Update cookies preferences

Eighty Six Vol 9; Chapter 4; Bagian 4

 



Mereka belum melenyapkan Halcyon. Operasi itu masih berlangsung.

Hujan buckshot memaksa mereka untuk menjauh dari Halcyon, tetapi saat dia berjuang untuk sekali lagi menutup jarak, dia terus berbicara. Beresonasi dengan seluruh divisi lapis baja membuat kepalanya berdenyut, tapi dia sanggup menahannya sedikit lebih lama.

Shin tahu bagaimana perasaan mereka. Dia membenci mereka sama seperti orang-orang yang lain. Dia tidak ingin berjuang untuk orang-orang yang tidak lebih baik dari babi putih Republik, apalagi mati untuk mereka. Apalagi sekarang, ketika mereka menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk menolak... Hak untuk mengatakan bahwa mereka tidak ingin mati.

Namun...

“Aku mengerti kemarahan kalian. Tetapi jika kita mengabaikan Halcyon, kedepannya itu bisa muncul di front depan Federasi. Dan jika kita tidak merebut inti kendali unit komandan—informasi rahasia Legiun dan railgun itu sendiri—Federasi tidak akan punya masa depan. Ini bukan operasi di mana kita bisa termakan oleh emosi kita dan berhenti.”

Mereka tidak bisa mengabaikan kesempatan mereka untuk hidup karena marah dan geram. Hidup mereka tidak berubah-ubah dan cukup sementara untuk memungkinkan hal itu lagi.

Inti kendali Halcyon bukanlah perwira Kekaisaran. Bukan inti dari Noctiluca, juga bukan "Shanas" yang mengoperasikan railgun. Tak satu pun dari mereka memiliki informasi yang paling dibutuhkan Federasi. Tapi meskipun begitu.

Mitsuda berbicara. Bukan karena ketidakpuasan atau maksud untuk membantah, tapi seperti anak kecil kehilangan akal yang menjadi keras kepala dan ngotot.

“Tapi, Shin... Tapi...”

“Sudah kukatakan, Mitsuda. Aku paham kemarahanmu. Itu tidak salah tempat. Tapi itu tidak sepadan sampai harus mempertaruhkan hidup kita. Jika keadaan benar-benar menjadi berbahaya, kita akan mempertimbangkan untuk mundur.”

“Roger.”

Mitsuda mengangguk melalui Resonansi, meskipun masih dengan enggan. Setelah mengkonfirmasinya, Shin memotong Resonansi dengan seluruh unit. Begitu melakukannya, dia bisa dengan jelas merasakan seringai pahit Raiden melalui Resonansi.

Well,bukan berarti kembali dari pertempuran sesederhana yang Mitsuda katakan.”

Satuan lintas udara bekerja dengan asumsi bahwa unit darat akan menangani pelenyapan Legiun di garis depan untuk mereka. Melawan Halcyon adalah satu hal, tetapi harus berjuang keluar dari area dengan Halcyon yang menembak mereka dari belakang bisa jadi agak terlalu sulit, terutama karena mereka tidak bisa mengandalkan bantuan pasukan Teokrasi.

"Ya. Semua unit, kalian dengar. Kita lanjutkan operasi.”

Semua orang di satuan lintas udara berpendirian sama dengan Raiden. Tak satu pun dari mereka menyuarakan keluhan, menjaga rasa tegang. Operasi dilanjutkan. Namun, siapa yang bisa memastikan berapa lama mereka harus menunggu Trauerschwan untuk siap dalam posisi tembak?

“Berdasarkan analisis sistem pendingin, kita mungkin tidak perlu menunggu Trauerschwan masuk ke posisi untuk menghancurkan Halcyon, dan jika memungkinkan, kita akan segera melakukannya. Sampai saat itu tiba, cobalah untuk tidak membuang amunisi jika tidak diperlukan.”

xxx

Di seberang medan perang Sektor Eighty-Six dan Federasi, dia mengikutinya. Dia merindukannya dengan yang seperti keyakinan agama. Tapi mendengarkannya sekarang, Kurena hanya bisa bereaksi tidak percaya.

"Kenapa?"

Mengapa dia terus mengatakan perang akan berakhir, bahkan dalam situasi ini? Mengapa dia bersikeras memiliki kepercayaan pada dunia ini? Pada dunia yang tertawa saat menembak mati ibu dan ayahnya dengan darah dingin? Pada dunia yang memutuskan lengan seorang Eighty-Six yang hatinya telah bertekad untuk berjuang hingga nafas terakhirnya?

Seperti halnya babi putihyang merampaskeluargamu. Kau melihat tangan Theohilangsepertihalnya aku. Jadi kenapa? Bagaimana Kau masih bisamempercayainya ?

Untuk waktu yang lama, ada jurang pemisah yang menentukan, celah, yang membentang antara dia dan Shin. Antara Eighty Six seperti dirinya dan Eighty Six seperti Shin. Dan sekarang dia melihatnya. Dinding yang berdiri di antara orang-orang yang telah meninggalkan Sektor Eighty Six, dan orang-orang yang tidak sanggup meninggalkannya—mereka yang telah tertinggalkan.

“Apakah kamu akan meninggalkan kami? Hai..."

Reaper kami. Ataubegitulah pikirku ...

Apakah Kau akan meninggalkan kami?

Ketikakamidulunya adalah rekanmu?

xxx

Satuanlintas udara akan melanjutkan misi, seperti yang diputuskansejak awal.Kitaakanmempertahankankendali zonatempursampai Trauerschwansiap di posisi .”

Dari semua hal, dia tidak pernah memperkirakan hal ini.

Mendengar kata-kata tegas dan bermartabat dari kapten Eighty Six, Hilnå mau tidak mau melebarkan mata dan melongo takjub.

Ini tidak mungkin. Tidakmungkin. Eighty Six sendiri yang mengatakannya ? Tidak... Lagi pula.

Dia tidak bisa menghentikan senyum yang tersungging di bibirnya.

"Kau lihat? Dewa perang kalian, Reaper kalian juga mengatakannya, Eighty Six.”

Baik Lena maupun Eighty-Six tidak bisa melihat senyum itu, tapi senyum itu sangat melengkung...dan entah bagaimana mencela diri sendiri.

“Itulah peran kalian. Begitulah kehendak dewi bumi dan takdir yang diberikan kepada kalian oleh dunia ini. Kalian semua tidak mengenal apa pun selain konflik. Kalian tidak punya tempat tinggal lain. Kalian akan hidup di medan perang, dan di sana, kalian juga akan mati. Itulah satu-satunya takdir yang tersedia untuk kalian.”

Sama seperti kami .

xxx

Kata-kata Shin dalam seluruh Resonansi adalah hal yang mereka semua sudah pikirkan tetapi tidak satupun dari mereka yang mengatakannya. Dia tidak punya waktu untuk memperdebatkan masalah itu karena pertempuran dengan Halcyon akan segera berlanjut, jadi Lena berbicara menggantikannya.

“Semua unit. Kalian tidak harus memandangnya sebagai penyelamatan Teokrasi. Kalian bukan pahlawan. Kalian dapat dan harus berjuang demi alasan kalian sendiri.”

Memenuhi tugas itu adalah tugas seorang komandan. Dan dia tidak ingin kata-kata yang dia katakan ditentang olehnya.

“Dan bahkan jika kalian bangga berjuang sampai nafas terakhir, itu tidak berarti satu-satunyatujuan kalian adalah bertarung. Kalian bukan drone, dan kalian bukan senjata. Dan jangan sampai omong kosong itu menyesatkan kalian! Namun, kita akan menyelesaikan operasi ini. Kita akan melenyapkan Halcyon!”

Jika mereka tidak senang atau tidak bahagia, maka biarkan hal itu jatuh padanya dan bukan pada Shin. Dia adalah ratu yang hidup di bawah Eighty-Six. Di tempat yang tidak pernah menumpahkan darahnya sendiri di medan tempur, dia harus tetap lebih tenang daripada bawahannya.

“Dan untuk itu, pertama-tama kita harus menerobos blokade ini! Bekerja samalah dengan Resimen Myrmecoleo dan buka celah ke dalam kepungan musuh!”

Tetapi begitu dia mengatakannya, dia menyadari sesuatu tentang rencana ini sangat tidak tepat. Menerobos blokade. Kepungann penuh.

Kenapa ?

Pasukan melemah ketika tersebar. Pasukan yang kalah menerima sebagian besar kerugiannya selama mundur. Dan itulah mengapa, sebagai aturan umum, seseorang tidak mengasumsikan formasi yang tidak memungkinkan musuh untuk melarikan diri sama sekali. Ketika dipukul mundur, orang-orang cenderung panik dan gagal terbang seperti halnya hewan.

Tetapi jika jalan keluar mereka terhadang dan kematian menatap wajah mereka, para prajurit terdorong untuk berjuang sampai nafas terakhir mereka. Dan seperti hewan yang paling berbahaya ketika terpojok, tentara menunjukkan keganasan yang luar biasa setelah dibebaskan dari belenggu penghambatan dan akal sehat.

Memaksa musuh ke posisi semacam itu hanya akan menghasilkan korban lebih banyak bagi pihak penyerang.

Itu sebabnya bergerak ke sekeliling musuh dipandang rendah. Kecuali seseorang berusaha untuk memusnahkan musuh secara keseluruhan, meninggalkan jalan keluar adalah sesuatu yang penting. Jika Teokrasi benar-benar ingin menyerap Eighty-Six ke dalam pasukan mereka, menghalangi Kurena, Michihi, Rito, dan pasukan utama Brigade Ekspedisi dengan pengepungan penuh tidaklah masuk akal.

Dan selain itu, timing aneh dalam serangan mendadak dan fakta bahwa regu Lena tidak bertemu dengan salah satu tentara musuh sampai mereka melarikan diri. Mereka tidak menyandera Lena dan perwira kontrol. Dan hal yang paling aneh adalah bahwa mereka akan menghadapi semua masalah ini, bermusuhan dengan kekuatan besar seperti Federasi dan Kerajaan, hanya sekedar demi mencuri dua resimen.

Bagaimana jika tujuan Hilna bukan membuat Eighty Six menyerah? Mungkin situasi ini, yang penuh dengan kontradiksi dan inkonsistensi, bukanlah kehendak tentara Teokrasi, melainkan...

“Aku tahu kamu memanfaatkan ini, Hilnå,” kata Lena dengan suara rendah, mengubah transmisi radio ke gelombang pusat komando Teokrasi.

Nada suaranya sangat marah, seolah-olah dia tidak akan merasa sebagai dirinya sendiri secara utuh tanpa mengatakan komentar terakhir ini.

“Kau dengar apa yang baru saja kukatakan, kan? Kau keliru, Hilna. Eighty-Six tetap berada di medan perang karena pride mereka—bukan karena itu adalah takdir mereka. Mereka tidak berjuang karena mereka percaya konflik sebagai satu-satunya jalan. Mereka berjuang untuk mengakhiri perang ini!”

xxx

"Tidak. Kami tidak,” sembur Kurena dengan getir.

Karena yang berbicara adalah Lena, dia tidak sekesal seharusnya. Tetapi jika ada orang lain yang mengucapkan kata-kata itu, dia akan sangat marah.

Mereka tidak berjuang untuk mengakhiri perang. Tidak semua Eighty-Six satu pemikiran dengan Shin. Lena hanya mengatakan hal itu karena dia setiap saat berada di dekat Shin. Diaingin mengakhiri perang, dan Lena terlebih dahulu dan lebih memandanganya.

Tentu saja, Kurena berpikir bahwa akhir dari perang terkutuk ini juga akan menjadi sesuatu yang baik. Dia ingin menyaksikan mimpi Shin terwujud—melihat perang berakhir. Tetapi jika perang berakhir, dia tidak akan memiliki tempat di sebelahnya, dan dia tidak akan dapat membantunya lagi.

Tetapi...

Kurena bingung dengan pikirannya yang berputar-putar. Apa yang sebenarnya ingin dia lakukan? Jawabannya cukup sederhana. Dia ingin semuanya tetap seperti apa adanya. Membantu Shin dan semua rekan mereka, di sini di medan perang. Setidaknya di sini, dia tahu di mana dia berada...di mana dia berdiri. Shin jauh lebih nyaman sekarang daripada saat dia di Sektor Eighty Six, dan menghabiskan hari-hari dengan rekan-rekan mereka jauh lebih menyenangkan. Dan karena itu...

Dia mengingat sesuatu yang pernah Theo katakan padanya.

Hampir terdengar seperti Kau tidak ingin perang berakhir.

Pada saat itu, dia mengatakan bukan itu yang dia maksud. Tapi itu tidaklah benar.

Itu sebenarnya yangdia maksud.

“Apakah perang harus berakhir...?”

Aku ...

Tetapi ketika kata-kata itu muncul di benaknya, sesuatu mencapai telinganya seperti gemuruh guntur yang mengikuti kilatan petir yang menyilaukan. Saat kilat merobek malam, gemuruh ini mengguncang cakrawala.

"Tidak!"

Itu adalah Hilna.

xxx

"Itu tidak mungkin! Aku tidak percaya seorang warga negara Republik, salah satu dari takers, memiliki nyali untuk mengatakannya!”

(takers disini mungkin perampas hak sipil eighty-six-pent)

Hilna berteriak, seolah-olah mengepulkan api lurus ke arah ratu argent ini yang berani berbicara seolah-olah dia tahu semuanya.

Kau tidakmengerti. Kau tidak pernahmengerti perasaan orang-orang yang segalanya telah dirampas— keterikatan total yang mereka pegangteguh pada satu-satunya hal yang mereka miliki.

“Takdir pasti telah mendorong Eighty Six! Lagi pula, bukankah mereka diusir dari tanah air mereka, Republik, dan dipaksa untuk hidup di medan perang? Jika perang membuat mereka kehilangan apa pun dan segalanya, jika mereka tidak memiliki apa-apa selain bekas luka karena kehilangan nama mereka...maka mereka tidak dapat melepaskan takdir itu! Mereka tidak bisa menyembuhkanbekas luka itu!”

Tanpa sadar, dia memegang tongkat komandonya dengan kuat. Rasanya seolah-olah mimpi buruk lama itu kembali hidup tepat di depan matanya.

Bahkan sepuluh tahun berselang, dia masih mengingat kekejaman yang menimpa keluarganya dengan sangat jelas.

“Karena aku sama! Hal yang sama telah terjadi padaku! Aku tidak akan pernah bisa melupakan para santa yang menopangku untuk menjadi boneka tragis! Aku tidak akan melupakan apa yang telah Teokrasi perbuat, bagaimana mereka mengubahku menjadi santa perang untuk memastikan persatuan rakyat kita dalam menghadapi petaka!”

"Apa yang sedang Kau bicarakan-?"

“Keluargaku, House Rèze, semuanya dibunuh oleh Legiun pada awal perang.”

Dia bisa mendengar napas Lena tercekat di tenggorokan.

House Rèze—garis keturunan santa. Setiap kali perang pecah, adalah tugas anggota House Rèze untuk mengabdikan diri sebagai komandan kesatuan atau komandan divisi. Tapi komandan semacam itu tidak mungkin keseluruhannya terbunuh begitu cepat setelah perang dimulai.

“Seorang santa muda, dengan seluruh keluarganya dimusnahkan oleh Legiun terkutuk. Meskipun hanya gadis remaja rapuh, dia akan membawa panji penghakiman Legiun. Simbol Teokrasi, bertarung secara mulia dengan amarah di hatinya. Itulah yang mereka cari untuk membuatku menjadi hal itu, dan untuk melakukan itu... tentara Teokrasi meninggalkan keluargaku.”

Pusat komando kesatuan diserang Legiun. Satuan kawal pangkalan ditarik dari pusat komando pada saat itu secara kebetulankarena perintah keliru, dan satuan penyelamat secara kebetulanterhenti oleh sergapan Legiun yang tidak terduga, tidak berhasil tiba tepat waktu.

Pada saat itu, Hilnå muda sedang berbicara kepada keluarganya melalui sebuah transmisi. Neneknya—panglima kesatuan—ibunya, ayahnya, kakeknya, dan kakak-kakaknya—komandan divisi dan staf perwira—serta paman dan bibinya.

Dan meskipun hanya melalui transmisi, dia harus menyaksikan seluruh keluarganya terbantai secara brutal.

Para santa lainnya memanggil Hilna lebih awal hari itu. Dia terlalu muda untuk memasuki pusat komando terpadu itu sendiri, dan dia membuka transmisi sekali saja sehingga dia bisa berbicara dengan ibunya. Dan para santa ini berdiri di samping, menyaksikan saat dia menjadi saksi pembantaian keluarganya.

Dia tidak akan pernah melupakan mereka. Mimpi buruk itu. Segala sesuatu yang dia saksikan. Wajah-wajah keji dan tidak berperasaan orang-orang sebangsanya.

“Ayahku, ibuku, nenekku, pamanku, dan kakak-kakakku kesemuanya dicabik-cabik oleh Legiun. Dan para santa yang membiarkan hal itu terjadi...mengatakan bahwa mereka membuat keputusan yang menyakitkan dan berkorban begitu banyak, hanya untuk mengatasi cobaan menyiksa ini. Mereka meneteskan air mata kebahagiaan sepanjang waktu, mabuk dalam kebesaran mereka sendiri.”

xxx

“Tanah airku merampas keluargaku, jadi aku tidak akan pernah mencintai negara ini lagi. Aku tidak punya apa-apa selain takdirku sebagai santa perang, dan bekas luka yang tergores dalam diriku adalah sesuatu yang tidak akan kubiarkan siapa pun mengambilnya. Aku tidak akan pernah bisa melepaskan mereka!”

Kurena merasa hal-hal yang baru saja Hilna katakan diteriakkan oleh bayangannya di cermin. Gadis yang dia pikir sama dengan babi putih, personifikasi dari semua yang salah di dunia, sama seperti mereka. Dia adalah bayangan cermin dari Eighty-Six.

Dia adalah seorang anak yang telah ditolak keluarga dan tempat kelahirannya. Dia adalah seorang gadis yang memiliki upaya perang dipaksakan padanya. Dia adalah seorang bayi yang tidak memiliki apa-apa selain takdir ini— prideiniuntuk hidup di medan pertempuran.

Seolah-olah Hilnå baru saja membuka sumbat pada semua yang dia simpan dalam botol, mata emasnya menyala-nyala.

Ya itu betul. Hilna benar.

Setelah segala sesuatu dirampas darinya, Kurena tidak bisa melepaskan satu hal yang memberinya rasa identitas. Bahkan jika itu adalah bekas luka. Apalagi...

“Jangan bilang kamu tidak bisa mengerti. Kau harus menjadi orang terakhir yang mencoba merampas hal ini dariku.”

Shin seharusnya membawa bekas luka yang sama. Dan dia tahu dia tidak ingin semua itu hilang, lebih-lebihdiambil.

Kau tahu aku tidak bisamengharapkanmasa depan, jadi... Aku tidak ingin perang berakhir.

Jangan ambil itu dariku.

Aku hanya bisa eksis di medan perang. Jangan paksa aku untuk meninggalkan satu-satunya tempat untuk ku.

xxx

Tangisan Hilnå seperti jeritan. Itu adalah jeritan bayi tak berdaya yang akhirnya, akhirnya menemukan solidaritas pada anak hilang lainnya. Dan sekarang dia berpegangan pada sekutu itu, menangis dan menolak melepaskannya.

“Aku yakin kalian semua akan tahu! Kalian tentara anak-anak yang dipaksa menjadi hantu hidup, bergentayangan di medan perang dan makan dari perang! Dan kamu, Reaper tanpa kepala yang dipaksa untuk menawarkan keselamatan di medan perang yang terabaikan oleh para dewa! Kau tahu bahwa dunia hanya merampas dan tidak pernah memberi! Kau tahu bahwa mengibarkan panji-panji kebajikan seperti keadilandan kebenarantidaklah ada artinya!”

xxx

Shin menunduk. Ada saatnya dia merasakan hal senada. Keadilan dan kebenaran tidak ada artinya. Dia merasakan hal ini dulu di Sektor Eighty Six, di barak skuadron Spearhead, di mana dia ditakdirkan untuk mati tanpa arti enam bulan kemudian.

Pada saat itu, dia tidak meragukannya. Dia pikir itu hanyalah sebuah kemungkinan, kebenaran akan dunia.

Dan di sini Hilnå, mengatakan hal yang sama sekarang. Dia seperti Eighty Six—anak kecil yang terusir ke medan pertempuran oleh kebencian umat manusia. Dia sekarang mengangkat kebenaran Sektor Eighty Six sebagai panji.

Berdiri diam dan menolak untuk bergerak. Terjebak dalam batas-batas medan perang itu. Membiarkan bekas luka menggerogoti dirinya, daripada memulihkannya.

xxx

Dan Lena, dengan tujuannya, berdiri di sana dengan mata terbelalak kaget. Dia positif akan hal itu. Apa yang baru saja Hilna katakan adalah...

Blip baru muncul di salah satu jendela holo Vanadis, yang memiliki peta area yang ditampilkan di sana. Sistem radar Reginleif yang saat ini dikepung musuh mengidentifikasi unit baru itu, dan entah bagaimana mereka berhasil mengirimkannya ke Vanadis, meskipun ada jamming elektromagnetik.

Itu mengembalikan tanda IFF. Itu adalah peleton pengintai Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2 Teokrasi, I Thafaca. Setelah melihatnya, Lena memanggil unit yang akan mereka hubungi —salah satu unit skuadron Scimitar.

“Gremlin!”

xxx

Pengkhianatan Teokrasi yang diluar dugaan, campur tangan abu di udara, dan pemahaman bahwa batalion lintas udara terisolasi di belakang garis musuh. Semua itu berkumpul membentuk kebingungan dan kepanikan, membara di perut Prosesor Gremlin. Dan itulah mengapa ketika peringatan jarak meraung melalui kokpit, mereka hanya bisa terkesiap karena terkejut.

Mereka menendang Lyano-Shu yang merayap mendekati mereka, tetapi setelah memalingkan muka, mereka tiba-tiba melihat siluet besar Fah-Maras di balik tirai abu. Kanopinya terbuka, dan sesosok manusia melompat keluar. Lambang mereka adalah burung pemangsa enam sayap—Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-2 Teokrasi.

Mereka sedekat ini?!

Kepanikan Prosesor akhirnya membawa pikiran mereka ke titik didih. Mereka secara refleks mengarahkan pembidik senapan mesin mereka pada prajurit yang mengenakan pakaian pelindung abu-abu mutiara, yang, entah apa pun alasannya, buru-buru melambaikan tangan ke udara.

“Gremlin!”Lena meneriaki mereka melalui Sensor Resonasi. "Jangan tembak!"

“?!”

Mereka secara refleks menggerakkan moncongnya, melompat menjauh agar tidak tertembak terlebih dahulu dan menciptakan jarak di antara mereka. Baru pada saat itulah mereka sepenuhnya menyadari bahwa prajurit itu telah menurunkan unit mereka, membuang cara untuk menyerang mereka. Prajurit itu berulang kali menunjuk ke wajah mereka yang tak berbentuk, bertopeng, dan tertutup kaca mata, di mana Prosesor memahami maksud mereka dan mengalihkan frekuensi ke sambungan gelombang Teokrasi.

Jamming elektronik yang telah terjalin di sekitar Kesatuan Angkatan Bersenjata ke-3 tidak meluas sejauh ini. Radio berderak keras dengan suara statis, dan suara muda—tidak terlalu jauh dari usia Processor itu sendiri—berbicara kepada mereka, tergagap dalam bahasa Republik.

“Kami bukan musuhmu! Dengarkan kami, Eighty Six!”

xxx

Setelah mendengarnya melalui Resonansi, Lena memastikan bahwa kecurigaannya benar.

Jadi sebenarnya hanya...

“Hilna. Seluruh plot ini... Hanya kausatu-satunyadalangdi belakangnya, bukan?”

Bukan Teokrasi yang memutuskan untuk mengkhianati Federasi. Hilnå seorang yangmelakukannya.

xxx

Pertempuran mereka dengan Divisi 8 Teokrasi dan resimen penyergapan berlanjut, tetapi Michihi masih diterpa kebingungan dan keraguan. Dan semakin lama pertempuran berlangsung, konflik batinnya semakin membuncah.

Mungkin karena dia mendengar percakapan Lena tentang masa lalu Hilna. Rasanya seperti cerita gadis itu menggema sendiri. Itu adalah absurditas yang sama yang menghancurkan kehidupan Eighty-Six. Sepuluh tahun yang lalu, ketika Perang Legiun pecah, Michihi dan rekan-rekannya masih kecil. Mereka tiba-tiba diusir ke kamp konsentrasi, di mana mereka terpisahkan dari orang tua, kakek-nenek, dan kakak mereka. Mereka dijatuhi hukuman pertempuran sebagai bagian dari pesawat tak berawak dan dipaksa untuk berjuang sampai mati semua sehingga Alba Republik bisa menuai keuntungan.

Masing-masing dari mereka telah dirampas dengan kejam dari rumah dan keluarga mereka, bahkan dari kepolosan yang memungkinkan seseorang untuk memimpikan masa depan.

Dan itu juga terjadi di sini. Di negeri ini jauh ke barat. Dan mungkin itu terjadi di mana-mana.

Apa yang sebenarnya aku perjuangkan?

Keraguan itu membuat tangan Michihi kram. Dia sadar dia tidak menggerakkan kontrol atau menarik pelatuk secepat biasanya, tapi dia tidak bisa menahannya. Rasanya seperti dia melawan bayangannya sendiri di cermin, dan bahkan seorang prajurit Eighty Six berpengalaman seperti dirinya ragu-ragu.

Aku tidak bisa memikirkannya. Aku harus fokus untukmenerobos blokade ini dan melarikan diri.

Dia menggelengkan kepala, entah bagaimana menelan ledakan ketidakberdayaan kekanak-kanakan yang membuat dirinya ingin menangis.

Fah-Maras di bawah unit komandan musuh didampingi oleh kekuatan drone Lyano-Shu. Jika dia menghancurkan Fah-Maras yang memerintahkan mereka, Lyano-Shu akan dihentikan sekaligus, jadi cara tercepat untuk mengakhiri ini adalah dengan membidik Fah-Maras.

Tapi baik Michihi dan semua rekan-rekannya malah berkonsentrasi untuk menghancurkan Lyano-Shu. Alih-alih membidik unit berawak, mereka malah memfokuskan tembakan pada ekstensi yang dikendalikan dari jarak jauh. Mereka tidak ingin membunuh seseorang. Berjuang sampai akhir mungkin merupakan pride mereka, tetapi itu bukan berarti mereka bersedia membunuh seseorang.

Setelah menghabiskan hidup mereka dengan berperang melawan Legiun, ini adalah pertempuran pertama Eighty Six melawan sesama umat manusia. Ini bukan pertarungan yang mereka inginkan.

Mereka tidak ingin menghinakan diri untuk membunuh.

Lyano-Shu lain mengarahkan pembidik senjata recoillessnya padanya. Jika dia melompat seperti biasanya, kakinya akan tersangkut abu. Dengan paksa mengencangkan cengkeraman kakunya pada tongkat kontrol, dia memutuskan untuk berdiri tegak dan memutar moncong meriam otomatisnya.

Turet meriam Reginleif memiliki batasan dalam hal tingkat ketinggian, tetapi mampu berputar. Itu lebih cepat daripada unit Teokrasi, yang harus memutar seluruh rangka bersama dengan turet mereka.

Dia menekan pelatuk.

Peluru mencapai sasaran, dengan fokus pada sendi kaki depannya terlebih dahulu. Saat unit musuh kehilangan pijakan, unit itu roboh, dan Michihi menghabisinya dengan serangan lagi. Membidik kaki terlebih dahulu adalah gaya tempur Michihi yang biasa, diasah melalui pertarungan melawan Legiun, yang jauh lebih gesit daripada Juggernaut.

Meskipun tembakan meriam otomatis 40 mm sangat kuat, itu tidak memiliki kekuatan destruktif peluru tank 88 mm. Tembakan meriam otomatis merobek Lyano-Shu, tetapi masih mempertahankan wujudnya. Tapi kemudian pelindung bagian depannya terbuka, seperti kanopi kokpit. Dan dari dalamnya menggulung tangan kecil, seperti lengan boneka yang compang-camping.

Hah...?!

Michihi melebarkan mata dengan ngeri.

Itu adalah tangan kecil seorang bocah. Apakah ini... ranjau self-propelled? Tapi apa yang akan dilakukan unit Legiun di dalam Lyano-Shu?

Michihi sangat bingung. Pikiran membanjiri otaknya dalam keadaan kekacauan tak terkendali. Realitas dari apa yang baru saja dia saksikan tidak diragukan lagi dan tidak memerlukan kejelasan lebih lanjut, namun dia menolak untuk mempercayai matanya. Instingnya mendorong dirinya untuk menolak kesadaran—meneriaki dirinya untuk menyangkal kebenaran.

Armor bagian depan Lyano-Shu—tidak, kanopinya —terlepas. Dan di dalam, terbaring di dalam kokpityang telah terkoyak oleh tembakan meriam otomatis...

...adalah sisa-sisa seorang gadis kecil, bahkan belum genap berusia sepuluh tahun.

Post a Comment