di luar adalah malam kedua mereka di laut, dengan hanya beberapa bintik samar cahaya bintang yang berkilauan melalui tirai awan badai. Kapten, "kakaknya," saat ini sedang beristirahat sebagai persiapan untuk memulai operasi. Dia saat ini berdiri untuknya di jembatan terintegrasi.

“Arahan untuk semua kapal di Armada Orphan. Bersiap untuk maju. Segera setelah salah satu armada pengecoh memasuki pertempuran, kita berlayar ke Mirage Spire.”

“Yes, ma’am. Bagaimana dengan Kakak?”

“Dia masih bisa istirahat. Dia harus dalam kondisi prima ketika armada memasuki pertempuran sehingga dia bisa melihatnya sampai selesai. ”

xxx

“Armada ke-8 Arche ke Armada ke-8 Mishia. Pengecoh No. 5 dipastikan hilang— Pertempuran pembuka.

xxx

Kedua armada umpan memasuki pertempuran, dan di bawah selubung pengalihan mereka, Armada Orphan berlayar dalam kegelapan malam. Di blok perumahannya, Lena telah berganti pakaian untuk persiapan kedatangan mereka di zona operasi dalam beberapa jam. Dia mengintip dari pintu masuk kamarnya, memastikan tidak ada orang lain di koridor di luar kabinnya...

...karena dia telah mengganti pakaian normalnya dengan Cicada.

Ini adalah ketiga kalinya dia memakainya, tapi itu tidak berarti dia sudah terbiasa memakainya. Dan meskipun dia memiliki...seragam yang kurang pas yang disiapkan untuknya setelah dia kembali dari Kerajaan, dia lupa membawanya.

Jadi dia sangat enggan untuk berdiri di depan awak Stella Maris dengan pakaian ini, yang memperlihatkan setiap lekuk dan kontur tubuhnya. Ada briefing dengan kapten di depannya, dan Shin akan berada di sana.

Mungkin dia bisa meminjam setelan kerja dari Anju atau Shana....?

Dengan pemikiran itu, Lena mengintip ke sekeliling koridor yang kosong. Gadis-gadis itu lebih tinggi darinya, jadi dia mungkin bisa mengenakan pakaian mereka di atas Cicada. Shiden juga cocok dengan deskripsi itu, tetapi ada sesuatu yang menghentikan Lena untuk meminjam pakaian darinya.

Dia tidak tahu mengapa, tapi merasa bahwa bertanya pada Shiden bukanlah hal yang terbaik untuknya.

Dia menjulurkan kepalanya keluar pintu, tetapi setelah melihat ke arah lain, dia mendapati Shin berdiri di sana. Lena langsung menegang. Shin terpaku di tempat dengan mata sedikit melebar saat melihat Lena tidak mengenakan apa-apa selain Cicada.

Serabut saraf semu keunguan-perak membentuk otak semu yang menyelimuti tubuhnya. Dan karena ketat, benda itu memamerkan lekuk tubuhnya dengan cara yang hanya menyisakan sedikit imajinasi. Selain itu, bagian-bagian tertentu dari tubuhnya yang tidak memiliki apa pun untuk menopangnya bergoyang dan bergoncang setiap gerakannya.

Dan Shin melihat ke arahnya.

Kalau dipikir-pikir... Shin memang menghampiri Anju dan Dustin ditengah momen yang agak intim tanpa mereka sadari. Langkah kakinya sangat senyap.

Yang terjadi selanjutnya adalah keheningan yang panjang, lama, canggung.

"Kudengar Vika memberimu sesuatu yang disebut Cicada di Kerajaan," kata Shin, memecah keheningan.

Dia memiliki sorot mata dingin dan membunuh di matanya. Seolah-olah menahan amarah yang menggelegak dan meluap-luap di dalam dirinya.

“Aku memang merasa aneh karena aku tidak menerima informasi tentang itu... Aku bisa tahu alasan mengapa tidak ada yang menjawab ketika aku menanyakannya, dan Lerche terus meminta maaf padaku ketika kami berada di Pangkalan Revich.”

Ya, itu masuk akal. Lena tidak ingin memakai benda ini dan juga tidak ingin menjelaskannya.

"Ketika aku menanyakannya pada Marcel, dia melarikan diri, mengatakan dia belum ingin mati... Kurasa seharusnya aku mengambil tindakan sendiri dan menanyainya saat itu juga."

“T-tindakan sendiri...? Bukankah kalian berdua bersama-sama di akademi perwira khusus? Kau seharusnya tidak menyiksanya..."

“Jangan mengalihkan topik, Lena. Ini bukan tentang Marcel.” Oh. Aku pikir Shin mungkin benar-benar marah.

Dia mendekatinya, begitu dekat sehingga hidung mereka hampir bersentuhan, membuatnya terkejut dan mendorong dirinya untuk bersandar. Sebuah pikiran melintas di benak Lena saat dia dengan panik mencari perlindungan dari kenyataan. Ini pertama kalinya dia melihatnya dalam suasana hati yang buruk secara terbuka. Itu baru, dan itu membuatnya sedikit senang.

“Tidak, eh, aku tidak berusaha menyembunyikannya secara khusus, tapi...i-ini banyak membantu. Tapi itu hanya sedikit... Ini...sangat....memalukan.”

Dia menghela nafas, seolah mengeluarkan semacam tekanan internal.

Shin diam-diam berbalik.

"Dimengerti. Aku akan pergi membunuh Vika dan membuang jasadnya ke laut.”

“Shin....?! A-apa maksudmu?!”

“Aku meninggalkan pistolku di hanggar, tetapi aku bisa melakukannya dengan sekop yang diasah. Pendeta bilang kepadaku bahwa dia menggunakannya untuk membunuh tentara musuh di masa mudanya.”

“Apa yang pendeta itu pikirkan, memberitahu anak kecil tentang hal seperti itu?! Tidak, maksudku, mengapa sampai ada sekop di supercarrier ?!”

Seseorang bahkan tidak bisa berharap untuk mengalahkan ranjau self-propelled dengan sekop (bahan peledak yang terkandung dalam ranjau self-propelled anti-personil adalah ranjau buckshot terarah dengan jangkauan efektif lima puluh meter), dan Shin tidak pernah belajar bagaimana menggunakan sekop dalam pertempuran karena dia berspesialisasi dalam melawan Legiun.

Lena hanya bisa menyindirnya, tapi itu melenceng dengan cara lain.

“Baiklah, aku akan menendangnya ke laut saja. Itu pasti berhasil. Kapten Ismael bilang kebanyakan manusia yang jatuh ke laut lepas akan tenggelam, dan itu sempurna untuk menyembunyikan mayat—”

“Shin!”

____________________

“Mm.” Vika merasakan getaran merasuki tubuhnya.

Dia berada di ruang kontrol dek penerbangan, yang terletak di lantai pertama jembatan. Itu telah dibuat untuk menjadi ruang pertemuan sementara dalam persiapan untuk briefing terakhir.

“Barusan itu rasa dingin yang aneh....,” gumamnya pada dirinya sendiri.

"Mungkin anda mabuk laut, Yang Mulia?" tanya Lerche, memiringkan kepalanya dengan bingung.

“Jika aku harus katakan, rasanya seperti seseorang menggali kuburanku. Firasat yang agak ngeri.”

"Itu mungkin sisa rasa bersalah pakaian porno yang kau pakaikan untukku, Anju, dan Lena di Kerajaan," Kurena menimpali.

Vika menyipitkan alisnya yang terlihat bagus.

“Maksudmu Cicada.”

"Aku yakin mungkin itu bagimu lelucon, Yang Mulia, tapi tidak bagi kami," tambah Anju. "Dari pandangan kami, itu cukup untuk dianggap pelecehan seksual."

“Kurasa itu adalah salah satu fitnah yang tidak bisa kuhindari. Baiklah, aku akan memberimu itu. Lanjutkan."

“Memang bagus bisa memilikinya, tapi itu tidak membuat segalanya lebih baik,” kata Shiden, melotot padanya melalui mata yang menyipit. “Apakah setelan itu menggambarkan ketegaran pribadimu atau semacamnya? Sampah."

Mengabaikan kerutan di wajah Vika dari serangan tanpa ampun, Kurena melanjutkan:

“Akhirnya. Shin mungkin sudah tahu."

“Oh....” Vika menggelengkan kepalanya dengan anggun, sedikit pun tidak tampak gelisah. “Itu buruk, ya. Siapa yang membocorkan informasinya?” Dia melirik Marcel, yang melambaikan tangan sebagai wujud penyangkalan.

“Hei, aku tidak akan membeberkannya, kan?!” seru Marcel. “Jika aku mengatakan sesuatu, Nouzen akan membunuhku. Dan kemudian akan memberikan sisa-sisa mayatku sebagai makanan untuk anjing-anjing itu!”

“Kata-kata yang bagus, Marcel. Jika Kau membeberkan itu padanya, Nouzen memang akan membunuhmu. Meskipun secara pribadi, aku akan membangkitkanmu dari kematian dan kemudian menguliti daging dari tulangmu dengan cara sekejam mungkin.

“....?!”

“Yang Mulia.... Itu tidak terlihat sebagai lelucon ketika perancang Sirin yang mengatakannya. Saya mendorong anda untuk menahan diri...,” kata Lerche, menatap wajah Marcel yang pucat dan ketakutan dengan rasa iba di matanya.

Menyaksikan pasangan tuan-pelayan ini melakukan rutinitas komedi mereka yang biasa —kali ini termasuk Marcel— Kurena berbicara dengan sikap kucing pemarah.

“Jadi kurasa Shin akan melemparmu ke laut atau mencari kapak untuk membelah tengkorakmu, Yang Mulia. Apa yang akan kamu lakukan?”

“Ah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku yakin orang suci seperti MilizĂ© akan membela bahkan seekor ular sepertiku. Nouzen akan berhenti jika MilizĂ© memintanya.”

“....”

Lena mungkin akan melakukan itu, dan Shin kemungkinan besar akan mematuhinya.

"Yang Mulia, apakah anda keberatan jika saya sengaja salah tembak ke arah anda di operasi berikutnya?" tanya Kurena.

Mati sekali mungkin akan bagus baginya, pikir Kurena. Hanya sedikit.

_________________________

Melihatnya mencoba pergi dengan cepat, Lena meraih salah satu lengannya dengan kedua tangan dan menguatkan dirinya, entah bagaimana berhasil menghentikanya di tempat. Dengan hanya filamen tipis Cicada yang menutupi kakinya yang telanjang, lantai logam kapal perang itu mengikis kuku kakinya. Shin terpaksa berhenti, karna mengkhawatirkannya.

“Kalau begitu setidaknya pakai ini. Kumohon tatap seperti itu sampai Kau dapat melepas benda ini.”

Dia dengan kasar —hampir dengan ganas— mencopot atasan kerjanya dan meletakkannya di atas kepalanya. Saat dia memperbaikinya sehingga diletakkan di atas bahunya, Lena menatap Shin, matanya bertemu dengan tatapan merah darahnya.

“....”

Yang terjadi selanjutnya adalah keheningan yang aneh. Tidak terlalu canggung, tetapi ada sesuatu yang ragu-ragu tentang mereka. Shinlah orang pertama yang memecahkan jeda itu.

“Sayang sekali pertama kali kita melihat laut harus di medan perang.”

Kata-kata itu membuat Lena terkejut.

Aku ingin memperlihatkan laut padamu.... Aku ingin melihat laut, bersamamu....

Satu bulan yang lalu, di malam pesta, di bawah kembang api. Dia mempercayakan keinginan itu padanya, dan dia masih belum memberinya jawaban yang jelas.

“Eh.... Yah...”

Dengan kata lain...sudah sebulan, dan terdapat operasi di depan mereka. Kecanggungan sudah cukup memudar hingga mereka bisa melakukan percakapan. Shin menyiratkan bahwa sudah waktunya dia memberikan jawaban. Melihat ini, Lena menjadi sadar diri, yang membuat kata-katanya tersangkut di tenggorokan.

“T-tapi itu tetap sangat indah! Ini pertama kalinya aku melihat sesuatu seperti itu.”

Dan apa yang dia katakan sangat, sangat, dan sangat tidak penting. Dia menghela nafas kecil. Seolah mengatakan dia sudah menduganya. Ini hanya membuat Lena semakin bingung.

“Oh, er... Omong-omong, Shin, kudengar kau mendapat tawaran dari Federasi untuk belajar mengendalikan kemampuanmu, dan kau menerimanya. Mereka bilang keluarga ibumu bersedia membantu. Bagaimana dengan itu?”

“Itu hanya sebatas wawancara untuk saat ini. Mereka bilang kami perlu membangun kepercayaan dulu.”

“Begitu... Tapi aku harap kamu segera belajar bagaimana mengendalikannya. Ku yakin akan lebih mudah bagimu dengan cara itu. Aku sudah mengkhawatirkanmu sepanjang waktu, kau tahu.”

“....”

“Eh, ah.... Hah?!”

Tetapi ketika dia tersandung kata-katanya, dia (he) tiba-tiba menariknya (Her) ke dalam pelukan. Dan saat dia membelalakkan mata karena terkejut, bibir mereka terkunci. Tidak seperti suatu malam satu bulan yang lalu, kali ini, Shin yang berinisiatif. Ciuman yang menggigit. Karena kerinduan, dorongan hati, kelaparan. Itu adalah ciuman dengan keganasan yang tidak dia kenal.

Jantungnya berdegup kencang, seolah waktu berputar kembali, menempatkannya kembali pada malam itu. Darah mengalir ke kepalanya, membuatnya bingung dan pusing. Itu adalah jenis keganasan maskulin, jenis yang sepenuhnya asing baginya. Itu membuatnya sedikit takut. Tapi lebih dari rasa takut, panas dan manisnya ciuman itu membuatnya mabuk tanpa daya.

Dia mencarinya dengan putus asa, intens. Dia merasakan kehangatan satu aliran darah yang beredar di antara dua tubuh. Dia merasa mereka meleleh satu sama lain.

Berapa lama waktu telah berlalu? Bibir mereka akhirnya berpisah, dan mereka secara alami menghembuskan napas, napas mereka berbaur. Lena menegang, merah sampai ke telinga. Dia tidak menduga akan adanya ciuman kejutan, dan itu membuatnya bingung dan tidak yakin apa yang harus dilakukan.

“Kamu menyerangku entah dari mana bulan lalu, dan itu membuatku lengah. Jadi pertimbangkan balasan ini.”

Dia bertemu dengan sorot mata Shin untuk melihat dia menatapnya dengan ekspresi merajuk, hampir kekanak-kanakan.

"Kapan pun Kau siap memberikan jawaban... beri tahu aku."

Post a Comment