Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 14; 14. Melapor ke Pangeran





Setelah jamuan tehku dengan Eglantine, aku kembali ke kebahagiaan mengunjungi perpustakaan setiap hari. Aku hanya punya dua pekan lagi untuk dihabiskan di surga ini; Aku perlu memacu diriku dan membaca sebanyak yang aku bisa sebelum Ritual Persembahan menarikku kembali ke bumi.
 

Saat aku sedang sibuk membaca buku, aku samar-samar mendengar seseorang memanggil "Hei!" untuk mendapatkan perhatian seseorang. Mengapa orang tidak bisa belajar diam di perpustakaan? Aku membalik halaman tepat ketika suara itu datang lagi.

“Dengarkan aku, gadis kecil Ehrenfest.”

“Lady Rozemyne! Pangeran Anastasius ada di sini!” Lieseleta berseru dari sampingku, membanting bukuku dengan tergesa-gesa.

Aku tersentak kembali ke kenyataan dan melihat ke atas. Anastasius adalah orang yang ribut di perpustakaan. Percakapanku dengan Lestilaut dari Dunkelfelger telah mengajariku bahwa kandidat archduke dan keluarga kerajaan biasanya meminta pengikut mereka mengambil buku-buku yang mereka butuhkan, yang artinya mereka sendiri jarang menginjakkan kaki di perpustakaan, namun pangeran malah berada disini. Mungkin dia datang ke sini karena kecintaannya pada perpustakaan dan buku-buku di dalamnya?

Dan dengan itu saja, pendapatku tentang Anastasius meningkat drastis.

"Apakah anda ada keperluan di perpustakaan?" Aku bertanya dengan senyum sopan sekitar tiga puluh persen lebih tulus daripada yang biasanya aku perlihatkan. “Jika membutuhkan suatu buku, Profesor Solange dengan senang hati akan mengarahkan anda ke sana. Schwartz dan Weiss juga sangat familiar dengan bahan bacaan yang tersedia di sini.”

Anastasius menunjukkan ekspresi wajah seolah sedang mengunyah serangga. "Tidak. Aku ada perlu denganmu. Jamuan tehmu dengan Eglantine sudah tiga hari yang lalu. Mengapa Kau tidak datang untuk memberi laporan kepadaku? Dan jangan coba-coba memberi tahuku bahwa surat yang meminta pertemuan hilang ditengah jalan.”

Apa? Dia bukan pangeran kutu buku...? Buruk sekali.

Persis seperti itu, pendapatku tentang Anastasius jatuh kembali ke tempat sebelumnya. Aku menghela nafas kecewa. Mengatakan bahwa surat permintaan pertemuan telah hilang ditengah jalan adalah alasan umum yang digunakan untuk mengalihkan kesalahan kepada cendekiawan karena tidak memenuhi tugas mereka dengan benar. Itu pada dasarnya seperti seorang politisi di Bumi yang mengatakan "Itu adalah kesalahan asistenku" atau semacamnya setelah tertangkap.

Aku memiringkan kepalaku, berulang kali berkedip saat Anastasius memelototiku dengan mata abu-abu frustrasi. “Bukankah saya berjanji untuk tidak pernah mendekati anda dengan cara saya sendiri, Pangeran Anastasius? Saya telah dengan sungguh-sungguh menunggu panggilan anda, karena akan jauh diluar kuasa saya untuk melanggar janji dengan keluarga kerajaan.

Itu alasanku, setidaknya. Sejatinya aku tahu semua orang akan membuat kehebohan besar tentang aku yang menghubungi Pangeran Anastasius, jadi aku dengan sengaja menundanya selama mungkin.

Anastasius mendengus meremehkan. "Apakah aku harus berpura-pura Kau tidak begitu asyik membaca beberapa saat yang lalu sehingga Kau bahkan tidak menyadari panggilanku?"

Aku hanya tersenyum dan berkata bahwa aku lega dia berpikir dan berhasil menemuiku. Omong-omong, mengingat Anastasius telah membersihkan ruangan lebih dulu saat dia mengajukan permintaan, pengikutku tidak ada yang tahu bahwa aku perlu melapor kepadanya setelah jamuan tehku dengan Eglantine. Mereka semua memucat ketakutan.

"Sudahlah," katanya. “Aku memanggilmu sekarang. Mana laporanmu.”

"Meski saya tidak akan membawa hadiah?" tanyaku. Harapanku adalah menundanya setidaknya untuk sementara waktu, tetapi Anastasius tampaknya sangat terburu-buru. Dia mengatakan bahwa dia tidak peduli dan aku harus segera melaporkan; kemudian dia berbalik untuk meninggalkan ruang baca, mengembangkan jubah hitamnya.

Aku melompat dari kursi dan meraih buku di atas meja. Aku sekarang perlu memeriksanya, karena kemungkinan besar aku tidak akan punya waktu untuk kembali ke perpustakaan jika pertemuan kecil ini berlangsung lama.

“Saya ingin—” aku memulai, yang langsung Lieseleta sela.

“Saya akan membantu anda meminjam buku itu dan mengembalikan kuncinya ke carrel. Tolong laporkan segera ke Pangeran Anastasius,” katanya. Rihyarda bergabung dengannya untuk mempercepatku—buku itu dirampas dari tanganku, dan aku praktis diseret keluar dari perpustakaan.

Aah. Aku kacau.

Aku membuntuti di belakang Anastasius bersama Rihyarda, Hartmut, Cornelius, dan Leonore di belakangnya. Hasil akhir dari usahaku untuk tidak menonjol adalah sang pangeran memanggilku secara langsung, sehingga aku sekarang berjalan tepat di belakangnya dalam perjalanan ke vilanya. Lebih buruk lagi, kami berada pada titik di mana lebih banyak siswa menyelesaikan kelas mereka, jadi ada lebih banyak penonton potensial.

Aku seharusnya mengirim permohonan normal untuk pertemuan. Kenapa aku bisa sebodoh ini?!

Sebanyak aku ingin menundukkan kepala dengan sedih, wajahku tetap menyungging senyum dan berjalan, mengangkat kepalaku tinggi-tinggi sampai Anastasius tiba-tiba berhenti dan berbalik.

“Bicara tentang lambat. Bagaimana kamu bisa selambat ini, Rozemyne?”

"Saya minta maaf. Silakan kembali ke vila Anda lebih dahulu,” kataku. Sungguh, apa boleh buat; Anastasius hanya jauh lebih tinggi dariku, dan aku sudah berusaha keras untuk mengimbanginya hingga aku hampir kehabisan napas. Aku secara signifikan lebih sehat sekarang, tetapi aku sangat mengandalkan alat bantu sihir sehingga aku masih memiliki keterbatasan stamina. Mencoba lebih keras hanya akan membuatku mempermalukan diri sendiri.

Bahkan, aku mungkin jatuh pingsan saat hanya mencoba mempertahankan kecepatan kami saat ini!

Latihan paling banter yang aku lakukan selama sepekan terakhir adalah berjalan pulang pergi ke perpustakaan, jadi tidak terlalu mengejutkan bahwa aku tidak menumbuhkan stamina ekstra. Ini juga mengingatkanku bahwa aku telah berhenti mengikuti latihan pagi, sesuatu yang aku yakin Ferdinand tidak akan terlalu senang mendengarnya.

Well, sudahlah. Sudah ada ratusan hal yang membuatnya marah padaku. Apa salahnya ditambah satu?

Aku berusaha keras menjaga kakiku bergerak dan napasku stabil, tetapi akhirnya menjadi terlalu berlebihan untukku. Tubuhku terasa berat, dan aku mulai terengah-engah.

“Maaf, Lady.”

“Rihyarda...”

Setelah mengucapkan kata-kata itu dengan hati-hati, Rihyarda mengangkatku. Aku sangat lega sehingga aku ambruk ke arahnya tanpa berpikir dua kali, hanya untuk sedikit menegakkan tubuh ketika Anastasius berhenti di tempat. Dia sekarang menatap kami dengan sangat tidak percaya.

“Lady Rozemyne secara alami memiliki tubuh lemah, yang berarti dia memiliki stamina yang jauh lebih terbatas daripada anak seusianya,” kata Rihyarda. "Saya cermati dia mulai pucat dan kemungkinan akan segera pingsan, jadi saya harap Anda memaklumi hal ini."

“'Kemungkinan pingsan'? Aku sudah dengar sesuatu tentang lemah fisiknya dari Rauffen, tapi ini benar-benar sangat buruk?” Anastasius bertanya, matanya melebar. Dia pasti telah diberitahu tentang aku yang pingsan di Aula Terjauh dalam perjalanan untuk mendapatkan schtappe-ku, tetapi dia tidak benar-benar mempercayainya. Sejak awal haruskah Rauffen benar-benar bicara sebanyak itu? Mungkin itu sudah tugasnya untuk memberikan informasi kepada keluarga kerajaan dan kandidat archduke berstatus lebih tinggi, tapi aku punya firasat dia membocorkan segalanya tentangku kepada siapa pun yang menanyakannya.

“Dia jauh lebih bugar daripada sebelumnya, tapi dia harus tetap waspada agar tidak terlalu memaksakan diri,” kata Rihyarda, memelukku dengan protektif.

Anastasius kembali menatap kami, kali ini diwarnai dengan rasa tidak percaya dan jengkel. “Jika dia tidak bisa berjalan sejauh ini, bagaimana dia bisa melakukan perjalanan didalam kastilmu?”

“Aub Ehrenfest telah memberikan izin kepada Lady untuk menggunakan highbeast saat bergerak di seluruh kastil dan asrama. Izin ini tidak berlaku untuk Akademi Kerajaan, tentu saja.” Aku akan membutuhkan izin keluarga kerajaan untuk mengendarai Lessy di dalam Akademi Kerajaan.

“Kalau begitu, kamu boleh menggendongnya. Cepatlah,” kata Anastasius sambil menghela nafas sebelum melanjutkan berjalan.

Rihyarda mengikutinya dengan aku di pelukannya. Aku perhatikan kami mengundang lebih perhatian mata sekarang daripada sebelumnya, dan aku perlu menahan diri untuk tidak menutupi kepalaku dengan jubah untuk menghindari tatapan mereka. Aku tahu melakukan itu hanya akan memperburuk keadaan.

“Apakah anda baik-baik saja, Lady? Anda sepertinya bertambah pucat,” bisik Rihyarda, menatap lurus ke depan saat dia berjalan. Sepertinya aku terlalu memaksakan diri; saat aku mulai rileks dalam pelukannya, aku mulai merasa sangat sakit hingga kepalaku pusing.

"Aku merasa cukup bersalah karena merindukan kebaikan Ferdinand sebagai sarana untuk membantu..." kataku. Sangat jarang bagiku untuk dengan sukarela meminta salah satu ramuannya.

Rihyarda hanya memejamkan matanya dan kemudian menghembuskannya.

___________



"Silakan duduk di sini, Lady Rozemyne." Kepala pelayan Anastasius menawariku tempat duduk, tetapi setelah melihat betapa pucatnya aku, dia menatap pangeran dengan tatapan mencela. Tampaknya aku terlihat sangat pucat sehingga bahkan seseorang yang hampir tidak mengenalku tidak bisa menahan diri untuk tidak meringis.

Anastasius, bagaimanapun juga, hanya mengangkat bahu ringan dan melambaikan tangan meremehkan. "Rozemyne, bersihkan kamar."

"Apakah kita tidak akan menggunakan alat sihir?" Aku bertanya. "Lady Eglantine memilih untuk menggunakannya selama jamuan teh kami." Aku tidak benar-benar ingin Rihyarda pergi ketika dia membawa ramuan yang kuinginkan, tapi sayangnya, saranku langsung ditolak.

"Tidak. Beberapa cendekiawan magang telah menguasai seni membaca bibir, jadi alat sihir pemblokir suara tidak akan mempan.”

Awalnya aku berasumsi dia hanya berlebihan, tetapi kenyataannya, Anastasius dibesarkan di lingkungan di mana orang yang tahu cara membaca bibir adalah normal dan sudah diharapkan. Dan di atas itu, hampir pasti penting bahwa keluarga kerajaan tetap waspada bahkan terhadap anak kecil sepertiku.

Tidak punya pilihan lain, aku mengirim keluar pengikutku setelah meminum ramuan dari Rihyarda. Aku sekarang sendirian di kamar bersama Anastasius dan pengikutnya. Aku menyesap teh dan menggigit manisan yang direkomendasikan kepadaku, seperti cara standar untuk memulai pertemuan. Setelah formalitas selesai, Anastasius langsung ke pokok permasalahan. Sepertinya dia sudah lama menunggu laporan.

“Apa jawabannya?” Dia bertanya. "Siapa yang akan dia bawa?"

"Dia mengatakan bahwa dia berencana untuk bertanya kepada anggota keluarganya."

"Tidak berguna! Itu yang selalu dia katakan!” serunya, menggelengkan kepalanya dan kemudian menatapku dengan tatapan tajam. "Hanya itu yang kau miliki setelah membuatku menunggu selama ini?"

Dia bernasib sial, itulah kebenarannya. “Maafkan saya karena tidak berguna bagi anda, Pangeran Anastasius. Namun, faktanya memang Lady Eglantine mengatakan dia tidak akan memilih anda atau saudara anda. Sekarang, jika diperkenankan..."

Niatku adalah memotong pembicaraan saat itu juga, tetapi Anastasius mengangkat tangan untuk menghentikanku. “Tunggu, Rozemyne. Apa maksudmu, dia tidak akan memilih aku atau saudaraku? Apa dia sedang jatuh hati pada orang lain?”

Mengapa Kau berpikir sejauh itu?!

Aku memeluk kepalaku, mengingat betapa berkonflik Eglantine saat jamuan teh. Dia sangat trauma dengan perang saudara yang telah menyeretnya, sedemikian rupa sehingga dia mencoba untuk memasuki gereja sebagai gadis kuil biru meskipun dia adalah kandidat archduke kadipaten besar... namun Anastasius hanya bisa memikirkan romansa.

“Lady Eglantine tidak dalam posisi di mana dia bisa mencintai orang lain dengan mudah. Apakah anda tidak tahu itu lebih baik daripada siapa pun, Pangeran Anastasius?”

Jika dia menyatakan dia jatuh hati kepada orang lain disaat dua pangeran bersaing untuk menikahinya, itu hanya akan semakin memperumit situasi. Aku menghela nafas, yang membuat Anastasius menyipitkan mata tajamnya. Dia tampak sangat serius sampai-sampai menakutkan. Aku menelan ludah dan menegakkan punggungku. Rasa sakit tumpul di kepalaku menggangguku, tetapi sekarang bukan waktunya untuk lemas karena lelah. "Kau tahu sesuatu. Apa yang Eglantine katakan padamu?”

"Saya pikir anda sudah tahu apa yang saya maksud, Pangeran Anastasius."

“Aku akan memutuskan apa yang aku lakukan dan tidak tahu. Bicaralah."

Mungkin karena kehadirannya yang murni sebagai keluarga kerajaan, aura yang dia pancarkan membuatku kewalahan dan tidak memberi ruang untuk protes atau tidak patuh. Baiklah. Aku hanya perlu menghindari menyebutkan rencana Eglantine untuk bergabung dengan gereja.

“Kamu tahu bahwa Lady Eglantine adalah mantan putri yang kehilangan keluarganya dalam perang saudara, kan?”

"Ya."

“Karena pengalaman inilah dia tidak ingin memilih anda atau saudara abda. Dia hanya akan mengambil keputusan jika diperintahkan oleh raja atau Aub Klassenberg. Lady Eglantine tidak ingin menjadi pemicu perang lagi, tapi saya rasa itu sudah menjadi rahasia umum,” kataku, mengamati reaksinya dengan hati-hati.

Anastasius mengerjap karena terkejut, berhenti sesaat sebelum memberikan tanggapan. “Eglantine ingin kembali ke kerajaan, bukan? Itulah yang diberitahukan kepadaku.”

Giliranku yang berkedip karena terkejut; Aku sama sekali tidak mengiranya. “Sepengetahuan saya, kakeknya-lah yang ingin dia kembali ke kerajaan. Dia merasa telah mencuri tempat yang seharusnya dia miliki dengan mengadopsinya.”

"Aub terdahulu..." gumam Anastasius pelan sambil menghela nafas. "Apakah maksudmu Eglantine sendiri tidak ingin menjadi keluarga kerajaan?"

"Saya yakin Lady Eglantine menginginkan perdamaian lebih dari apa pun."








Aku tidak yakin apakah itu karena ucapan bangsawan sangat bergantung pada eufemisme atau karena Anastasius terus berusaha berkomunikasi dengannya melalui orang lain, tapi aku sudah bisa menangkap kesalahpahaman antara dia dan Eglantine meskipun hanya benar-benar berbicara dengan mereka dua kali.

“Ini hanya pendapat pribadi saya, dan anda bisa dengan mudah mengabaikan kata-kata ini sebagai omong kosong anak kecil jika terdengan melewati batas, tapi... saya yakin anda harus berbicara serius dengan Lady Eglantine tentang apa yang kalian berdua inginkan dalam hidup terlebih dahulu sebelum diskusi untuk mendampinginya, Pangeran Anastasius. Maksud saya adalah percakapan tatap muka yang tidak dilakukan melalui pihak ketiga seperti saya. Bagi saya, itu tampak seperti di antara kalian tidak ada yang benar-benar memahami perasaan dan keinginan satu sama lain.”

"Apa maksudnya itu?" Anastasius bertanya, mengernyit membaca kekesalanku, tapi pertanyaan sebenarnya adalah bagaimana mereka belum menyadarinya.

"Lady Eglantine menunjukkan bahwa anda dan kakak anda melamarnya karena alasan politik."

"Tidak. Aku benar-benar—”

“Itu adalah kata-kata yang harus anda katakan kepada Lady Eglantine secara langsung, bukan melalui saya,” aku menyela. Aku masih merasa muak, jadi hal terakhir yang kuinginkan adalah mendengarnya bersikap puitis; sebaliknya, aku sudah ingin kembali ke asrama. “Saya percaya perasaan anda padanya sedang terdistorsi melalui kacamata politik. Mengapa tidak mulai dengan menyampaikan perasaan anda secara langsung, demi menghindari potensi kesalahpahaman?”

Anastasius tampak merosot ke depan putus asa, ngeri mendengar bahwa dia mengira dia bertindak karena alasan politik. Tentu saja, aku memilih untuk tidak menyimpulkan saranku dengan, “Mengingat betapa sedikitnya kalian saling memahami, mungkin akan lebih baik untuk masa depan Lady Eglantine jika anda tidak pernah berbicara dengannya lagi?” dan sebaliknya mengambil pendekatan yang lebih diplomatis.

“Lady Eglantine saat ini sedang mencari cara untuk menjauhkan diri dari pergolakan politik yang sedang berlangsung dan menghindari pernikahan dengan keluarga kerajaan. Dia ingin menjadi Aub Klassenberg untuk mencapai hal ini, tetapi apakah itu benar-benar berhasil?” tanyaku.

“Itu setidaknya akan mencegahnya menikah dengan keluarga lain. Hanya sedikit wanita yang menjadi aub, tetapi ketika mereka melakukannya, pria menikah dengan keluarga mereka daripada sebaliknya.”

Ternyata ketika seorang penerus laki-laki meninggal dan seorang perempuan dengan cepat dipaksa untuk mewarisi posisi aub, dalam prosesnya biasanya pertunangannya dibatalkan; hanya kandidat archduke laki-laki dalam posisi untuk menikah dengan keluarga lain yang bisa menikahi aub perempuan. Dalam hal yang sama, seorang wanita yang ditetapkan untuk menjadi aub biasanya akan membatalkan pertunangannya ketika adik laki-laki terlahir dan mengambil posisinya. Itulah yang terjadi dengan Georgine dan Sylvester, menurut pemahamanku.

“Anda bisa memprioritaskan perasaannya, anda bisa memprioritaskan posisi anda di keluarga kerajaan, atau Anda bisa menemukan solusi cerdas ketiga yang berada di luar jangkauan saya. Bagaimanapun juga, anda memiliki banyak pekerjaan di depan mata, Pangeran Anastasius.”

Apa yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi raja? Apakah menyerah pada Eglantine sebuah pilihan? Tindakan apa yang perlu diambil dalam salah satu skenario ini? Aku tidak begitu paham tentang tetek bengek kerajaan, jadi ini adalah pertanyaan yang tidak bisa kujawab.

“Ini mungkin sulit mengingat posisi Lady Eglantine saat ini, tapi saya percaya yang terbaik adalah mengambil jalan yang memungkinkan dia untuk hidup dengan damai dan dengan konflik seminim mungkin,” aku melanjutkan.

"Aku juga berpikir begitu," gumam Anastasius. Dia kemudian menyeringai seolah-olah beberapa ide cemerlang baru saja mendatanginya. “Rozemyne, laporanmu jauh lebih berharga dari yang kuduga.”

Ekspresi tekad sang pangeran sangat memperjelas bahwa dia tidak memilih untuk menyerah pada Eglantine. Aku tidak tahu apa rencananya, tapi setidaknya aku berharap dia akan tetap termotivasi sampai dia memutuskannya untuk selamanya. Apapun itu, aku berharap keputusan Eglantine akan membuahkan kebahagiaannya.

“Pangeran Anastasius, ada lebih banyak hal yang ingin saya katakan, tapi itu asing dan harus diakui lancang sampai pada titik tidak sopan. Dengan mengingat hal itu, sudikah anda mengizinkan saya untuk meneruskan?”

"Katakan," kata Anastasius, sedikit mengernyitkan alis dan menjulurkan dagunya untuk menunjukkan bahwa aku harus berbicara.

Aku meletakkan tangan di pipiku untuk menenangkan kepalaku yang samar dan pandangan kaburku. “Jelas dari latihannya bahwa Lady Eglantine mencurahkan jiwanya ke dalam pusaran dedikasi. Anda sendiri harus berlatih dengan lebih serius jika ingin menjadi pasangan yang serasi untuknya. Saat ini, anda terlihat lebih buruk darinya ketika kalian tampil bersama.”

Anastasius menyeringai tidak senang, tapi aku tetap melanjutkan. “Selanjutnya, saya bisa mengajari anda lagu asmara yang sangat kuat sampai-sampai wanita di Ehrenfest pingsan saat mendengarnya. Saya kira ini tergantung pada anda menjadi percaya diri dengan harspiel, apakah anda ingin mempelajarinya? Lady Eglantine cukup berdedikasi pada seni, jadi anda mungkin akan lebih berpeluang berhasil jika mendekati sesuatu dari sudut itu. Saat memujinya, jangan hanya mengatakan bahwa dia baik; katakan alasannya dengan lebih konkret. Juga, saya rasa lebih mungkin untuk menyentuh hatinya jika Anda mengatakan 'Aku suka suaramu' daripada 'Suaramu indah' atau semacamnya.”

Mata Anastasius berkedut saat dia mendengarkan dengan cemberut pahit. “Kamu jelas-jelas tidak menahan diri. Bahkan pengikutku saja tidak berani bicara seterbuka itu.”

"Saya minta maaf. Anda dipersilakan untuk mengabaikan saya,” jawabku. Aku sudah menceritakan semua yang kupikir akan bermanfaat jika dia mendengarnya. Entah dia bertindak berdasarkan saranku tidak ada hubungannya denganku.

Anastasius mengetuk-ngetukkan jarinya ke sandaran tangan kursi, tampak frustrasi. “Aku akan memberimu beberapa saran sebagai balasan, Rozemyne. Kau perlu lebih banyak belajar menyembunyikan emosimu, dan mengiklankan informasi yang Kau miliki tanpa membagikannya secara bebas. Kau saat ini terlalu menumpahkan banyak hal tanpa pikir panjang. Orang lain akan mengeksploitasi kelemahan ini dan memperlakukanmu dengan enteng.”

Dia kesal padaku, tapi sarannya tidak salah lagi tulus. Aku memilih untuk menerimanya, karena aku sadar akan ketidaktahuanku dalam hal bersosialisasi.

“Saya merasa terhormat menerima saran anda dan akan berusaha meningkatkannya. Sekarang, jika diperkenankan, saya ingin menyudahinya sampai disini untuk hari ini. Kepala saya sangat pening, dan saya khawatir akan segera...”

Aku tiba-tiba berhenti di tengah kalimat. Ramuan membuatku merasa sedikit membaik, tapi rasa sakit tumpul di kepalaku masih berdenyut, dan sekarang aku sedang berjuang melawan rasa kantuk yang luar biasa.

“Oswin!” Anastasius memanggil. "Panggil pengikut Rozemyne!"

"Segera!"

Aku merosot kembali ke kursi, dan hal terakhir yang kulihat sebelum pingsan adalah Anastasius melompat dari kursinya dan Oswin, kepala pelayannya, bergegas ke ruang tunggu tempat Rihyarda dan yang lainnya berada.

___________



Ketika aku bangun, aku menemukan sepucuk surat dari Anastasius di mana dia meminta maaf karena memaksaku untuk melapor meskipun tahu aku sedang tidak enak badan. Mengingat ada pesan dari Eglantine di sampingnya, aku bisa menebak dia telah menulisnya setelah dia memarahinya.

Mungkin dia membuat beberapa kemajuan dengannya... Aku yakin berharap begitu.

Aku tersenyum melihat nama mereka berjajar bersebelahan, dekat dan akrab.

Post a Comment