Update cookies preferences

Ascendance of A Bookworm Vol 14; Curahan Hati


Gadis yang duduk di depanku menurunkan pandangannya, bulu mata panjangnya membentuk bayangan kecil di wajahnya. Bibir lembutnya sedikit terbuka saat menyesap cangkir tehnya.
 

Aah. Eglantine tetap cantik seperti biasa.

Aku awalnya belajar tentangnya ketika kami berdua masih kecil. Ayahku, pangeran kelima, dianggap tidak ada hubungannya dengan perang saudara dan kemudian diabaikan, tetapi dia akhirnya diyakinkan untuk bergabung dalam pertempuran oleh Aub Klassenberg terdahulu. Seluruh keluarga Eglantine telah menyerah pada racun di tengah konflik, dan Eglantine sendiri selamat hanya karena dia belum dibaptis dan karenanya masih bisa makan di kamar anak-anak. Dia kemudian dengan cepat dibawa oleh keluarga Klassenberg, kerabat dari pihak ibu.

Melalui pengalaman-pengalaman inilah Eglantine menjadi putri tragis, yang kehilangan keluarga dan status kerajaan dalam perang saudara.

Ketika aku pertama kali melihat Eglantine di Akademi Kerajaan, dia sudah mempesona lebih dari sepuluh tahun, tetapi kecantikan bukanlah segalanya yang dia miliki: nilainya bahkan melampauiku sebagai keluarga kerajaan, dan dia memiliki karakter lembut yang mendapatkan rasa hormat dari para pengikutnya dan bahkan orang-orang kadipaten berperingkat rendah. Dia sudah diperkirakan suatu hari akan melampaui ayahku dalam hal kuantitas dan jumlah elemen, karena dia adalah putri mendiang pangeran ketiga, tetapi dia kemungkinan besar sudah mencapainya pada usia sepuluh tahun.

Ayahku mengindahkan permohonan Klassenberg bahwa Eglantine ingin kembali ke kerajaan, dan dia memberinya pilihan: dia bisa menikahi saudara laki-lakiku atau dia bisa menikah denganku, dan orang yang dia pilih akan menjadi raja berikutnya. Saat itulah aku menginginkan tahta untuk pertama kalinya.

Dan itu karena aku menginginkan dirinya.

Aku memperhatikan gerakan kecil di tenggorokan Eglantine saat dia menelan seteguk teh. Dia kemudian dengan tenang meletakkan cangkir dan menarik tangannya, ujung jarinya berwarna seperti buah plum matang yang bergerak dengan anggun sehingga menari-nari di udara. Aku menatap busur yang mereka buat begitu dekat sehingga aku hampir membakar pemandangan itu ke mataku; sudah tugas bangsawan mengamati dengan cermat proses uji racun, dan itulah pembenaran yang aku lakukan.

Eglantine memperhatikan tatapanku, pada saat itu mata oranye terangnya berkerut menjadi senyum lembut. "Pangeran Anastasius, silakan makan sepuasnya," katanya.

Aku mengambil cangkir tehku dan menyesapnya, seperti yang ditentukan oleh etiket, tetapi aku tersiksa sepanjang waktu. Bagaimana aku akan memasukkannya ke dalam kata-kata? Aku perlu mengungkapkan perasaanku secara langsung, namun itu ternyata tantangan yang lebih besar daripada yang pernah ku bayangkan. Jari-jariku mengencang di sekitar gagang cangkirku, menyebabkan riak-riak kecil menyebar ke seluruh cairan di dalamnya. Sebuah erangan terbentuk di tenggorokanku tanpa sepengetahuanku.

Akankah ungkapan cinta blak-blakanku tidak menjadi perintah...?

Kata-kata tegas keluarga kerajaan menjadi perintah —ini fakta yang tertanam dalam diriku sejak lahir, jadi aku telah mengikuti etiket istana yang tepat dan hanya mengungkapkan perasaanku kepada Eglantine melalui orang lain. Kakakku, pangeran pertama, juga mengirim surat dan hadiah untuknya, tetapi dia tidak pernah merayunya secara langsung.

Namun, kakakku tidak memiliki perasaan pada Eglantine. Dia ingin menikahinya hanya demi mendapatkan takhta.

Sigiswald sudah memiliki istri dari kadipaten tengah, yang rencananya akan menjadi istri keduanya begitu dia menikahi wanita dari kadipaten besar. Saat pikiran itu terlintas di benakku, aku mendengar Suara Rozemyne bergema di benakku: "Lady Eglantine menunjukkan bahwa Kau dan kakakmu melamarnya karena alasan politik."

Tak habis pikir dia selama ini berasumsi bahwa aku juga hanya memburu takhta...

Aku hanya bisa menghela nafas. Kakakku sudah punya istri, dan aku tidak akan membiarkan dia menikahi Eglantine sesembrono itu. Aku ingin membuat wanita cantik ini bahagia dengan kedua tanganku sendiri, dan karena alasan inilah aku mencari tahta, meskipun mengetahui itu akan membuat kakakku menjadi musuh.

"Maafkan kelancangan saya, Pangeran Anastasius, akan tetapi tidakkah anda menyebutkan bahwa Anda memiliki sesuatu yang penting untuk didiskusikan?" tanya Eglantine, memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung. Sepertinya aku terlalu lama menatap tehku.

Aku segera meletakkan cangkirku dan menikmati kudapan yang sudah disiapkan. Gumpalan manis itu pecah di mulutku. Camilan seperti ini biasa disajikan di Kedaulatan, tapi mungkin karena baru saja makan kudapan Ehrenfest, rasanya jauh lebih manis dari biasanya.

Apa yang harus aku lakukan...?

Bahkan saat menghadapi Eglantine sendirian, aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku begitu tiba-tiba. Aku hampir meraih alat sihir penahan suara di sakuku, tetapi aku akhirnya berhenti. Itu terlalu dini. Pikiranku berpacu mencari sesuatu untuk dibuka, tapi yang terlintas di pikiranku hanyalah kata-kata lancang Rozemyne.

“Kamu mengadakan jamuan teh dengan Rozemyne, bukan?” akhirnya aku bertanya.

"Astaga. Apakah Lady Rozemyne mengatakan sesuatu?” tanya Eglantine. Senyumnya semakin dalam, tapi aku memperhatikannya dengan cukup hati-hati untuk menyadari pipinya sedikit menegang. Apakah mereka mendiskusikan sesuatu yang dia tidak ingin aku dengar? Atau apakah Rozemyne begitu lancang padanya sehingga dia menganggap ingatannya mengerikan?

Mereka sebaiknya tidak menghibur diri dengan bicara buruk tentangku.

Seringai jahat dan beracun Rozemyne melintas di pikiranku. Aku membayangkan diriku menjatuhkan kepalan tangan ke tengkoraknya dalam upaya untuk menenangkan diri, lalu menenangkan diri dengan batuk ringan. “Jadi, apa pendapatmu tentang Ehrenfest? Mereka tentu telah memperkenalkan banyak produk aneh tahun ini. Bagaimana pandangan Klassenberg si nomor satu terhadap mereka? Sebagai keluarga kerajaan, aku juga berpikir penting untuk mengetahui apa yang para profesor pikirkan tentangnya.”

Ini tidak sepenuhnya kebohongan—Ehrenfest terus memproduksi produk-produk unik, mulai dari kudapan baru, hiasan rambut, hingga beberapa jenis ramuan yang membuat rambut seseorang berkilau. Kadipaten tengah yang pernah berjuang untuk mempertahankan peringkatnya yang sudah rendah tiba-tiba menjadi eksistensi yang tidak mungkin diabaikan. Tidak diragukan lagi ada masalah yang bisa aku cegah hanya dengan mengetahui pandangan kadipaten lain tentang ini, dan kenangan tentang kerfuffle dengan Dunkelfelger masih segar dalam ingatanku. Aku juga menerima banyak permintaan dari siswa yang ingin menjadi tuan baru alat sihir perpustakaan, meskipun semuanya aku tolak.

“Yah,” Eglantine memulai, “Kurasa itu telah berubah dari kadipaten menengah yang naik peringkat murni melalui netralitasnya dalam perang saudara menjadi kadipaten yang akhirnya mulai mengembangkan kekuatan yang cukup untuk membenarkan peringkatnya.”

Aku mengangguk, meskipun aku tidak begitu setuju. “Tidakkah kau melebih-lebihkan mereka? Sejarah telah menunjukkan bahwa tidak peduli seberapa terampil atau hebatnya seseorang dari Ehrenfest, mereka tidak membawa seluruh kadipaten ke puncak. Kecemerlangan mereka berakhir dengan mereka, dan pengaruh mereka tetap kuat pada tingkat individu. Apakah Kau punya bukti bahwa Rozemyne tidak sama?”

Bukan hal aneh bagi para genius yang berspesialisasi dalam minat tertentu untuk muncul di Ehrenfest. Ada Hirschur, misalnya, yang sanggat menggeluti penelitian sehingga Profesor Gundolf hanya bisa menggelengkan kepala, dan Christine, yang keahliannya dalam memainkan harspiel membuat kesan abadi pada semua orang yang mendengar permainannya. Namun, selama ini, pengaruh mereka belum cukup menyebar untuk menguntungkan kadipaten secara keseluruhan.

"Bagi saya kali ini tampak seperti keseluruhan kadipaten sedang dipengaruhi," jawab Eglantine. “Seluruh gadis Ehrenfest di upacara kenaikan tingkat memakai rinsham, dan musik baru diketahui semua siswa setelah hanya beberapa tahun. Saya diberitahu bahwa siswa dari semua kelas dapat memainkan lagu-lagu baru ini. Selain itu, siswa yang lebih muda telah menunjukkan peningkatan besar dalam pelajaran tertulis mereka.”

"Bukankah itu dimulai sekitar tiga tahun yang lalu?" Aku bertanya. Rozemyne bahkan mungkin belum dibaptis pada saat itu, dan dia tidur selama dua tahun sejak itu. Tentunya peningkatan nilai mereka bukanlah pencapaiannya.

“Tahun ini, siswa Ehrenfest dari semua kelas telah meraih banyak kemajuan. Spesifiknya tetap tidak diketahui, tetapi tampaknya itu adalah hasil dari semacam sistem yang dibuat Lady Rozemyne. Dalam jeda tren yang jarang terjadi, Ehrenfest jelas berencana mempublikasikan perkembangan mereka dan menggunakannya untuk memberi manfaat bagi seluruh kadipaten. Saya cukup yakin Ehrenfest akan melihat banyak pertumbuhan saat dia di sini.”

"Jadi begitu. Dan kandidat archduke mereka satunya?” tanyaku, mengubah topik pembicaraan. Aku tidak sepenuhnya senang melihat Eglantine memuji Rozemyne setinggi itu.

“Profesor Primevere juga telah menggambarkan Lord Wilfried sebagai orang yang cukup berbakat. Dia melewati etiket istana dalam sekali coba dan terampil mengendalikan mana. Namun, dia sering terlihat meminta saran dari Lady Rozemyne. Ditambah lagi, meskipun nilai tertulisnya lumayan jika dibandingkan dengan siswa lain, namun cukup rata-rata untuk kandidat archduke.”

"Jadi begitu. Saran ditengah kelas, hm...?”

Rozemyne diadopsi ke dalam keluarga archduke, dan kebiasaan buruk yang dia tunjukkan dalam memberiku informasi berharga tanpa pikir panjang mungkin diakibatkan karena dia melakukan hal yang sama untuk putra kandung archduke. Mereka seharusnya bersaing memperebutkan posisi aub sebagai sesama kandidat, tetapi kemungkinan besar dia diperintahkan untuk mengangkat dan mendukung saingannya.

Jauh dariku untuk menyia-nyiakan nasihatnya yang berharga itu...

Aku menarik napas dalam-dalam kemudian mengeluarkan alat sihir penahan suara. Saat aku mengulurkan alat sihir itu ke Eglantine, dia melirik sekilas dengan khawatir kepada para pelayannya.

“Ini lebih baik daripada membersihkan kamar dari para pengikutmu, bukan?” Aku bertanya.

Eglantine mengangguk setuju sebelum mengambil alat sihir itu. Ini jauh dari pertama kalinya dia coba menghindari menghabiskan waktu berduaan denganku, tapi itu tetap menyakiti hatiku. Aku mengencangkan cengkeramanku pada alat itu.

“Ketika Kau berbicara dengan Rozemyne, Kau mengatakan bahwa Kau tidak akan memilihku atau kakakku. Apakah itu benar?"

Eglantine berhenti. “Sepertinya aku telah berbicara terlalu bebas. Mungkin aku terpesona oleh wajah cantik Lady Rozemyne? Tolong lupakan apa yang dia katakan padamu,” dia akhirnya berkata dengan senyum bermasalah, berharap untuk mengakhiri diskusi. Tapi ini bukan sesuatu yang bisa aku abaikan begitu saja.

“Rozemyne memberitahuku tentang pilihanmu. Kau akan mematuhi perintah untuk menikahi salah satu dari kami akan tetapi kau sendiri tidak mengambil keputusan. Dia mengatakan bahwa Kau hanya menginginkan perdamaian, dan tidak kembali ke keluarga kerajaan.”

“Maafkan saya. Saya tidak tahu isi pikiran saya, sampai saya mengucapkan kata-kata semacam itu. Pangeran Anastasius, sungguh, tolong lupakan apa yang dia katakan," ulang Eglantine putus asa, matanya sedikit basah oleh air mata. Pemandangan itu sangat menggemaskan, tetapi aku tidak akan terpengaruh; jika semangatku tidak cukup kuat untuk menyelesaikan ini, aku tidak akan pernah mentolerir nasihat lancang dan kejam yang tak terduga dari Rozemyne.

"Maafkan aku. Aku ingin mengabulkan setiap permintaanmu, tapi ini bukan sesuatu yang bisa aku abaikan. Aku ingin tahu perasaanmu yang sebenarnya,” kataku, menatapnya langsung.

Ekspresi mendung dan kalah muncul di wajahnya. Aku tidak tahu apakah dia akan mengalah dan menyuarakan permintaannya atau putus asa bahwa tidak peduli apa yang dia katakan, keinginannya tidak akan terwujud.

“Selama ini, aku hanya tahu bahwa Kau ingin kembali ke keluarga kerajaan, dan yang kuinginkan adalah mewujudkan keinginanmu. Pria yang Kau pilih yang kemudian akan menjadi raja. Melamarmu untuk menikah, aku harus berkuasa. Itulah satu-satunya alasan aku menginginkan tahta. Tapi sekarang aku diberitahu bahwa keinginanmu yang sebenarnya adalah meraih perdamaian.”

Senyum Eglantine bertambah intens, matanya memohon padaku untuk tidak menggali lebih jauh, tetapi mundur tidak akan membawa perubahan apa pun. Aku mencengkeram alat penahan suara dengan kedua tangan dan menatapnya lebih tajam dari sebelumnya, berharap bahkan sebagian kecil dari perasaanku tersampaikan padanya.

“Tujuanku bukan untuk mengabulkan keinginan Aub Klassenberg sebelumnya—namun mengabulkan keinginanmu,” aku menjelaskan. “Dan meski itu membuat frustrasi karena Rozemyne-lah yang menjelaskanya padaku, untuk meraihnya, aku ingin mendengar pendapatmu secara langsung. Aku ingin mendengar keinginanmu secara langsung, tanpa perantara. Dan kemudian, aku ingin Kau mengetahui keinginanku. Sama seperti Kau tidak ingin menjadi keluarga kerajaan, aku tidak peduli dengan tahta. Sigiswald memburu takhta, dan jika pernikahanmu tidak terikat pada keseimbangan, aku akan rela membiarkan dia mengambilnya.

Eglantine berusaha bersembunyi di balik senyumnya yang biasa, tetapi bibirnya terasa bergetar. Selama bertahun-tahun aku hanya melihat wajah sopannya, tembok diplomasi yang memisahkan kami dengan kuat, dan pemahaman itu sangat menyiksaku. Tapi sekarang aku akhirnya melihat satu ons emosi yang sebenarnya darinya, dan mau tak mau aku merasa senang dengan fakta itu.

Mungkin aman untuk mengatakan bahwa sebagian kecil dari perasaanku telah tersampaikan padanya.

Aku bisa merasakan darah mengalir ke seluruh tubuhku seperti api yang membakar. Wajahku panas, dan telingaku berdenging. Itu di luar kemampuanku untuk merangkai kata-kataku dengan bisikan puitis cintaku; yang terbaik yang bisa aku lakukan adalah menyuarakan pikiranku secara langsung. Dari sudut pandang keluarga kerajaan, tidak diragukan lagi aku akan mempermalukan diri sendiri.

“Aku tidak menginginkan apapun selain dirimu,” kataku. “Aku ingin Kau memilihku; bukan kakakku, dan bukan orang lain. Aku ingin kau menjadi Dewi Cahayaku dan milikku seorang. Bukan perintah, tentu saja, tapi keinginan tulusku.”

Aku mengatur napasku dan memperhatikan Eglantine dengan cermat. Mata kami bertemu hanya untuk sesaat sebelum dia mengalihkan pandangannya. Bahkan sekarang setelah aku mengikuti saran Rozemyne dan mengungkapkan perasaanku kepadanya secara pribadi, tampaknya dia tidak dapat menerima perasaanku.

Cengkeramanku pada alat sihir itu mengendur saat gelombang kekecewaan menerpaku, tapi kemudian Eglantine akhirnya berbicara. "Aku terkejut kau akan berbicara begitu blak-blakan," bisiknya pada dirinya sendiri, dan cengkeramanku mengencang sekali lagi saat aku berusaha keras untuk mendengar setiap kata.

“Apa itu terlalu blak-blakan? Sejujurnya, aku mengikuti saran Rozemyne. Dia mengatakan bahwa pergolakan politik menempatkan dinding yang memutarbalikkan maksud kita. Dia curiga bahwa kita sama sekali tidak menyampaikan tujuan kita yang sebenarnya satu sama lain.”

"Dia mengatakan itu...?" tanya Eglantine. Pipinya merona merah malu-malu yang sangat menawan hingga membuat jantungku berdebar kencang di dadaku. Ini pertama kalinya aku melihat reaksi semacam itu darinya. Mungkinkah saran Rozemyne ​​benar-benar berhasil?

"Ya. Dia dengan entengnya mengatakan kepadaku bahwa, karena aku sangat memahami niatmu, aku perlu memulai lagi dari awal dan menanyakannya secara langsung. Bisakah Kau membayangkan apa ada yang lebih lancang darinya?” aku bertanya, membiarkan seringai bermain di bibirku saat aku mencoba untuk meringankan suasana.

Mata oranye terang Eglantine melebar. "Aku tidak pernah memperkirakan kamu dari semua orang untuk mengindahkan kata-kata blak-blakan semacam itu, Pangeran Anastasius."

“Banyak nasihatnya yang menjengkelkan untuk didengar, akan tetapi jika dia berbicara dengan benar, aku memang membuatmu menderita karena ketidaktahuanku tentang niatmu. Paling tidak, aku ingin Kau tahu bahwa tujuanku bukan dan tidak akan pernah merebut tahta.”

"Aku benar-benar mengerti sekarang..." kata Eglantine, menurunkan matanya. Aku bisa merasakan senyum di wajahku melebar sekarang setelah memahaminya sebagai ekspresi rasa malunya.

"Hm... Jika saran Rozemyne ​​tentang masalah ini benar, mungkin aku harus memperhatikan sarannya yang lain juga."

“Maksudmu Lady Rozemyne mengatakan lebih banyak lagi padamu...? Aku tidak yakin apakah hatiku bisa menerima lebih banyak lagi...” gumam Eglantine dengan tatapan cemberut kecil. Itu sangat menawan sehingga hatiku praktis melompat kegirangan. Aku menikmati momen itu untuk beberapa saat sebelum mengingat nasihat Rozemyne yang lain.

“Itu semua saran yang sangat lancang dan tidak ada orang lain yang berani berbicara dengan keluarga kerajaan. Maukah Kau mendengarkannya?”

"Sangat." Eglantine sekarang memperlihatkan senyum sopannya sekali lagi, tapi aku masih bisa merasakan sedikit kekesalan pada ekspresinya. Itu adalah perkembangan yang menyenangkan, dan salah satu yang mengilhamiku untuk memulai dengan saran Rozemyne ​​yang paling mengejutkan.

“Pertama-tama, dia bilang bahwa aku harus melatih whirling-ku lebih serius jika aku ingin serasi untukmu. Sepertinya aku terlihat lebih buruk saat kita melakukan whirling bersama.”

Eglantine mengedipkan mata padaku dengan sangat tidak percaya, meskipun keheningannya yang tercengang tidak berlangsung lama. "Ah... Apakah Lady Rozemyne ​​benar-benar mengatakan itu padamu?" dia bertanya.

"Ya. Dia aku izinkan untuk berbicara dengan bebas, tetapi meskipun demikian aku terkejut akan kelancangan komentarnya. Dia mengkritik caraku memujimu; menyuruhku untuk lebih banyak berlatih harspiel, karena kamu sangat menekuni seni; dan banyak lagi.”

Saat aku menjelaskannya satu per satu, senyum Eglantine membeku. Keterkejutannya bisa dimengerti; tidak terpikirkan bagi kandidat archduke dari kadipaten peringkat tiga belas untuk berbicara begitu berani kepada anggota keluarga kerajaan.

“Rozemyne ​​tidak menahan diri dan kemudian tiba-tiba jatuh pingsan,” aku menjelaskan. “Dia mengatakan bahwa dia merasa tidak enak badan, tetapi aku tidak pernah berpikir bahwa dia akan pingsan setiba-tiba itu. Bagiku itu cukup mengejutkan, aku bahkan tidak dapat mengingat kapan terakhir kali aku melihat Oswin terlihat setrauma itu.”

Eglantine menunjukkan berbagai emosi baru ketika dia mendengarkan aku berbicara sehingga aku dengan ceroboh melanjutkan dan menyebutkan Rozemyne pingsan. Dalam sekejap, ekspresinya berubah.

“Pangeran Anastasius, Kau memanggil Lady Rozemyne ​​ketika kesehatannya buruk? Ya ampun, itu pasti mengerikan baginya. Sudahkah Kau setidaknya menyatakan simpati?”

"Aku? Aku bersedia memaafkan dia pingsan, tetapi untuk kesalahannya... Tidakkah normalnya dia yang meminta maaf padaku terlebih dahulu?”

Pingsan dalam pertemuan dengan keluarga kerajaan adalah aib yang tak terpikirkan. Rozemyne perlu meminta pertemuan untuk memohon pengampunanku, dan aku akan dengan murah hati melakukan hal itu. Saran bahwa aku harus mengirim surat untuk mengungkapkan simpatiku ketika dia yang sakit tidaklah masuk akal, meskipun jika Eglantine menggantikannya, aku tidak akan membuang waktu untuk bergegas ke sisinya.

“Dalam keadaan normal, ya, kukira permintaannya belum dikirimkan? Itu bukti bahwa Rozemyne ​​belum pulih. Aub Ehrenfest pasti histeris. Tolong kirimkan kata-kata simpati tidak hanya untuk Lady Rozemyne, tetapi untuk seluruh kadipatennya.”

"Begitu... aku tahu bahwa kadipaten umumnya tidak ikut campur dengan Akademi, tapi aku tidak menyadari bahwa mereka sering menerima laporan."

Aku tidak yakin informasi apa yang biasanya diberikan antara asrama dan kadpaten mereka, tetapi Aub Ehrenfest pasti akan panik setelah mengetahui bahwa anaknya dipanggil untuk menghadap keluarga kerajaan, pingsan, dan sekarang terbaring di tempat tidur sehingga dia bahkan tidak bisa meminta maaf. Aku malah bersimpati pada Aub Ehrenfest, yang tidak bisa berbuat apa-apa saat dia membaca tentang Rozemyne yang ambruk di Aula Terjauh, menjadi tuan dari alat sihir perpustakaan, dan menghadapi Dunkelfelger dalam permainan ditter.

Tetap saja, tidak bijaksana untuk mengirim kata-kata simpati kepada Rozemyne.

Tidak perlu melanggar kebiasaan untuk ini; gerakan yang buruk di pihakku akan membuat publik berasumsi bahwa Rozemyne sekarang mendukungku. Aku tidak ingin mengirim kata-kata simpati ketika tidak ada yang mengerti bahwa aku melakukannya hanya atas permintaan Eglantine.

“Eglantine, aku tidak bisa membuat surat semacam itu dengan bebas. Jika Kau mau menulisnya bersamaku dan membantu mengungkapkannya, bagaimanapun juga... aku akan mengirimkannya ke Ehrenfest. "

"Jika bersikeras," Eglantine mengakui, setuju untuk menulis surat simpatik di mana aku akan meminta maaf. Aku perhatikan bahwa senyumnya telah melunak, jadi aku mengulurkan tangan kepadanya. Rasanya seolah-olah dia sekarang mungkin menerimanya.

“Eglantine, maukah kamu menemaniku ke gazebo nanti untuk membahasnya lebih lanjut? Aku akan membutuhkan Aub Klassenberg dan pendahulunya di pihak kita jika kita ingin mewujudkan impianmu, bukan?”

“Aku tidak percaya meyakinkan paman dan kakekku akan semudah itu,” jawabnya. Itu bukan jawaban yang jelas, tapi ini pertama kalinya dia tidak secara eksplisit menolak undanganku ke gazebo, yang merupakan tempat berkumpul yang terkenal untuk pasangan dan kekasih. Dalam sekejap, aku tak terkalahkan. Negosiasi politik formal dengan aub dan mantan aub tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mengungkapkan perasaanku secara jujur ​​kepada Eglantine.

Bagaimana aku meyakinkan mereka? Aku tidak punya banyak waktu, tetapi ini tantangan yang layak untuk dikejar.

Post a Comment