Update cookies preferences

Nanatsu no Maken Vol 2; Chapter 3; Bagian 4

 


Oliver tersenyum tipis saat mendengarkan Nanao bicara dari jauh.

“Mereka semua terpesona. Orang-orang selalu seperti itu ketika Nanao mulai bicara,” gumamnya, lalu melihat ke arah Albright saat dia terbaring di lantai. “Jika kamu memberiku salah satu medalimu, kamu masih punya sisa. Jika bertahan hingga besok, hari terakhir turnamen, maka Kau juga akan mendapat kesempatan untuk melawannya. Aku yakin Kau akan belajar banyak.”

Tidak ada jawaban. Albright seharusnya sudah cukup pulih untuk bisa kembali bergerak, tapi dia hanya menatap ke ruang kosong. Namun, akhirnya, dia merogoh saku mantelnya, mengeluarkan medali, dan melemparkannya pada Oliver. Dia berdiri dengan gemetar, lalu berbalik dan mulai berjalan pergi.

“...? Tunggu, Mr Albright —jalan itu mengarah lebih dalam ke labirin.”

Dia mengabaikan peringatan Oliver dan terus berjalan. Oliver bertanya-tanya apakah dia harus menghentikannya dengan paksa tetapi, pada akhirnya, dia memutuskan untuk tidak melakukannya. Dia mengerti keinginan untuk menyendiri. Albright pun sepertinya terbiasa dengan kedalaman labirin, jadi mungkin menghentikannya malah akan seperti campur tangan yang tidak perlu.

“Respondeo.”

Tapi ternyata Oliver salah. Albright menggumamkan mantra yang terdengar menyeramkan. Ruang di sekitar mereka berubah. Suara rendah, hampir menggigil memenuhi ruangan luas itu. Saat Oliver mengenalinya, dia mengamati sekeliling.

"Ini kan-"

“Teman-teman, kemarilah!” Katie berteriak dari belakang, ketakutan. Pada saat yang sama, suaranya menjadi jelas: kepakan sayap. Suara yang mengganggu itu seperti dengungan serangga besar yang terbang lewat. Namun, tidak ada serangga di sekitar.

Dengan kata lain....

“Ini warning call...!” Katie berteriak. “Awalnya aku tidak yakin, tapi itu jelas! Semuanya, lihat! Ini bukan sembarang ruang terbuka —ini satu koloni stingerbee besar!”

Semua orang kecuali Albright melihat ke atas, lalu secara bersamaan mundur karena terkejut. Apa yang mereka lihat adalah segerombolan lebah, masing-masing sebesar manusia, muncul dari setiap celah di langit-langit dan turun ke atas mereka. “Guh....!”

“Cepat! Lari ke sini!"

Kembali ke dunia nyata, Oliver berputar dan melesat. Katie melambai padanya, dan cabang pohon menjulur dari tanah di bawah kakinya, membuat zona evakuasi sementara. Dia menyalakan dupa di tengah.

Saat Oliver menyelinap melalui dahan, bau unik menyengat hidungnya. Nanao dan Chela ada di belakang.

"Huff! Huff!Katie, apa....?!”

“Aku menyalakan dupa anti serangga! Ini akan memberi kita waktu beberapa menit!”

“Dan aku membuat penghalang dari beberapa benih yang ku miliki. Tapi itu tidak akan bertahan lama melawan pasukan ini!" Guy berteriak saat cabang baru terus tumbuh berkat mantra peningkat pertumbuhan. Saat itu, Fay juga berlari, menyeret tangan Stacy.

“Maaf, tapi tolong biarkan kami masuk! Aku tahu kau tidak berhutang bantuan kepada kami, tapi—”

“Masuk saja! Sekarang bukan waktunya untuk hal itu!” Pete berteriak, menarik mereka ke dalam barikade. Lebih dari seratus lebah penyengat mengelilingi mereka, cukup untuk mengubur mereka. Oliver melihat lawannya mengendarai serangga di belakang yang ekstra besar.

“Apa maksudnya ini, Mr Albright?!” dia menuntut.

Albright berhenti, lalu mengayunkan athame. "Dahulu kala, pelayan keluargaku non-sihir."

Suara rendahnya bergema dari atas. Dia sepertinya menggunakan mantra amplifikasi, karena dengungan itu tidak menenggelamkan suaranya. Oliver memelototinya saat melanjutkan.

“Putri tunggal mereka adalah gadis seusiaku. Tugasnya adalah memenuhi kebutuhanku dan menjadi teman bicaraku. Aku menerima pelatihan ketat sejak masih muda, dan karenanya dia menjadi salah satu dari sedikit teman tepercaya aku.

“Suatu saat, aku mulai bermain catur dengannya. Dari semua game yang kami mainkan, game ini yang paling kami nikmati. Aku selalu menang —tetapi tidak peduli berapa kali dia kalah, dia tidak pernah mundur dari tantanganku. Dia meminta petunjuk dari orang dewasa dan perlahan membaik."

Tidak seperti sebelumnya, tidak ada permusuhan dalam nadanya. Itu sangat kering. Cangkang kebanggaan dan arogansi tebal miliknya telah hancur, dan sekarang hatinya yang layu terbuka.

“Lalu suatu hari, aku kalah darinya untuk pertama kalinya. Taktikku yang sudah mapan dan taktiknya cocok dengan sempurna, memberiku kekalahan total yang terasa menyegarkan. Dia melompat kegirangan di tempat tidur, dan aku turut bahagia. Kalah memang sangat disayangkan, tetapi aku belum pernah melihat kerja keras seseorang membuahkan hasil sebelumnya. Tapi kebahagiaan itu ternyata fatal."

Tatapannya menjadi gelap dengan kecaman diri dan penyesalan. Oliver mengenali pemandangan ini; dia melihatnya setiap kali melihat cermin. Itu adalah penampilan seseorang yang membuat kesalahan yang tidak akan pernah bisa mereka tarik kembali.

“Kegembiraan berlanjut hingga hari berikutnya, jadi aku memberi tahu orang tuaku saat sarapan pagi itu: Gadis pelayan itu telah mengalahkanku saat bermain catur. Dia menggunakan strategi brilian, dan itu adalah permainan paling menghibur yang pernah kami mainkan. Mereka menanggapinya dengan segera memberikan kutukan rasa sakit kepadaku sebanyak tiga kali. Aku menjerit dan menangis."

“.....!”

“Aku dipukuli selama setengah hari. Di ruang bawah tanah tanpa jendela, mereka mengukir sikap teguh sebagai seorang Albright jauh di dalam hatiku dengan rasa sakit dan ketakutan yang tak terlupakan. Saat malam tiba, aku akhirnya dibebaskan, dan kembali ke kamarku. Yang ingin aku lakukan hanyalah bicara dengan gadis itu lagi. Aku yakin jika kami bisa mengobrol dengan hati-hati seperti yang selalu kami lakukan, hatiku akan kembali tenang. Tapi dia tidak pernah kembali. Saat aku didisiplinkan, seluruh keluarganya telah dieksekusi."

Chela menggigit bibir. Dia bisa memahami beban mustahil yang diletakkan di pundak anak laki-laki itu dengan dilahirkan dari keluarga militan dunia sihir, dan berbagai kekejaman tak masuk akal yang dibawa bersamanya.

“Saat itulah aku belajar: Aku tidak boleh kalah dari siapapun. Kemenangan dan kekalahanku bukanlah milikku. Itu milik Albrights. Aku tidak punya hak untuk kalah, atau kebebasan untuk menghormati mereka yang mengalahkanku."

Oliver menyadari betapa akurat intuisinya. Mencapai kemenangan dan dengan arogan menyebut orang lain bukan siapa-siapa adalah bagian dari tugasnya. Dia tidak diizinkan hidup dengan cara lain. Dia tidak mungkin membayangkan cara lain. Keberadaannya terikat oleh nama Albright dan kewajiban keluarganya. Inilah yang telah dilakukan para penyihir pada mereka.

“Duel yang luar biasa, Oliver Horn. Aku kalah, tak perlu diragukan lagi. Tapi aku seorang Albright. Jadi, aku harus menghapus hasil itu. Turunkan senjata dan menyerah sekarang juga. Aku tidak akan menyakiti kalian. Aku akan merapalkan mantra amnesia pada kalian semua, dan dengan ingatan kalian beberapa jam yang lalu, aku akan membiarkan kalian pergi. Tapi... jika kamu melawan, aku harus membiarkan makhluk-makhluk ini menyerang kalian.”

Nada suaranya terlalu datar untuk pernyataan yang mengancam. Katie sangat marah. “Bagaimana kamu bisa begitu egois? Apa ini benar-benar caramu menghilangkan kekalahan?!”

"Persetan! Turun ke sini, bajingan!” Guy berteriak bersamanya.

Albright menerima amarah mereka tanpa perlawanan dan menatap Oliver dengan mata hampa.

“Kamu bilang aku memandang rendah orang lain sebagai kewajiban, Oliver Horn.”

“....”

“Yah, kamu benar. Dan aku akan terus melakukannya sampai masa depan. Tidak peduli siapa yang mengalahkan atau menegurku, aku akan menghapus semuanya... Dan tidak ada yang akan berubah. Oranng-orang di sekitarku akan selalu berada di bawahku."

Mengumumkan takdirnya, dia mengalihkan pandangan ke gadis di belakang Oliver, wajahnya berantakan karena isak tangis.

“Ironis, bukan, Cornwallis? Aku iri padamu. Setidaknya kamu menangis setelah kalah."

Tiba-tiba, lebah yang melayang di wilayah udara rendah mengerumuni Albright sampai dia tidak lagi terlihat dari tanah. Saat lebah-lebah lain terus berdengung di sekitar barikade, Chela menatap teman-temannya dengan tatapan muram.

“Dupa hanya akan bertahan beberapa menit lagi! Situasi kita mengerikan— Oliver, ada ide ?!”

Semua orang memusatkan perhatian padanya. Setelah hening beberapa saat, dia mengepalkan tangannya dan melihat ke tanah.

“Aku benci mengatakannya, tapi menyerah adalah sebuah pilihan. Aku tidak berpikir Albright bermaksud mengambil apapun kecuali medali kita. Kawanan lebah penyengat ini terlalu berat bagi kita. Jika kita semua ingin keluar dari sini dengan selamat, itu adalah pilihan terbaik." Suaranya tenang dan parau.

Chela mengangguk setuju, lalu menatap gadis Azian.

“Nanao, bagaimana menurutmu?”

Semua orang memperhatikan Nanao, yang terus menatap langit-langit, mengawasi musuh di luar lebah.

“Jika itu keputusan Oliver, maka aku tidak keberatan. Tapi jika Kau mengizinkan, aku ingin memberikan anak itu kekalahan."

Suaranya tegas. Pilihan kata-katanya juga spesifik. Tidak, aku ingin mencoba atau aku tidak ingin kalah , tetapi aku ingin memberikan kekalahan kepada anak itu.

“Inilah hidup seorang pejuang yang hanya memikirkan kemenangan. Namun, di jalur ini, kekalahan merupakan harta yang tak tergantikan. Menerima kekalahan dan menghormati pemenang adalah cara seseorang maju. Tapi anak ini tidak melakukannya. Dia tidak pernah salah, tidak pernah tumbuh —hanya mandek di penjara yang sama, melekat pada hatinya yang belum dewasa. Aku sangat kasihan padanya."

Hening. Ekspresi Nanao tidak menunjukkan kemarahan ataupun kesal.

“Aku tidak apa-apa,” Katie akhirnya bergumam. Dia mengepalkan tangan, berusaha tidak menggigil. “Aku tidak ingin kau, Oliver, atau Chela menyerah pada si brengsek itu. Kita bukan siswa baru yang berwajah segar lagi. Aku juga siap untuk melawan rintangan yang tidak masuk akal."

Dia menolak menerima selalu dilindungi. Itulah yang dia sumpahkan pada dirinya sendiri saat mengusulkan workshop di dalam labirin. Terinspirasi oleh tekadnya, Guy mendengus.

"Aku setuju. Katie baru saja mencuri kata-kataku."

"Guy..." Oliver melontarkan pandangan konflik pada Guy, yang hanya menyeringai.

“Ada cara untuk menang, bukan? Itulah yang aku rasakan darimu sebelumnya. Jadi jika Kau mengibarkan bendera putih karena mengkhawatirkan kami, aku akan memintamu untuk mempertimbangkannya kembali. "

Di mata Guy, Oliver tidak akan mengatakan "menyerah adalah pilihan" jika benar-benar tidak ada peluang menang. Dia benar, tapi Oliver menggelengkan kepala dengan tegas.

“Aku bersyukur kamu merasa seperti itu, tapi aku tidak bisa —aku tidak bisa melibatkanmu dalam pertaruhan yang berisiko seperti itu. Jika gagal, tidak ada yang tahu apa—"

Oliver sekali lagi mendesak agar berhati-hati, tetapi seseorang meraih lengan bajunya.

"Hei. Berhentilah bertingkah seolah Kau itu wali kami.”

"Hah?"

Tatapan Oliver bertemu dengan anak berkacamata. Pete adalah yang paling minim kekuatan dari mereka semua, tapi dia juga yang paling bertekad.

“Kamu belum paham juga? Aku, Guy, dan Katie tidak datang sejauh ini hanya untuk menghalangi jalanmu!”

Kata-kata itu menusuk hati Oliver, dan dia mengerutkan kening dengan getir.

"Kamu benar. Maaf, Pete. Kamu benar sekali.”

Dia menegur dirinya sendiri atas tindakannya. Memang dia siapa sampai menarik garis antara pelindung dan yang dilindungi? Teman-temannya sudah sejauh ini bersamanya; apakah dia tidak menghormati perasaan mereka? Ini bukan hari pertama mereka di Kimberly. Mereka tahu keburukan akademi dan risiko memasuki labirin, dan mereka masih menerimanya. Itulah mengapa mereka sekarang ada di sini. Jadi jika mereka tahu bahayanya dan masih ingin bertarung, maka...

“Biar ku jelaskan rencananya. Mendekatlah, semuanya. Kalian berdua juga.”

Tidak ada alasan untuk melawan. Setelah mengundang Stacy dan Fay masuk, Oliver mulai merinci rencana pelarian mereka. Di bawah tekanan kawanan lebah yang membayangi, dia selesai dalam tiga puluh detik.

“Strategi yang cukup berani. Tapi aku suka itu. Aku ikut," kata Guy.

"Aku juga," Katie setuju. “Campurannya harus akurat, jadi serahkan padaku!”

Mereka bicara dengan berani, dan yang lain menyatakan bahwa mereka juga menerima rencana tersebut. Setelah semua orang setuju, Chela angkat bicara.

“Bolehkah aku mengatakan sesuatu, Oliver?”

"Tentu saja. Jika Kau memiliki keluhan, biarkan aku mendengarnya sekarang.”

Oliver mengangguk dan menoleh padanya. Dia tidak bisa mengabaikan masukannya dalam pertempuran sihir. Tapi dia hanya menggelengkan kepalanya dengan ringan.

“Aku tak punya keluhan. Hanya saran, yang dapat meningkatkan peluang kemenangan kita. Aku sedikit menyimpan rahasia untuk diriku sendiri —tetapi sekarang aku akan mengungkapkannya.”

Dan dengan itu, dia mulai dengan lembut menjelaskan rencananya. Mata semua orang terbelalak kaget ketika mereka mendengar apa yang dia sarankan.

­__________________________

Albright menunggu keputusan mereka dari atas, dikelilingi kawanan lebah.

“Sudah waktunya,” dia bergumam pada dirinya sendiri.

Di bawahnya, asap dupa anti serangga mulai menipis. Setelah lenyap, satu-satunya pertahanan yang tersisa adalah barikade pohon yang tumbuh dengan sihir, yang terbukti tidak lebih efektif daripada selembar kertas melawan kawanan lebah penyengat.

“Mm?!”

Tapi apa yang terjadi selanjutnya, tidak dia sangka-sangka. Saat dupa mati, kolom asap baru muncul dari dalam barikade. Awalnya, Albright berasumsi dupa itu masih memiliki sedikit tendangan, tapi bukan itu. Tujuan dari asap ini justru sebaliknya. Lebah-lebah itu bergegas dengan sembrono menuju barikade, menghasut.

“Mustahil —maksudnya menarik lebah ke arah mereka? Itu bunuh diri!"

“Oliver, kita siap ?! Barikade tidak akan bertahan!”

"Belum! Kita harus menarik sebanyak yang kita bisa!”

Potongan kayu yang sudah dikunyah menghujani mereka, dan suara Guy diwarnai dengan kepanikan. Oliver mencoba meyakinkannya. Menarik lebah kearah mereka adalah gagasan yang bodoh, tapi sekarang tidak ada cara untuk mundur.

“Haaaah....”

Semua orang berada di posisi mereka kecuali Chela, yang berdiri di tengah dan memusatkan perhatian pada pernapasan. Dia menyesuaikan sirkulasi mana di dalam tubuhnya, membuka kunci cadangan di dalam rahimnya. Dia mengulangi proses yang dia tunjukkan pada Pete, dan ketika selesai —dia memulai transformasi tidak seperti yang dialami Pete.

“Ch-Chela....!”

"Whoaaa!"

Katie dan Guy menatap, melupakan bahaya yang mereka hadapi. Mana mulai meluap di depan mata mereka. Meskipun hasilnya jauh melebihi Pete, fungsi dasarnya sama. Namun, sesuai dengan aliran mana yang meningkat di dalam dirinya, tubuhnya mengalami transformasi tertentu dan jelas.

Terlebih, telinganya. Teman-temannya memperhatikan saat telinganya yang bulat dan ramping tumbuh panjang dan runcing. Itu jelas merupakan ciri fisik yang tidak dimiliki manusia, dan semua orang mengerti kecuali Nanao.

“Jangan kaget. Aku yakin sebagian besar dari kalian sudah familiar dengan sumbernya,” kata Chela lembut.

Dan dia benar. Sejak pertemuan pertama mereka, Oliver sudah tahu. Kulit gelap dan rambut emas berkilau itu —tidak ada manusia di seluruh Union yang dapat memiliki kombinasi sifat seperti itu.

Desas-desus mengatakan —meskipun, itu lebih seperti rahasia umum— bahwa Lord McFarlane saat ini telah mempersunting istri seorang elf.

Elf, yang menghargai kemurnian ras mereka di atas segalanya, sangat jarang melahirkan anak manusia. Karena itu, keturunan manusia elf memiliki kemampuan sihir yang sangat tinggi dan bisa menguasai hampir semua elemen. Jadi jika seseorang mampu memperoleh kemampuan seperti itu —dengan cara apa pun yang diperlukan— maka itu memiliki implikasi besar bagi penyihir manusia.

“Ini pertama kalinya ku tunjukkan pada manusia di luar keluargaku. Aku agak malu, seperti yang kalian bayangkan."

Dia tersenyum untuk menyembunyikan rasa malu, lalu memberi isyarat dengan matanya kepada Oliver bahwa dia sudah siap.

“Sudah waktunya!” dia berkata. “Semuanya, angkat athame kalian! Chela, mantramu akan jadi sinyal!"

“Dimengerti.”

Delapan pedang terangkat ke udara, menunjuk ke bagian atas barikade, yang hampir dihancurkan oleh lebah yang menyerang.

"Magnus—"

Chela memulai mantranya. Merasakan aliran kekuatan besar di sekitar mereka, yang lain menelan.

“—Tonitrus!” ““ ““ ““ “Tonitrus!” ”” ”” ””

Penglihatan mereka menjadi putih. Bahkan tidak dapat melihat lawan, Oliver menggabungkan tujuh mantra bertenaga manusia bersama-sama dan menghempaskannya setelah petir besar itu.

___________________

Tepat saat barikade akan runtuh, sambaran petir yang menyilaukan melonjak dari dalam. Albright menatap, dengan mulut ternganga, saat itu menyelimuti lebih dari separuh kawanan lebah.

“Apa—?!”

Terpanggang hangus, lebah-lebah itu jatuh ke tanah. Membuat mereka berkumpul di atas barikade adalah jebakan, menyebabkan lebih dari 70 persen dari gerombolan itu terperangkap dalam sambaran petir. Albright menyadari dupa adalah langkah pembuka untuk mengaturnya, jadi yang benar-benar mengejutkannya adalah sesuatu yang lain.

“Mantra ganda....?! Tidak mungkin! Itu tidak mungkin bisa dilakukan tahun pertama!"

Keterkejutannya bisa dimaklumi. Noemalnya, siswa tahun pertama tidak bisa menggunakan mantra ganda. Itu memperbesar efek mantera tetapi juga berdampak besar pada tubuh pengguna jika terlalu muda. Memaksakan melewati batas itu akan mengakibatkan kegagalan mantra, atau paling buruk, meledak di wajah perapal dan melukainya. Baru pada paruh kedua tahun kedua tubuh mereka akan mampu menahan tekanan —setidaknya, itulah teori yang diterima secara luas.

Tapi itu hanya untuk manusia. Secara alami, itu tidak berlaku untuk elf.

“Kena kau!”

Tidak ada waktu untuk melongo. Saat kawanan lebah berada dalam kekacauan, satu sosok melesat keluar dari barikade yang setengah hancur. Albright mengencangkan bibir. Seorang gadis Azian yang mengendarai sapu terbang melesat langsung ke arahnya.

"Le-lebah! Serang dia!"

Dia menutup jarak dengan cepat. Untuk mematahkan momentumnya, Albright memerintahkan familiar yang masih hidup untuk menyerang. Lebah di dekatnya menyerangnya dengan cepat, tetapi rahang dan sengat mereka hanya bertemu udara kosong. Nanao dengan mudah bermanuver melewati barisan mereka, meninggalkan mereka dalam debu.

“Kamu menghindari mereka semua?!”

“HAAAAAAAAAAAH!”

Dengan lebah di belakangnya, tidak ada yang bisa menghentikan Nanao. Albright tidak punya waktu untuk menyiapkan mantra —lebah yang dia duduki terbelah menjadi dua, ditebas.

“Kh... Elletardus!”

Tungangannya mati, dia terlempar ke udara. Dia memperlambat kejatuhannya dengan mantra dan mendarat, lalu dengan cepat mengangkat pedang. Panas di ekornya, gadis samurai itu datang melesat ke arahnya. Dia melompat dari sapu, mendarat, dan memelototinya.

"Kamu akhirnya berkenan untuk berdiri di pesawat yang sama denganku."

“.....”

“Aku datang untuk mengalahkanmu. Sekarang tarik pedangmu."

Nanao membawa pedang ke depan matanya dan menyuruhnya untuk melakukan hal yang sama. Albright melihat ke langit jika ada lebah yang selamat —tapi dia menghentikannya dengan perintah singkat.

“Kunantikan! Tidak ada seorang pun di medan perang ini selain Kau dan aku!"

“....!”

“Hanya kita yang akan memutuskan kemenangan! Tidak ada orang lain yang akan mencurinya! Tidak aturan keluarga atau bahkan dewa itu sendiri!"

Dia bicara dengan percaya diri; tidak ada yang bisa ikut campur. Hanya dua lawan yang berdiri di medan perang ini —tidak ada yang lain. Matanya seperti seorang pejuang, jernih dan murni. Bermandikan cahaya mereka, sesuatu di dalam Albright pecah. Rantai yang telah lama membelenggu dirinya berdentang saat terlepas dari hatinya.

"Ha ha ha!"

Tawa aneh keluar darinya. Tanpa sadar mengambil posisi, dia bertanya-tanya —sudah berapa lama sejak dia merasakan kegembiraan seperti itu? Jawaban segera datang padanya. Ah benar. Seperti inilah rasanya saat ia selalu bermain catur dengannya.

"Apa kau siap, samurai!"

“Yah!”

Mereka meraung dan melesat maju ke jarak satu langkah, satu mantra yang diatur oleh seni pedang dan strategi. Bilah yang dialiri mana mereka beradu, mengirimkan percikan ke sana-sini.

“OHHHHHHHHH!”

“HAAAAAAAAH!”

Suara pertempuran sengit mereka bergema. Itu sangat ganas, namun juga menyenangkan. Mereka saling beradu delapan setangan, tidak ada yang mundur satu langkah pun. Satu athame terlempar ke tanah.

“'Sungguh pertarungan yang luar biasa.”

Setelah memberikan serangan terakhir, Nanao berdiri dengan pedang yang masih terhunus dan bicara untuk terakhir kalinya. Rasa sakit dari gesekan diagonalnya masih segar dalam pikirannya, Albright mengangguk. Itu adalah perasaan yang menyenangkan. "-Ya."

Kekuatan terlepas dari tubuhnya, dan dia jatuh telentang.

“Sekarang aku akhirnya bisa merasakannya —kekalahan yang luar biasa.”

Dia menutup matanya, hatinya membuncah. Di mata hatinya, sebuah papan catur muncul. Dan di sisi lain, seorang gadis yang familiar tersenyum padanya.

Post a Comment