Update cookies preferences

Eighty Six Vol 9; Chapter 1; Bagian 2

 



“—Aku yakin kamu menyadari hal ini, tapi kita tidak bisa membuatmu bergabung dengan pengerahan ke Teokrasi, Vika. Kita harus mewaspadai kebocoran informasi yang berkaitan dengan pertahanan nasional kita, seperti burung kecilmu yang menggemaskan.”

Sama seperti Lena, sebagai komandan taktis, dan Raiden, yang menggantikan Shin sebagai komandan operasi, sibuk dengan hasil operasi, Vika memiliki tugasnya sendiri sebagai pangeran Kerajaan dan perwira utusan. Dia melaporkan rincian operasi Mirage Spire dan meminta bantuan pelacakan Noctiluca.

Setelah menyelesaikan pertanyaan tentang masalah itu, kakaknya menambahkan peringatan itu, yang direspon oleh Vika. Dia berada di kamar pangkalannya tempat mereka ditempatkan, di salah satu kota pelabuhan Negara Armada.

Teokrasi Suci Noiryanaruse. Negara gila, Noiryanaruse.

“Aku tahu, Kakak Zafar. Nilai-nilai negara itu terlalu berbenturan dengan kita, sehingga kita bisa menyebutnya negara gila. Negara tanpa penghormatan minimal terhadap moralitas bukanlah negara yang bisa kita percayai sebagai negara yang ramah. Aku percaya Federasi tidak memiliki niat untuk mengungkapkan detail apa pun mengenai Sensor Resonasi atau kemampuan Nouzen.”

“Itu yang kupikirkan... Oh ya, aku juga harus memperingatkanmu tentang ini. Hanya untuk jaga-jaga.”

“Aku sudah tahu. Aku tidak akan memberi tahu Eighty-Six alasan Teokrasi disebut negara gila.”

Zafar tersenyum elegan, seolah berkata, Bagus sekali.

“Aku akan sangat berterimakasih jika Kau dapat mencoba menggunakan cutimu ini untuk bertukar informasi dengan para jenderal Federasi. Tepat seperti yang Kau katakan, Mirage Spire dan Noctiluca menurutku aneh. Oh, dan omong-omong…”

Kakaknya, putra mahkota, berbicara dengan santai, sehingga Vika menira akan diomeli karena remeh temeh biasa dan tidak waspada. Dengan demikian…

“…ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku sejak Pasukan Terpadu pergi ke Aliansi. Benar kan?"

...ini benar-benar mengejutkan Vika. Bahkan dia, dengan segala kecerdasannya, terkejut dengan pernyataan ini. Tapi tanpa banyak mengubah ekspresi—bahkan, dia sangat percaya diri sehingga dia tidak hanya mengernyitkan alis atau membalik seikat rambut—dia menjawab:

"Tentu saja tidak. Aku takan pernah menyembunyikan sesuatu darimu, kak Zafar.”

Legiun sedang mempersiapkan serangan skala besar kedua dan berusaha memodifikasi dan mengembangkan diri mereka sendiri.

Vika memberi tahu ayahnya, raja; dan Zafar, putra mahkota, bahwa ini semua informasi yang Zelene berikan kepada mereka. Dia tidak memberi tahu mereka tentang metode shutdown untuk keseluruhan Legiun karena itu secara realistis tidak dapat digunakan , dan membagikan informasi itu akan menyia-nyiakan posisi Federasi di antara negara-negara lain di benua itu.

Dia tidak membagikan informasi ini, bahkan kepada mereka.

Senyum Zafar tetap tidak berubah.

"Begitu. Jadi kamu akhirnya belajar menyembunyikan rahasia yang kamu.... bahkan dariku.”

“Kak Zafar.”

Syukurlah.Sepertinya kamu membaur dengan Eighty-Six, setidaknya.”

Namun Zafar balas menatapnya dengan ekspresi sangat bahagia.

“Anak-anak yang memberontak melawan orang tua dan kakak mereka dan mulai memprioritaskan janji dengan teman-teman mereka adalah tanda pertumbuhan... Dalam hal ini, aku akan anggap Kau tidak memiliki rahasia untuk dirahasiakan dariku.”

Dia akan mengabaikan ini—untuk menghormati adik kesayangannya.

“Jika perang usai, bagaimana jika belajar di luar negeri di salah satu universitas Federasi? Lagipula, kamu hampir tidak bersekolah sepanjang peperangan ini. Kurasa Kau akan melakukannya dengan baik untuk bersenang-senang menikmati kehidupan seorang siswa setelah semua ini berakhir.”

Senyum tipis dan pahit muncul di bibir Vika. Itu adalah ekspresi yang hanya pernah dia perlihatkan dihapadan ayah dan kakaknya...

Kaubilangaku sudah dewasa,kak Zafar, namun Kau terus memperlakukanku seperti anak kecil.

"Baiknya Kau dan Ayah mengizinkanku melakukannya."

Setelah perang panjang ini usai.... Apa yang akan Shin dan Eighty-Six lain lakukan? Pertanyaan itu terlintas di benaknya bukan karena tertarik, tetapi karena rasa penasaran. Ketika mereka pertama kali datang ke Kerajaan, mereka tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan itu, tapi bagaimana dengan sekarang?

Apa yang akan Theo katakan sekarang bahwa dia tidak lagi bisa berdiri di medan perang dalam kapasitas yang sama dengan rekan-rekannya?

Mengakhiri transmisi, Vika mematikan sambungan dan berbalik menghadap sosok yang telah menunggu percakapannya berakhir, tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun.

“Berapa kali aku harus memberitahumu untuk tidak keluar dan menghancurkan dirimu?”

“Saya sangat memalukan...”

Setelah akhirnya diaktifkan kembali, Lerche lagi-lagi kehilangan sekitar setengah tubuhnya. Kali ini, bukan hancur secara horizontal, kira-kira setengah dari rangkanya hilang pada sudut diagonal. Sistem pendingin dan dayanya dalam kondisi rusak parah. Wajahnya, yang meniru model seorang wanita muda, terdapat bagian kulit yang terkelupas. Dia tampak seperti mayat tenggelam yang diambil ikan.

Melihatnya dari atas ke bawah, Vika menghela nafas. Butuh waktu untuk memperbaiki kerusakan separah ini.

“Baiklah, sekarang aku memiliki banyak hal yang harus diperhatikan setelah kembali ke Federasi, dan seperti yang Kau dengar, aku tidak akan berpartisipasi dalam pengerahan berikutnya, jadi aku punya waktu. Tapi pastikan untuk tidak menyia-nyiakannya terlalu banyak.”

"Yang Mulia, apa yang terjadi pada Noctiluca setelah saya—?"

“Kita mendaratkan serangan melumpuhkan, tapi berhasil lolos. Karena Kau tidak mengetahuinya, Kau mungkin tidak sadar bahwa Nouzen selamat dari pertempuran. Semoga saja daftar korban selamat dan korban meninggal juga tidak Kau ketahui.”

“Saya—saya mengerti. Jadi Tuan Reaper... selamat. Senang mendengarnya. Dan bagaimana dengan Tuan Yuuto? Tuan Werewolf? Lady Snow White? Lady Cyclops...dan Sir Fox, siapa yang terakhir berdiri?”

Vika berkedip sekali dengan dingin. Dia tidak memiliki cukup waktu luang untuk membahas status masing- masing dan setiap anggota, dan tidak seperti Shin dan Lena, dia juga tidak mengenal setiap anggota dengan baik.

“Untuk saat ini, jangan sebut nama Rikka di hadapan Nouzen, Shuga, Emma, dan Kukumila.”

"Apa itu artinya....?"

“Dia tidak mati, namun dia juga tidak selamat tanpa cedera. Aku akan memasukkan detail dan korban lainnya dalam laporan dan mengirimkannya kepadamu, jadi periksa sendiri nanti.”

Lerche menghela nafas sedih. Sirin tidak bernapas, namun Vika memungkinkan mereka untuk mengekspresikan emosi semacam itu.

"Begitu. Itu... Saya yakin Tuan Reaper merasakan siksaan luar biasa...”

“Kali ini kita menderita jumlah korban yang sangat besar. Semua orang putus asa karenanya, termasuk Nouzen.”

“Mereka pasti begitu... Itu sesuatu yang seharusnya tidak disebutkan di depan Tuan Reaper, Tuan Werewolf, Lady Snow Witch, dan Lady Sniper.” Kemudian, dengan sikap takut-takut, Lerche menambahkan, "Yang Mulia, saya harap pencarianku tidak diprioritaskan dan tidak ada nyawa yang hilang karenanya....?"

Vika mengernyitkan alis mendengar pertanyaan itu. Sesuatu seperti itu akan menyusahkan seorang Sirin seperti Lerche.

“Bukan itu masalahnya, jadi kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”

Mengubah urutan korban yang diselamatkan terlebih dahulu atas nama perasaan pribadinya sendiri akan mempermalukan posisinya sebagai pemimpin. Terlepas dari bagaimana perasaannya atau bahkan perasaan Sirin tentang hal itu, Frederica dan awak penyelamat Negara Armada menempatkan Sirin di bagian bawah urutan prioritas. Lerche diselamatkan dalam proses itu merupakan suatu kebetulan.

“Ada seseorang yang kebetulan jatuh di tempat yang sama denganmu, jadi mereka mengambilmu bersamanya. Aku yakin namanya Saki atau semacamnya, dari skuadron Thunderbolt. Pastikan untuk berterima kasih jika Kau melihatnya. Kurasa kalian berdua bersama-sama cukup berat.”

Rupanya, si Saki ini menerima tembakan langsung dari senjata tembak cepat. Mereka terlempar dan terguling dari Noctiluca, dan saat menunggu penyelamatan, Chaika Lerche juga jatuh dari sana.

Saki entah bagaimana memaksa kokpit Chaika terbuka sebelum tenggelam dan menarik jenazah Lerche keluar. Bahkan saat perahu penyelamat menjemputnya, sepertinya tidak ada yang menyadari bahwa Lerche adalah Sirin. Vika telah pasrah dengan kenyataan bahwa Lerche telah hilang selamanya sebelum dia mendengar laporan itu....

Oh ya.

Melepas pandangan acuh tak acuh ke luar jendela, dia menambahkan:

"Aku lupa mengatakannya, tetapi kau telah melakukannya dengan baik untuk kembali... Aku akan memujimu."

Dari sudut matanya, dia melihat Lerche melengkungkan bibir membentuk senyum kecil.

"Saya sangat berterimakasih."

xxx

"Hmm. Jangan salah paham, oke? Aku tidak bilang ada salahnya tentang ini atau bertanya mengapa Kau masih hidup. Aku sangat, sangat senang kamu berhasil, tapi...”

Para prajurit yang terluka ditampung di sebuah ruangan besar yang diperuntukkan bagi pasien rawat inap rumah sakit. Bangunan itu memang tua, tapi sangat bersih. Duduk di kursi bundar, Rito mengarahkan tatapan goyah dan emosional pada sosok yang dengan tenang berbaring di tempat tidur.

“Aku terkejut kamu berhasil keluar dengan selamat, Yuuto.”

“Kau dan aku, berdua.”

Selamathampir tidak terdengar akurat bagi siapa saja yang melihat kondisinya tanpa konteks. Yuuto mengangguk, terlilit perban dan anggota tubuhnya tertutup gips plastik. Dia menderita memar parah dan beberapa patah tulang, termasuk tulang rusuknya, membuat paru-parunya kolaps—yang terlihat dari luar.

Tetapi bahkan dengan semua itu, mengingat rignya telah dihancurkan oleh turet sepanjang 800 mm dengan berat ratusan ton, fakta bahwa dia masih hidup bukanlah keajaiban. Seolah menerima serangan menggantikannya, Juggernaut miliknya rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi.

“Tulang rusukmu patah di kedua sisi dan lubang di salah satu paru-parumu adalah neraka,” kata Yuuto, suaranya datar seperti biasa dan sama sekali tidak membangkitkan rasa sakit itu. “Rasanya sakit saat bernafas, tapi sepertinya aku tidak bisa berbuat apa-apa. Membuatku mengutuk fakta bahwa aku selamat.”

"Oh, apakah bicara juga sakit?" Rito meminta maaf. "Mungkin aku seharusnya datang nanti saja."

“Tidak, senang kau datang. Memiliki seseorang untuk diajak bicara adalah pengalih perhatian, dan Kau tidak tahu kapan harus diam.”

“Serasa seperti penghinaan,” kata Rito dengan cemberut, tapi sepertinya dia tidak benar-benar tersinggung.

Yuuto selalu pendiam, tapi hari ini, anehnya dia banyak bicara. Dia mungkin benar-benar membutuhkan sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dari rasa sakit. Itu menyerangnya dengan setiap napas, dan seseorang hanya bisa menahan napas begitu lama. Dan…

“Aku beruntung masih hidup, jadi aku lebih suka tidak mengeluh. Pengalih perhatian adalah bantuan besar.”

...dia juga perlu mengalihkan pikirannya dari siksaan emosional karena kehilangan rekan-rekan mereka yang telah gugur. Banyak anggota skuadron Thunderbolt Yuuto yang mati atau hilang, terutama di pasukan garis depan. Sama seperti Shiden dan skuadron BrĂ­singamen, skuadron mereka perlu dipecah dan dirombak ulang sampai operasi berikutnya. Tapi sepertinya Yuuto tidak akan pulih tepat waktu untuk itu.

"Ya. Tapi aku berani bertaruh bernapas masih sakit, jadi aku akan mengoceh panjang. Aku akan memberitahumu apa yang terjadi saat Kau terhempas. Oh ya, leviathan! Kurasa mereka menyebutnya Muskura. Katakan padaku bagaimana rasanya ketika kamu baikan!”

“Maaf, aku tidak sadarkan diri di bawah air ketika itu muncul.”

“Oh benar. Kalau begitu, um.... Kurasa aku tidak bisa menanyakannya pada Kapten Nouzen, tapi aku bisa bertanya pada pangeran! Tapi aku berasumsi dia akan berpikir itu terlalu membosankan untuk dibicarakan, atau seperti, kesannya tentang itu akan aneh dengan caranya sendiri... Dia mungkin akan mengatakan itu terlihat enak atau semacamnya. Aku bisa membayangkan pangeran berkomentar semacam itu. Kurasa aku harus menanyakannya pada kapten tentang hal itu nanti!”

“....”

Sungguh, dia tidak tahu kapan harus diam. Atau lebih seperti dia sangat bersemangat sehingga dia akhirnya keluar jalur. Dan pada saat-saat seperti ini… itu yang diperintahkan dokter.

Rito tidak memiliki bayangan kematian yang tampaknya menggantung di atas begitu banyak Eighty-Six lainnya. Dia selalu bisa membicarakan hari esok tanpa peduli pada dunia. Dia melangkah maju, yakin bahwa dia akan selalu hidup untuk melihat hari esok.

Aku juga selamat...Aku selamat dari Sektor Eighty-Six, serangan skala besar....Aku bahkan selamat dari pendakian menuju kematian di Mirage Spire. Aku selamat. Aku hidup. Jadi mungkin, aku mendapat hak istimewa untuk memikirkan masa depan ....

Dia memikirkan kembali sebelum operasi dimulai—kapten kapal anti-leviathan yang menunjukkan padanya pemandangan cakrawala dari mercusuar. Dialah yang menyuruhnya untuk datang berkunjung lagi, hanya beberapa hari sebelum dia berlayar menembus ombak sebagai umpan, tak pernah kembali.

Pikirannya tertuju pada Shin, yang memberi tahu mereka tentang bagaimana dia melihat kerangka leviathan saat dia muda. Itu adalah percakapan konyol dan menghangatkan hati yang menunjukkan kepada Yuuto bahwa bahkan Reaper berwajah batu itu pernah memiliki sisi imut dalam dirinya—sisi yang mengagumi dan terpesona oleh pemandangan monster raksasa.

Jadi mungkin sekarang, tidak apa-apa. Mungkin sekarang, Yuuto juga bisa mendapatkan mimpi kecil dari masa remaja yang harus dia buang di Sektor Eighty-Six.

“Kalau begitu, izinkan aku menanyakan sesuatu padamu juga.”

Rito menatapnya dengan penasaran. Yuuto mengangkat bahu kecil, terlepas dari jerih payah yang diperlukan untuk melakukan gerakan itu.

"Tentang kerangka leviathan... Aku ingin melihatnya sendiri lain kali."

Lain kali, dia akan pergi ke sana sebagai turis biasa. Setelah perang usai... Persis seperti yang kapten itu perintahkan padanya. Keinginan terakhirnya padanya.

“Dan untuk nilainya... seorang anggota awak mengatakan kepadaku bahwa beberapa jenis leviathan benar-benar lezat. Mereka mengiris daging segarnya menjadi potongan-potongan kecil, memasaknya dengan ikan, dan memakannya.”

“Mereka benar-benar memakan makhluk-makhluk itu...?”

“Yah, mereka kanhewan, secara teknis...kurasa....?”

Ya, hewan yang menembakkan laser...

“Mereka dihitung sebagai hewan, kan?”

“Jangan tanya aku, Yuuto!”

xxxxxx

Setelah mendengar deru keras gelombang laut menyusul suara mesin berat yang surut, Kurena menyadari bahwa Stella Maris telah tiba di pelabuhan. Sistem Juggernaut miliknya dalam mode standby. Tapi ketika sebuah jendela holo tiba-tiba muncul di depannya, Kurena—yang sedang berjongkok di dalam kokpit Gunslinger—dengan lamban mengangkat kepala.

Memeriksa jendela, dia melihat Frederica berdiri di samping Gunslinger.

"-Apa?"

Kurena tidak repot-repot membuka kanopi unit, malah mengajukan pertanyaan singkat melalui speaker eksternal. Mendengar suaranya yang menggelegar, Frederica membeku.

“H-hanya saja sudah hampir waktunya bagi Prosesor untuk keluar. Bagaimana kalau Kau makan sesuatu sebelum itu? Kau sudah berada di sana selama hampir setengah hari sekarang. Pergi begitu lama tanpa makan tidak akan membantu Kau dengan baik, dan tubuhmu membutuhkan istirahat. Jadi-"

"Aku akan baik-baik saja."

"Tapi...."

“Sudah kubilang aku akan baik-baik saja.... Jadi aku tidak makan selama sehari—lantas kenapa? Di Sektor Eighty-Six, sering kali kami menghabiskan waktu seharian untuk bertempur. Hal-hal semacam itu juga terjadi di Federasi. Aku sekarang tidak akan berada di sini jika rasa lapar sudah cukup untuk membunuhku.”

"Minggir, bocah tengik."

Orang lain mungkin berdiri di titik buta sensor optiknya, karena kata-kata terakhir itu diucapkan oleh seseorang yang tidak bisa dia lihat. Segera setelah itu, kanopi terangkat tanpa dia picu. Seseorang telah memasukkan kode sandi darurat yang dibagikan oleh semua Juggernaut dan menarik tuas pembuka kunci eksternal kanopi.

Kurena secara refleks melotot ke depan, sekarang mengunci mata dengan sosok yang memakai setelan terbang berwarna baja yang sama dengannya. Gadis Eighty-Six, salah satu kapten peleton skuadron BrĂ­singamen Shiden dan Shana. Mika.

”Ruang makan kapal melacak orang-orang yang masuk untuk makan dan yang tidak . Setiap juru masak cemas karena seorang gadis tidak muncul sama sekali.”

Dia mendorong nampan makanan dingin ke arah Kurena, tapi Kurena dengan singkat membuang muka. Kening Mika berkedut.

“Plus—dan aku tahu kamu berpura-pura sekuat mungkin agar tidak menyadari fakta ini—kita sudah lama berlabuh. Semua prajurit yang terluka sudah diangkut, dan mereka harus membawa Juggernaut keluar. Semua Prosesor sedang bersiap untuk turun, kecuali yang dirawat di rumah sakit.... Apa aku harus mengejanya? Kau duduk di sana dan merenung dan itu menghalangi pekerjaan mereka. Dan bagaimana dengan pembekalan? Dua kapten regumu tidak bertugas, dan Raiden harus mengisi sebagai komandan operasi. Di sisi lain, kau di sini bermalas-malasan ketika kau bahkan tidak terluka.”

Kurena bisa melihat beberapa wajah familiar dari awak maintenance yang melihat ke arah mereka dari jarak dekat. Dia sadar, mungkin terlambat, bahwa semua Juggernaut lain dari skuadron Spearhead telah diangkut dari kapal. Mereka mungkin mengakhirkan miliknya karena mempertimbangkan dirinya.

Dan seperti yang Mika katakan, Shin tidak sadarkan diri, Raiden menggantikannya, dan Theo... dioperasi segera setelah dia dijemput. Dengan ketiadaan mereka bertiga dan Kurena masih di kokpit, perwira tertinggi yang bisa menangani pembekalan adalah Anju dan kapten Peleton ke-4. Dia bisa membayangkan betapa sulitnya itu.

Dia memelototi Mika, berusaha menghilangkan rasa bersalahnya. Seolah menyuruhnya berhenti mengatakan hal-hal yang masuk akal.

“Katakan, katakan saja. Ini bukan tentang aku membuat masalah untuk orang lain; kau hanya membenciku. Ayolah, katakan saja. Kematian Shana adalah kesalahanku—itu yang ingin kamukatakan, kan?!”

Mika tiba-tiba mengulurkan tangan dan meraih kerah seragam Kurena, menyentaknya mendekat.

"Kau ingin aku mengatakan itu," katanya, hampir cukup dekat untuk menyentuh hidung mereka, iris emas mata hijau Aventuranya berkilauan dengan kemarahan membekukan. “Tapi aku tidak akan meladeni permainanmu... Shana mati karena dia berjuang. Dia memilihnya sendiri, memilih untuk berjuang sampai nafas terakhirnya. Dan Kau tidak harus... mengambil tanggung jawab untuk itu.

Kau hanyamempertontonkanrasa bersalahmusehingga Kau bisa berkubang dalam mengasihani diri sendiri...Membiarkan orang menyalahkanmuhanya akan memberimu jalan keluar yang mudah. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Bukan kamu. Tidak ketika kamu tidak bisa bertarung di tengah operasi karena kamu khawatir Shin hilang atau Theo terluka. Bukan kamu...! Apa masalahmu?! Shin selamat, begitu pula Theo, sialan! Kalian lolos dengan mudah! Kami kehilangan Shana, Alto, Sanna, Hani, dan Meryo! Tak satu pun dari mereka akan kembali! Tapi kitamasih hidup, jadi sekarang bukan waktunya duduk-duduk sambil memeluk lututmu!”

Pupil emas Kurena memicik. permainanku? Kami lolos dengan mudah ...?!

Dia meraih kerah Mika dan menggeram.

“Kamu menyebut itu 'lolos dengan mudah'?! Mananya yang mudah?!”

Baik Theo dan aku...Kami Eighty-Six, kami... !

“Berjuang adalah satu-satunya yang kami miliki. Kami tidak memiliki keluarga atau rumah atau apa pun. Jika itu sampai hilang... Jika kami sampai tidak bisa bertarung lagi...”

Pride—jejak terakhir identitas mereka. Segala sesuatu yang lain yang Republik rampas, dan hanya menyisakan pridemereka yang ditempa perang, watak-tempur, dan diperoleh dengan susah payah.

Dan sekarang... bahkan itu memudar.

“Jadi jika itu hilang...siapa kita ini?!”

Pertanyaan itu tidak pernah berlama-lama di benaknya, tetapi saat ini, itu menatap wajahnya yang mati. Kenyataan pride yang dirampas—harus hidup dalam ketidakhadirannya—sedang disodorkan di depan matanya. Dia harus menghadapi kenyataan bahwa masa depan di mana mereka harus berhenti menjadi Eighty-Six bisa terjadi padanya dan Theo. Jadi bagaimana...?

“Bagaimana aku bisa tetap tenang…?”

Mengeluarkan rengekan kekanak-kanakan yang terlalu menyedihkan, Kurena mendorong Mika menjauh dan berlari. Ketika Mika pertama kali meraihnya, dia menjatuhkan nampan makanannya. Melihat ke bawah dan menyadari apa yang telah dia lakukan, Mika berbalik untuk menemukan bahwa Frederica sekarang membawanya di tangan kecilnya. Rupanya, dia menangkapnya ketika Mika tidak sengaja mendorongnya.

“Aku mungkin sudah keterlaluan,” gumam Mika.

Dia tidak merasa bersalah sedikit pun karena menyuruh Kurena pergi, tetapi Theo tidak pantas mendapatkannya. Meskipun dia mengatakan dia lolos dengan mudah karena dia tidak mati...itu tidak benar untuknya.

Bagi Eighty-Six, menjadi tidak mampu bertempur tidak lebih baik dari mati. Bahkan bisa lebih buruk. Bagaimanapun, berjuang sampai nafas terakhir adalah pride Eighty-Six. Kehilangan daya tempur berarti kehilangan sesuatu yang mendefinisikan diri mereka di atas segalanya.

Jadi ya, sampai pada kesimpulan ini akan membuat orang berhenti berbicara sepenuhnya. Setelah beberapa saat merenung, Mika sadar bahwa dia telah melewati batas terhadap Kurena.

"Hei, bocah tengik, kamu saja yang makan?"

"Ogah!"

xxx

Meninggalkan hanggar, seolah ingin melarikan diri dari Mika, Kurena merasakan kakinya secara alami membawanya ke blok rumah sakit Stella Maris. Shin. Dia ingin mendengar suaranya. Melihat wajahnya.

Kurena.

Sama seperti masa lalu di Sektor Eighty-Six, ketika Kurena akan dikuasai kemarahan dan kebenciannya terhadap babi putih. Dia akan selalu ada di sampingnya, dalam diam menenangkannya dengan suara yang tenang dan tenteram.

Mengambil belokan terakhir, Kurena berhenti di tempat. Sudah ada orang lain yang berdiri di depan kamar rumah sakit yang dia tuju. Mereka memiliki rambut perak kebiruan dari Adularia dan mata argent yang mencolok. Fisik mereka besar dan kekar, dan mereka memiliki ban lengan pendeta militer di lengan baju mereka.

“Ah, Pendeta...”

Pendeta jangkung itu memutar kepalanya yang besar seperti beruang untuk menghadapnya. Dia lebih tinggi dari Raiden, bahkan mengerdilkan Daiya dan Kujo. Kurena berdiri dengan tinggi rata-rata untuk seorang gadis, dan dia harus melihat ke bawah untuk menatap matanya. Itu...

.....sama seperti geng Alba yang melihat ke bawah pada Kurena dan kakaknya, mencibir mereka dan mayat orang tua mereka.

"Ah..."

Dia masih bisa merasakan mereka menjulang di atasnya. Pada saat itu, dia masih kecil dan belia, dan semua orang dewasa serasa seperti raksasa. Tetapi orang-orang itu seperti raksasa mitos yang kejam. Dia berdiri membeku, pemandangan itu bermain-main di benaknya. Kilatan moncong membelah kegelapan malam. Udara, kental dengan aroma darah. Gila, tawa setan dan kilatan perak.

Dia merasakan semua darah mengalir dari wajahnya. Berbalik, Kurena melarikan diri.

xxx

Post a Comment